Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133823 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rezky Salma Mutmainah
"Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek mengatur standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan yang efisien sangat penting untuk menjaga kendali mutu dan biaya, menghindari ketidakefisienan yang dapat berdampak negatif (Kemenkes RI, 2016). Pengendalian persediaan obat bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan, dengan tujuan mencegah kekosongan persediaan yang dapat mempengaruhi pelayanan farmasi. Penelitian ini mengevaluasi kejadian out of stock (OOS) pada obat ethical di Apotek Roxy Jagakarsa pada bulan Juli 2023, dengan menyarankan tindakan substitusi sebagai solusi umum. Temuan ini menggambarkan pentingnya manajemen pengelolaan sediaan farmasi yang efektif dan rasional untuk mendukung kelancaran pelayanan farmasi di apotek.

Based on the Minister of Health Regulation of the Republic of Indonesia Number 73 of 2016 concerning Standards of Pharmaceutical Services in Pharmacies, it regulates the management standards of pharmaceuticals, medical devices, and disposable medical supplies as well as clinical pharmacy services. Efficient management is crucial to maintain quality control and cost-effectiveness, avoiding inefficiencies that can have negative impacts (Ministry of Health, 2016). Inventory control aims to achieve a balance between supply and demand, preventing stockouts that can affect pharmacy services. This study evaluates the occurrence of out-of-stock (OOS) incidents for ethical drugs at Roxy Jagakarsa Pharmacy in July 2023, suggesting substitution as a common solution. These findings highlight the importance of effective and rational pharmaceutical inventory management to support smooth pharmacy operations.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Larasati Nurhidayah
"Pemusnahan adalah kegiatan transaksi pengeluaran obat dan bahan medis habis pakai (BMHP) yang kedaluwarsa, hasil penarikan, dan rusak secara permanen hingga tidak layak dikembalikan menjadi aset lagi. Pemusnahan obat adalah kegiatan yang dapat terjadi di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, apotek, industri, dan distributor farmasi. Pemusnahan bertujuan untuk menjamin sediaan yang tidak layak digunakan ditangani sesuai standar dan dapat mengurangi beban penyimpanan. Tiap jenis sediaan memiliki prosedur dan metode yang sesuai untuk memastikan pemusnahan dilakukan dengan tuntas. Pengelolaan pemusnahan obat yang tidak benar menjadi masalah dunia yang dapat berujung menjadi masalah lingkungan yang membahayakan masyarakat karena kontaminasi air bersih dan tanah. Distributor farmasi memiliki risiko menampung sediaan farmasi tidak masuk persyaratan yang harus dimusnahkan sesuai persyaratan sebagai bentuk kepatuhan dan dukungan terhadap keselamatan lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji persyaratan dan tata cara pemusnahan obat tidak masuk persyaratan di distributor farmasi sebagai referensi untuk menyusun pedoman pemusnahan. Tata cara dan persyaratan pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP dikaji dari beberapa regulasi dan sumber yang berlaku, terbaru, dan relevan. Hasil kajian merangkum tentang regulasi terkait pemusnahan, tata cara penanganan obat reguler dan narkotika-psikotropika-prekursor tidak masuk persyaratan, dokumen dan berita acara, metode pemusnahan sediaan tidak masuk persyaratan, serta persyaratan fasilitas untuk pengelolaan limbah.

