Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99200 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuliarni Syafrita
"Latar Belakang dan Tujuan Salah satu masalah dalam penanggulangan epilepsi ialah menegakkan diagnosis dan salah satu cara yang dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis adalah membuat rekaman EEG. Adanya aktivitas epileptiform pada rekaman EEG interiktal sadar merupakan suatu petunjuk yang hampir pasti kearah diagnosis epilepsi Temuan aktivitas epileptiform pada EEG interiktal lebih tinggi pada pasien dengan frekwensi serangan yang sering atau pada rekaman yang segera dibuat dalam beberapa saat setelah serangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gambaran klinis dan lokasi aktivitas epileptiform, pengaruh jarak waktu antara serangan terakhir dan frekwensi serangan terhadap munculnya aktivitas epileptiform pada rekaman EEG interiktal sadar pada penderita epilepsi parsial. Metodologi: Telah diteliti 84 orang penderita epilepsi parsial yang memenuhi persyaratan, berumur 15 - 60 tahun. Rekaman EEG interiktal sadar dilakukan satu kali selama 20 menit dengan menggunakan elektrode tempel menurut sistem 10-20, disertai prosedur aktivasi hiperventilasi dan perangsangan fotik. Semua hasil dianalisis dengan program SPSS dan uji X² test. Hasil Terdapat perbedaan yang bermakna mengenai lokasi aktivitas epileptiform antara kelompok dengan gejala klinis saat awitan berasal dari lobus temporal dibandingkan kelompok dengan gejala klinis saat awitan berasal dari lobus ekstratemporal (p-0,0018) Temuan aktivitas epileptiform pada kelompok yang direkam dalam waktu 6 x 24 jam setelah serangan lebih tinggi dibandingkan kelompok yang direkam setelah waktu tersebut (p = 0,016). Temuan aktivitas epileptiform pada kelompok yang mengalami serangan >1 kali/bulan dan kelompok yang mengalami serangan < 1 kali/bulan, tidak bisa dianalisa karena data yang tersedia tidak cukup. Kesimpulan: Ada hubungan gambaran klinis saat awitan dan lokasi aktivitas epileptiform pada mereka dengan gejala fokal saat awitan berasal dari lobus temporal. Temuan aktivitas epileptiform lebih tinggi pada kelompok yang direkam dalam waktu 6 x 24 jam setelah serangan, dibandingkan kelompok yang direkam setelah waktu tersebut. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lenny Syukriati Asmir
"Latar belakang: Elektroensefalografi EEG adalah suatu prosedur untuk mendukung diagnosis dan evaluasi pengobatan pada penyakit epilepsi. Perekaman EEG ideal dapat dicapai bila anak mengalami tidur alamiah, yang sampai saat ini masih sulit untuk dilakukan. Melatonin, merupakan hormon tidur alami yang dihasilkan oleh kelenjar pineal, mulai dikembangkan sebagai premedikasi EEG yang diharapkan memiliki efek samping lebih kecil dibanding prosedur deprivasi tidur parsial DTP dan obat sedasi.
Tujuan: 1 mengetahui perbandingan awitan tidur, makrostruktur tidur, dan lama tidur pada anak epilepsi yang diberikan melatonin oral dengan yang dilakukan prosedur DTP, 2 mengetahui perbedaan efek samping pemberian premedikasi melatonin dibandingkan prosedur DTP pada anak epilepsi yang direncanakan EEG
Metode: Penelitian uji klinik acak tersamar tunggal secara paralel dilakukan pada 76 subyek berusia 1-18 tahun yang melakukan pemeriksaan EEG di Laboratorium Elektrodiagnostik IKA-RSCM selama periode November 2016 ndash; Januari 2017. Seluruh subyek tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, satu kelompok diberikan premedikasi melatonin per oral, sedangkan kelompok lainnya dilakukan prosedur DTP.
Hasil: Rerata awitan tidur kelompok DTP adalah 42,39 menit sedangkan kelompok melatonin 33,97 menit p le;0,01 . Rerata lama tidur kelompok DTP adalah 22,58 menit, sedangkan kelompok melatonin 25,09 menit p=0,144 . Gambaran makrostruktur tidur p>0,05 dan efek samping prosedur p>0,05 pada kedua kelompok subyek tidak berbeda bermakna.
Simpulan: Awitan tidur pada kelompok melatonin lebih cepat dibandingkan kelompok DTP, dengan durasi tidur yang serupa antar 2 kelompok. Makrostruktur tidur kedua kelompok mirip dengan tidur alamiah. Tidak didapatkan perbedaan efek samping antara kelompok DTP dan kelompok melatonin. Melatonin dapat digunakan sebagai premedikasi EEG pada anak untuk praktik sehari-hari.

