Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161895 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elly Wardani
"Peneliti terdahulu melaporkan adanya penggunaan bersama salah satu jamu yang mengandung daun kemuning dengan simvastatin memungkinkan potensi adanya interaksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi farmakodinamika dan farmakokinetika simvastatin kombinasi dengan ekstrak daun kemuning sebagai antihiperlipidemia. Pengujian dilakukan 2 tahap yaitu farmakodinamika dan farmakokinetika. Pengujian farmakodinamika meliputi kadar profil lipid darah, asam lemak dan asam amino. Hewan coba dibagi menjadi 9 kelompok yaitu kelompok normal, negatif, positif simvastatin (9 mg/kg BB), ekstrak daun kemuning dosis 1 (157,5 mg/kg BB), dosis 2 (315 mg/kg BB) dan dosis 3 (630 mg/kg BB) serta kelompok kombinasi simvastatin dengan ekstrak daun kemuning dosis 1, dosis 2, dan dosis 3. Pengukuran kadar profil lipid menggunakan spektrofotometer klinikal. Pengujian farmakokinetika diberikan simvastatin 9 mg/kg BB dan kombinasi simvastatin dengan ekstrak daun kemuning 630 mg/kg BB. Konsentrasi simvastatin dalam plasma diukur menggunakan LCMS/MS selanjutnya dihitung nilai AUC, Tmaks, Cmaks. T1/2, Cl/F dan Vz/F. Penelitian secara in-silico menggunakan molecular docking dan molecular dynamic. Pemberian ekstrak daun kemuning maupun kombinasi simvastatin dengan ekstrak daun kemuning mampu menurunkan kadar profil lipid darah kembali normal namun persentase penurunan tertinggi pada kelompok simvastatin. Pada uji farmakokinetika dapat menurunkan kadar simvastatin dalam plasma tikus dan mempengaruhi aktivitas enzim CYP3A4 secara in silico.

Previous researchers reported the joint use of one of the herbs containing kemuning leaves with simvastatin allow for potential interactions. This study aimed to determine the pharmacodynamic and pharmacokinetic interactions of simvastatin in combination with kemuning leaf extract as an antihyperlipidemic agent. The research was conducted pharmacodynamics and pharmacokinetics. Pharmacodynamic testing was carried out to test blood lipid profile levels, fatty acid and amino acid profiles. The experimental animal were divided into 9 groups: normal, negative, positive simvastatin (9 mg/kg BW), kemuning leaf extract dose 1 (157,5 mg/kg BW), dose 2 (315 mg/kg BW) and dose 3 (630 mg/kg BW) and the combination group of simvastatin with kemuning leaf extract dose 1, dose 2, and dose 3. Blood lipid profile levels test used a clinical spectrophotometer. Pharmacokinetic testing was given with simvastatin 9 mg/kg BW and a combination of simvastatin with kemuning leaf extract 630 mg/kg BW. The concentration of simvastatin in plasma was measured using LCMS/MS and then the AUC, Tmax, Cmax, T1/2, Cl/F and Vz/F values were calculated. In-silico study was conducted using molecular docking and molecular dynamics. Administration of kemuning leaf extract or the combination of simvastatin with kemuning leaf extract was able to reduce blood lipid profile levels back to normal, but the percentage of reduction was highest in the simvastatin group. In pharmacokinetic tests, can reduce simvastatin levels in the plasma of the rats and influence the activity of the CYP3A4 enzyme in silico."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niluh Widiyaning
"ABSTRAK
