Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182750 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Purcahyo
"Tujuan akhir yang diharapkan dari pemberian trombolitik adalah terbukanya arteri koroner penyebab infark (Patency Infarc Related Artery), perbaikan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan penurunan angka kematian. Pada saat pemberian trombolitik yaitu dengan streptokinase terjadi defibrinasi awal yang hebat yang dapat dievaluasi dengan pemeriksaan waktu trombin dan kadar fibrinogen. Defibrinasi awal yang hebat setelah pemberian streptokinase yang ditunjukkan dengan adanya perpanjangan waktu trombin merupakan jaminan lebih efektifnya trombolisis dan lebih besar terbukanya arteri koroner penyebab Infark (Patency Infarc Related Artery) sehingga dengan demikian lebih baik menjaga fungsi ventrikel kiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara waktu trombin dan kadar fibrinogen dengan fungsi ventrikel kiri pada infark miokard akut yang diberikan streptokinase. Dilakukan penelitian pada 24 pasien penderita IMA yang diberikan streptokinase dengan onset kurang dari 12 jam, terdiri dari laki-laki 22 orang (91, 8%) dan wanita 2 orang (8,28) dengan umur rata-rata 57,7 (SD 9,89) tahun. Pemeriksaan dilakukan terhadap waktu trombin dan kadar fibrinogen sebelum pemberian streptokinase dan 1 jam setelah selesai pemberian streptokinase. Didapatkan penurunan yang bermakna kadar fibrinogen dari 360,4 (SD 100,5) mg/dl menjadi 32, 10 (SD 7,52) Mg/d1 setelah pemberian dengan p < 0,001. Waktu trombin memanjang secara bermakna dari 12,95 (SD 1, 11) detik menjadi 51,5 (SD 23,9) detik setelah pemberian (p < 0,001) Terdapat hubungan antara waktu trombin setelah pemberian streptokinase dengan FEVK pada seluruh pasien infark, dengan r = 0, 42 dengan nilai kemaknaan p = 0,04 dan lebih bermakna pada pasien infark anterior, r = 0,59 p = 0,023. Berarti bahwa perpanjangan waktu trombin berhubungan secara bermakna dengan tingginya nilai FEVK walaupun hubungan tersebut tidak kuat. Sedangka untuk infark inferior hubungan tersebut r = 0,48 lemah namun p = 0,1 tidak bermakna. Terdapat hubungan lemah tidak bermakna antara variabel fibinogen dengan FEVK, dengan r = -0,18, p = 0,39. Tidak terdapat hubungan bermakna antara onset dengan perpanjangan waktu trombin (p=0, 36) dan tingginya nilai FEVK (p = 0,24). Kesimpulan: Perpanjangan waktu trombin 1 jam setelah pemberian streptokinase berhubungan secara bermakna dengan tingginya nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florence
"Ruptur septum ventrikel merupakan komplikasi mekanik yang jarang namun mengancam nyawa infark miokard akut. Operasi perbaikan ruptur merupakan tatalaksana utama. Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) direkomendasikan untuk dlakukan secara konkomitan untuk revaskularisasi jantung. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara tindakan konkomitan BPAK terhadap mortalitas pasca operasi perbaikan rupture septum ventrikel. Penelitian ini menggunakan metode studi potong lintang pada pasien terdiagnosis ruptur septum ventrikel pasca infark miokard yang menjalan operasi perbaikan ruptur dengan atau tanpa tindakan konkomitan BPAK di Unit Bedah Jantung Dewasa PJNHK sejak Januari 2018 hingga Desember 2023. Data yang diambil meliputi karakteristik pasien seperti umur, jenis kelamin, komorbiditas, fraksi ejeksi jantung kiri, status syok kardiogenik, dan lokasi ruptur septum ventrikel. Sebanyak tiga puluh empat pasien termasuk dalam kriteria penelitian. Tindakan konkomitan BPAK dilakukan pada 22 pasien (64,7%). Insidens kematian pasca operasi konkomitan BPAK lebih rendah dibandingkan kelompok pasien yang menjalani operasi perbaikan ruptur septum saja. Perhitungan multivariat menunjukkan bahwa operasi konkomitan BPAK memberikan efek protektif terhadap pasien pasca operasi (Adjusted OR 0,3, p = 0,167). Walaupun secara statistik tidak bermakna, fraksi ejeksi jantung kiri, status syok kardiogenik, dan lokasi ruptur septum ventrikel diasosiasikan dengan peningkatan mortalitas pasca operasi. Tindakan konkomitan BPAK diasosiasikan dengan mortalitas pasca operasi yang lebih rendah and memberikan efek protektif. Faktor preoperatif seperti fraksi ejeksi jantung kiri, status syok kardiogenik, dan lokasi rupture septum ventrikel memengaruhi mortalitas pasca operasi perbaikan septum ventrikel.