Background Electroencephalography EEG is a procedure to support and evaluate therapy in children with epilepsy. Ideally, EEG result can be achieved if the child fell on a natural sleep, but this phase was difficult to gain. Melatonin, a natural sleep hormone that is produced by the pineal gland, was started to developed as a premedication following EEG procedure to produce natural sleep with minimal side effects compared to partial sleep deprivation PSD and other sedative agents.
Aim 1 to discover sleep onset, sleep duration, and sleep macrostructure in children with the oral administration of melatonin compared to partial sleep deprivation, 2 to discover side effects of oral melatonin EEG premedication in epilepsy children
Method In a parallel single blinded randomized clinical trial, 76 children who were referred to EEG Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital from November 2016 to January 2017 were evaluated. The children were randomly assigned into two groups to receive PSD procedure control group and oral melatonin treatment group.
Results Mean sleep onset in PSD group was 42.39 minutes, while in melatonin group was 33.97 minutes p le 0,01 . Mean sleep duration in PSD group was 22.58 minutes, while in melatonin group was 25.09 minutes p 0,05 . There were no significant differences in both sleep macrostructure p 0,05 and procedure rsquo s side effects p 0,05 in both groups.
Conclusions Sleep onset was more prompt in melatonin group compares to PDS group, while sleep duration was similar between each groups. Both of sleep macrostructures were similar to natural sleep process. There were no significant differences of side effects in both groups. Melatonin can be use as premedication for EEG examination in epilepsy children."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Mediciani
"ABSTRAK
Epilepsi lobus temporal mesial adalah sindrom epilepsi yang banyak diderita oleh dewasa yang sering mengalami refrakter dalam pengobatan. Atrofi hipokampus yang terlihat melalui MRI kepala dapat ditemukan sebanyak 87% pada pasien epilepsi lobus temporal mesial dan memiliki respon yang baik dengan operasi epilepsi. Salah satu syarat operasi epilepsi adalah EEG monitoring untuk mencari EEG iktal untuk mencari fokus epileptik, walaupun sudah didapatkan adanya gelombang interiktal sebelumnya.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan dan kesesuaian antara abnormalitas gelombang EEG dengan sisi atrofi hipokampus dan untuk mengetahui prevalensi atrofi hipokampus pada epilepsi lobus temporal mesial.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan 37 subyek epilepsi lobus temporal mesial, yang terbukti secara klinis dan EEG. Dilakukan pemeriksaan MRI kepala 1,5T untuk melihat ada atau tidaknya atrofi hipokampus secara visual. Kemudian dibandingkan antara abnormalitas gelombang EEG interiktal dengan sisi atrofi hipokampus. Onset usia bangkitan, frekuensi bangkitan, riwayat kejang demam, lama menderita epilepsi dan penggunaan obat entiepilepsi dianalisis sebagai data demografi klinis.
Hasil: Prevalensi atrofi hipokampus sebesar 64,8% dengan 64,8% subyek ditemukan gambaran EEG berupa gelombang epileptiform dan 45,8% gelombang lambat. Didapatkan kesesuaian yang kuat antara lateralisasi EEG interiktal, yaitu gelombang epileptiform, dengan MRI (p 0,000; nilai kappa 1,00) dan didapatkan keseuaian yang lemah antara gelombang lambat dengan atrofi hipokampus (p 0,500; nilai kappa 0,689, p 0,008).
Simpulan: Pada penelitian ini, didapatkan keseuaian yang kuat antara lateralisasi gelombang epileptiform dengan sisi atrofi hipokampus dan kesesuaian yang lemah antara gelombang lambat dengan sisi atrofi hipokampus.