Penelitian pengaruh lama perendaman (0, 15, 30, 45 dan 60 menit) setek batang kemuning (Murraya paniculata) dalam IAA 500 ppm terhadap pertumbuhan telah dilakukan di rumah kaca Jurusan Biologi FMIPA UI. Metode penelitian adalah rancangan acak kelompok, dengan 5 perlakuan lama perendaman (0, 15, 30, 45 dan 60 menit) dengan 6 ulangan. Uji nonparametrk Kruskal-Wallis pada taraf nyata a = 0,05 menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata dari lama perendaman dalam larutan IAA 500 ppm terhadap jumlah tunas, berat basah dan berat kering setek. Rata-rata jumlah tunas banyak dijumpai pada perendaman selama 45 menit , yaitu 4,33. Rata-rata berat kening setek yang terbesar terjadi pada perendaman selama 30 menit, yaitu dan 486,6 mg, serta berat basah setek terbesar pada kontrol sebesar 950,1 mg. Perendaman selama 15 menit merupakan hasil yang paling rendah nilainya baik pada rata-rata jumlah tunas, berat basah serta berat kering setek dengan nilai rata-rata: 2,5; 690,1 mg dan 369,8 mg."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Budiani
"Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA merupakan salah satu penyebab penting dari infeksi yang didapat dari layanan kesehatan. Alternatif pengobatan yang dapat digunakan untuk menanggulangi infeksi MRSA adalah dengan menggunakan zat antimikroba yang terkandung dalam ekstrak tanaman. Murraya panniculata L. Jack merupakan salah satu tanaman yang terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap berbagai bakteri gram positif dan negatif. Oleh karena itu, peneliti melakukan percobaan untuk mengetahui apakah ekstrak daun Murraya paniculata L. Jack memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri MRSA. Ekstrak daun Murraya paniculata L. Jack dibuat dengan pelarut metanol di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Selanjutnya, dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar cara sumuran terhadap lima konsentrasi ekstrak, yaitu 50 mg/mL, 100 mg/mL, 200 mg/mL, 400 mg/mL, dan 800 mg/mL, dengan antibiotik clindamycin 20 g/mL sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif. Pengujian dilakukan sebanyak satu kali dengan pengulangan sebanyak empat kali. Hasil penelitian menunjukkan adanya zona hambat yang dibentuk oleh ekstrak metanol daun Murraya paniculata L. Jack dengan konsentrasi 800 mg/mL dengan rerata diameter zona hambat 15.93 2.82 mm. Berdasarkan kriteria Clinical Laboratory Standards Institute, aktivitas antibakteri ekstrak daun Murraya paniculata L. Jack dengan konsentrasi 800 mg/mL ini bersifat intermediate apabila dibandingkan dengan antibiotik Clindamycin sebagai kontrol positif.

Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA is one the most important cause of heathcare associated infection. One of the alternative therapy that can be used to treat MRSA infection is by using the antimicrobial components which contain in the plant extract. Murraya paniculata L. Jack is one of the plant that has been proven to have antimicrobial activity against several gram positive and gram negative bacterias. Therefore, the author decided to conduct this research to investigate whether the extract of Murraya paniculata L. Jack leaf has antimicrobial activity against MRSA or not. The extract of Murraya paniculata L. Jack leaf with methanol as the solvent was made at Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Using well diffusion method, these extract were tested in five different consentration 50 mg mL, 100 mg mL, 200 mg mL, 400 mg mL, dan 800 mg mL with clindamycin 20 g mL as the positive control andaquadest as the negative control. The experiment was conducted once with four times repetition. Result shows there are inhibition zones formed by the extract with the consentration of 800 mg mL with the average diameter of the inhibition zone of 15.93 2.82 mm. According to the Clinical Laboratory Standards Institute criteria, the antimicrobial activity of the 800 mg mL extract of Murraya paniculata L. Jack leaf is intermediate compared to Clindamycin as the positive control. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwitiyanti
"Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) merupakan salah satu bahan alam yang memiliki potensi dan digunakan untuk pengobatan tradisional. Efek farmakologi tanaman binahong dapat digunakan sebagai alternatif menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa penggunaan bersama herbal dengan obat sintetik dapat menyebabkan terjadi perubahan pada farmakodinamika dan farmakokinetika obat sintetik. Informasi mengenai interaksi antara obat herbal dengan obat sintetik masih terbatas sehingga perlu diketahui efektivitas penggunaan kombinasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya interaksi farmakodinamika dan farmakokinetika kombinasi ekstrak daun binahong dengan glibenklamid yang diberikan secara oral sebagai antidiabetes. Penelitian ini dilakukan secara ekperimental dan non ekperimental. Penelitian eksperimental dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pengujian interaksi farmakodinamika untuk efek antidiabetes dengan metode pengukuran kadar glukosa secara enzimatik. Kadar glukosa darah diukur sebelum perlakuan, setelah induksi pakan tinggi lemak (sukrosa 20 %, lemak sapi 20 %, mentega 10% dan pakan standar 50 %) dan setelah pemberian sediaan uji. Pengambilan sampel darah digunakan untuk pengujian TTGO, profil asam amino dan profil asam lemak. Bagian kedua adalah pengujian interaksi farmakokinetika dengan mengambil darah tikus pada titik tertentu setelah pemberian ekstrak daun binahong dan obat glibenklamid. Konsentrasi glibenklamid diukur dengan menggunakan kromatografi cair kinerja ultra tinggi-tandem spektrometri massa (KCKUT-SM/SM), selanjutnya dihitung nilai AUC, Tmaks, Cmaks, T1/2 dan Ke. Penelitian non ekperimental dilakukan drug design untuk memprediksikan ikatan antara kandidat molekul obat glibenklamid dan vitexin (senyawa yang terdapat dalam ekstrak binahong) sebagai antidiabetes dengan protein target CYP3A4 secara in silico dengan menggunakan molecular docking serta memprediksi interaksi antarprotein. Hasil uji pada farmakodinamika diperoleh kadar glukosa darah pada kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) dapat menurunkan kadar glukosa darah kembali normal namun persentase penurunan kadar glukosa pada hari ke 21 terbesar terdapat pada kelompok kontrol positif. Pada pengujian tes toleransi glukosa kelompok kombinasi memperoleh nilai AUC sebanding dengan nilai AUC kelompok positif yang diberi glibenklamid. Hasil penelitian pada profil asam lemak dan profil asam amino menunjukkan kelompok kombinasi obat dengan ekstrak daun binahong mengalami penurunan asam lemak dan peningkatan asam amino. Hasil uji profil farmakokinetika glibenklamid berbeda antara pemberian tunggal dengan kombinasi ekstrak daun binahong. Pemberian glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70mg/kgBB) dapat menurunkan AUC dan Cmaks serta memperpanjang Tmaks. Hasil energi bebas gibs (ΔG) pada molecular docking diperoleh nilai glibenklamid dan vitexin yang berikatan dengan reseptor CYP3A4 dengan score ChemPLP sebesar -4,4 kkal/mol, glibenclamid dengan reseptor -3,2 kkal/mol dan vitexin dengan reseptor yaitu -3,2 kkal/mol, dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak. Persentase penurunan kadar glukosa darah lebih tinggi pada kelompok yang hanya diberikan glibenklamid 4,5 mg/kgBB (kelompok positif), sementara pada kelompok pemberian tunggal (ekstrak binahong dosis 1,2 dan 3), mengalami penurunan kadar glukosa tetapi tidak lebih tinggi persentase penurunan kadar glukosa darah dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Pada uji farmakokinetika pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70 mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar obat glibenklamid dalam plasma tikus.

Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) is a natural ingredient with potential and is used in traditional medicine. The pharmacological effect of the binahong plant can be used as an alternative to lower blood glucose levels. Previous studies have reported that the concomitant use of herbs with synthetic drugs can cause changes in the pharmacodynamics and pharmacokinetics of synthetic drugs. Information regarding the interaction between herbal medicines and synthetic drugs is still limited, so it is necessary to know the effectiveness of using these combinations. This study aims to prove the pharmacodynamic and pharmacokinetic interactions of the combination of binahong leaf extract with glibenclamide administered orally as an anti-diabetic. This research was conducted experimentally and non-experimentally. Experimental research is divided into two parts. The first step is to test the pharmacodynamic interactions for the anti-diabetic effect using the enzymatic method of measuring glucose levels. Blood glucose level pressure was measured before treatment, after induction of a high-fat diet (20% sucrose, 20% beef fat, 10% butter, and 50% standard feed), and after administration of the test preparation. Blood sampling was used for testing OGTT, the amino acid profile, and the fatty acid profile. The second part is testing pharmacokinetic interactions by taking rat blood at a certain point after administration of binahong leaf extract and glibenclamide drug. The concentration of glibenclamide was measured using ultra-high performance liquid chromatography-tandem mass spectrometry (KCKUT-SM/SM), then the AUC, Tmax, Cmax, T1/2, and Ke values were calculated. Non-experimental research was conducted with drug design to predict the bond between candidate drug molecules glibenclamide and vitexin, one of the compounds contained in binahong extract as an anti-diabetic with CYP3A4 target protein in silico, by using molecular docking and predicting interactions between proteins. The results of the pharmacodynamic test obtained blood glucose levels in the combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW), and dose 3 (70mg/kg BW) can reduce blood glucose levels back to normal, but the percentage of decrease in glucose levels on the 21st day is greatest in the positive control group. In the glucose tolerance test, the combined group obtained an AUC value comparable to the one in the positive group given glibenclamide. The study's results on the fatty acid profile and amino acid profile showed that the combination group of drugs with binahong leaf extract experienced a decrease in fatty acids and an increase in amino acids. The test results of the pharmacokinetic profile of glibenclamide were different between a single administration and a combination of binahong leaf extract. Giving glibenclamide (4.5mg/kg BW) with binahong leaf extract (70mg/kg BW) can reduce AUC and Cmax and prolong Tmax. The results of gibs free energy (ΔG) on molecular docking obtained the values of glibenclamide and vitexin, which bind to the CYP3A4 receptor with a ChemPLP score of -4.4 kcal/mol, glibenclamide with a receptor -3.2 kcal/mol and vitexin with a receptor of-3,2 kcal/mol. Conclusion The results of this study show that the administration of a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW) and dose 3 (70mg/kg BW) orally can lower blood glucose levels in rats induced by a high-fat diet, but the percentage reduction in blood glucose levels was better in the group that was only given glibenclamide 4.5 mg/kgBW (positive group), while in the group that was only given binahong extract doses of 1,2 and 3 also experienced a decrease in glucose levels but the percentage decrease in glucose levels was not greater than the positive control group. In the pharmacokinetic test orally administering a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract (70 mg/kg BW) can reduce glibenclamide drug levels in rat plasma."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahriah
"Berbagai penelitian telah membuktikan khasiat ekstrak air rosella (Hibiscus sabdariffa L) dalam pemeliharaan fungsi kardiovaskular. Penggunaan ekstrak air rosella yang dikoadministrasikan dengan aspirin berpotensi untuk terjadi, karena aspirin merupakan terapi yang juga digunakan dalam pemeliharaan fungsi kardiovaskular, khususnya sebagai antiplatelet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak air rosella terhadap farmakokinetik dan farmakodinamik aspirin. Studi interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik ekstrak air rosella dengan aspirin terbagi dalam beberapa kelompok perlakuan, yaitu kelompok aspirin tunggal, rosella tunggal dan tiga kelompok ko-administrasi ekstrak air rosella dengan aspirin. Ekstrak air rosella dalam tiga variasi dosis yang diberikan secara ko-administrasi dengan aspirin tidak memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap AUC, Cmaks, tmaks, Vd, Klirens, dan t1/2 asam salisilat. Selain itu, pemberian ekstrak air rosella secara ko-administrasi dengan aspirin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan waktu perdarahan dan survival rate dari tikus uji. Berdasarkan  hasil penelitian ini disimpulkan, ekstrak air rosella yang digunakan secara ko-administrasi dengan aspirin pada tikus tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap farmakokinetik dan farmakodinamik aspirin.