Disposal is a transactional act of extracting expired, recalled, permanently damaged drug and disposable medical supplies. Drug disposal could occur in health facilities such as hospital, pharmacy, industrial plant, and pharmaceutical distributor. Disposal is done to assure unqualified medical supplies are handled according to standards and reduce inventory burden. Some types of supply need special methods and procedures to ensure thorough extermination. Improper drug disposal management is a worldwide problem that can cause dangerous environmental and population problems from contaminated water and soil. Pharmaceutical distributor has the likelihood to store unqualified medical supplies that need to be disposed in order to support environmental safety and as a form of compliance. This study is done to collect and assess conditions and procedures disposal of unqualified products in pharmaceutical distributor as a reference to compile a disposal guideline. Conditions and procedures were collected and assessed from new, relevant, and related sources. Result of this study is concluded to related regulations, unqualified regular and regulated drugs handling procedures, archives and reports, disposal methods, and facility’s requirements to handle waste.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Luthfiyyah
"Obat merupakan bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi manusia. Industri farmasi yang memiliki izin edar harus memastikan obat memenuhi standar keamanan, khasiat, mutu, dan informasi produk sesuai peraturan perundang-undangan. Sistem mutu industri farmasi mengharuskan dokumentasi seluruh kegiatan pembuatan obat untuk membangun, mengendalikan, dan memantau kualitas obat, dengan contoh protokol yang mencakup kualifikasi, validasi, verifikasi, dan uji stabilitas. Verifikasi metode analisis, menggunakan instrumen seperti spektrofotometri inframerah, UV-Visible, dan KCKT, menegaskan validitas data laboratorium. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makan mengatur bahwa obat harus mematuhi standar Farmakope Indonesia, yang diikuti oleh PT. Pfizer Indonesia dengan mengonversi metode analisis sesuai Farmakope Indonesia Edisi 6. PT. Pfizer Indonesia menetapkan standar internal untuk protokol verifikasi metode analisis di laboratorium kimianya, termasuk pembuatan protokol verifikasi metode analisis spektrofotometri inframerah berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi 6.

Medicines are substances or mixtures of substances used for diagnosis, prevention, healing, recovery, health improvement and human contraception. The pharmaceutical industry that ensures distribution permits for drugs must meet safety, efficacy, quality and product information standards in accordance with statutory regulations. The pharmaceutical industry quality system requires documentation of all drug manufacturing activities to establish, control, and integrate drug quality, with example protocols that include qualification, validation, verification, and stability testing. Verification of analytical methods, using instruments such as infrared spectrophotometry, UV-Visible, and HPLC, confirms the validity of laboratory data. The regulations of the Food and Drug Supervisory Agency stipulate that medicines must comply with the standards of the Indonesian Pharmacopoeia, which PT. Pfizer Indonesia with the analysis conversion method according to the Indonesian Pharmacopoeia Edition 6. PT. Pfizer Indonesia sets internal standards for analytical method verification protocols in its chemical laboratories, including creating infrared spectrophotometric analytical method verification protocols based on the Indonesian Pharmacopoeia Edition 6.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Hiththah Bama Bihurinin
"Waktu tunggu didefinisikan sebagai jangka waktu dimana bahan (bahan awal yang dikeluarkan, produk antara dan dalam jumlah besar menunggu pengemasan akhir) dapat ditahan pada kondisi tertentu dan akan tetap berada dalam spesifikasi yang telah ditentukan. Studi waktu tunggu menetapkan batas waktu untuk menyimpan bahan pada berbagai tahap produksi. Hal ini memastikan bahwa kualitas produk tidak memberikan hasil di luar kriteria penerimaan selama waktu tunggu. PT Guardian Pharmatama sebagai industri farmasi harus memastikan bahwa produk yang mereka hasilkan aman, efektif, dan berkualitas sesuai dengan penggunaan yang dimaksudkan dengan cara membuat prosedur tetap, protokol, serta laporan studi waktu tunggu (bulk holding time study) bersama dengan Departemen Quality Assurance divisi Quality Management System agar pelaksanaan studi dapat terlaksana dengan baik. Tahapan pelaksanaannya meliputi studi literatur terkait, menyusun prosedur tetap, sirkulasi persetujuan prosedur tetap ke semua penanggung jawab terkait, menyusun protokol, sirkulasi persetujuan protokol ke semua penanggung jawab terkait, melakukan persiapan sampel dan melaksanakan studi waktu tunggu (bulk holding time study), melakukan pemeriksaan hasil studi dan membuat laporan, serta sirkulasi persetujuan laporan ke semua penanggung jawab terkait. Berdasarkan hasil studi waktu tunggu (bulk holding time study) yang dilakukan, semua parameter pengujian bahan awal setelah ditimbang sebelum proses pencampuran, larutan penyalut, tablet/ kaplet ke tahap coatinng, serta tablet salut selaput/ kaplet salut selaput pada Produk Obat Tradisional/ Suplemen Kesehatan memenuhi syarat kualitas selama waktu penyimpanannya.

