Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141730 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kannitha Amaratya Kiara
"Artikel ini mengkaji ekspresi identitas budaya dalam bermain gim simulasi kehidupan khususnya The Sims 4 berdasarkan sudut pandang pemain video game dari Indonesia. Dirilis pada tahun 2014, The Sims 4 adalah video game yang berkisar pada simulasi kehidupan dan ekspresi manusia, dan secara konsisten mempertahankan posisinya sebagai salah satu gim digital paling populer selama beberapa tahun terakhir (EA, 2023). Melalui pengalaman gameplay simulasi ini, seorang individu dapat menunjukkan dan mengembangkan kreativitas mereka dengan mengintegrasikan budaya asal mereka ke dalam gim. Video game merupakan salah satu bentuk media yang digunakan dengan tujuan tertentu oleh para audiens aktif. Dengan mengimplementasikan teori uses and gratifications yang dikemukakan oleh Blumer dan Katz (1974) terkait kasus The Sims 4 sebagai bentuk ekspresi identitas – tulisan ini mengungkap penerapan game mods pada gim simulasi kehidupan terlaris. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu content analysis untuk mengidentifikasi dan mendiskusi berbagai contoh ekspresi identitas budaya di The Sims 4, dalam konteks gameplay yang diproduksi oleh pemain gim Indonesia, HANQUARTER atau Hani. Saya menyoroti bagaimana gim simulasi kehidupan seperti The Sims 4 memungkinkan pemain untuk mengeksplorasi, membuat, dan mengekspresikan identitas mereka melalui penggunaan game mod yang sesuai.
This article examines the expression of cultural identity in playing life simulation games particularly, The Sims 4, based on the perspective of an Indonesian video game player. Originally released in the year 2014, The Sims 4 is a video game revolving around the simulation of life and human expression, it has consistently kept its spot as one of the most popular digital games over the past years (EA, 2023). Through this simulation gameplay experience, individuals showcase and expand on their creativity by integrating their home culture into the game. Video games are a form of media that is used with a specific purpose by an active audience. By implementing the uses and gratifications theory coined by Blumer and Katz (1974) in relation to the case of The Sims 4 as a form of identity expression – this paper unravels the application of game mods on the best-selling life simulation game. This study uses a qualitative content analysis approach to identify and address the different instances of cultural identity expression in The Sims 4, in the context of a video gameplay produced by an Indonesian game player, HANQUARTER or Hani. I highlight how life simulation games like The Sims 4 allows players to explore, create, and express their identity using appropriate game mods."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lin, Tang
"Hubungan persahabatan antara Tiongkok dan Myanmar dapat ditelusuri kembali hingga dua ribu tahun yang lalu. Sejak abad kedua Masehi, pedagang Tiongkok sudah mulai berlayar melalui lembah Sungai Nujiang dan Sungai Irrawaddy menuju Myanmar untuk melakukan perdagangan sutra, serta bertukar barang berharga seperti giok dan zamrud. Pada masa dinasti Han dan Tang di Tiongkok, hubungan persahabatan antara kedua negara semakin kuat. Negara Shan di Myanmar dan kemudian Kerajaan Pyu mengirim utusan berkali-kali ke dinasti Han dan Tang untuk melakukan pertukaran politik, ekonomi, dan budaya. Pada tahun 1940 hingga 1942, Jalan Raya Yunnan-Myanmar yang dibangun oleh kedua negara menjadi satu-satunya jalur perdagangan dan transportasi Tiongkok pada saat itu. Sejak berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, persahabatan antara rakyat Tiongkok dan Myanmar semakin meningkat. Pada tanggal 8 Juni 1950, Myanmar menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok, menjadi negara kelima yang membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, seiring dengan Tiongkok dan Laos fokus pada pembangunan ekonomi dan keterbukaan terhadap dunia luar, pemerintah Tiongkok mulai mengendurkan pembatasan terhadap imigran asing. Nilai pasar besar dan potensi pengembangan Laos menarik semakin banyak imigran baru Tiongkok yang datang ke Laos. Saat ini, Laos menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan imigran baru Tiongkok tercepat, di mana mayoritas imigran baru tersebut berasal dari provinsi Yunnan. Kedatangan imigran baru dari Yunnan memiliki dampak besar terhadap perkembangan ekonomi dan pertukaran budaya antara Tiongkok dan Laos, dan komunitas Tionghoa di Yunnan memainkan peran tak tergantikan dalam hubungan politik, ekonomi, dan budaya antara Tiongkok dan Laos.

