Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96560 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Asunta Hana Pramudawati
"Penilaian risiko bendungan pada dasarnya merupakan suplemen atau tambahan dari pendekatan berbasis standar (standard based approach) yaitu pendekatan konservatif untuk rekayasa teknik bendungan. Untuk bendungan-bendungan yang sudah ada baik yang baru maupun yang lama, penilaian risiko bendungan bertujuan untuk mengetahui apakah risiko bahaya yang ada dapat ditoleransi, dan apabila risiko bahaya tidak dapat ditoleransi maka perlu direncanakan tindakan-tindakan untuk mengurangi risiko. Penilaian risiko untuk bendungan-bendungan yang sudah ada juga dapat dijadikan dasar untuk menentukan prioritas dalam melakukan pekerjaan perbaikan atau rehabilitasi yang diperlukan. Dalam makalah ini dibahas mengenai penilaian risiko keamanan bendungan pada Bendungan Sengguruh, Sutami, Lahor, Wlingi, Bening, Wonorejo dan Selorejo. Metode yang dilakukan dalam penilaian risiko meliputi penyusunan penilaian risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, pengurangan dan manajemen risiko. Tujuh bendungan ini dikelola oleh satu pengelola yaitu PJT I dan dianggap bisa mewakili metode ini yang bisa digunakan untuk menentukan nilai prioritas penanganan bendungan. Berdasarkan hasil penilaian, 7 bendungan tersebut memenuhi kriteria risiko. Tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan untuk bendungan-bendungan tersebut adalah melakukan pemantauan perilaku bendungan secara rutin dan pada kondisi setelah gempa, memperbaharui dan mensosialisasikan RTD."
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
627 JTHID 11:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Firmansyah
"Analisis risiko pada pipa bawah laut 16? Main Oil Line EFPRO - EKOM di Laut Jawa ini dilakukan mengingat adanya potensi bahaya dan risiko tumpahan minyak sehingga dapat berdampak pada ekosistem laut disekitar operasi kerja. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dan dilakukan dengan metode semi kuantitatif. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penilaian risiko yang dikembangkan oleh Kent Muhlbauer (2004) dalam bukunya Pipeline Risk Management.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan tingkat risiko relatif sehingga didapatkan gambaran risiko yang berguna bagi manajemen dalam mengambil keputusan guna mencegah kejadian kecelakaan yang diakibatkan kegagalan pipa.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pada pipa sepanjang 32.14 km tersebut memiliki nilai rata-rata untuk Design Index sebesar (59.13), Corrosion Index (68.16), Third-party Damage Index (72) dan Incorrect Operations Index (82). Sedangkan nilai risiko relatif tertinggi adalah pada Kilometer Post (KP) 0-1 jalur pipa.

Risk analysis of subsea pipeline 16" Main Oil Line (MOL) EFPRO - EKOM located at Java Sea was conducted because of the potential hazards and the risk of oil spills that possible impact on ecosystems around the work operations. This research is descriptive analytic and performed by semi-quantitative method. The model used in this study is a model of risk assessment developed by Kent Muhlbauer (2004) in his book ?Pipeline Risk Management.
The purpose of this study was to obtain relative risk that are useful to management in making decisions in order to prevent the occurrence of accidents which caused by the failure of the pipe.