ABSTRACT
Mesial temporal lobe epilepsy (mTLE) is the most common epilepsy syndrome in adults and often refractory in medical treatment. The Magnetic resonance imaging (MRI) showed hippocampal atrophy present in 87% patients with mesial temporal lobe epilepsy and have good respons with surgery. EEG monitoring is needed to find ictal EEG although interictal EEG already obtained as one of the requirements of epilepsy surgery for localize the epileptic region.
Objective: To investigate the concordance between abnormalities EEG and side of hippocampal atrophy in patients with mesial temporal lobe epilepsy. To determine prevalance of hippocampal atrophy.
Methods: We reviewed 37 consecutive patients with mesial temporal lobe epilepsy defined by clinical and EEG criteria and had 1,5T MRI visually analyzed by radiologist. We compared the interictal EEG and side of hippocampal atrophy. Age of seizure onset, seizure frequency, history of febrile seizure, antiepileptic drug and duration of epilepsy were analyzed as clinical demographic data.
Results: The prevalence hippocampal atrophy was 64,8%. With 64,8% had epileptiform discharge and 45,8% had slow wave associated with hippocampal atrophy. There was significant concordance between MRI lateralization and interictal EEG (p 0,000, Kappa value 1,00). There was weak concordance between hippocampal atrophy and focal slow wave (p 0,500; Kappa value 0,689, p 0,008).
Conclusions: We found strong concordance between MRI lateralization and interictal EEG in patients with mTLE and weak concordance between hippocampal atrophy and interictal slow wave.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roezwir Azhary
"untuk mengetahui berapa banyak penderita epilepsi parsial kompleks yang menampilkan aktivitas epileptik pada rekaman EEG jika ditidurkan dengan kloralhidrat
Kebanyakan dari rekaman EEG diwaktu bangun normal pada penderita yang didiagnosis dengan epilepsi Subdivisi EEG bagian Neurologi FKUI/RSUPNCM mendapatkan kelainan spileptik 23% dari 483 rekaman BEG selama tahun 1996 dari seluruh pasien yang dikirim dengan diagnosis epilepsi Untuk meningkatkan nilai diagnostik EEG telah mengembangkan berbagai macam tehnik Pada penelitian ini kami mencoba melakukan induksi tidur sebagai suatu prosedur prosedur der gan kloralhidrat 50 mg/kg berat badan pasien. studi pra dapat melakukan tes, semua pasien yang secara klinis didiagnosis sebagai epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi serangan umura Upa 13-60 tahun, masih mendapat serangan dalam 1 tahun terakhir, tidak menderita penyakit darah tinggi dan jantung. Sebelum direkam, semus parlen harus makan pagi dan melanjutkan makan obat anti epilepsi sesuai dosis yang telah ditetapkan sebelumnya. Kami memakai alat EEG merek Neurofax 12 saluran dengan EOG dan ECG, filter 70 Hz dan elektroda sistim 10-20 ditambah sepasang elektrode zygomatikus. Semua subyek direkam selama 14 menit waktu bangun, kemudian diberikan 50 mg/kg berat badan klorelhidrat, setelah menunggu 15-30 menit rekaman dilanjutkan selama periode waktu yang sama. Studi dilakukan mulai dari bulan Mei sampai Oktober 1996. Dari 36 pasien yang memenuhi kriteria, 2 dikeluarkan karena tidak bisa tidur dalam waktu yang telah ditentukan. Ada 13 penderita laki-laki (38,2%) dan 21 penderita wanita (61,8%) dari 34 penderita. Usia rata-rata 27,2 ± 1,37. Aktivitas epileptik terlihat pada 11 dari 34 (32,4%) penderita pada rekaman EEG banggun dan 20 dari 34 (58,8%) pada rekaman tidur dimana perbedaan tersebut cukup bermakna secara statistik P<0,05. Empat dari 20 penderita (20%) aktivitas epileptik terlihat pada lobus frontal dan 16 dari 20 penderita (80%), terlihat pada lobus temporal. Kebanyakan aktivitas epileptik (80%) terlihat pada stadium II tidur non REM dan 55% pada stadium III tidur non REM. Pada stadium 1 aktivitas epileptik 25%, namun ada beberapa rekaman dimana stadium I tidur non REM tak terlihat. Stadium IV tidur non REM tidak tercapai dalam penelitian ini. Aktivitas cepat bervoltage rendah terlihat tidak terlalu menyolok pada setiap rekaman. Kloralhidrat dapat digunakan sebagai obat penginduksi tidur dengan hasil yang cukup baik, dimana aktivitas cepat voltage rendah terlihat tidak begitu menyolok. Penderita dengan aktivitas epileptik terlihat lebih banyak pada rekaman tidur dibandingkan dengan rekaman diwaktu bangun dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik.