Post-infarction ventricular septal rupture (VSR) is a rare life-threatening complication of acute myocardial infarction (AMI). Surgical repair of VSR remains the treatment of choice. Concomitant CABG is recommended as an additional procedure as a way of revascularization. This study aims to investigate the association between concomitant CABG and early post-operative mortality in post-infarction VSR undergoing surgical repair. This is a retrospective cohort study which includes patients who underwent VSR surgical repair with and without concomitant CABG at the Adult Cardiac Surgery Unit, National Cardiovascular Center Harapan Kita from January 2018 to December 2023. Preoperative factors include preoperative left ventricular ejection fraction (LVEF), cardiogenic shock, location of rupture and concomitant CABG surgery. Post operative outcomes recorded were early mortality which includes in-hospital and thirty-day mortality. A total of thirty-four subjects were included in this study with 22 patients (64.7%) undergoing concomitant CABG. Incidence of mortality in patients undergoing concomitant CABG is lower than patients without CABG. Adjusted OR showed a slight protective effect of CABG towards post-operative mortality (Adjusted OR 0.3, p = 0.167). Although it is not statistically significant, preoperative LEVEF, preoperative cardiogenic shock, and location of rupture are also associated with post-operative mortality. In conclusion, VSR surgical repair in concomitant with CABG showed lower post-operative mortality and protective effect while preoperative LVEF, cardiogenic shock, location of rupture are associated with post-operative mortality in patients undergoing VSR surgical repair."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnul Khotimah
"MERS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Masalah kontrol optimal dari pengontrolan epidemi penyakit MERS dengan intervensi masker kesehatan (u1), kampanye kesehatan mengenai pentingnya masker kesehatan (u2) dan pengobatan (u3) bertujuan untuk meminimalkan jumlah individu yang terinfeksi MERS sembari meminimalkan biaya intervensi. Sistem optimalitas diperoleh dengan menggunakan prinsip Pontryagin dan diselesaikan secara numerik berdasarkan metode gradient descent.
Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa intervensi masker kesehatan, kampanye kesehatan, dan pengobatan yang bergantung terhadap waktu dapat mengurangi jumlah infeksi MERS secara signifikan. Strategi dalam mengontrol penyebaran penyakit MERS lebih baik jika mendahulukan strategi pencegahan endemik dari pada strategi penanggulangan. Hal ini ditunjukkan melalui nilai fungsi biaya pada strategi pencegahan hanya mencapai kurang lebih 10% dari biaya strategi penanggulangan.
Selain itu, jika terdapat keterbatasan biaya sedemikian sehingga jenis intervensi hanya diperbolehkan satu jenis (masker saja atau pengobatan saja), maka intervensi masker jauh lebih baik untuk diimplementasikan. Namun apabila endemik telah terjadi, intervensi masker harus tetap di implementasikan bersama dengan intervensi pengobatan agar endemik segera menurun.

