Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197487 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Multazam
"Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendeteksi awal keterlambatan bahasa dan bicara menggunakan early language milestone scale 2 (ELMS2) pada anak usia 18-36 bulan dengan faktor yang memengaruhi dan hubungannya dengan riwayat lahir prematur. Jumlah subjek penelitian sebesar 96 subjek, dengan 48 subjek anak lahir prematur (kelompok studi) dan 48 subjek anak lahir cukup bulan (kelompok kontrol). Sebanyak 22 subjek (68,8%) anak dengan riwayat lahir prematur mengalami keterlambatan bahasa dan bicara dibandingkan anak cukup bulan, p = 0,017; OR 3,2 (1,3-7,9). Faktor riwayat perawatan NICU, p < 0,001; OR 5.4 (2.0 - 14.5), riwayat kuning (jaundice), p = 0,046; OR 2.8 (0.9 - 7.7), riwayat kelurga dengan gangguan bahasa dan bicara, p = 0,003; OR 3.4 (2.5 - 4.6), jumlah screen time ³ 2 jam, p= 0, 030; OR 2.6 (1.0 – 6.5), status ekonomi, p= 0,017, dan pendidikan ibu, p<0,001 merupakan faktor yang memengaruhi kejadian keterlambatan bahasa dan bicara, sedangkan jumlah anak, p = 0,378 dan bilingualisme, p= 0,204, tidak memengaruhi kejadian keterlambatan bahasa dan bicara.

This study aims to detect early language and speech delays using the early language milestone scale 2 (ELMS2) in children aged 18-36 months with influencing factors and their relationship with a history of premature birth. The number of study subjects was 96 subjects, with 48 subjects born prematurely (study group) and 48 subjects born at term (control group). A total of 22 subjects (68.8%) of children with a history of preterm birth had language and speech delays compared to full-term children, p = 0.017; OR 3.2 (1.3-7.9). Factors such as history of NICU care, p < 0.001; OR 5.4 (2.0 - 14.5), history of jaundice, p = 0.046; OR 2.8 (0.9 - 7.7), family history of language and speech disorders, p = 0.003; OR 3.4 (2.5 - 4.6), screen time ≥ 2 hours, p = 0, 030; OR 2.6 (1.0 - 6. 5), economic status, p = 0.017, and maternal education, p < 0.001 were factors that influenced the incidence of language and speech delay, while the number of children, p = 0.378 and bilingualism, p = 0.204, did not influence the incidence of language and speech delay."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Juliana Dewi
"Latar belakang: Kelahiran hidup bayi prematur di Indonesia mencapai 675.700 kasus (15.5%) tiap tahun. Peningkatan insidens gangguan minum dan menelan pada bayi ditemukan terbanyak pada kelompok bayi prematur. Dampaknya akan meningkatkan komplikasi pasien berupa infeksi saluran napas, gangguan nutrisi, dan tumbuh kembang. Keadaan tersebut berisiko memperpanjang konversi pemberian makan per oral, perawatan, serta pembiayaan perawatan. Penelitian terdahulu belum melaporkan prevalensi dan karakteristik gangguan menelan serta gangguan koordinasi siklus isap-telan-napas (ITN) sebagai salah satu bentuk gangguan minum pada bayi prematur. Tujuan: Menilai prevalensi ganguan minum dan menelan pada bayi prematur, serta menilai karakteristik dan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kemampuan minum dan menelan pada bayi prematur.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada bayi prematur dengan riwayat perawatan di NICU yang dilakukan Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing (FEES) di Klinik Disfagia Terpadu  Departemen THT-KL RSCM periode Oktober 2020-Oktober 2022. Parameter yang dinilai adalah faktor karakteristik kelahiran, karakteristik paska lahir, karakteristik oromotor dan tonus postural, serta karakteristik pemeriksaan FEES.
Hasil: Prevalensi gangguan menelan sebesar 25% dengan karakteristik temuan disfagia fase oral mekanik, disfagia fase faring neurogenik, dan disfagia fase orofaring neurogenik. Prevalensi gangguan koordinasi siklus ITN sebesar 62,5%. Faktor risiko penyakit refluks gastro esofagus (PRGE) berhubungan dengan gangguan menelan pada bayi prematur (p=0,015) dengan menggunakan uji chi-square. Parameter lain seperti kelompok PMA, high arched palate, standing secretion, nutritive sucking, penetrasi dan aspirasi memiliki hubungan terhadap gangguan menelan pada bayi prematur (p<0,05).