to find out how many people with complex partial epilepsy display epileptic activity on EEG recordings if put to sleep with chloralhydrate
Most of the EEG recordings when awake were normal in patients diagnosed with epilepsy. The EEG Subdivision of the Neurology Department, FKUI/RSUPNCM, found spileptic abnormalities, 23% of the 483 BEG recordings during 1996 from all patients sent with a diagnosis of epilepsy. To increase the diagnostic value of EEG, we have developed various techniques. In this study, we tried to induce sleep as a procedure using 50 mg chloralhydrate/kg of the patient's body weight. Preliminary studies were able to carry out tests, all patients who were clinically diagnosed as complex partial epilepsy that developed into attacks aged up to 13-60 years, still had attacks in the last 1 year, did not suffer from high blood pressure or heart disease. Before being recorded, Semus Parlen must eat breakfast and continue taking anti-epileptic drugs according to the previously determined dose. We use a 12 channel Neurofax brand EEG device with EOG and ECG, 70 Hz filter and 10-20 electrode system plus a pair of zygomatic electrodes. All subjects were recorded for 14 minutes while awake, then given 50 mg/kg body weight of chlorelhydrate, after waiting 15-30 minutes the recording was continued for the same time period. The study was conducted from May to October 1996. Of the 36 patients who met the criteria, 2 were excluded because they were unable to sleep within the specified time. There were 13 male sufferers (38.2%) and 21 female sufferers (61.8%) out of 34 sufferers. Mean age 27.2 ± 1.37. Epileptic activity was seen in 11 of 34 (32.4%) patients on waking EEG recordings and 20 of 34 (58.8%) on sleeping recordings where the difference was statistically significant at P<0.05. In four of 20 patients (20%), epileptic activity was seen in the frontal lobe and in 16 of 20 patients (80%), it was seen in the temporal lobe. Most epileptic activity (80%) was seen in stage II non-REM sleep and 55% in stage III non-REM sleep. In stage 1, epileptic activity is 25%, but there are several recordings where stage I non-REM sleep is not visible. Stage IV non-REM sleep was not achieved in this study. Fast, low-voltage activity appears less prominent in each recording. Chloralhydrate can be used as a sleep-inducing drug with quite good results, where low voltage fast activity does not appear to be so striking. Patients with epileptic activity were seen more frequently in sleep recordings compared to waking recordings and this difference was statistically significant.
"
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lamia Aisha
"

Latar belakang: Prevalensi wanita dengan epilepsi (WDE) usia reproduktif di Rumah Sakit Pusat Umum Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) adalah 61,7% pada tahun 2019. Pada sebagian WDE, frekuensi bangkitan dipengaruhi oleh perubahan hormonal. Fungsi reproduksi WDE di RSCM sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik gangguan fungsi reproduksi pada WDE di RSCM.

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data primer. Kriteria inklusi adalah WDE berusia diatas 18 tahun, yang didiagnosis epilepsi oleh spesialis saraf, yang berobat di RSCM dari bulan September 2020 – November 2021. Ganguan fungsi reproduksi terdiri dari ganngguan siklus menstruasi, infertilitas, gangguan kehamilan atau gangguan persalinan.