Bulk Holding Time is defined as the period during which materials (dispensed raw materials, intermediates, and bulk products awaiting final packaging) can be held under specified conditions and remain within predefined specifications. Bulk Holding Time studies establish the time limits for holding materials at various production stages. This ensures that the product quality does not yield results outside the acceptance criteria during the bulk holding time. PT Guardian Pharmatama, as a pharmaceutical industry, must ensure that the products they produce are safe, effective, and of quality according to their intended use by developing standard procedures, protocols, and bulk holding time study reports in collaboration with the Quality Assurance Department of the Quality Management System division to ensure proper implementation of the study. The implementation stages include relevant literature studies, drafting standard procedures, circulating the approval of standard procedures to all relevant responsible parties, drafting protocols, circulating the approval of protocols to all relevant responsible parties, preparing samples and conducting the bulk holding time study, examining study results, drafting reports, and circulating the approval of reports to all relevant responsible parties. Based on the results of the bulk holding time study conducted, all test parameters for raw materials after weighing before the mixing process, coating solutions, tablets/caplets to the coating stage, as well as film-coated tablets/film-coated caplets in Traditional Medicine/Health Supplement Products meet the quality requirements during their storage time.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Auline Salsabila
"Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan kegiatan pendistribusian atau penyaluran obat setiap PBF menerapkan pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Kimia Farma Trading & Distribution merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pendistribusian obat, alat kesehatan, dan Bahan Media Habis Pakai (BMHP). Dilakukan analisa terhadap implementasi CDOB pada manajemen mutu, organisasi, manajemen, dan personalia, serta ketentuan khusus narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi secara aktual di Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2. Berdasarkan hasil pengamatan implementasi tersebut diketahui bahwa Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 secara aktual sudah sesuai.
Pharmaceutical Large Distributor is a company in the form of a legal entity that has a license to procure, store, distribute drugs and / or medicinal materials in large quantities in accordance with statutory provisions. In carrying out the distribution or distribution of drugs, each PBF is required to apply the guidelines for Good Drug Distribution Methods (CDOB). Kimia Farma Trading & Distribution is one of the companies engaged in the distribution of drugs, medical devices, and Consumable Media Materials (BMHP). An analysis was conducted on the actual implementation of CDOB in quality management, organization, management, and personnel, as well as special provisions for narcotics, psychotropic drugs, and pharmaceutical precursors at Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2. Based on the observation of the implementation, it is known that Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 is actually in accordance."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Adinda Rahmania
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan suatu badan usaha yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah yang besar sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Dalam pendistribusian sediaan farmasi dan alat kesehatan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan kelayakannya yaitu pada armada transportasi, tempat penyimpanan dengan penyesuaian suhu yang telah ditentukan, dan pengetahuan terkait informasi perlakuan khusus pada produk (sediaan farmasi dan alat kesehatan). Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menelaah terkait pelaksanaan kalibrasi alat monitoring suhu dan validasi mapping suhu ruang penyimpanan yang dilakukan pada distributor farmasi PT MJG. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, berdasarkan materi yang disampaikan oleh Apoteker Penanggung Jawab, staf di PT MJG, dan pencarian literatur terkait kalibrasi alat monitoring suhu dan validasi ruang penyimpanan (mapping suhu). Hasil penelitian yang diperoleh bahwa pelaksanaan kalibrasi monitoring suhu maupun validasi mapping suhu yang dilakukan oleh PT MJG sudah baik dan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang mengacu kepada pedoman yang berlaku. PT MJG selaku distributor alat kesehatan dan sediaan farmasi sudah menerapkan pedoman CDOB, CDAKB, dan regulasi WHO tentang Temperature mapping of storage areas dalam pelaksanaan kalibrasi monitoring suhu dan validasi mapping suhu di ruang penyimpanan.