The friendship between China and Myanmar can be traced back to two thousand years ago. Since the 2nd century AD, Chinese traders began sailing through the Nujiang River and Irrawaddy River valleys to Myanmar for silk trade and the exchange of valuable items such as jade and emeralds. During the Han and Tang dynasties in China, the friendship between the two countries strengthened. The Shan state in Myanmar and later the Pyu Kingdom sent envoys multiple times to the Han and Tang dynasties for political, economic, and cultural exchanges. From 1940 to 1942, the Yunnan-Myanmar Highway built by both countries became the sole trade and transportation route for China at that time. Since the establishment of the People's Republic of China, the friendship between the Chinese people and Myanmar has grown. On June 8, 1950, Myanmar established diplomatic relations with China, becoming the fifth country to do so. In the 1970s and 1980s, as China and Laos focused on economic development and opening up to the outside world, the Chinese government began to relax restrictions on foreign immigrants. The large market value and development potential of Laos attracted an increasing number of new Chinese immigrants. Currently, Laos is one of the countries with the fastest-growing influx of new Chinese immigrants, with the majority coming from Yunnan province. The arrival of new immigrants from Yunnan has had a significant impact on the economic development and cultural exchange between China and Laos. The Chinese community in Yunnan plays an indispensable role in the political, economic, and cultural relations between China and Laos."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayidatul Ummah
"Tesis ini membahas identitas keturunan Hadrami dalam naskah drama Fatimah (1938) karya Hoesin Bafagih yang ditengarai berupaya mendiskusikan wacana baru terhadap tanah air mereka (baru) yaitu Indonesia melalui konsep representasi (1990) dan identitas (1997) dari Stuart Hall serta konsep nation dari Anderson (1991). Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan adanya tarik ulur identitas budaya dan membongkar nasionalisme keturunan Hadrami yang direpresentasikan melalui tokoh dan penokohan. Hasil analisis membuktikan bahwa Fatimah (1938) mengandung propaganda kebangsaan dengan menunjukkan keberpihakannya pada narasi keindonesiaan dibandingkan kehadramian. Keberpihakan tersebut bisa dilihat melalui penanda dalam teks yang mendiskreditkan gagasan konservatif, eksklusif dan anti-nasionalis sejak awal hingga akhir cerita. Sementara itu, sikap teks yang terlihat mengedepankan kepentingan identitas etnik dengan cara melakukan otokritik, dibaca sebagai strategi yang digunakan teks untuk menumbuhkan kesadaran berbangsa dengan tujuan mengubah kehadramian tradisional menjadi kehadramian yang berorientasi nasional, yakni dengan menyuguhkan gagasan progresif, inklusif dan nasionalis. Faktanya, strategi ini juga merupakan bagian dari cara teks untuk memperlihatkan bahwa Fatimah (1938) mewakili semangat zaman, di mana bangkitnya semangat keindonesiaan diawali dengan gagasan-gagasan yang bersifat etno-nasionalisme. Fatimah (1938) merupakan tonggak lahirnya identitas baru sebagai orang Indonesia berdarah Hadrami sekaligus “corong” bagi Persatuan Arab Indonesia (PAI).