Hasil Penelitian: Dari 136 subjek penelitian yang didapatkan, 41,2% mengalami gangguan fungsi reproduksi. Gangguan siklus menstruasi didapatkan pada 31,6% subjek. Subjek yang sudah menikah sebanyak 34,6%, dengan gangguan fertilitas didapatkan pada 45,5% subjek. Dari subjek yang sudah menikah, 77,3% pernah hamil. Gangguan kehamilan didapatkan pada delapan (47,1%) subjek, berupa riwayat abortus sebanyak 23,5%. Perubahan frekuensi bangkitan selama kehamilan ditemukan pada 94,1% subjek, berupa frekuensi bangkitan meningkat (23,5%), frekuensi menurun (23,5%) dan bebas bangkitan (47,1%). Lima belas (68,2%) subjek pernah melahirkan, dan sebanyak 66,7% melahirkan dengan sectio sesaria. Dua subjek mengalami gangguan saat persalinan, berupa persalinan prematur dan kejang saat persalinan.

Kesimpulan: Gangguan fungsi reproduksi pada WDE didapatkan pada 41,2% subjek, dengan jenis gangguan terbanyak adalah gangguan siklus menstruasi dan gangguan fertilitas.

Kata Kunci: gangguan fertilitas, gangguan fungsi reproduksi, gangguan menstruasi, wanita dengan epilepsi.

 


Background: Women with epilepsy (WWE) in reproductive age prevalence at Cipto  Mangunkusumo Nasional Hospital (RSCM) is 61,7% in 2019. Seizure frequencies in WWE could be influenced by hormonal changes. Reproductive function of WWE in RSCM has not been exactly known until now. The purpose of this study is to know the characteristic of reproductive system disorder in WWE at RSCM.

Methods: A cross-sectional study using primary and secondary data. Inclusion criteria are WWE older than 18 years old and has been diagnosed with epilepsy by the doctors at RSCM from September 2020 until November 2021. Reproductive system disorder consist of menstrual cycle disorder, infertility, pregnancy problems or delivery problems.

Results: There were 136 subjects, 41,2% have reproductive system disorder. Menstrual cycle disorder found in 31,6% subjects. There were 34,6% married subjects, and 77,3% of them have pregnancy experience, while infertility found in 45,5% subjects. Eight (47,1%) subjects were having problem during their pregnancy. Spontaneous abortion found in 23,5%. Seizure frequency increased in 23,5% subjects, decreased in 23,5% subjects and 47,1% subjects. Seizure free during their pregnancy. Fifteen (68,2%) subjects have delivery experiences and 66,7% subjects were using C-section methods. Two subjects were having problem during their delivery. One subject has premature delivery while the other one was having seizure during delivery.

Conclusion: Reproductive system disorder found in 41,2% subjects. Menstrual cycle disorder and infertility are the greatest disorder found in this study.

Keyword: infertility, menstrual cycle disorder, reproductive system disorder, women with epilepsy

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cooper, R.
London : Butterworth, 1971
616.8 COO e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Payommai, Tanaporn
"Electroencephalography (EEG) is recording of the electrical signals on the scalp. These signals come from sources of activity within the brain; however it can be difficult to determine where the sources originate from just by looking at the signals. Through signal processing, these EEG signals can be analyzed and displayed as more useful information. This research explored the evolution of EEG (Brain-waves) topography. The aim of this research was to extract the origins of brain-waves within the brain from EEG data and develop an algorithm to analyze and display this information. This was done in the MATLAB environment by creating: a working software to display and pre-process multichannel EEG data; software/algorithms that could localize sources of EEG within the brain; and a clinician-friendly GUI block. Neural networks are a supervised machine learning technique that can be used to train a system based on previously seen data. Using this approach, it is possible to accurately extract signal positions within the brain."
[Place of publication not identified]: Valaya Alongkorn Rajabhat University under the Royal Patronage. Faculty of Industrial Technology, 2017
500 TIJST 22:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nida Amala Syawalia Adriant
"