Kesimpulan: Karakteristik gangguan minum dan menelan pada bayi prematur ditemukan prevalensi gangguan koordinasi siklus ITN lebih banyak dibandingkan gangguan fungsi menelan (disfagia). Kelompok PMA, PRGE, high arched palate, standing secretion ditemukan sebagai faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan menelan pada bayi prematur. Nutritive sucking, penetrasi, dan aspirasi  ditemukan sebagai faktor menentu diagnosis disfagia pada bayi prematur.

Background: Preterm birth in Indonesia reaches 675,700 cases (15.5%) each year. This condition is the etiologic feeding difficulty and swallowing disorders in preterm babies. The impact will increase patient complications, such as respiratory tract infections, nutritional disorders, and growth and development. It precedes the risk of prolonging the conversion of oral feeding, and treatment, as well as a financial burden related to hospitalization. Previous studies have not reported the prevalence and characteristics of swallowing disorder or dysphagia and suck-swallow-breath (SSB) coordination disorder as a form of feeding difficulty in premature infants.
Objective: To assess the prevalence of feeding difficulty and swallowing disorders in premature babies and analyzed characteristics and risk factors that affect the ability to feed and swallow in premature babies.
Method: A cross-sectional study in preterm babies with a history of treatment in the NICU using a flexible endoscopic evaluation of swallowing (FEES) for swallowing evaluation at the Dysphagia outpatient clinics Department of ORL-HNS RSCM for the period October 2020-October 2022. The parameters assessed were birth characteristics, postnatal characteristics, oro-motor characteristics, and postural tone, as well as FEES examination characteristics.
Results: The prevalence of swallowing disorders was 25% with characteristics of mechanical oral phase dysphagia, neurogenic pharyngeal phase dysphagia, and neurogenic oropharyngeal phase dysphagia. The prevalence of SSB cycle coordination disorders was 62.5%. The risk factor associated with dysphagia in preterm babies was gastroesophageal reflux disease (GERD) with a p-value = 0.015. Other parameters such as post-menstrual age (PMA) group, high arched palate, standing secretion, nutritive sucking, penetration, and aspiration have an association with swallowing disorders in premature infants (p<0.05).
Conclusion: Characteristics of feeding difficulties and swallowing disorders in preterm babies were found to have more prevalence of SSB cycle coordination disorders than impaired swallowing function (dysphagia). The PMA, GERD, high-arched palate, and standing secretion group were found to be risk factors associated with swallowing disorders in premature infants. Nutritive sucking, penetration, and aspiration were found to be the erratic factors of dysphagia diagnosis in premature babies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Ima
"Agregat batita bayi tiga tahun di perkotaan berisiko mengalam risiko keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa. Faktor penyebabnya yaitu kurangnya pengetahuan orang tua dalam stimulasi bicara dan bahasa serta faktor kesibukan dari orang tua. Tujuan dari karya ilmiah ini untuk mengetahui ke efektifan intervensi stimulasi bicara dan bahasa pada tiga keluarga binaan di RW 2, Kelurahan Curug. Desain dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan 3 keluarga binaan. Hasil dari intervensi yang telah diberikan sebanyak tujuh kali kunjungan keluarga dengan stimulasi bicara dan bahasa menunjukan adanya peningkatan bicara dan bahasa pada keluarga binaan. Stimulasi bicara dan bahasa yang efektif adalah stimulasi menggunakan gambar dan kegiatan sehari-hari yang ada di lingkungan anak dan dapat di observasi secara langsung. Saran dari studi kasus ini adalah diharapkan keluarga berperan aktif untuk stimulasi bicara dan bahsa serta mempertahankan komunikasi yang intensif pada anak.