MERS is an infectious disease caused by Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Optimal control problem of controlling epidemics of MERS disease with interventions of medical mask (u1), medical campaigns about importance of medical mask (u2) and supportive care (u3) aiming to minimize the number of individual infected MERS while minimizing the cost of intervention. The optimality system is derived using Pontryagin principle and then solved numerically using the gradient descent method.
The results from numerical simulation show that the intervention of medical mask, medical campaigns and supportive care depend on time will be suppressed number of MERS infection significantly. Strategy of controlling epidemics of MERS disease is better if prioritizing prevention strategy than reduction strategy. This is shown through the value of the cost function on prevention strategy only achieve approximately 10% of the cost reduction strategy.
In addition, if there are cost limitations such kind of intervention is allowed only one type (only mask or only supportive care), then intervention with medical mask is much better to be implemented. However, if the endemic has occurred, intervention of medical mask should be implemented with intervention of supportive care to make endemic immediately decline.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65499
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amna Muchtar
"ABSTRAK
Untuk melihat kadar magnesium dan kalium pada penderita infark miokard akut dan hubungannya dengan aritmia ventrikel yang terjadi, telah dilakukan penilitian terhadap 72 orang penderita infark miokard akut yang terdiri dari 68 orang laki-laki dan 4 orang wanita dalam periode 6 Bulan, yaitu sejak Januari 1988 s/d Juni 1988.
Sampel darah untuk pemeriksaan kadar magnesium dan kalium diambil pada waktu penderita sampai di rumah sakit, tidak lebih dari 24 jam pertama setelah nyeri dada tipikal. Aritmia ventrikel yang terjadi selama 48 Jam pertama perawatan diteliti. Kadar magnesium rata-rata pada hari pertama infark miokard akut 2,037 +/- 0,362 mg/dl. Hipomagnesemia terjadi 30,6% dari 72 orang penderita/ Kadar kalium rata-rata pada hari pertama infark miokard akut 3,664 +/- 0,366 mEq/l. Hipokalemia terjadi 22,2% dari 72 orang penderita. Terdapat frekwensi aritmia ventrikel yang lebih tinggi dan secara statistik berbeda bermakna (P<0,05) pada penderita infark miokard akut dengan hipokalemia. Kalium dan magnesium merupakan variabel-variabel yang secara bersama-sama mempunyai peranan dalam terjadinya aritmia ventrikel (P<0,02) dan juga secara sendiri-sendiri dimana kalium dengan P<0,01 dan magnesium P,0,02. Frekwensi aritmia ventrikel lebih tinggi bermakna pada penderita infark miokard akut dengan kadar magnesium <1,9 mg/dl dibandingkan dengan kadar magnesium . 1,9 mg/dl (59,1% : 31%), tetapi sebagian besar penderita (8 dari 13 orang) disertai dengan hipokalemia. Frekwensi aritmia ventrikel masih tinggi pada penderita infark miokard akut dengan kadar kalium normal rendah (3,5-3,9 mEq/l dan 58,6% penderita infark miokard akut mempunyai kadar kalium normal rendah.
Sebagai kesimpulan, pada hari pertama infark miokard akut didapatkan 30,6% hipomagnesemia dan 22,2% bipokalemia terdapat hubungan yang bermakna antara hipomagnesemia dengan terdapat hubungan yang bermakna antara hipomagnesemia dengan aritmia ventrikel. Frekwensi aritmia ventrikel masih relatif tinggi sesuai dengan kadar kalium normal rendah, sehingga tinggi sesuai dengan akdar kalium normal rendah, sehingga pemberian suplemen kalium dapat dipertimbangkan pada keadaan pemberian suplemen kalium dapat dipertimbangkan pada keadaan aritmia ventrikel dengan kadar kalium normal rendah.
Pemeriksaan kalium perlu dilakukan secara rutin. Bila terdapat aritmia ventrikel yang menetap dan kadar kalium normal, perlu dilakukan pemeriksaan magnesium.