Pharmaceutical Wholesalers (PBF) are business entities licensed to engage in procurement, storage, and distribution of drugs and/or pharmaceutical ingredients in large quantities in accordance with legislation. In the distribution of pharmaceutical preparations and medical devices, several factors regarding their suitability must be considered, including transportation fleet, storage facilities with temperature adjustments as required, and knowledge regarding specific product handling information (pharmaceutical preparations and medical devices). This research aims to examine the implementation of temperature monitoring equipment calibration and storage room temperature mapping validation conducted at the pharmaceutical distributor PT MJG. The method used in this research is qualitative descriptive, based on information provided by the Responsible Pharmacist, staff at PT MJG, and literature search related to temperature monitoring equipment calibration and storage room validation (temperature mapping). The research results indicate that the calibration of temperature monitoring and validation of temperature mapping conducted by PT MJG are satisfactory and in accordance with the Standard Operating Procedure (SOP) referring to applicable guidelines. PT MJG, as a distributor of medical devices and pharmaceutical preparations, adheres to the guidelines of CDOB, CDAKB, and WHO regulations on Temperature Mapping of Storage Areas in the implementation of temperature monitoring equipment calibration and storage room temperature mapping validation."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erinna Putri Damayanti
"Dalam menjalankan kewajibannya, PBF harus mematuhi prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM). Apoteker bertanggung jawab dalam mengawasi distribusi obat dan memastikan prinsip CDOB di PBF telah diimplementasikan dengan baik. Apoteker juga memiliki peranan penting dalam setiap tahapan manajemen perbekalan farmasi salah satunya adalah tahap perencanaan dan pengadaan (BPOM RI, 2022). Perencanaan dan pengadaan obat di PBF merupakan tahapan kritis dalam manajemen perbekalan farmasi. Perencanaan dan pengadaan yang akurat membantu PBF untuk mempertahankan tingkat persediaan obat dengan tepat. Ketersediaan obat yang berlebih akan membebani modal dan ruang penyimpanan yang ada, tetapi ketersediaan obat yang terbatas dapat menyebabkan kekosongan produk dan kehilangan penjualan. Dalam mengatasi kondisi tersebut, pengkajian kembali terhadap data pemesanan produk obat dari setiap pemasok menjadi solusi dalam pengadaan obat. Pemilihan pemasok dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip Pareto yang menyatakan bahwa "sekitar 80% hasil atau efek berasal dari 20% penyebab atau input." (Emin & Maria, 2023). Dari hasil kajian distributor, direkomendasikan 7 nama distributor yang diprioritaskan dalam pengadaan produk obat yaitu PT Anugerah Pharmindo Lestari, PT Kallista Prima, PT Bina San Prima, PT Merapi Utama Pharma, PT Sapta Saritama, PT Millennium Pharmacon International Tbk, PT Enseval Putera Megatrading Tbk. Pengkajian tersebut ditinjau dari jumlah dan kategori Pareto pada produk obat yang dipesan dan dipilih berdasarkan prinsip Pareto.

In carrying out its obligations, PBF must comply with the principles of Good Drug Distribution Methods (CDOB) set by the Food and Drug Monitoring Agent (BPOM). Pharmacists are responsible for overseeing drug distribution and ensuring that the CDOB principles in PBF are properly implemented. Pharmacists also have an important role in every stage of pharmaceutical supply management, one of which is the planning and procurement stage (BPOM RI, 2022). Drug planning and procurement in PBF is a critical stage in pharmaceutical supply management. Accurate planning and procurement help PBF to maintain appropriate drug inventory levels. Excessive drug availability will burden existing capital and storage space, but limited drug availability can lead to product vacancies and lost sales. In overcoming these conditions, a review of drug product order data from each supplier is a solution in drug procurement. Supplier selection can be done by applying the Pareto principle which states that "about 80% of the results or effects come from 20% of the causes or inputs." (Emin & Maria, 2023). From the results of the distributor review, it is recommended that 7 distributor names are prioritized in the procurement of medicinal products, namely PT Anugerah Pharmindo Lestari, PT Kallista Prima, PT Bina San Prima, PT Merapi Utama Pharma, PT Sapta Saritama, PT Millennium Pharmacon International Tbk, PT Enseval Putera Megatrading Tbk. The assessment is reviewed from the number and Pareto category of drug products ordered and selected based on the Pareto principle.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Rismauli Ruth Natasari