Various studies have proven the efficacy of Roselle (Hibiscus sabdariffa L) in maintaining cardiovascular function. The use of aqueous extract of Roselle with aspirin has the potential to occur, because aspirin is a therapy that is also used in the maintenance of cardiovascular function, especially as antiplatelet. This study aimed to determine the effect of aqueous extract of Roselle on the pharmacokinetics and pharmacodynamics of aspirin. The study of pharmacokinetic and pharmacodynamic interactions of aqueous extract of Roselle with aspirin was divided into several treatment groups: single aspirin group, single Roselle and three co-administration groups of aqueous extract of Roselle with aspirin. Co-administration aqueous extract of Roselle with aspirin did not have a significant difference on AUC, Cmax, Tmax, Vd, clearance, and t½ salicylic acid. In addition, co-administration aqueous extract of Roselle and aspirin did not show a significant increase in the bleeding time and survival rate of rats. In conclusion, aqueous extract of Roselle used by co-administration with aspirin in rats did not have a significant effect on the pharmacokinetics and pharmacodynamics of aspirin."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T54283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska
"

Apium graveolens L. (seledri) merupakan obat herbal yang digunakan untuk pengobatan hipertensi. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa penggunaan bersama herbal dengan obat sintetik dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada farmakokinetik dan farmakodinamik obat sintetik. Informasi mengenai interaksi antara obat herbal dengan obat sintetik masih terbatas sehingga perlu diketahui efektivitas dan keamanan penggunaan kombinasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya interaksi farmakodinamik dan farmakokinetik kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri yang diberikan secara oral sebagai antihipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pengujian interaksi farmakokinetik dengan mengambil darah tikus pada titik waktu tertentu setelah pemberian obat dan ekstrak seledri. Konsentrasi kaptopril diukur menggunakan kromatografi cair kinerja ultra tinggi-tandem spektrometri massa (KCKUT-SM/SM), selanjutnya dihitung Ke, Cmax, AUC, Tmax, dan T1/2. Bagian kedua yaitu pengujian interaksi farmakodinamik untuk efek antihipertensi dengan metode pengukuran tekanan darah secara non-invasive pada ekor. Tekanan darah diukur sebelum perlakuan, setelah induksi NaCl 4%, dan setelah pemberian bahan uji. Pengambilan sampel urin dan darah untuk pengujian kadar natrium, kalium, volume urin, kadar kreatinin, aktivitas enzim ALT (SGPT), dan enzim penghambat konversi angiotensin. Hasil uji pada profil farmakokinetik kaptopril berbeda antara pemberian tunggal dengan kombinasi ekstrak seledri. Pemberian kaptopril 2,5 mg/kg bb bersamaan dengan ekstrak seledri 40 mg/kg bb tanpa jeda waktu menurunkan Cmax dan AUC serta memperpanjang waktu Tmax dan T1/2. Pemberian ekstrak seledri 1 jam sebelum kaptopril (10 mg/kg bb) pada kombinasi, meningkatkan Cmax dan AUC, serta memperpanjang T1/2. Tekanan darah tikus yang mendapat kombinasi kaptopril dosis 5 mg/kg bb dengan ekstrak seledri dosis 40 mg/kg bb menurun lebih besar dibandingkan dengan pemberian kaptopril tunggal. Penurunan tekanan darah pada kelompok kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri diikuti dengan peningkatan volume urin. Kadar natrium urin dan serum, serta kadar kalium serum cenderung mengalami peningkatan pada semua kelompok perlakuan namun tidak berbeda bermakna dengan kelompok normal. Kadar kalium urin cenderung mengalami penurunan kecuali pada kelompok kombinasi kaptopril (5 mg/kg bb) dan ekstrak seledri (40 mg/kg bb). Kreatinin serum cenderung meningkat pada kelompok kombinasi kaptopril dengan ekstrak seledri tetapi masih dalam rentang normal. Kreatinin urin dan bersihan kreatinin pada tikus yang mendapat kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri tidak berbeda dengan kelompok normal.  Kadar SGPT cenderung menurun pada semua kelompok kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri, namun tidak berbeda bermakna dengan kelompok normal. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pemberian kombinasi kaptopril dosis 2,5 mg/kg bb dan 10 mg/kg bb dengan ekstrak seledri dosis 40 mg/kg bb secara oral dapat mengubah farmakokinetik kaptopril.  Pemberian kombinasi kaptopril dosis 5 mg/kg bb dan ekstrak seledri dosis 40 mg/kg bb menurunkan tekanan darah kembali normal pada tikus hipertensi yang diinduksi NaCl.