The results of this study showed that the pipeline along the 32.14 km has an average value for the Design Index (59.13), Corrosion Index (68.16), Third party Damage Index (72) and Incorrect Operations Index (82). While the value of the highest relative risk was at Kilometre Post (KP) 0-1 pipeline.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurbayanah
"Pipa penyalur merupakan sarana transportasi hidrokarbon yang umum digunakan sebagai media transportasi hidrokarbon. Namun apabila terjadi kegagalan akan berdampak besar terhadap jalur yang dilalui terutama di daerah padat penduduk. Pipa penyalur yang digelar harus mempunyai hak guna jalan (right of way) untuk keperluan pengoperasian, perawatan, dan kondisi tanggap darurat. Di Indonesia, pipa penyalur harus mempunyai jarak dari bangunan tetap minimal adalah 9 meter. Namun, karena faktor sosial, ekonomi, dan petumbuhan penduduk serta tingkat urbanisasi kondisi tersebut sering tidak tercapai. Oleh karena itu tingkat risiko penduduk di sekitar pipa penyalur harus diketahui. Di beberapa negara penilaian risiko kuantitatif diwajibkan sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan dan sebagai sistem kontrol bahaya yang terjadi. Penilaian risiko kuantitatif terdiri dari penilaian frekuensi dan konsekuensi. Penilaian frekuensi diperoleh dari nilai laju kegagalan pipa penyalur akibat cacat material dan cacat konstruksi, korosi internal, korosi eksternal, gangguan pihak ketiga, pergerakan tanah. Penilaian konsekuensi memperhitungkan tingkat keparahan apabila kebakaran crater fire, jet fire, dan flash fire berdasarkan pohon kejadian (event tree). Pemodelan konsekuensi berdasarkan data meteorologi, data populasi, data teknis pipa penyalur, data komposisi fluidan, data perawatan dan rekam jejak kegagalan. Berdasarkan hasil perhitungan dan pemodelan nilai risiko dalam bentuk kontur pada setiap skenario (crater fire, jet fire, dan flash fire) diperoleh nilai risiko paling besar adalah 1x10-5 terjadi pada skenario crater fire dan jet fire. Luas wilayah yang mempunyai nilai risiko 1x10-5 pada skenario crater fire lebih besar dibandingkan skenario jet fire. Berdasarkan klasifikasi ALARP (As Low As Reasonably Practicable) nilai tersebut masih dapat diterima apabila diberikan alat pengaman tambahan.

Pipeline is commonly used for hydrocarbon transportation. However, if a failure occurs, it will have a major impact on the route traveled, especially in densely populated areas. The pipeline must have a right of way for operation, maintenance, and emergency response. In Indonesia, pipelines must have a minimum distance from fixed buildings of 9 meters. However, due to social, economic and population growth factors as well as the level of urbanization this condition is often not achieved. Therefore, the risk level of the population around the pipeline must be known. In some countries, quantitative risk analysis is required as a basis for decision-making and as a control system for hazards. Quantitative risk analysis consists of frequency and consequence analysis. The frequency analysis is obtained from the failure rate of the pipeline due to material and construction defects, internal corrosion, external corrosion, third party interference, and ground movement. The consequence analysis takes into account the severity of crater fire, jet fire and flash fire based on the event tree. Consequence modeling is based on meteorological data, population data, pipeline technical data, fluid composition data, maintenance data and failure track record. Based on the results of the calculation and modeling of risk values in the form of contours in each scenario (crater fire, jet fire, and flash fire), the greatest risk value is 1x10-5 occurring in the crater fire and jet fire scenarios. The area that has a risk value of 1x10-5 in the crater fire scenario is greater than the jet fire scenario. Based on the ALARP (As Low As Reasonably Practicable) classification, this value is still acceptable if additional safety equipment is provided.Keywords: Workover Rig, Oil and Gas Accident, Systematic Cause Analysis Technique, Technical Guidelines."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum, 2006
627.8 IND t I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum, 2006
627.8 IND t ll
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum, 2007
627.8 IND t lll
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asiyanto
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, [date of publication not identified]
LPPDF
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Sulistyowati Rahayu
"Penggunaan variabel berbasis jaringan pada model prediksi kebangkrutan perusahaan dengan metode XGBoost belum banyak ditemukan. Meskipun prediksi kebangkrutannya sudah dikaji secara luas dan beragam, namun sebagian besar masih berfokus pada penggunaan variabel finansial. Dampak sistemik kebangkrutan dapat meluas hingga mengancam stabilitas sistem keuangan. Dampak sistemik yang diwaspadai terutama yang ditimbulkan oleh konglomerasi ataupun kelompok perusahaan. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah kebangkrutan perusahaan di dalam satu kelompok akan saling berpengaruh dan menyebabkan efek sistemik di dalam kelompoknya. Sebelum kondisi buruk diketahui oleh pasar atau publik, otoritas pengawasan tersebut diharapkan dapat mendeteksi lebih awal kondisi buruk yang akan terjadi dan melakukan langkah-langkah konkrit yang diperlukan untuk menyelamatkan perusahaan secara khusus dan sistem perekonomian secara umum.