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan yang melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dengan izin hukum dan undang-undang yang berlaku sehingga berperan sebagai penggerak rantai pasok sediaan farmasi hingga sampai ke tangan konsumen. Salah satu analisis pengendalian persediaan yang umum digunakan adalah analisis fast, slow, dan non-moving (FSN). Analisis ini mengklasifikasikan barang berdasarkan seberapa sering suatu barang keluar dan masuk menjadi tiga kategori, yaitu fast, slow, dan non-moving. Perlu pengendalian persediaan sediaan farmasi pada PT. SamMarie Tramedifa guna mencapai ketersediaan obat yang optimal dengan biaya minimal dan alokasi biaya yang juga optimal sebagai topik laporan praktik kerja profesi apoteker (PKPA) di PBF. Tujuan pelaksanaan laporan pada praktik kerja profesi apoteker di PT. SamMarie Tramedifa adalah untuk mengetahui perbedaan analisis terhadap persediaan sediaan farmasi menggunakan Fast-Slow-Non-moving (FSN) dengan membandingkan metode Turnover Ratio (TOR), Average Monthly Consumption (AMC), dan frekuensi konsumsi untuk dijadikan referensi pemilihan metode yang sesuai dengan kebutuhan PT. SamMarie Tramedifa. Berdasarkan analisis FSN menggunakan tiga metode, yaitu TOR, AMC, dan FK, diketahui terdapat perbedaan jumlah barang dan nilai persediaan sediaan farmasi dari ketiga hasil analisis tersebut dengan perbedaan yang sangat variatif antara kategori F, S, dan N. Pemilihan metode yang digunakan untuk analisis FSN bergantung kepada preferensi masing-masing perusahaan. Namun, metode yang paling merepresentasikan analisis FSN dengan dasar kriteria yang dapat diterima adalah metode Average Monthly Consumption

Pharmaceutical distributor (PBF) are companies that procure, store, distribute drugs and/or medicinal ingredients with legal permits and applicable laws so that they act as drivers of the supply chain for pharmaceutical preparations until they reach the hands of consumers. One of the commonly used inventory management is FSN analysis. This analysis classifies goods based on how often an item comes in and out into three categories, namely fast, slow and non-moving. It is necessary to control the inventory of pharmaceutical preparations at PT SamMarie Tramedifa in order to achieve optimal drug availability optimal cost allocation as the topic of the pharmacist professional work practice report (PKPA) at PBF. The aim of implementing the pharmacist internship report at PT SamMarie Tramedifa is to find out the differences in analysis of pharmaceutical supplies using Fast-Slow-Non-moving (FSN) by comparing the Turnover Ratio (TOR), Average Monthly Consumption (AMC) and consumption frequency methods to be used as a reference for choosing a method that suits their needs. Based on FSN analysis using three methods, namely TOR, AMC, and FK, it is known that there are differences in the number of goods and inventory values ​​of pharmaceutical preparations from the three analysis results with very varied differences between categories F, S, and N. Selection of methods used for analysis FSN depends on the preferences of each company. However, the method that best represents FSN analysis based on acceptable criteria is the Average Monthly Consumption (AMC) method.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afifah
"Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan kegiatannya, PBF wajib mengikuti standar yang sudah ditetapkan dalam Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman teknis CDOB terdiri dari 12 aspek, dua diantaranya adalah aspek Keluhan, Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali serta aspek  Transportasi. Keseluruhan aspek ini harus dipenuhi oleh setiap PBF dalam melaksanakan kegiatannya. Kesesuaian pelaksanaan aspek CDOB di PBF PT. Masiva Guna diamati melalui pelaksanaan kegiatan operasional di lapangan, dokumen-dokumen dan berdasarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab serta Manager Logistik dan Distribusi di PBF PT. Masiva Guna.  Hasil pengamatan yang diperoleh kemudian dibandingkan kesesuaiannya dengan aspek CDOB pada Bab 6 2.2 Keluhan, Obat, dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali dan Bab 7 Transportasi. Selain itu hasil pengamatan juga dibandingkan dengan poin-poin yang terdapat pada daftar periksa inspeksi diri. Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Masiva Guna mengenai implementasi aspek CDOB Keluhan, Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali serta Transportasi disimpulkan bahwa telah sesuai. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil pengamatan, bertanya langsung dan pengecekkan menggunakan daftar periksa inspeksi diri yang dikeluarkan oleh BPOM. Selain itu kesesuaiannya juga dapat dibuktikan dengan adanya sistem dan dokumen Prosedur Operasional Baku (POB) yang telah dibuat dan diterapkan oleh PT. Masiva Guna.