Hipokalemia dan hipomagnesemia bukanlah merupakan faktor independen untuk terjadinya aritmia ventrikel, tapi merupakan faktor-faktor yang harus dikoreksi untuk memperkecilrisiko terjadinya aritmia ventrikel. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan untuk mencari sebab aritmia ventrikel pada penderita infark miokard akut adalah pemeriksaan kadar katekolamin dalam darah.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Putri Dewita
"Latar belakang : Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) memiliki angka mortalitas yang tinggi. Penatalaksanaan IMA-EST adalah intervensi koroner perkutan primer (IKPP) yang dapat membatasi ukuran infark dan menjaga fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK). FEVK merupakan prediktor morbiditas dan mortalitas utama setelah infark miokard akut. Disfungsi ventrikel kiri pasca IMA-EST dipengaruhi oleh remodeling ventrikel kiri dan perbaikannya dipengaruhi oleh kemampuan reverse remodeling miokard. Terdapat perbedaan pada kemampuan remodeling pada populasi dewasa muda dan usia tua. Belum ada data mengenai perbaikan FEVK pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP pada usia dewasa muda. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perbaikan nilai FEVK pasien IMA-EST setelah IKPP antara kelompok usia dewasa muda dengan usia tua. Metode : Sebuah penelitian kohort retrospektif dengan populasi penelitian kasus IMA-EST yang menjalani prosedur IKPP selama periode Juni 2015 sampai dengan Juni 2020 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Hasil : Dari 411 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, terdapat 259 pasien dengan FEVK dasar <50% yang selanjutnya dibandingkan perbaikan FEVK berdasarkan kelompok usia ≤55 tahun dan >55 tahun. Selisih perbaikan FEVK antara kedua kelompok usia tidak berbeda bermakna (p = 0.787). Dari 140 pasien yang mengalami perbaikan nilai FEVK proporsi pasien yang berusia ≤55 tahun adalah 53,6%. Pada analisa multivariat regresi logistik ditemukan variable independen yang berhubungan dengan perbaikan FEVK adalah nilai FEVK dasar yang rendah (OR 0,925:95% IK 0,890-0,962;p<0,0001).

Background : ST-elevation myocardial infarction (STEMI) is known to have high mortality rate with primary percutaneous coronary intervention (PPCI) is the treatment of choice that may limit the area of infarct and preserve left ventricular ejection fraction (LVEF). LVEF is the main predictor for morbidity and mortality in patients with STEMI. Left ventricular (LV) dysfunction in patients with STEMI occur due to LV remodelling and the myocardium reverse remodelling ability may improve LV function. It is believed there is a difference in the myocardium remodelling ability by age, yet there has been limited data regarding improvement of LVEF in young adults. Objective : This study aimed to identify the difference of LVEF recovery in STEMI patients following primary PCI between young adults and adults. Methods : This is a retrospective cohort study. Population of study were STEMI patients who underwent primary PCI during the period of June 2015 to July 2020 in National Cardiovascular Centre Harapan Kita Hospital. Results : 411 patients were included in the study, 259 of them had baseline LVEF <50%, which were divided into two groups of age, ≤55 years old and >55 years old. The difference of LVEF improvement between two groups is not significant (p = 0.787). 75 out of 140 (53.6%) patients with improved LVEF were from the ≤55 years old group. From multivariate logistic regression, the independent predictor of LVEF recovery was lower LVEF baseline (OR 0,925:95% CI 0,890-0,962; p<0,0001). Conclusion : There was no significant difference of LVEF improvement between young adults and adults following STEMI and PPCI."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan informasi bagaimana implementasi pendekatan pembelajaran berbasis tantangan untuk meningkatkan ketrampilan generik sains dan permahaman konsep IPA pada tema pemanasan global. Metode penelitian yang digunakan adalah pre-eksperiment dengan desain One-Group Pretest-Postest. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII dengan jumlah siswa 31 orang di salah satu SMP Negeri di Kab. Bandung Barat Propinsi Jawa Barat. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, tes keterampilan generik sains dan tes pemahaman konsep, serta skala sikap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi pendekatan pembelajaran berbasis tantangan pada tema Pemanasan Global dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan keterampilan generik sains siswa yang ditunjukkan dengan presentase nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk pemahaman konsep sebesar (0,44) (kategori sedang). Dan hasil analisis data skala sikap menunjukkan bahwa hampir semua siswa setuju terhadap implementasi pendekatan pembelajaran berbasis tantangan dengan prosentase persetujuan sebesar (83,49%). Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa implementasi pendekatan pembelajaran berbasis tantangan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan keterampilan generik sains siswa.