Toddler aggregate in urban area susceptible to have risk of delay in speech and language development. Main factors that caused the problem are parent rsquo;s deficiency of knowledge in the stimulation of speech and language and also parent rsquo;s busy activities. The purpose of this paper is to know the effectiveness of speech and language stimulation intervention to three assited families in RW 2, Kelurahan Curug. The design of this research is case study with 3 assisted families. The results of interventions that have been given for seven family visits with speech and language stimulation indicate an increase in speech and language in the built family. Effective speech and language stimulation is the stimulation of images and daily activities that exist in the child 39;s environment and can be observed directly. The recommendations from this case study are to do an active role in the stimulation of speech and language for the family and also maintain intensive communication in children."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Charissa Devania Pramita
"Latar Belakang: Sepsis Awitan Dini (SNAD) merupakan salah satu penyebab terbesar mortalitas neonatus prematur. Riset mengenai SNAD mengatakan bahwa ada faktor ibu yang berasosiasi dengan kemungkinan kasus SNAD. Faktor tersebut adalah, paritas, umur ibu, kelahiran Bedah Kaisar, frekuensi kunjungan antenatal, keputihan patologis, infeksi saluran kemih, ketuban pecah dini, leukositosis ibu, dan preklampsia. Meskipun tinggi angka kelahiran prematur di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), belum ada studi yang mempelajari faktor ibu terhadap SNAD di bayi prematur. Sehingga peneliti berusaha untuk membuat riset yang akan menyajikan data deskriptif dari faktor ibu yang berasosiasi dengan SNAD pada bayi prematur di RSCM pada tahun 2020. Metode: Penilitian kohort retrospeltif ini mengumpulkan 101 kasus kelahiran prematur pada tahun 2020 di RSCM. Dengan persetujuan komite etik, data akan dikumpulkan dari rekam medis dan infromasi mengenai faktor ibu akan diulas. Penelitian ini akan melakukan analitik untuk faktor maternal yang berhubungan dengan SNAD. Hasil: Hasil desrkiptif penilitian ini menunjukan, kelahiran Bedah Kaisar(79.2%), paritas primipara (60.4%), Umur ibu diatas 30 tahun (45.5%), Kunjungan antenatal tidak lengkap (8.9%), ketuban pecah dini (40.4%), preklampsi (26.7%), keputihan patologis (44.6%), infeksi saluran kemih (44.6%) dan jumlah leukosit ibu (27.7%). Studi analitik menunjukan bahwa tidak hubungan faktor maternal yang berhubungan bedasarkan statistik secara signifikan dengan SNAD pada bayi prematur. Konklusi: Tidak ada hubungan faktor maternal paritas, umur ibu, kelahiran bedah kaisar, frekuensi kunjungan antenatal, keputihan patologis, infeksi saluran kemih, leukositosis ibu, dan preklampsia, dengan kejadian SNAD pada bayi prematur di RSCM pada tahun 2020.

Background: Early onset Neonatal Sepsis (EOS) is one of the biggest cause of morbidity in neonates, especially premature neonates. Previous researches stated that there are maternal risks that are associated with EOS. These risks are parity, maternal age, route of birth, completion antenatal care, presence of pathological vaginal discharge, urinary tract infection, premature rupture of membrane, maternal leukocytosis and preeclampsia. Despite the high numbers of premature births in CMH, there hasn’t been a study about maternal risks associated with EOS in preterm neonates. Hence the writer proposes a study on EOS on preterm neonates association with maternal risks. Method: This retrospective cohort study is conducted on 101 preterm neonates CMH Neonatal Unit, on the year of 2020. With the approval of the ethics committee, information regarding presence of maternal risk associated is reviewed. Results: The descriptive result of the maternal risk associated with shows caesarean section (79.2%), primiparity (60.4%), advanced maternal age (45.5%), incomplete antenatal care (8.9%), premature rupture of membrane more than 18 hours (40.4%), preeclampsia (26.7%), pathological vaginal discharge (44.6%), urinary tract infection (31.7%), and maternal leukocyte (27.7%). The analytical study shows, none of these maternal risks associated with EOS have statistical significance to preterm neonates with EOS. Conclusion: There is no significance of maternal risk associated with EOS, primiparity, advanced maternal age, incomplete antenatal care, premature rupture of membrane more than 18 hours, preeclampsia, pathological vaginal discharge, UTI and maternal leukocytes to the incidence of EOS in preterm neonates in CMH Neonatal Unit in the year 2020."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abellia Auriel Ashilah
