Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113436 dokumen yang sesuai dengan query
cover
L. Budi Triadi
"Degradasi di lahan rawa gambut umumnya diakibatkan oleh alih fungsi lahan menjadi lahan dengan komoditas ekonomi skala besar yang dapat menyebabkan kerusakan lahan gambut, apapun komoditas ekonomi yang ditanam. Alih fungsi lahan yang disertai dengan pembuatan drainase menyebabkan lahan menjadi kering, mudah terbakar, subsiden, banjir, emisi CO2 dan permasalahan sosial-ekonomi. Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur terkait persoalan dan solusi pemulihan lahan gambut terdegradasi melalui restorasi hidrologi dengan metode sekat kanal dan penanaman jenis tanaman yang tidak membutuhkan drainase (paludikultur). Terdapat empat tipe sekat yang biasa digunakan, yaitu sekat papan, sekat isi, sekat plastik, dan sekat geser. Pemilihan tipe sekat sangat tergantung kepada kondisi biofisik, dimensi kanal, topografi gambut, ketersediaan material dan aksesibilitas ke lokasi penabatan. Dari studi pustaka ini diketahui adanya korelasi yang kuat antara keberadaan sekat terhadap penambahan ketinggian muka air tanah, dimana sekat bermanfaat untuk menaikkan muka air tanah dan melembabkan tanah. Penerapan paludikultur di gambut tropis Indonesia, diketahui bahwa komoditas tertentu lebih tahan terhadap genangan namun tetap memiliki nilai ekonomi seperti: Metroxylon spp, Nypa fruticans Wurmb, Alseodaphne spp., Nothaphoebe spp., dan Shorea spp. Agar dapat bertahan hidup jenis-jenis tanaman tersebut harus dipilih, disesuaikan dengan ketinggian air yang terdapat di lahan gambut dan terutama berpotensi merestorasi lahan yang telah terdegradasi."
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
551 JSDA 16:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
L. Budi Triadi
"Degradasi di lahan rawa gambut umumnya diakibatkan oleh alih fungsi lahan menjadi lahan dengan komoditas ekonomi skala besar yang dapat menyebabkan kerusakan lahan gambut, apapun komoditas ekonomi yang ditanam. Alih fungsi lahan yang disertai dengan pembuatan drainase menyebabkan lahan menjadi kering, mudah terbakar, subsiden, banjir, emisi CO2 dan permasalahan sosial-ekonomi. Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur terkait persoalan dan solusi pemulihan lahan gambut terdegradasi melalui restorasi hidrologi dengan metode sekat kanal dan penanaman jenis tanaman yang tidak membutuhkan drainase (paludikultur). Terdapat empat tipe sekat yang biasa digunakan, yaitu sekat papan, sekat isi, sekat plastik, dan sekat geser. Pemilihan tipe sekat sangat tergantung kepada kondisi biofisik, dimensi kanal, topografi gambut, ketersediaan material dan aksesibilitas ke lokasi penabatan. Dari studi pustaka ini diketahui adanya korelasi yang kuat antara keberadaan sekat terhadap penambahan ketinggian muka air tanah, dimana sekat bermanfaat untuk menaikkan muka air tanah dan melembabkan tanah. Penerapan paludikultur di gambut tropis Indonesia, diketahui bahwa komoditas tertentu lebih tahan terhadap genangan namun tetap memiliki nilai ekonomi seperti: Metroxylon spp, Nypa fruticans Wurmb, Alseodaphne spp., Nothaphoebe spp., dan Shorea spp. Agar dapat bertahan hidup jenis-jenis tanaman tersebut harus dipilih, disesuaikan dengan ketinggian air yang terdapat di lahan gambut dan terutama berpotensi merestorasi lahan yang telah terdegradasi."
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
551 JSDA 16:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
L. Budi Triadi
"ABSTRAK
Pembukaan lahan gambut yang didahului dengan pembuatan saluran‐saluran (drainase) akan menyebabkan turunnya muka air tanah, hal ini akan memacu laju dekomposisi bahan organik dan pada akhirnya gambut menjadi rentan terbakar dan teremisi. Oleh karena itu pengetahuan laju emisi carbon sangat penting untuk perencanaan sistem drainase, dalam rangka memelihara kelestarian gambut. Metode ilmiah yang digunakan meliputi: perhitungan sebaran ketebalan/kedalaman gambut, volume gambut kering, volume gambut teroksidasi, berat C gambut kering dan CO2 equivalent. Laju emisi karbon (C) dihitung berdasarkan emisi karbon (C) dan waktu subsiden. Selanjutnya laju emisi C (Mton CO2/tahun) dihitung berdasarkan 4 (empat) buah konsep pemodelan/skenario, yaitu: kondisi aktual/eksisting, perkebunan, bendung (canal blocking), bendung (canal blocking) dan dengan penghutanan kembali. Kegiatan ini dilakukan di Sei Ahas, Kapuas, Kalimantan Tengah dan Sungai Buluh, Tanjung Jabung Timur, Jambi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa perubahan tata guna lahan akan sangat berpengaruh terhadap perubahan elevasi muka air tanah gambut yang turut serta memacu peningkatan emisi C ke atmosfer."