"
JURPEND 14:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Suputri
"Latar belakang: Remodeling jantung pasca Infark Miokard Akut (IMA-ST) dipercaya
sebagai penyebab masih tingginya angka komplikasi gagal jantung walaupun sudah
diberikan terapi standar dan tatalaksana revaskularisasi. Matriks ekstraseluler (EKM)
memiliki peranan penting dalam proses remodeling. Nekrosis miokard menyebabkan
peningkatan kadar matriks metalloproteinase (MMPs) yang akan mendegradasi EKM.
Berbagai studi eksperimental, menunjukkan bahwa inhibisi MMPs memberikan manfaat
pada proses remodeling. Doksisiklin merupakan penghambat MMPs poten yang telah
memberikan efek menjanjikan terhadap remodeling pada hewan coba dan uji klinis tidak
tersamar.
Tujuan: Mengetahui efek doksisiklin terhadap struktur dan fungsi ventrikel sebagai
penanda remodeling pada IMA-ST yang telah menjalani IKPP.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain uji klinis acak tersamar ganda. Pasien IMAST
dengan keterlibatan anterior atau Killip 2-3 dengan onset kurang dari 12 jam yang
menjalani IKPP terbagi secara acak pada grup Doksisiklin (2x100 mg tablet selama 7
hari) sebagai terapi tambahan dari standar tatalaksana dan grup kontrol. Pemeriksaan
ekokardiografi dasar pada saat awal perawatan segera setelah IKPP. Ekokardiografi
evaluasi dilaksanakan pada bulan ke 4.
Hasil: Terdapat 134 subjek yang masuk dalam penelitian ini. Setelah evaluasi lanjutan,
terdapat 8 pasien drop out pada masing-masing grup karena meninggal dan lost to follow
up 58 subjek masuk dalam Grup Doksisiklin dan 60 subjek Grup Kontrol. Karakteristik
demografis dan klinis kedua grup homogen. Parameter ekokardiografi menunjukkan
adanya peningkatan Left Ventricle End-Diastolic Volume Index (D LVEDVi) yang lebih
rendah dibandingkan grup kontrol (9,2 (-21-45) mL/m2 vs 16 (-13-62) mL/m2,
p=0,008). Selain itu, fungsi fraksi ejeksi (DLVEF) mengalami peningkatan pada grup
Doksisiklin (2,36 ± 8,5 vs -2,6 ± 8,4; p 0,005). Persentase Adverse Remodeling lebih
sedikit pada grup Doksisiklin. Rentang perbaikan Global Longitudinal Strain (DGLS)
lebih besar pada grup Doksisiklin, walaupun statistik tidak bermakna. Angka
rehospitalisasi tidak berbeda bermakna pada kedua grup.
Kesimpulan: Doksisiklin memberikan efek perbaikan terhadap struktur dan fungsi
ventrikel kiri pada pasien IMA-ST yang telah menjalani IKPP

Background: Cardiac remodeling after acute myocardial infarction with ST elevation
(STEMI) had been proved as the cause of the increased of heart failure complications
despite standard therapy and revascularization management. Extra cellular matrix (ECM)
has an important role in the remodeling process. Myocardial necrosis causes increased
levels of matrix metalloproteinase (MMPs) which will degrade ECM. Various
experimental studies, showed that MMPs inhibition provides benefits in the remodeling
process. Doxycycline is a potential MMPs inhibitor that has a promising effect on
remodeling in experimental animals and clinical trials.