"Salah satu penyebab utama kematian pada neonatal di Indonesia disebabkan oleh kelahiran prematur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan kejadian kelahiran prematur di Indonesia. Data berasal dari Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2018 dengan menggunakan desain studi potong lintang. Sampel terdiri dari 72.602 anggota rumah tangga perempuan berusia 10-54 tahun dengan status kawin/cerai hidup/cerai mati yang pernah bersalin dan memiliki anak hidup. Analisis menggunakan model uji regresi logistik. Hasil penelitian ini menemukan prevalensi kelahiran prematur di Indonesia sebesar 33%. Hasil penelitian juga menemukan terdapat hubungan antara faktor iatrogenik yaitu preeklampsia (aOR: 1,71; 95% CI: 1,22-2,38), perdarahan antepartum (aOR: 1,39; 95% CI: 1,23-1,57), dan plasenta previa (aOR: 1,30; 95% CI: 1,07-1,57), faktor maternal yaitu frekuensi kunjungan antenatal care (aOR: 1,56; 95% CI: 1,50-1,62) dan kehamilan kembar (aOR: 1,56; 95% CI: 1,33-1,82), faktor riwayat reproduksi ibu yaitu paritas (aOR: 1,07; 95% CI: 1,03-1,11), faktor penyakit dan keadaan kehamilan yaitu hipertensi (aOR: 1,26; 95% CI:1,16-1,37) dan hidromnion (aOR: 1,34; 95% CI: 1,22-1,46), serta faktor sosiodemografi yaitu usia ibu (aOR: 1,04; 95% CI:1,00-1,08) dan daerah tempat tinggal (aOR: 1,21; 95% CI:1,17-1,25). Diharapkan pemangku kebijakan dapat mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam menurunkan prevalensi kejadian kelahiran prematur di Indonesia.

One of the main causes of neonatal death in Indonesia is preterm birth. This study aimed to determine the risk factors of preterm birth in Indonesia. Data were obtained from the Indonesia Basic Health Research (Riskesdas) 2018 and a cross-sectional design was used. The sample consisted of 72,602 female household members aged 10-54 years with married/divorced status who had given birth and had living children. The logistic regression model was used in the analysis. This study found that the prevalence of preterm birth in Indonesia was 33%. The results showed that there was a relationship between iatrogenic factors e.g., preeclampsia (aOR: 1,71; 95% CI: 1,22-2,38), antepartum hemorrhage (aOR: 1,39; 95% CI: 1,23-1,57), and placenta previa (aOR: 1,30; 95% CI: 1,07-1,57), maternal factors e.g., frequency of ANC visits (aOR: 1,56; 95% CI: 1,50-1,62 ) and twin pregnancy (aOR: 1,56; 95% CI: (1,33-1,82), maternal reproductive history factor, namely parity (aOR: 1,07; 95% CI: 1,03-1,11), disease factors and pregnancy conditions, namely hypertension (aOR: 1,26; 95% CI: 1,16-1,37) and hydromnios (aOR: 1,34; 95% CI: 1,22-1,46), as well as sociodemographic factors e.g., maternal age (aOR: 1,04; 95% CI: 1,00-1,08) and area of residence (aOR: 1,21; 95% CI: 1,17-1,25) Therefore, policy makers should consider these factors to reduce the prevalence of premature births in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;Fakultas Teknik Universitas Indonesia;Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;Fakultas Teknik Universitas Indonesia;Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rigen Herpramasanti
"ABSTRAK
Tujuan : Mengetahui angka kejadian keterlambatan bahasa dan kognisi pada anak riwayat prematur, mengetahui adakah perbedaan rerata kemampuan bahasa dan kognisi pada anak riwayat prematur Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), dan melihat hubungannya dengan faktor-faktor ibu yaitu pendidikan ibu, ibu bekerja, jumlah anak dalam keluarga, riwayat pemberian ASI lebih dari 6 bulan, dan rentang waktu interaksi ibu dan anak.
Metode : Desain penelitian adalah potong lintang. Populasi terjangkau adalah anak riwayat lahir prematur yang terdata di Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak tahun 2009 sampai dengan 2010 dan anak riwayat prematur yang terdata di Poli Rawat Jalan Divisi Pediari Departemen Rehabilitasi Medik. Cara pengambilan sampel dengan consecutif sampling. Penilaian kemampuan bahasa dan kognisi dengan menggunakan Capute Scale CAT/CLAMS.