This research identifies Hadhrami descent in Fatimah play script by Hoesin Bafagih (1938). This playscript discusses new discourses of their homeland, Indonesia. This study employed the representation concept (1990) and the identity concept (1997) by Stuart Hall and the nation concept by Anderson (1991). This research investigates the tug-of-war of cultural identity and discovers Hadhrami descent's nationalism represented in the play's characters and characterizations. The research results prove that Fatimah (1938) contains national propaganda by presenting its alignment with Indonesian, not Hadhrami. The alignment is presented by textual signifiers that discredit conservative, exclusive, and anti-nationalist ideas from the beginning to the end of the story. Meanwhile, textual narration that prioritizes ethnic identity through self-criticism is interpreted as the text's strategy to grow national awareness to shift the Hadhrami traditions to national-oriented Hadhrami. This strategy is manifested by presenting progressive, inclusive, and nationalistic ideas. Furthermore, this strategy is the texts' method and shows that Fatimah (1938) represents the zest of times when ethnonationalism ideas initiate Indonesian spirits. Besides, Fatimah (1938) is the pioneer of a new identity as an Indonesian with Hadhrami blood and becomes a tool for the Indonesian Arab Union"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofia Nabila Nurintan
"Penelitian ini membahas mengenai representasi isu-isu sosial budaya dan spiritual masyarakat imigran muslim Arab di Amerika yang ditemukan dalam serial televisi Amerika Ramy. Tontonan serial televisi karya Ramy Youssef ini menarik untuk dikaji karena mengandung cerminan perjuangan dan dilema masyarakat Arab muslim sebagai minoritas di Amerika Serikat. Hasil penelitian ini adalah jenis representasi intensional paling banyak digunakan dalam serial TV ini karena sifatnya yang dapat menccerminkan intensi pribadi tiap tokoh. Sumber data penelitian ini adalah musim pertama dari serial televisi berbahasa Arab dan Inggris yang berjudul Ramy tahun 2019. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif. Adapun untuk menyampaikan makna-makna simbolis dari serial televisi Ramy penulis menggunakan teori representasi Stuart Hall. Tujuan penelitian ini adalah menguraikan bagaimaana isu-isu identitas budaya dan spiritual survival masyarakat imigran Arab muslim direpresentasikan dalam adegan-adegan serial televisi tersebut.

This study discusses the representation of socio-cultural and spiritual issues of Arab Muslim immigrant communities in America which are found in the American television series Ramy. This television series by Ramy Youssef is interesting to study because it reflects the struggle and identity dilemma of the Muslim Arab community as a minority in the United States. The result of this study is that intentional representation type is the most widely used in this TV series because of its nature which can reflect the personal intentions of each character. The data source for this research is the first season of the American television series entitled Ramy in 2019 televised in both Arabic and English. This research uses a descriptive qualitative method. As for conveying the symbolic meanings of the television series Ramy, the writer uses Stuart Hall's representation theory. The purpose of this study is to describe the cultural and spiritual identity issues of Arab Muslim immigrant communities represented in the television series' scenes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati Irianto
"Etnifikasi atau proses peminggiran penduduk lokal sebagai akibat migrasi di Lampung menyebabkan ulun Lampung menjadi minoritas di tengah-tengah heterogenitas budaya pendatang. Dalam menghadapi marjinalisasi ini, mereka membangkitkan tradisi (invensi tradisi) dalam rangka memperkuat kesadaran kolektif melalui pemaknaan piil pesenggiri (harga diri) yang direproduksi dan diartikulasikan sebagai representasi identitas. Penelitian ini bertujuan menjelaskan pemaknaan piil pesenggiri sebagai kedayatahanan identitas ulun Lampung yang mereposisi identitasnya, terkait dengan bagaimana piil pesenggiri diolah sebagai modal budaya dan strategi budaya di dunia sosial mereka. Sebagai penelitian kualitatif, data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan sejumlah informan untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang piil pesenggiri berdasarkan pengalaman dalam dunia sosial yang dijalaninya.
Temuan penelitian ini, bahwa rekonstruksi identitas ulun Lampung tidak terlepas dari perkembangan dinamika politik dan budaya dalam ruang dan waktu. Produksi dan reproduksi piil pesenggiri sebagai invensi tradisi, yang diolah menjadi modal budaya dan strategi identitas merupakan resi stensi terhadap pendatang sebagai reteritorialisasi dan identifikasi diri. Mengubah stigma negatif piil pesenggiri yang selama ini dijadikan "perisai budaya" dalam berbagai tindakannya adalah konstruksi ulun Lampung dengan citra baru melalui pendidikan, simbol budaya maupun jalur politik, merupakan proses untuk diakui identitasnya dalam struktur sosial. Reproduksi piil pesenggiri menunjukkan piil sebagai identitas bukan produk yang statis tetapi kontekstual dan tidak dapat dipisahkan dari habitus ulun Lampung.