Objective: To determine the effect of doxycycline on the structure and function of
ventricles as a remodeling marker in STEMI that had undergone Primary Percutaneous
Coronary Intervention (PPCI)
Methods: We conducted a double-blind randomized control trial. Patients with STEMI
anterior or with Killip class 2-3 with onset of less than 12 hours undergoing PPCI were
randomly assigned to the group that receiving Doxycycline (100 mg b.i.d for 7 days) as
adjunctive therapy from standard management and the group without adjunct therapy. An
initial echocardiographic examination was done after PPCI. Further evaluation was held
in 4 months after PPCI with an echocardiographic examination, which will be compared
between the initial examination and the evaluation.
Results: There were 134 subjects included in this study. After further evaluation, there
were 8 patients drop out due to death and lost to follow up. Doxycycline group has 58
and 60 subjects in Control group. Demographic and clinical characteristics of both groups
are homogeneous. Echocardiographic parameters showed change in Left Ventricle End-Diastolic Volume Index (D LVEDVi) significantly lower in Doxycycline group (9.2 (-21-45) mL/m2 vs. 16 (-13-62) mL/m2, p 0.008). In addition, the change of ejection
fraction (D LVEF) increased in the doxycycline group (2.36 ± 8.5 vs -2.6 ± 8.4, p
0.005).The percentage of Adverse Remodeling is smaller in the Doxycycline group (70%
vs 83%) and the range of D Global Longitudinal Strain (DGLS) is greater in Doxycycline
group, although both not statistically significant. Rehospitalization was not significantly
different between two groups.
Conclusion: Doxycycline had effect in improving structure and function of the left
ventricle in STEMI patients who have undergone PPCI"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryadi
"Menyikapi tuntutan masyarakat pada era reformasi yang menghendaki pelayanan prima yang diberikan Ditjen Imigrasi serta dalam mengantisipasi AFTA yang hampir dapat dikatakan tiada batas negara dalam dunia perdagangan maupun mobilitas manusia, dimana keberadaan tempat pemeriksaan imigrasi sebagai pintu gerbang Negara Indonesia sangat penting guna menunjang serta menyukseskan pembangunan nasional. Untuk melihat dan mengetahui sejauhmana pemerintah cq Direktorat Jenderal Imigrasi melalui unit pelaksana teknis yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia turut berperan aktif dalam hal pelayanan ijin masuk/mendatangkan orang asing sebanyak-banyaknya ke Indonesia sebagai kontribusinya bagi pembangunan nasional.
Penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas pelayanan ijin masuk Bebas Visa Kunjungan Singkat pada Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta dengan menggunakan konsep Service Quality serta menganalisis tingkat kesesuaian antara tingkat harapan penerima layanan dengan kinerja yang telah dicapai oleh Ditjen Imigrasi. Di samping itu juga ingin mengetahui tingkat perbedaan harapan penerima layanan terhadap kelima dimensi kualitas pelayanan.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan terdiri dan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner, wawancara mendalam dengan informan dan pengamatan langsung (observasi). Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumentasi. Analisis data yang terkumpul dan kuesioner dilakukan dengan menggunakan Importance Performance Analysis serta perhitungan statistik chi-kuadrat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 67,8 % penerima layanan menilai kinerja pejabat Imigrasi sudah baik dengan tingkat kesesuaian antara harapan penerima layanan dan pelaksanaan kinerja rata-rata sebesar 98,71 %. Hasil statistik menunjukkan tidak ada perbedaan penilaian penerima layanan terhadap kelima dimensi ServQual. Dalam menyiapkan diri menghadapi tuntutan stakeholder-nya, Hasil penelitian ini secara teoritis bermanfaat bagi berbagai pihak di kantor Ditjen Imigrasi khususnya unit Tempat Pemeriksaan Imigrasi Soekarno-Hatta untuk dijadikan sebagai bahan kajian/referensi dalam melakukan penelitian lanjutan, dalam rangka mengantisipasi perkembangan masyarakat dunia agar Visi dan Misi Ditjen Imigrasi dapat menunjang pembangunan nasional namun dalam cakupan unit analisis yang lebih luas dan komprehensif. Secara praktis diharapkan menjadi masukan bagi Ditjen Imigrasi dalam menyusun strategi pengambilan keputusan mengenai peningkatan kualitas pelayanan dan kinerjanya dengan memperhatikan dimensi dan aspek-aspek kualitas pelayanan yang dianggap penting dan oleh stake holder-nya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rista Sari