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018
551 JSDA 14:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian mengenai perilaku tanah organik termasuk tanah gambut menjadi penting saat ini, karena tanah gambut meinilika karakteristik yang berbeda dengan jenis tanah lainnya sehingga belurn sepenuhaya dapat dimanfaatkan khususnya untuk pembangunan di wilayah Indonesia dimana terdapat lapisan tanah gambut yang cukup besar terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemadatan yang dilakukan pada proses pengeringan dan pembasahan kembali terhadap perilaku kepadatan tanah gambut dengan variasi kadar air dari 60 % hingga 200 %. Selain itu juga dilak--ukan studi mikroskopik dengau menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), yang memungkinkan dilakukannya observasi terhadap tekstur tanah gambut pada kondisi awal (kadar air natural), kering udara maupun akibat proses pemadatan. Contoh tanah gambut yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah gambut desa Tampan-Riau dan contoh tanah gambut Palangkaraya-Kalimantan Tengah, adapun kedua contoh tanah gambut ini merupakan contoh tanah terganggu (disturbed samples). Metode penelitian yang digunakan meliputi studi literatur terhadap penelitianpenelitian yang telah dilakukan sebelumnya khususnya mengenai pemadatan tanah gambut. Dan juga digurakan metode studi eksperimental dimana dilakukan uji laboratorium terhadap kedua contoh tanah gambut yang meliputi pengujian index ,properties, pengujian pemadatan tanah dan CBR serta dilakukan observasi terhadap tekstur contoh tanah gambut."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S35236
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L. Budi Triadi
"ABSTRAK
Drainage construction for plantations development on peatlands often caused controversy. Drainage construction will be followed by subsidence of peatland . To be able to extend the chance to get profit in the plantation business subsidence prevention efforts are needed. Setting water level and the prevention of excessive drainage is one of the efforts to reduce the rate of subsidence of the peat.This study is based on literature review by collecting information from various sources and then comparing and analyzing it so that information is obtained on a comprehensive subject matter. Literature review include: monitoring parameters, types of equipment for monitoring, pattern placement monitoring equipment, the range and the frequency of monitoring. From the study concluded that the water level necessary to measure on land and channels using dipwell and staff gauges. Observations were made with a combination of automated recording device and manual recording. Both are quite accurate, but the use of automatic registers in remote locations saves time, and if an automatic device is installed in an area that has the potential to have large water level fluctuations and runs quickly, it will provide more accurate data. Observations on dams for water level control are installed at every 20 cm drop in hidraulic head."
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018
627 JTHID 9:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afiri Dianti
"ABSTRAK
Tingkat kerawanan terjadinya kebakaran lahan dan hutan di Indonesia cukup tinggi. Tanah gambut merupakan salah satu kontribusi tertinggi pada kebakaran tersebut. Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut tertinggi se-Asia Tenggara, dengan lebih dari 50 jenis gambut tropis dimiliki. Hasil pembakaran pada gambut menghasilkan emisi karbon yang tinggi dan berdampak pada global warming. Sifat bara pada pembakaran gambut membuat deteksi dan pemadaman menjadi sulit. Tidak hanya itu, adapun dampak kerusakan hutan, seperti rawan longsor, penurunan lapisan tanah dan kerusakan lapisan meningkat. Tajuk api yang tidak terlihat mendorong badan restorasi gambut membuat metode pencegahan kebakaran. Penataan air yang dilakukan dengan metode pembasahan ulang bertujuan untuk menjaga dan mengembalikan kelembaban tanah gambut. Penelitian dilakukan guna menganalisis sifat pembakaran pada gambut kering dan pengaruh gambut hasil pembasahan ulang pada laju permbaraan. Sampel gambut yang digunakan adalah gambut yang berasal dari Desa Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah S: -3 47 rsquo;34 rdquo; , E: 113 55 rsquo;15 rdquo; dan Kampung Bagaiserwar, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua S: 01 55 rsquo;14, 11 rdquo;, E: 138 6 rsquo;17, 35 rdquo;. Laju perambatan pembakaran diukur dengan menggunakan termokopel dengan jarak 80 mm diantaranya. Massa yang diukur menunjukkan penurunan yang signifikan akibat proses evaporasi yang dialami gambut basah. Penulis menemukan risiko bahaya kebakaran yang lebih tinggi pada gambut yang dikelilingi gambut hasil pembasahan ulang. Laju perambatan membara jauh lebih tinggi pada gambut hasil pembasahan ulang dengan kelembaban awal le; 10 pada gambut Bagaiserwar. Sifat hidrofobik yang dimiliki gambut membuat sifat penyimpanan air pada gambut berubah. Hal ini memicu terjadinya proses oksidasi pembakaran dan terdapat pembentukan char pada gambut hasil pembasahan ulang. Sifat penyalaan gambut juga menjadi isu utama agar metode pencegahan dapat lebih efektif. Lamanya waktu penyalaan gambut menjadi referensi bagi deteksi zona potensial kebakaran berdasarkan persentase kelembaban yang dimiliki.

