Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178785 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maggalatung, A. Salman
Depok: Rajawali Pers, 2023
340.092 MAG e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Hendra Winarta
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995
347.05 FRA a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Astrid Trishanty Putri
"Seorang Notaris di Kalimantan Tengah, yang bernama Agustri Paruna, S.H. ditangkap dan ditahan atas dugaan memalsukan Akta Notaris. Ia dijerat Pasal 266 ayat (1) KUHP karena menempatkan suatu keterangan palsu ke dalam akta autentik. Atas tindakannya tersebut Ia dijatuhi hukuman 3 (tiga) bulan penjara sebagaimana tertuang dalam Putusan PN Palangka Raya Nomor 69/Pid.B/2016/PN Plk. Setelah insiden tersebut oleh Majelis Pemeriksa Pusat Notaris dalam putusannya Nomor 18/B/MPPN/XII/2017 tersebut, Agustri Paruna diusulkan untuk diberhentikan dengan tidak hormat. Adanya tenggang waktu antara dikeluarkannya putusan dari Majelis Pemeriksa Pusat Notaris dengan dikeluarkannya putusan Surat Keterangan Pemberhentian dengan Tidak Hormat oleh Menteri menjadi celah bagi Notaris untuk tetap berpraktik. Hal ini menjadi dilema bagaimana menentukan sejak kapan Notaris tersebut tidak berwenang dalam kedudukannya sebagai seorang Notaris setelah Ia mendapat usulan pemberhentian dengan tidak hormat. Di sisi lain, pengaturan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut "UUJN") dan peraturan lainnya hanya mengatur mengenai kewenangan Notaris yang dikenai ancaman lebih dari 5 (lima) tahun penjara dan sudah berkekuatan hukum tetap saja (Pasal 13 UUJN). Adanya kekosongan hukum tersebut menjadi pertanyaan bagaimana menentukan kewenangan Notaris yang dikenai sistem sanksi jabatan selain ketentuan dalam Pasal 13 UUJN tersebut. Oleh karena kekosongan hukum tersebut, dikhawatirkan Notaris tersebut masih membuat akta dan karenanya akan menjadi pertanyaan mengenai sifat akta yang dibuat oleh Notaris dalam ketidakwenangannya tersebut. Berdasarkan hal tersebut kita dapat mengetahui pengaturan mengenai kewenangan Notaris dan implikasi hukum terhadap akta Notaris yang dibuat dalam ketidakwenangan Notaris.

A Notary in Central Kalimantan, named Agustri Paruna, S.H. arrested and detained on suspicion of falsifying the Notarial Deed. He was charged with Article 266 paragraph (1) of the Criminal Code for placing a false statement on an authentic deed. For his actions, he was sentenced to 3 (three) months in prison as stated in the Decision of the Palangka Raya District Court Number 69 / Pid.B / 2016 / PN Plk. After the incident, according to the Notary Center Examining Board on its decision Number 18 / B / MPPN / XII / 2017, Agustri Paruna was proposed to be dishonorably dismissed. The existance of spare time between the issued verdict from the Notary Central Examining Board and the issued Decision Letter of Dismissed Dishonorably by the Minister became a gap for the Notary to continue practicing. This become a dilemma on how to determine when the Notary is no longer authorized in his position as a Notary after he has received a proposal for dismissal dishonorably. On the other hand, the regulation in the Notary Position Law (hereinafter referred to as "UUJN") and other regulations only regulate the authority of the Notary who is threatened with more than 5 (five) years in prison and has permanent legal force (Article 13 UUJN). The existence of this legal vacuum becomes a question on how to determine the authority of a Notary who is subject to an office sanctions sytem apart from the regulation in Article 13 of the UUJN. Because of the legal vacuum, it is feared that the Notary is still making a deed and hence will be a question regarding the nature of the deed made by the Notary in his non-authority state. Based on the case, we can find out the regulations regarding the authority of the Notary and the legal implications of the Notary deed made in the Notary`s non-authority state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanter, E.Y.
Jakarta: Storia Grafika, 2001
340.112 KAN e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sholeh So`an
Jakarta: Agung Ilmu, 2004
297.4 SHO m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Putri Dewina Santi Baramuli S.
"Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dengan tegas mengakui bahwa Advokat adalah salah satu unsur penegak hukum, yang mempunyai kedudukan setara dengan para penegak lainnya yaitu hakim, polisi dan jaksa. Selain itu Undang-Undang ini juga mengatur mengenai adanya hak dan kewajiban bagi profesi Advokat, termasuk didalamnya Hak Imunitas Advokat. Dalam prakteknya penerapan Hak Imunitas profesi Advokat, dalam hal ini hak imunitas yang timbul karena kewajiban menjaga rahasia pekerjaan (verschoningsrecht), yaitu pada kasus perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Hilton, dimana Ali Mazi yang berprofesi sebagai Advokat (sebagai kuasa hukum dari Pontjo Sutowo untuk perpanjangan HGB Hotel Hilton), dihadapkan pada adanya kewajiban setiap warga negara untuk memberikan kesaksian di peradilan.
Yang menjadi permasalahan adalah dapatkah seorang Advokat dikecualikan memberikan kesaksian yang menyangkut rahasia kliennya dalam sidang pengadilan. Adapun dasar untuk memberikan kesaksian bagi profesi Advokat adalah karena adanya asas "menjaga rahasia jabatan/pekerjaan", yang tidak berlaku mutlak. Sedangkan dasar yang dapat digunakan sebagai permintaan pembebasan sebagai saksi adalah karena profesi advokat dianggap memenuhi persyaratan sebagai profesi yang karena Undang-Undang dapat dikecualikan/menolak memberikan kesaksian di peradilan. Namun pengecualian ini tidak berlaku dalam tindak pidana tertentu.
Dalam kasus perpanjangan HGB Hotel Hilton, HGB No. 26/GELORA dan No.27/GELORA, didasarkan pada Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, beserta peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor.40 Tahun 1996, tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Dalam kasus ini, atas dasar pertimbangan kepentingan negara telah dikeluarkan Keppres Nomor 4 Tahun 1984, dimana HGB Hotel Hilton dikembalikan kepada negara ketika masa berlaku HGB tersebut habis.
Terbitnya perpanjangan HGB menimbulkan permasalahan keabsahan Hak Pengelolaan (HPL) diatas HGB, dimana Hak Pengelolaan (HPL) terbit atas keputusan Kepala BPN Nomor 169/HPL/BPN/89 yang didasarkan pada Keppres Nomor 4 Tahun 1984. Kasus ini diajukan ke PN Jakarta Pusat dengan dakwaan Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengatur verschoningsrecht bagi profesi tidak dapat diberlakukan, sehingga Advokat wajib memberikan kesaksian di peradilan Pidana."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S22439
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariany Isnamurti
Jakarta: Fikahati Aneska, 2012
923.459 8 MHU
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>