"Program Raskin adalah Program Pemerintah untuk membantu masyarakat yang miskin dan rawan pangan agar mereka mendapat beras murah untuk kebutuhan rumah tangganya. Program Beras Miskin untuk Rumah Tangga Miskin hingga kini masih memunculkan beberapa permasalahan diantaranya adalah pendistribusian belum tepat sasaran belum tepat jumlah dan belum tepat waktu sehingga kurang bermanfaat bagi penerima. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan implementasi Program Raskin di Kelurahan Bantargebang Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi mempetakan kendala kendala yang dialami dalam pelaksanaan Program Raskin dan menyarankan upaya pengelolaan Program Raskin ke depan yang lebih baik.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Post Positivist. Penggunaan pendekatan ini dikarenakan dalam pendekatannya menggunakan pendekatan kuantitatif sedangkan dalam teknik pengumpulan datanya menggunakan metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pentargetan ditemui adanya kesalahan sasaran meskipun dalam tingkat yang relatif rendah. Hal ini terindikasi dari adanya rumah tangga tidak miskin yang menjadi penerima Raskin dan adanya rumah tangga miskin yang belum menjadi penerima. Untuk konsep pengelolaan ke depan mengadakan sensus rumah tangga untuk mengumpulkan data sosial ekonomi rumah tangga termasuk struktur demografi dan karakteristik rumah tangga yang selanjutnya dipergunakan sebagai informasi dasar untuk melakukan analisis diskriminan guna memisahkan penduduk miskin dengan penduduk bukan miskin

Raskin Program is a government program to help the poor and food insecurity so that they get cheap rice for their household needs The Rice for Poor Program up to now already have some problems amongother things are the distribution fell wide of the mark unprecisely and unschedule so that make less be of benefit to receiver. Intention of this research are to describe the distribution of Rice for Poor Program In Kelurahan Bantargebang Kecamatan Bantargebang at Bekasi City to mapping natural constraints in The Rice for Poor execution and suggest the management effort Rice for Poor Program to make it better forwards.
The approach used in this research using post positivist method. The use of this approach because the approach uses a quantitative approach while the data collection technique using qualitative methods.
Result of this research is to indicate that in goals meet the existence of misstargeting though in storey This matter indication from existence of domestic is leakage and undercoverage. For the concept of management forwards performing a census to collect the data of social economics inclusive structure of demography and domestic characteristic on utilized as information basis for the analysis to dissociate the impecunious resident with the non impecunious."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52369
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelly Christy
"ABSTRAK
Latar belakang: Prosedur Cox-Maze IV merupakan standar baku emas dalam terapi fibrilasi atrium (FA) secara ablasi bedah dengan keberhasilan yang tinggi. Konversi dari FA menjadi irama sinus diharapkan mengurangi komplikasi akibat dari FA, yaitu risiko terjadinya tromboemboli termasuk gagal jantung. Prosedur yang kompleks dan lama, yang menambah beban operasi, menjadi pertimbangan dokter bedah untuk melakukan tindakan ini terutama pada pasien risiko tinggi. Penelitian ini untuk menilai peran irama jantung pascaoperasi Concomitant Cox-Maze IV, serta faktor-faktor lain yang berhubungan terhadap perubahan fungsi jantung kiri.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional. Pasien dengan penyakit katup mitral dan fibrilasi atrium diperiode Januari 2012 sampai Desember 2017 dilakukan operasi katup mitral dan Cox-maze IV menggunakan single clamp radio frekuensi. Kemudian dievaluasi peran irama jantung pascaoperasi serta faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan perubahan fungsi jantung kiri.