Etnifikasi or marginalize the local ethnic as result of migration process in Lampung has cause ulun Lampung?s to became a minority amidst of the cultural heterogeneity immigrants. In response to this marginalization, they re-invented tradition in order to strengthen their collective consciousness through the meaning of piil pesenggiri (self esteem) that's reproduced and articulated as a representation of identity. The study aims to explain how the meaning piil pesenggiri has been reproduced in the repositioning of ulun lampung's cultural identity, related to how ulun lampung interpret piil pesenggiri as a cultural capital and strategy cultural. The data were obtained through in-depth interviews from a number of informants to obtain a comprehensive description of piil pesenggiri based on their experiences in the social world.
The results showed that the reconstruction of Lampung ulun identity is inseparable from the development of the political and cultural dynamics in space and time. The production and reproduction of piil pesenggiri as an invention is processed to serve a cultural capital and identity strategy on the social structure vis-a-vis migrants can be viewed as a reteritorialization of identity. Changing the negative stigma that has piil pesenggiri used as cultural "shields" manifested in the various actions is the construction of ulun lampung with a new image through field of education, cultural symbols, or political field, and a process for gaining recognition in terms of their existence identity in the social structure. The reproduction of piil pesenggiri in social structure Lampung society shows that piil is not a static entity but an ever-changing one and it is inseparable from the ulun Lampung?s habitus.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nurfaizty
"Skripsi ini membahas representasi identitas budaya Shoko sebagai Japanese war bride dalam novel How to Be an American Housewife karya Margaret Dilloway dengan penerapan teori poskolonialisme mengenai konsep identitas budaya oleh Stuart Hall dan konsep hibriditas oleh Homi K. Bhaba. Analisis dilakukan dengan metode kualitatif untuk menelusuri perkembangan identitas budaya Shoko sehingga faktor yang membentuk identitas budaya Shoko, sebab yang menimbulkan ambivalensi di tengah proses mimikri Shoko, dan upaya Shoko untuk mendapatkan identitas hibridanya dapat ditelusuri.
Penelitian menunjukan identitas budaya Shoko berkembang hingga akhir karena faktor internal yang merupakan pikiran dan emosi Shoko dan faktor eksternal yaitu lingkungan sosial Shoko yang memberikan pengaruh terhadap keputusan Shoko memilih identitasnya sebagai hibrida dan unsur budaya Jepang dan Amerika yang membentuk identitas hibridanya.

This study discusses cultural identity representation of Shoko as a Japanese war bride in the novel How to Be an American Housewife by Margaret Dilloway with postcolonialsm theory application about Stuart Hall‟s cultural identity concept and Homi K. Bhaba's hybridity concept. The analysis is done by applying qualitative method to analyze Shoko's cultural identity development and figure out the factors that shape Shoko's identity, causes of ambivalence during mimicry and how she obtains hybridity as her final identity.
The result shows that Shoko's cultural identity development is affected by internal factors, which are her thoughts and emotions, external factor, which is the social environment that give impact to her decision in taking hybridity as her final identity, and Japanese and American cultures that shape the hibridity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S61291
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indhina Saraswati
"Media dan Globalisasi merupakan dua hal yang tak mudah untuk dipisahkan. Dalam hal ini ekspansi industri media, yang dimiliki negara-negara besar, mengakibatkan media global, dan pada saat yang sama globalisasi bisa membuat industri media lokal menjadi go global, seperti K-pop. Dominasi budaya Korea tidak hanya disebarkan melalui media tapi juga institusi pendidikan yang dilakukan melalui student exchange di Korea.
Pertanyaan penelitiannya adalah apakah kesempatan belajar di sana, selama dua bulan, akan mengubah identitas pelajar Indonesia? Teori utama dalam research paper ini adalah teori Identitas Stuart Hall. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, dengan metode kualitatif dan pendekatan Social Constructivsm dilengkapi dengan obeservasi partisipan dan wawancara mendalam terhadap pelajar yang juga K-pop-ers berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa identity ke-Indonesiaan dibentuk melalui nilai dan norma dan pengalaman informan masa lalu. Peran orang tua, dan lingkungan sosial serta self identity merupakan faktor kuat dalam menentukan lunturnya identitas ke-Indonesia-an seseorang.