Deteksi dini ini dibangun dengan mengembangkan model prediksi yang bekerja berdasarkan data historis, mampu memprediksi kebangkrutan, dan memetakan potensi dampak sistemiknya pada serangkaian perusahaan yang berelasi. Penelitian ini menggunakan data finansial dan relasional dari perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai tahun 2010 hingga 2021. Data finansial yang digunakan adalah variabel neraca, rasio solvency, rasio profitability, dan rasio operasional. Data relasional terdiri dari 3 jenis relasi berdasarkan teori ultimate ownership, yaitu pemegang saham yang terdaftar pada laporan tahunan, dewan komisaris dan dewan direksi. Setelah melalui serangkaian literatur review dan eksperimen, metode machine learning XGBoost dipilih karena kemampuannya dalam melakukan prediksi dalam data yang tidak seimbang. Model akhir yang diusulkan adalah model prediksi kebangkrutan dengan tugas klasifikasi kelas bangkrut dan tidak, dengan metode XGBoost, menggunakan integrasi data masukan berupa variabel keuangan dan non-keuangan berbasis jaringan. Model ini terdiri dari pemrosesan input variabel keuangan dan relasional, prediksi dengan XGBoost pada 7 jenis integrasi data, pemilihan hasil prediksi akhir berdasarkan AUC yang terbaik, dan analisis potensi dampak sistemik dari jaringan terpilih berdasarkan model integrasi data terbaik di tahap sebelumnya.
Model prediksi kebangkrutan ini sekaligus memberikan kontribusi dalam memvisualisasikan potensi dampak sistemik yang mungkin terjadi. Pada tahap prediksi kebangkrutan digunakan model integrasi data variabel finansial – non finansial. Model dengan integrasi data yang menghasilkan AUC terbaik digunakan pada tahap analisis potensi dampak sistemik. Berdasarkan luaran dari tahap 1, analisis dampaknya dipetakan sesuai relasi yang terbentuk dari jaringan yang bersesuaian dengan model terbaiknya. Hasil pengujian dengan data tes tahun 2019 untuk memprediksi kondisi 1 tahun ke depan menunjukkan AUC sebesar 90.20% dengan model integrasi data finansial – Shareholder. Model usulan memiliki AUC lebih baik dari model Tobback et. al., namun tidak lebih baik dari model Zhao et. al.
Analisis potensi dampak sistemik memberikan gambaran jaringan yang terbentuk dengan node sumber adalah perusahaan yang diprediksi bangkrut yang terhubung dengan perusahaan yang berelasi berdasarkan Shareholder. Besar kecilnya edge menggambarkan kuat lemahnya relasi yang ada. Penelitian disertasi ini berhasil membangun model prediksi kebangkrutan dengan variabel finansial dan relasional berbasis jaringan ultimate ownership dengan AUC lebih dari 90%. Hasil disertasi ini juga memberikan pandangan baru dalam melakukan deteksi konglomerasi dan analisis potensi dampak sistemik dari relasi yang ada.

The application of network-based variables in the company’s bankruptcy prediction model with XGBoost method has not been widely found.. While bankruptcy prediction has been widely and diversely examined, most of them still focus on the use of financing variables. The systemic consequences of bankruptcy can jeopardize the stability of the financial system. The systemic impact under scrutiny primarily arises from conglomerates or corporate organizations. This prompts an inquiry into whether the insolvency of enterprises within a group may impact one another and induce systemic repercussions inside or outside the group. Prior to the market or public awareness of adverse situations, the regulatory body is anticipated to identify these detrimental circumstances early and implement necessary measures to preserve the company specifically and the economic system broadly.