ABSTRACT
Probability of land and forest fire in Indonesia is quite high. Peat land is one of the highest contribute of the fire disaster. Indonesia is the country with the highest peat land in Southeast Asia, with more than 50 of tropical peat species. Combustion of peat produce carbon emission with large quantities and affect to global warming. Characteristic of smoldering combustion of peat cause detection and extinction be difficult. Moreover, there are another impact such as high erosion potential, structural collapse and soil layer damage. Flameless on peat smoldering causes peat restoration institution build fire prevention method. Regulation of water table on peat land with rewetting method aims to maintain and restore the moisture of peat. The experiment aims to understand characteristic of smoldering combustion of rewetting peat. Sample used in the experiments was taken from Desa Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah S 3 47 rsquo 34 rdquo , E 113 55 rsquo 15 rdquo dan Kampung Bagaiserwar, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua S 01 55 rsquo 14, 11 rdquo , E 138 6 rsquo 17, 35 rdquo . Fire spread rate is measured with thermocouples at interval 80 mm. Mass loss rate indicates derivation caused by evaporation on wet peat. Author discovered a fire risk is higher than natural combustion in experiments with rewetting peat as barrier. Spread rate of smoldering is high on rewetting peat with initial MC before rewetting is le 10 as barrier. Hydrophobic of peat cause retention of water on peat changes. This phenomenon causes peat undergoes oxydation reaction and produce char on rewetted peat. The critical ignition time of peat is also the main issue of prevention method. Time of ignition of peat is being important for detection of fire potential based by moisture content."
2018
T50957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gurning, Edy Halomoan
"ABSTRAK
Lahan gambut di Kabupaten Nagan Raya telah beralih fungsi dari Hutan Rawa Gambut Tripa menjadi perkebunan kelapa sawit. Kondisi lahan semakin terdegradasi menuju kerusakan saat pengelolaan dan pemanfaatan tidak dilaksanakan dengan baik. Perlu upaya perbaikan lahan gambut, salah satunya dengan revegetasi. Untuk mencapai upaya tersebut harus diketahui terlebih dahulu model revegetasi yang tepat, komponen revegetasi yang dibutuhkan, dan nilai ekonomi pelaksanaan upaya revegetasi. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode campuran (mixed methods). Teori hutan berkelanjutan akan digunakan untuk dampak dari upaya revegetasi. Hasil yang didapat adalah model revegetasi berupa agroforestri dan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan upaya revegetasi lahan gambut sebesar Rp. 225,25 miliar dan biaya tertinggi adlah sebesar Rp. 275,29 miliar. Proyeksi selama 10 (sepuluh) tahun setelah penanaman, upaya revegetasi berdampak terhadap aspek lingkungan yang mencakup pada ketersediaan cadangan karbon, penyerapan karbon, penghasil oksigen, dan ketersediaan air. Dampak terhadap aspek ekonomi,berupa nilai cadangan karbon, produk hutan non-kayu, penghasil oksigen, ketersediaan air, nilai atas dasar penggunaan, nilai kayu, penyerap karbon, nilai pencegah banjir, dan nilai keanekaragam hayati. Dampak terhadap aspek sosial berupa penyerapan tenaga kerja dan sebanyak 1400 orang akan menerima pendidikan dan pelatihan guna peningkatan pengetahuan dan keterampilan terhadap upaya revegetasi.

ABSTRACT
The function of peatland in Nagan Raya District has been changed as the Tripa Peatland Forest has been changed to a palm oil plantation. The land condition has been degraded as its management and utilization has not been well implemented. One type of the peatland restoration is revegetation. To be able to apply a proper revegetation process, an appropriate revegetation model should be developed to calculate the implementation cost. This study used a qualitative approach with mixed methods. Theory on sustainable forestry is used to measure the impact of revegetation effort. The result of this study shows that appropriate revegetation model for study area is agroforestry model and the lowest cost needed for revegetation process in the peatland is Rp225,25 billion and the highest cost is Rp275,29 billion. The ten-year projection after revegetation process shows that this revegetation process has certain impacts on environmental aspects, which are: carbon storage, carbon absorption, carbon producer, and water supply. Impacts on economic aspect are: value of carbon storage, non-timber products of the forest, oxygen producer, water supply, value on basic utilization, value of timber, carbon absorption, the value of flood mitigation, and the value of biodiversity. Impacts on social aspect are: employment opportunity and a total of 1400 people will be trained improving their knowledge and skill on revegetation process."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siti Maesyaroh
1997
S29922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rosa Indah
1997
S29929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>