Media and globalization often constitute one unsepararable item. The vast expansion of media owned by big and developed countries has given birth to the new phenomenon of globalized media, which in turn has pushed local media to go global, for example K-pop. K-Pop, as one form of Korean culture is not only disemminated through media but also by educational institution, through exchange programs to Korea.
The research question is whether the opportunity to study there, for two months, will change the identity of Indonesian students? The main theory in this research paper is Stuart Hall's Identity theory. The method used is qualitative method by social constructivism approach through the participation of observations equipped with indepth interview. Selection of informants was conducted purposively against students who were also heavy K-pop-ers.
The results show that the indonesian identity is formed through the values and norms and past experiences of the informants. The role of parents, and the social environment and self-identity is a powerful factor in determining whether such identity will be challenged to diminish or remain solid.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T48578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Amelia Fitriyani
"Peneliti ingin mengkaji pembentukan identitas budaya kelompok etnis melalui pesan media komunitas radio online Minang Cimbuak oleh komunitas Cimbuak. Cimbuak adalah komunitas yang dipelopori oleh perantau dari Minangkabau untuk meningkatkan silaturahmi perantau Minang yang ada di seluruh dunia dan melestarikan budaya Minangkabau.
Penelitian ini memberikan sebuah pemahaman baru berkaitan dengan pembentukan identitas budaya kelompok etnis melalui media komunitas radio online. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam dan pengamatan interaksi secara online.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi negosiasi identitas budaya pada kelompok etnis. Temuan penelitian memperlihatkan pembentukan pesan kelompok etnis didukung oleh karakteristik media komunitas radio online.

The research aim is analyzing the formation of ethnic group cultural identity on the message formation in Minang online radio Cimbuak. Minangkabau immigrants formed Cimbuak community to increase hospitality and communication among the immigrants all over the world and to conserve the Minangkabau culture.
This research gives new understanding about ethnic group cultural identity formation through online radio community media. The research was conducted under the qualitative approach using in-depth interview and observation.
The result shows there is cultural identity negotiation in the ethnic group and the characteristics of online radio community media supports the ethnic group message establishment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57042
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Haryo Nugroho
"Di masa modern saat ini, kehidupan umat manusia tidak dapat dipisahkan dari fenomena diaspora. Diaspora merujuk kepada sekelompok manusia yang hidup di luar wilayah yang menjadi asal mereka, baik atas pilihan sukarela atapun keadaan memaksa. Etnis Maluku, sebagai salah satu bagian dari masyarakat Asia Tenggara, memiliki banyak komunitas diaspora yang tersebar di Belanda. Jumlah mereka cukup signifikan dan menjadi salah satu komunitas terbesar diaspora asal Indonesia. Kepergian mereka meninggalkan tanah Maluku dapat dirunut sejak di bubarkannya tentara kolonal Belanda (KNIL) dan lahirnya Republik Maluku Selatan (RMS). Generasi pertama dari diaspora Maluku di Belanda umumnya terdiri dari keluarga mantan tentara KNIL yang tak ingin meleburkan diri ke dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan berintegrasi pada masyarakat Indonesia di wilayah lain. Meski begitu, kedatangan mereka di negeri Belanda tidak mendapat sambutan hangat, baik dari pemerintah Belanda maupun masyarakatnya. Keberadaan mereka menarik untuk diketahui terlebih mereka juga tinggal secara eksklusif di sebuah kompleks khusus yang dikenal sebagai “Mollucan Quarter”. Identitas diri dari para diaspora Maluku yang tinggal di negeri Belanda juga berbeda-beda.
Sejak masa lampau, manusia tidak dapat dipisahkan dari fenomena diaspora. Diaspora merupakan istilah yang merujuk kepada sekelompok manusia yang hidup di luar wilayah asal mereka. Tesis ini meneliti sekelompok etnis Maluku yang menjadi komunitas diaspora di negeri Belanda. Sekelompok etnis Maluku ini merupakan tentara Maluku anggota KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda) yang berpihak kepada Belanda melawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di dalam masa perang kemerdekaan (1945--1949). Keberadaan diaspora Maluku di Belanda yang telah beregenerasi ini menarik untuk diteliti terkait identitas kebudayaan yang dikembangkan, antara mempertahankan tradisi kebudayaan Maluku dan adaptasi dengan kebudayaan Belanda. Dengan penelitian kualitatif yang menggunakan teknik wawancara jarak jauh melalui platform zoom, tesis ini memperoleh gambaran kehidupan hibrida yang dipresentasikan oleh komunitas diaspora Maluku di Belanda.