Hasil : Angka kejadian keterlambatan bahasa dan kognisi pada anak riwayat prematur usia 18-36 bulan adalah sebesar 25%. Terdapat kecenderungan nilai rerata kemampuan bahasa dan kognisi yang lebih rendah pada anak riwayat prematur BBSR dibandingkan BBLR, namun tidak signifikan (p>0,05). Faktor ibu yang memberikan hubungan yang bermakna adalah rentang waktu interaksi ibu dan anak, dimana didapatkan memiliki korelasi lemah terhadap kemampuan kognisi (r=0,275, p=0,04)
Kesimpulan : Kejadian keterlambatan bahasa dan kognisi pada anak riwayat prematur usia 18-36 bulan cukup besar, sehingga memerlukan perhatian khusus. Ibu dengan anak riwayat prematur hendaknya meningkatkan rentang waktu interaksi dengan anaknya untuk meningkatkan kemampuan kognisi pada anak.

ABSTRACT
The aim: To knew the prevalence of language and cognition problem in preterm children, to knew the difference in language and cognition acquitition between preterm children with low birth weight (LBW) and very low birth weight (VLBW), and to knew relationship with maternal factors are maternal education, working mother, number of chlidren, breast feeding for 6 months, dan length time of mother children interaction.
Methods: Study design was crosssectional. The population was preterm infant registered in Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak 2009 until 2010 and preterm children registered in Poli Rawat Jalan Divisi Pediari Departemen Rehabilitasi Medik. Cara pengambilan sampel dengan consecutif sampling. The tools used to measure language and cognition acquisition were Capute Scale CAT/CLAMS.
Results: The prevalence of language and cognition problem in premature children was 25%. There is a trend that language and cognition acquisition lower in premature children with VLBW than LBW, but not significant (p>0,05). Maternal factor that gave significant relationship only the length time of mother children interaction, with gave weak correlation with cognition acquisition (r=0,275, p=0,04)
Conclussion: The prevalence of language and cognition problem in preterm children was high, so should be gave close attention. Mother of preterm children shoould be increase the length time of interaction with her child to increase the child’s cognition"
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, ], 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shania Novliarahma
"Gangguan dalam perkembangan bahasa menghambat anak usia prasekolah untuk berinteraksi dengan kemudahan dan kelancaran yang setara dengan anak pada umumnya dan hal itu dapat memicu masalah emosi. Anak usia prasekolah yang mengalami gangguan perkembangan bahasa juga mengalami kesulitan dalam meregulasi emosi mereka dengan baik. Penelitian ini berupaya untuk mencari tahu strategi regulasi emosi apa saja yang digunakan oleh anak di usia prasekolah dengan perkembangan bahasa atipikal, serta membandingkannya dengan strategi regulasi emosi yang digunakan anak usia prasekolah dengan perkembangan bahasa tipikal. Partisipan penelitian ini terdiri 119 orang tua/pengasuh dari anak usia prasekolah (3-5 tahun). Data dalam penelitian ini diambil menggunakan Speech and Language Developmental Milestones (SLDM) untuk membedakan partisipan berdasarkan perkembangan bahasa anak (atipikal dan tipikal). Selain itu, Emotion Regulation Skills Questionnaire (ERSQ) digunakan untuk mengukur strategi regulasi emosi anak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi regulasi emosi yang dominan digunakan oleh kelompok atipikal adalah venting, support seeking, dan comfort seeking. Hasil analisis statistik diferensial menunjukkan bahwa ada perbedaan strategi regulasi emosi antara kelompok atipikal dan tipikal. Untuk ke depannya, penelitian ini diharapkan dapat ditingkatkan lagi dengan menggunakan metode penelitian lain agar dapat memperdalam pemahaman mengenai strategi regulasi emosi anak usia prasekolah berdasarkan perkembangan bahasa.