This early detection is established through the creation of a predictive model that utilizes historical data to forecast bankruptcy and assess its potential systemic effects on a network of interconnected enterprises. This research utilizes financial and relational data from firms registered on the Indonesia Stock Exchange (IDX) spanning the years 2010 to 2021. The financial statistics utilized comprise balance sheet variables, solvency ratios, profitability ratios, and operating ratios. Relational data comprises three categories of relations according to the ultimate ownership theory: shareholders identified in the annual report, the board of commissioners (BoC), and the board of directors (BoD). Following an extensive analysis of research and experimentation, the XGBoost machine learning algorithm was selected as the model base due to its efficacy in predicting outcomes within unbalanced datasets. The final proposed model is a bankruptcy prediction model with the task of classifying bankrupt and non-bankrupt classes, with the XGBoost method, using network-based integration of input data in the form of financial and non-financial variables. This model consists of processing financial and relational variable inputs, prediction with XGBoost on 7 types of data integration, selecting the final prediction results based on the best AUC, and analyzing the potential systemic impact of the selected network based on the best data integration model in the previous stage.
This bankruptcy prediction model also contributes to visualizing the potential systemic impacts that may occur. At the bankruptcy prediction stage, a data integration model of financial and non-financial variables is used. The model of data integration exhibiting the highest AUC results is employed at the stage of analyzing potential systemic impacts. The expected impact is delineated based on the output from prior stage, according to the relationships established within the network of the optimal model. The test results utilizing 2019 data to forecast situations one year in advance demonstrated an AUC of 90.20% with the integration model of financial – Shareholder variables. The proposed model has a better AUC than the Tobback et. al., but not better than the Zhao et. al. model. The analysis of potential systemic impacts provides a picture of the network formed with the source node being a company predicted to go bankrupt that is connected to a company related to Shareholders. The size of the edge describes the strength of the existing relationship.
This dissertation research has succeeded in building a bankruptcy prediction model with financial and relational variables based on the ultimate ownership network with an AUC of more than 90%. The results of this dissertation also provide new insights into detecting conglomerates and analyzing the potential systemic impacts of existing relationships.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pradnya Paramita, 1977
627.13 BEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Utama Dahmir
"
ABSTRAK
Abu terbang (fly ash/pulverized fuel ash) dapat clipergunakan untuk campuran beton yang bertujuan mengurangi pernakaian semen. Dengan adanya tambahan abu terbang, akan memperbaiki sifat-sifat beton. Untuk pemakaian beton yang bervolume besar seperti bendungan , akan menghemat biaya konstmksi karena berkurangnya pemakaian semen dan Iebih cepatnya pelaksanaan konstruksi.
Roller Compacted Concrete (RCC) atau beton gilas padat yang mempakan beton kurus (slump nol) adalah teknologi yang relatif baru yang dapat diterapkan pada pembuatan konstmksi jalan dan bendungan. Untuk pembuatan bendungan pemadatan dilalcukan lapis demi lapis dengan ketebalan 20-30cm dan dipadatkan dengan vibratory roller. Sedangkan di Jepang pemadatan sampai 50 cm (pada sistim RCD). Di Indonesia bendungan yang memakai sistim RCC adalah cofferdam PLTA Kota Panjang - Riau, namun komposisi campurannya tanpa memakai abu terbang karena sulit untuk mendatangkannya kelokasi. Untuk masa mendatang (tahun 2000)
direncanakan akan dibangun bendungan RCC PLTA Maung di Jawa tengah yang merupakan bendungan RCC dan sebagian atasnya mempakan bendungan busur beton (arch concrete dam). Namun keputusan pelaksanaannya belum final dan telah tertunda beberapa kali.
Pada karya tulis ini diteliti sifat-sifat RCC seperti kuat tekan beton, temperatur, modulus elastisitas dan poisson ratio.
Cara perencanaan campuran RCC dcngan memakai sistim ASCE.
Untuk penelitian dicoba benda uji dengan kuat telcan perencanaan Kl'}5 dan K125 dengan mensubstitusi pemakaian semen dengan abu terbang sebanyak 0%, 20%
dan 40%.
Dengan digunakannya abu terbang' temyata akan menurunkan temperatur hidrasi beton, dan akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan kuat tekan perencanaan dibandinglcan dengan beton tanpa abu terbang_ Nilai poisson ratio dan modulus elastisitas RCC juga akan lebih rendah karena pada RCC digunakan beton dengan kuat tekan yang rendah.
Dengan memanfaatkan abu terbang yang di Indonesia digolongkan sebagai limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) maka hal tersebut akan merubah bahan limbah menjadi bahan yang bermanfaat dan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan.
"
1997
S35577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>