In today's modern era, human life cannot be separated from the diaspora phenomenon. Diaspora refers to a group of people who live outside their native territory, either by voluntary choice or by coercion. Ethnic Maluku, as a part of Southeast Asian society, has many diaspora communities spread across the Netherlands. Their number is quite significant and is one of the largest diaspora communities from Indonesia. Their departure from the land of Maluku can be traced since the disbandment of the Dutch colonial army (KNIL) and the birth of the Republic of South Maluku (RMS). The first generation of the Moluccan diaspora in the Netherlands generally consisted of families of former KNIL soldiers who did not wish to integrate themselves into the Indonesian National Army (TNI) and integrate into Indonesian society in other areas. Even so, their arrival in the Netherlands did not receive a warm welcome, both from the Dutch government and the people. Their existence is interesting to know especially that they also live exclusively in a special complex known as the “Mollucan Quarter”. The identity of the Maluku diaspora living in the Netherlands is also different.
Since ancient times, humans cannot be separated from the diaspora phenomenon. Diaspora is a term that refers to a group of people who live outside their territory of origin. This thesis examines a group of ethnic Moluccas who are a diaspora community in the Netherlands. This Moluccan ethnic group is a Moluccan soldier who is a member of the KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger or Royal Dutch East Indies Army) which sided with the Dutch against the Indonesian National Armed Forces (TNI) during the war for independence (1945-1949). The existence of the regenerated Moluccan diaspora in the Netherlands is interesting to study regarding the cultural identity developed, between maintaining Maluku cultural traditions and adaptation to Dutch culture. With qualitative research using remote interview techniques through the zoom platform, this thesis obtains a description of the hybrid life presented by the Maluku diaspora community in the Netherlands.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Deiktya Emte
"Teman Tuli adalah identitas yang disematkan kepada tunarungu di Indonesia. Identitas Tuli dengan huruf T kapital dianggap lebih berterima bagi kelompok Tuli. Namun, identitas tunarungu nyatanya lebih populer digunakan di kalangan masyarakat dengar. Selain itu, Tuli juga sesungguhnya memiliki pilihan identitas lain yang dapat berdiri di antara kedua identitas tersebut, yakni bikultural. Penelitian ini ingin memahami pembentukan konstruksi identitas budaya teman Tuli di Jambi: apakah mereka memilih menjadi Tuli, tunarungu, atau bikultural. Pengambilan data dilakukan dengan metode etnografi. Peneliti melakukan observasi, FGD (focus group discussion), dan wawancara mendalam terhadap teman Tuli di Jambi yang berusia 18—26 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden mengidentifikasikan diri mereka sebagai Tuli alih-alih tunarungu dan bikultural. Namun, dalam praktiknya, peneliti menemukan bahwa terdapat responden yang menerapkan praktik bikultural. Selain itu, peneliti juga menemukan adanya pengaruh yang besar dari ketergabungan dengan organisasi Tuli, terutama Gerkatin dan Pusbisindo, dalam pengonstruksian identitas teman Tuli di Jambi.

Deaf (Tuli) is an identity pinned to the deaf in Indonesia. Deaf identity with a capital D is considered more acceptable for the Deaf group. However, the deaf (tunarungu) identity is in fact more popularly used among the hearing community. In addition, Deaf also has a choice of other identities that can stand between the two identities, namely bicultural. This study aims to understand the construction of the cultural identity of the Deaf in Jambi: whether they choose to be Deaf (Tuli), deaf (tunarungu), or bicultural. Data collection was done by ethnographic method. Researchers conducted observations, focus group discussions (FGD), and in-depth interviews with Deaf in Jambi aged 18-26. The results showed that all respondents identified themselves as Deaf (Tuli) instead of deaf (tunarungu) and bicultural. However, in practice, the researchers found that there were respondents who applied bicultural practices. In addition, the researcher also found that there was a big influence from joining the Deaf organizations, especially Gerkatin and Pusbisindo, in the construction of the identity of Deaf in Jambi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>