Preschool children with language difficulties are at risk of experiencing more socio-emotional related problems compared to those who are typically developed. Previous studies have also found that language difficulties may negatively affect preschool childrens' emotion regulation skills. The purpose of this study is to find out which emotion regulation strategies are most likely to be used by preschool children with an assumed language difficulty (atypical) and to compare them with those who are typically developed. A total of 119 participants consisted of parents/caregivers of preschool children (3-5 years) were grouped based on child language development (atypical and typical) using the Speech and Language Developmental Milestones (SLDM). Childrens' emotion regulation strategies were measured using the Emotion Regulation Skills Questionnaire (ERSQ). Results showed that preschool children in the atypical group tend to use venting, support seeking, and comfort seeking to regulate their emotions. Differential test results showed that there is a significant difference of emotion regulation strategies between preschool children in both language development groups. Future studies are to be improved by using different research methods in order to obtain a deeper understanding of emotion regulation strategies in preschool children based on their language development."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Rahma Rizqina
"Latar belakang: Persalinan prematur adalah persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, sebanyak 29,5 persen bayi Indonesia terlahir secara prematur. Kelahiran prematur menjadi salah satu penyebab utama kematian bayi dan memiliki berbagai komplikasi jangka panjang bagi anak. Anemia merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya prematur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara anemia dan persalinan prematur. Metode: Penelitian dilakukan dengan metode case-control dengan uji statistik Chi square dan uji Fisher jika syarat Chi square tidak terpenuhi. Sampel penelitian ini berjumlah 100 sampel yang terdiri dari 50 sampel ibu yang bersalin secara prematur dan 50 sampel ibu yang tidak menjalani persalinan prematur. Pengambilan sampel menggunakan metode consecutive sampling. Data yang digunakan adalah data sekunder berdasarkan pencatatan pada rekam medis ibu melahirkan pada tahun 2021 di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Brimob, Depok. Hasil: Dari 100 subjek, sebanyak 69 persen memiliki usia 20-34 tahun, 73 persen memiliki IMT >24,9 kg/m2, 36 persen memiliki paritas 1, dan 33 persen mengalami anemia. Ibu dengan anemia yang menjalani persalinan prematur adalah 16 persen dari keseluruhan ibu. Hasil uji analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara anemia dan persalinan prematur dengan nilai p 0,832, 95%CI 0,397-2,103, OR 0,913. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan bermakna antara anemia dengan persalinan prematur di Kota Depok pada tahun 2021.

Introduction: Preterm birth is a term to describe a birth that takes place before the 37th week of gestational age. According to Indonesian Basic Health Research (Riset Kesehatan Dasar) 2018, the incidence of preterm birth in Indonesia is as high as 29.5% of live births. Preterm birth is one of the leading causes of neonatal mortality and one of many factors of long-term health complication of children. Anemia is a factor that could possibly increase the risk of preterm birth incidence. This study was conducted to determine the correlation between anemia and preterm birth incidence. Method: Case-control study was conducted using clinical record information of 100 subjects consisting of 50 women with preterm delivery and 50 women with term delivery at Rumah Sakit Umum Bhayangkara Brimob, Depok in year 2021. The number of samples was determined with consecutive sampling. The correlation between variables were then analyzed with the Chi-square test or Fisher’s exact test, if the assumptions for the Chi-square test were not met. Result: Within the 100 subjects studied, 69% were 20-34 years old, 73% had BMI >24,9 kg/m2, 36% were primiparous, and 33% had anemia in pregnancy. As many as 16% of the subjects had anemia in pregnancy and preterm deliveries. Bivariate analysis showed no significant correlation between anemia in pregnancy and preterm delivery (p=0.832; 95%CI: 0.397-2.103; OR=0.913) Conclusion: There is no significant correlation between anemia in pregnancy and preterm birth incidence in Depok in 2021."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iis Indriayani
"Ketuban pecah prematur adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan ketuban spontan pecah sebelum tanda-tanda persalinan aktif dibawah usia kehamilan 37 minggu. Ketuban pecah prematur dapat meningkatkan risiko komplikasi pada kesehatan ibu dan janin. Pengelolaan pada ibu hamil ketuban pecah prematur dengan mengaplikasikan teori Konservasi Levine dan Kenyamanan Kolcaba bertujuan untuk mempertahankan kehamilan sampai aterm dan mengatasi ketidaknyamanan. Pendekatan proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi  diterapkan  pada  kelima  ibu  hamil dengan  ketuban pecah prematur.  Beberapa  masalah keperawatan  yang  muncul  adalah  risiko  infeksi , risiko cidera  janin, kesiapan  peningkatan  kenyamanan, ansietas,  dan  peningkatan  support  sistem. Melalui  konservasi  energi,  konservasi  integritas  struktur,  konservasi  integritas personal dan konservasi integritas sosial kelima ibu hamil dengan ketuban pecah prematur dapat terhindar dari komplikasi  dengan  perawatan  konservatif.  Hasil  ini  dapat  digunakan  untuk  mengelola  ibu  hamil ketuban pecah prematur pada area maternitas.