Elektroensefalografi (EEG), sebagai metode rekaman neurofisiologis yang telah dimanfaatkan secara luas, terutama dalam penelitian dasar tentang fungsi otak dan pemantauan pasien dengan gangguan neurologis. serta sistem Brain Computer Interface (BCI) untuk menerjemahkan sinyal menjadi perintah atau fungsi tertentu. Dalam perekaman sinyal EEG, terdapat tantangan interferensi dan noise akibat amplitudo sinyal yang sangat kecil (mikrovolt [V]) dan frekuensi rendah. Penelitian ini mengeksplorasi pengembangan elektroda aktif sebagai solusi untuk menguatkan sinyal EEG sehingga dapat meminimalisir noise yang mungkin ada. Elektroda aktif dirancang menggunakan filter aktif Sallen & Key orde 2 dengan respon butterworth menggunakan OPA378 sebagai operational amplifier dengan frekuensi cut-off 0 hingga 100 Hz. Untuk meminimalisir jumlah kabel, diterapkan operasi single-supply sehingga hanya 3 kabel yang diperlukan untuk mengoperasikan elektroda aktif. Prototype elektroda aktif diuji menggunakan EEG simulator NETECH MiniSim 330 dan direkam menggunakan ADS1299 PDK sebagai ADC dan Raspberry Pi 4 Model B untuk menyimpan file rekaman. Hasilnya, elektroda aktif mampu melakukan penguatan sinyal sebesar 22 kali dengan cukup stabil pada rentang frekuensi 20 hingga 100 Hz dengan error sebesar 3.53% dari target penguatan yang diinginkan.


Elektroensefalografi (EEG) is a widely used method for recording neurophysiological signals, primarily for research on brain functions and monitoring patients with neurological disorders. The development of active electrodes is being explored as a solution to improve the quality of EEG signals, which are characterized by very low amplitude (microvolts [μV]) and low frequency. The active electrode is designed using Sallen & Key filter or Butterworth filter with OPA378 as the operational amplifier with a cut-off frequency range of 0 Hz to 100 Hz. To minimize the number of wires, single-supply operation is applied, requiring only three wires to operate the active electrode. The prototype of the active electrode was tested using a NETECH MiniSim 330 EEG simulator and recorded using an ADS1299 PDK as an ADC and a Raspberry Pi 4 Model B to save the recorded file. The results show that active electrodes can provide signal attenuation up to 22 times with sufficient stability in the 20 Hz to 100 Hz frequency range, with an error of 3.35% from the expected

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Purwita Sari
"Sinyal Electroencephalogram (EEG) merupakan sinyal yang merepresentasikan aktifitas otak manusia. Berbagai metoda telah digunakan untuk menganalisa sinyal EEG. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa hasil deteksi sinyal hits dan lapses EEG dengan menggunakan transfonnasi wavelet diskrit maju level 3 dan jaringan saraf tiruan baclqaropagalion neural network (BPNN). Dimana kondisi lapses adalah kondisi seorang pasien yang pada saat sebelum pemeriksaau. (sehari sebelumnya) melakukan aktifitas yang berat. Sedangkan hits adalah kondisi dimana sehari sebelum pemeriksaan pasien melakukan aktifitas ringan.
Tahapan simulasi yang dilakukan adalah pembangan sinyal EEG, selanjutnya sinyal didekomposisi dengan menggunakan transformasi wavelet daubechies 4 level 3 untuk diketahui komponennya lalu komponen-komponen sinyal hasil dekomposisi dilatih dengan menggunakan 3 lapisan BPNN dengan target sebuah sinyal lapses.
Simulasi dilakukan dengan 500 kali pelatihan dan 100 kali pelatihan. Pada 500 kali pelatihan (training epoch), dilakukan deteksi terhadap keluaran BPNN yang masukannya adalah sinyal detail 1, detail 2, detail 3, dan aproksimasi transformasi wavelet diskrit maju level 3. Hasil simulasi menunjukkan pendeteksian terbaik didapat dari masukan sinyal detail 2 tmnsformasi wavelet. Dari simulasi didapat bahwa jumlah pelatihan berkaitan dengan keekuratan deteksi, semakin banyak pelatihan maka deteksi akan semakin akurat."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S39824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsono
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2007
616.853 HAR e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>