Hasil: Total subjek adalah 73 subjek. Keberhasilan Concomitant Cox-Maze IV dengan menggunakan single clamp radio frekuensi di RS Jantung Harapan Kita mencapai 86,3%. Irama jantung pascaoperasi, baik irama sinus maupun tetap FA, juga tidak mempunyai hubungan terhadap perubahan EF (nilai p 0,792). Kelainan fungsi katup mitral (stenosis dan regurgitasi) sebelum operasi merupakan faktor yang berperan dalam perubahan EF pascaoperasi (nilai p 0,01). Berdasarkan derajat disfungsi ventrikel sebelum operasi terdapat perubahan EF bermakna (nilai p <0,0001). Pada kelompok disfungsi ventrikel kiri yang sedang (EF 36% - 45%), terdapat perbaikan EF menjadi normal, yaitu dari 43,17% ke 61,5%. Perbaikan EF lebih baik pada stenosis mitral dengan disfungsi ventrikel kiri sedang yang kembali menjadi irama sinus pascaoperasi yaitu dari 43,3 ± 2,9% ke 64 ± 10,9% dibandingkan yang tetap irama FA 42% ke 49%.
Simpulan: Irama jantung pascaoperasi concomitant Cox-Maze IV dengan metode single clamp radio frekuensi tidak mempunyai hubungan terhadap fraksi ejeksi ventrikel kiri secara statistik. Prosedur ini lebih memberi manfaat yang lebih berarti dalam perbaikan fungsi ventrikel pada fraksi ejeksi yang rendah terutama pada stenosis mitral.

ABSTRACT
Background: The Cox-Maze IV procedure is the gold standard in the treatment for atrial fibrillation (AF) by surgical ablation with high of success rate. Conversion of AF into sinus rhythm is expected to reduce complications resulting from FA, such as the risk of thromboembolism and heart failure. Complex and lengthy procedures especially in high-risk patients, which add to the burden of surgery, are considered by surgeons to perform this procedure. This study was to assess the role of postoperative heart rhythm Concomitant Cox-Maze IV, as well as other factors related to changes in left heart function.
Methods: The study design was cross sectional. Patients with mitral valve disease and atrial fibrillation in the period January 2012 to December 2017 performed mitral valve and Cox-maze IV surgery using a single radio frequency clamp. The role of postoperative heart rhythm and the factors that can be related to changes in left heart function were then evaluated.
Results: Total number of subjects were 73 subjects. The success of the concomitant Cox-Maze IV by using a single frequency radio clamp at Harapan Kita Heart Hospital reached 86.3%. Postoperative heart rhythms, both sinus rhythm and AF, showed no relationship with EF changes (p value 0.792). Mitral valve dysfunction (stenosis and regurgitation) before surgery is a factor that plays a role in changes in postoperative EF (p value 0.01). Based on the degree of ventricular dysfunction before surgery, there was a significant change in EF (p value <0.0001). There was an improvement in EF to normal in the group of moderate left ventricular dysfunction (EF 36% - 45%), ie from 43.17% to 61.5%. Improved EF was better in mitral stenosis with moderate left ventricular dysfunction returning to postoperative sinus rhythm, from 43.3 ± 2.9% to 64 ± 10.9% compared to those that remained in AF 42% to 49%.
Conclusion: Postoperative heart rhythm after concomitant Cox-Maze IV with single frequency radio clamp method has no statistically significant relationship to the left ventricular ejection fraction. This procedure has more significant benefits in improving ventricular function in low ejection fractions, especially in mitral stenosis."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>