Preterm Premature Rupture of Membranes is a condition associated with spontaneous rupture before signs of active labor under 37 weeks of gestation. Premature rupture of membranes can increase the risk of complications in maternal and fetal health. Management of premature rupture of amniotic mothers by applying the theory of Levine Conservation and Comfort Kolcaba aims to maintain pregnancy to term and overcome discomfort. The nursing process approach from assessment to evaluation is applied to the five pregnant women with Preterm Premature Rupture Of Membranes. Some nursing problems that arise are the risk of infection, the risk of fetal injury, readiness for increased comfort, anxiety, and increased support for the system. Through energy conservation, structural integrity conservation, personal integrity conservation and social integrity conservation of five pregnant women with Preterm Premature Rupture Of Membranes can avoid complications with conservative care. This result can be used to manage pregnant women Preterm Premature Rupture Of Membranes in the maternity area."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adly Nanda Al Fattah
"Latar Belakang: Defisiensi vitamin D berhubungan dengan berbagai luaran kehamilan yang tidak baik seperti pre-eklamsia, diabetes melitus gestasional, bayi berat lahir rendah, dan kelahiran preterm. Vitamin D diduga berperan dalam patofisiologi terjadinya kelahiran preterm melalui mekanisme penekanan mediator inflamasi. 

Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan kadar 25 (OH) D serum ibu dan tali pusat pada kelahiran preterm dan cukup bulan. Selain itu juga dicarikorelasi antara kadar 25 (OH) D serum ibu dengan tali pusat.

Metode: Pada penelitian ini digunakan desain potong-lintang. Penelitian dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan Jakarta, mulai dari Januari 2017 sampai dengan Februari 2018. Kadar 25 (OH) D ibu dan tali pusat dibandingkan antara kelompok cukup bulan dan preterm.
Hasil: Didapatkan 81 subjek yang dapat dilakukan analisis, yaitu 36 subjek (44,4%) melahirkan cukup bulan dan 45 (55,6%) preterm. Median 25 (OH) D maternal pada kelompok preterm dan cukup bulan berturut-turut 15 ng/mL dan 13,95ng/mL, sedangkan tali pusat 13 ng/ml dan 11,85 ng/ml.Tidak terdapat perbedaan kadar 25 (OH) D serum maternal (p=0,96) dan tali pusat (p=0,80) antara kedua kelompok. Terdapat korelasi positif antara kadar 25(OH) ibu dengan tali pusat (r=0,59, p<0,001 untuk kelompok cukup bulan dan r=0,44, p<0,002 untuk kelompok preterm).
Kesimpulan: Kadar 25 (OH) D serum ibu dan tali pusat tidak berbeda bermakna antara kelompok kelahiran preterm dancukup bulan. Terdapat korelasi antara kadar 25 (OH) D ibu dengan tali pusat.

Background: Vitamin D deficiency is associated with poor outcomes of pregnancy such as pre-eclampsia, gestational diabetes mellitus, low birth weight infants, and preterm birth. Vitamin D is thought to play a role in the pathophysiology of preterm deliveries through the mechanism of inflammatory mediator suppression.
Objective: To compare maternal and umbilical serum 25 (OH) D levels between preterm and aterm deliveries group. In addition, the correlation between maternal and umbilical cord serum of 25 (OH) D were analyzed.
Method: This cross-sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital and Budi Kemuliaan Hospital Jakarta from January 2017 to February 2018. Pre-delivery maternal venous blood and umbilical cord vitamin D serum levels were measured for both of term and preterm deliveries group.
Result: Eighty one subjects were eligible for analysis, 36 subjects (44.4%) delivered term babies and 45 (55.6%) delivered preterm babies. Median level of maternal serum 25 (OH) D were resepectively 15 ng/mL and 13.95 ng/mL for preterm and term group. Umbilical cord serum 25 (OH) D levels were respectively 13 ng/ml and 11.85 ng/ml for preterm and term group. There was no statistically difference between pereterm and term group of both maternal and umbilical serum 25 (OH) D levels (respectively p = 0.96, p = 0.80). There was a positive correlation between the maternal and umbilical 25 (OH) D levels in both groups (r = 0.59, p <0.001 for term group and r = 0.44, p <0.002 for preterm group).
Conclusions: Maternal and umbilical serum 25 (OH) D levels were not significantly different between term and preterm groups. There was a correlation between maternal and umbilical serum levels of 25 (OH) D."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>