Pharmaceutical Wholesaler, hereinafter abbreviated as PBF, is a company in the form of a legal entity that has a license to procure, store, distribute drugs and/or medicinal materials in large quantities in accordance with statutory provisions. In carrying out its activities, PBF must follow the standards set out in the Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) and the prevailing laws and regulations. The CDOB technical guidelines consist of 12 aspects, two of which are aspects of Complaints, Drug Returns, Suspected Counterfeits, and Recalls and aspects of Transportation. All of these aspects must be fulfilled by every PBF in carrying out its activities. The suitability of the implementation of CDOB aspects at PBF PT Masiva Guna was observed through the implementation of operational activities in the field, documents and based on explanations from the Pharmacist in charge and the Logistics and Distribution Manager at PBF PT Masiva Guna.  The results of the observations obtained were then compared with the CDOB aspects in Chapter 6 2.2 Complaints, Drug, and/or Drug Ingredients Returned, Suspected Counterfeit and Recalled and Chapter 7 Transportation. In addition, the observation results were also compared with the points contained in the self-inspection checklist. Based on the results of observations during the implementation of the Pharmacist Professional Work Practice (PKPA) at PT Masiva Guna regarding the implementation of the CDOB aspects of Complaints, Returned Drugs, Suspected Counterfeits, and Recalls and Transportation, it is concluded that it is appropriate. This is evidenced by the results of observations, direct questions and checking using the self-inspection checklist issued by BPOM. In addition, its suitability can also be proven by the existence of a system and Standard Operating Procedure (POB) documents that have been created and implemented by PT Masiva Guna."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Adinda Rahmania
"Dalam menjalani tugasnya, baik dalam pembuatan obat dan bahan obat dari pengadaan bahan awal hingga pemastian mutu sampai diperoleh obat dan didistribusikan, industri farmasi harus menerapkan pedoman cara pembuatan obat yaitu tertulis dalam pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Produk obat yang diproduksi harus dipastikan tidak mengandung pengotor unsur yang diperoleh dari kontaminasi logam. Upaya untuk meminimalisir terjadinya efek yang ditimbulkan dari kontaminasi logam dalam produk obat, industri farmasi diwajibkan untuk selalu melakukan penilaian risiko setiap menjalani kegiatannya. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menelaah dan menyusun Risk Assessment of Elemental Impurities pada produk Tutosol, Paracetamol, dan Metronidazole. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dilakukan pengambilan data yang bersumber dari Departemen Quality Assurance di PT. Finusolprima Farma Internasional, terkait pembuatan risk assessment of elemental impurities pada beberapa produk yaitu Tutosol, Paracetamol, dan Metronidazole dan didukung oleh studi literatur. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu zat aktif, eksipien, wadah, dan mesin yang digunakan sudah dalam batas yang telah ditetapkan oleh ICH Q3D. Artinya, semua produk obat yang di produksi sudah terjamin kualitas dan keamanannya. Dokumen Risk Assessment of Elemental Impurities yang disusun sesuai dengan template SOP yang dibuat oleh PT. Finusolprima Farma Internasional yang mengacu pada CPOB dan ICH.
In carrying out its duties, both in the manufacturing of drugs and drug ingredients from the procurement of raw materials to ensuring quality until the drugs are obtained and distributed, the pharmaceutical industry must adhere to the guidelines for drug manufacturing as written in the Good Manufacturing Practices (GMP) guidelines. The drug products produced must be ensured not to contain impurities obtained from metal contamination. Efforts to minimize the effects caused by metal contamination in drug products require the pharmaceutical industry to continuously assess the risks involved in each of its activities. This research aims to examine and compile the Risk Assessment of Elemental Impurities in Tutosol, Paracetamol, and Metronidazole products. The method used in this research is qualitative descriptive, with data collection sourced from the Quality Assurance Department at PT. Finusolprima Farma Internasional, related to the production of risk assessment of elemental impurities in several products, namely Tutosol, Paracetamol, and Metronidazole, supported by literature studies. The research results obtained show that the active ingredients, excipients, containers, and machines used are within the limits set by ICH Q3D. This means that all drug products produced are guaranteed in terms of quality and safety. The Risk Assessment of Elemental Impurities document is prepared according to the SOP template created by PT. Finusolprima Farma Internasional, which refers to GMP and ICH guidelines."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>