Apium graveolens L. (celery) is commonly used as herbal medicine for antihypertension. There was evidence that herb combines with the synthetic drug may affect the pharmacokinetics and pharmacodynamics of the synthetic drug. Information about the interaction between herbal medicines and synthetic drugs is still limited, therefore it will be necessary to explore the clinical results when using these combinations. This study aimed to investigate the pharmacodynamic and pharmacokinetic interaction of oral administration of combined captopril and celery as antihypertensive agent in animal model. The study was divided into two parts. In the first part which was the pharmacokinetics study, blood samples were collected at a various time points after herb-drug combination administration. The blood values of Ke, Cmax, AUC, Tmax, and T1/2 of captopril were obtained by using LC-MS/MS method. The second part was the pharmacodynamic study. The blood pressure was measured bymeans of non-invasive tail method and recorded before and after treatment of induction of 4% NaCl solution and herb-drug administration. The urine and blood were collected and the sodium and potassium concentration, cumulative urine volume, creatinine, the activities of glutamic pyruvic transaminase enzyme and angiotensin converting enzyme inhibition were measured. The results of the pharmacokinetic study showed that concomittant administration of 2.5 mg/kg bw of captopril and 40 mg/kg bw of celery extract decreased Cmax, Ke, AUC and increased T1/2 and Tmax of captopril. When 40 mg/kg bw of celery extract was given 1 hour before 10 mg/kg bw of captopril, the Cmax, T1/2, AUC of captopril were increased and Ke was decreased compared with captopril alone. The combination 5 mg/kg bw of captopril and 40 mg/kg bw of celery extract decreased the blood pressure in hypertensive rats better than 5 mg/kg bw of captopril alone. The decreased in blood pressure was followed by an increase in urine volume. Urinary and serum sodium, serum potassium levels tended to increase in all treatment groups, but they were not significantly different from the normal group. Urinary potassium levels tended to decrease except in the combined 5 mg/kg bw of captopril and 40 mg/kg bw of celery extract. In conclusion, oral administration of combination of 2,5 mg/kg bw and 10 mg/kg bw captopril with 40 mg/kg bw celery extract changes the pharmacokinetics of captopril, whereas the administration of combination of 5 mg/kg bw captopril and 40 mg/kg bw celery extract decreased the blood pressure to normal value in NaCl-induced hypertension rats.

"
2019
D2586
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Nurjannah SB
"ABSTRAK
Kemuning (Murraya paniculata Jack) telah dikenal sebagai obat tradisional yang mempunyai berbagai macam khasiat salah satu diantaranya adalah sebagai analgetik. Untuk menambah informasi ilmiah mengenal khasiat kemuning maka dilakukan penelitian mengenai efek analgetik ekstrak petroleum benzen, ekstrak kioroform, dan ekstrak etanol 95 dari daun kemuning (Murraya paniculata Jack) pada mencit putih galur SWISS:CBR. Pengujian dilakukan dengan metoda peritoneal test (writhing test), dengan menggunakan larutan asam asetat 3 sebagai pembangkit rasa sakit yang diberikan secara intra peritoneal. Pemberian bahan uji diberikan secara oral 30 menit sebelum pemberian asam asetatip. Sebagai pembanding digunakan asetosal (1.3 mg/20 g berat badan mencit). Efek analgetik ditentukan berdasarkan penurunan jumlah peregangan (writhing) yang terjadi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak petroleum benzen, dan ekstrak kioroform dari daun kemuning tidak mempunyai khasiat analgetik. Ekstrak etanol 95 dari daun kemuning dengan dosis 7.2 mg; 21,6 mg; dan 64,8 mg tiap 20 g berat badari mnencit mempunyai efek analgetik. Terdapat hubungan dosis dan efek yaitu dengan meningkatnya dosis maka efek analgetik ekstrak tersebut akan semakin kuat. Ekstrak etno1 95 dri daun kemunng dengan dosis 64.8 mg/20 g berat badan mencit mempunyai efek analgetik yang tidak berbeda nyata dengan asetosal dosis 1,3 mg/20 gram berat badan mencit."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudiningsih
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyza Tratama Audandi
"Pendahuluan: Terdapat tren peningkatan angka kejadian IBD di empat negara Asia Pasifik (Hong Kong, Jepang, Korea, dan India) dari 0.02 menjadi 6 kasus per 100.000 orang/tahun pada 2008. Pengobatan terapeutik pilihan saat ini menggunakan kortikosteroid dan asam amino salisilat, tetapi efek samping yang diberikan mengkhawatirkan. Ekstrak etanol daun mahkota dewa mengandung senyawa flavonoid yang mampu menghambat proses inflamasi IBD, tetapi pada dosis yang tinggi (50 mg) dapat menyebabkan kematian pada hewan uji mencit. Pemberian ekstrak etanol daun mahkota dewa dalam nanopartikel kitosan dianggap dapat meningkatkan bioavailibilitas obat. Oleh karena itu, penelitian ini ingin membandingkan pemberian ekstrak etanol daun mahkota dewa yang dienkapsulasi nanopartikel kitosan dan tidak dalam menurunkan proses inflamasi di lambung.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental. 30 ekor mencit diinduksi DSS kemudian dibagi ke dalam 6 kelompok. Spesimen kemudian diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 200x untuk mengetahui jumlah fokus sel inflamasi dan hiperplasia. Hasil pengamatan akan diuji statistik menggunakan uji Shapiro-Wilk yang dilanjutkan dengan analisis statistik dengan uji ANOVA atau Kruskal-Wallis.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna (p=0.012) pada jumlah fokus inflamasi dimana perbedaan paling signifikan adalah antara kelompok uji kontrol dengan kelompok uji daun mahkota dewa 12,5 mg yang dienkapsulasi nanopartikel kitosan. Sementara itu, tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0.08) pada jumlah fokus hiperplasia.
Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol daun mahkota dewa yang dienkapsulasi nanopartikel kitosan dibandingkan yang tidak dienkapsulasi signifikan secara statistik untuk menurunkan jumlah fokus inflamasi, tetapi tidak signifikan untuk menurunkan jumlah fokus hiperplasia.

Introduction: Prevalence study from four countries in Asia Pacific (Hong Kong, Japan, Korea, and India) shows escalating number of incidences from 0.02 to 6 cases per 100.000 people/year in 2008. Therapeutic options for these cases are corticosteroid or salicylic acid, but these agents have shown some worrying side effects. Mahkota dewa leaves extract is believed to be one of many alternative herbal options because it contains flavonoid molecules that could inhibit the inflammation progression, but a study explains that mahkota dewa leaves extract in 50 mg dose could lower the survival rate in mice compared with lower dose. Chitosan nanoparticles is available as an encapsulating agent to this extract and believed to be a factor which can increase the extract bioavailability. This study would like to compare mahkota dewa leaves extract which is encapsulated in chitosan nanoparticles and which is not in modulating inflammation process in gaster.
Method: This is an experimental study which utilizes 30 mice induced by DSS. These mice will be divided into 6 groups. The mice underwent decapitation and its gaster tissue collected and stained using hematoxylin-eosin (HE) and observed under microscope with 200x magnification for identifying amount of inflammatory cells foci and hiperplasia foci. The result will be analyzed statistically using Shapiro-Wilk test and continued with one-way ANOVA test or Kruskal-Wallis.
Result: There is significant different (p = 0.012) for amount of inflammation foci. The most significant different is between control groups and mahkota dewa leaves extract encapsulated in chitosan nanoparticles in 12,5 mg dose groups. However, there is not significant different (p = 0.08) for amount of hiperplasia foci.
Conclusion: Applying mahkota dewa leaves extract encapsulated in chitosan nanoparticle compared with those that are not encapsulated is stastistically significant for amount of inflammation foci changes, but not significant for hiperplasia foci amount changes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>