Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193892 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Wijayanti Permatasari
"Latar Belakang: Antimicrobial Resistance (AMR) merupakan ancaman serius bidang kesehatan diseluruh dunia yang menjadi salah satu penyebab kematian. Patogen E. coli dan K. pneumoniae penyebab Infeksi Intra Abdominal (IAI) terbanyak dikhawatirkan memiliki resistan terhadap antibiotik aminoglikosida. Penggunaan antibiotik aminoglikosida (gentamisin dan amikasin) rutin dipakai sebagai terapi pasien IAI di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pentingnya diketahuai data karakteristik resistan aminoglikosida pada E. coli dan K.pneumonia penyebab IAI di Indonesia sebagai panduan untuk mencegah penyebaran gen resistan antibiotik melalui penggunaan antibiotik yang bijak di komunitas dan lingkungan rumah sakit. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang observasional analitik untuk mengetahui karakteristik fenotip dan genotip resistan aminoglikosida pada bakteri Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae sebagai patogen penyebab terbanyak IAI, dan pengaruhnya terhadap luaran klinis pembedahan digestif di RSCM. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu semua isolat tersimpan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) FKUI dari pasien IAI yang dilakukan pembedahan di RSCM pada Januari tahun 2019 hingga Desember 2020 yang mendapat peretujuan penelitian dan memiliki berkas rekam medik. Penelitian ini akan dilakukan di LMK dan RSCM Jakarta pada tahun 2022-2023. Hasil Penelitian: Hasil studi dari 63 subjek penelitian didapatkan 79 isolat yang dianalisis. Teridentifikasi 57 isolat E. coli dan 22 isolat K. pneumoniae. Penelitian tersebut didapatkan E. coli resistan gentamisin 45,6% dan resistan amikasin 1,7% sedangkan K. pneumoniae resistan gentamisin 45,4% , resistan amikasin 27,3%. Prevalensi gen armA ditemukan lebih banyak pada isolat E. coli (3,9%) maupun K. pneumoniae (20%) peka amikasin . Luaran klinis pasien terinfeksi E. coli resistan aminoglikosida yang meninggal 14,81% sedangkan pasien terinfeksi K. pneumoniae resistan aminoglikosida yang meninggal 12,5%. Faktor risiko yang bermakna terhadap luaran klinis adalah usia (p = 0,003), dan tidak ada hubungan bermakna E. coli dan K. pneumoniae resistan aminoglikosida penyebab IAI terhadap luaran klinis pasien.

Background: Antimicrobial Resistance (AMR) is a serious threat to health worldwide and one of the leading causes of death. The pathogens E. coli and K. pneumoniae that cause most Intra Abdominal Infections (IAI) are feared to be resistant to aminoglycoside antibiotics. The use of aminoglycoside antibiotics (gentamicin and amikacin) is routinely used as therapy for IAI patients at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM). It is important to know data on the characteristics of aminoglycoside-resistant E. coli and K. pneumoniae causing IAI in Indonesia as a guide to preventing the spread of antibiotic-resistant genes through the wise use of antibiotics in the community and hospital environment. Methods: This study used an analytic observational cross-sectional design to determine the phenotypic and genotypic characteristics of aminoglycoside resistance in E. coli and K. pneumoniae bacteria as the most causative pathogens of IAI, and its effect on clinical outcomes of digestive surgery in RSCM. Samples are those that meet the inclusion criteria, namely all isolates stored in the FKUI Clinical Microbiology Laboratory (LMK) from IAI patients who underwent surgery at RSCM from January 2019 to December 2020, who received research approval and had medical record files. This study will be conducted at LMK and RSCM Jakarta in 2022-2023. Research Results: The study results from 63 research subjects obtained 79 isolates analyzed identified 57 isolates of E. coli and 22 isolates of K. pneumoniae. The study obtained gentamicin-resistant E. coli at 45.6% and amikacin-resistant at 1.7% while K. pneumoniae at 45,4% gentamicin resistant amikacin-resistant at 27,3%. The prevalence of the armA gene was found to be higher in amikacin sensitive E. coli (3.9%) and K. pneumoniae (20%) isolates. Clinical outcomes of patients infected with aminoglycoside resistant E. coli caused 14.81% of patients to die while those infected with aminoglycoside resistant K. pneumonia caused 12.5% of patients to die. The significant risk factor for clinical outcomes was age (p = 0.003), and there was no significant association between aminoglycoside resistant E. coli and K. pneumoniae causing IAI with the clinical outcomes of patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Delly Chipta Lestari
"Bakteri multi-resisten antibiotik [multidrug-resistant (MDR)] saat ini menjadi perhatian di seluruh dunia, terutama pada Klebsiella pneumoniae penghasil enzim beta laktamase. Di Indonesia, data mengenai Klebsiella pneumoniae MDR belum tersedia. Penelitian ini bersifat restrospektif untuk mengidentifikasi Klebsiella pneumoniae MDR penghasil enzim beta laktamase (ESBL, AmpC, dan karbapenemase), mengidentifikasi gen penyandi sifat resisten pada isolat yang resisten karbapenem, menganalisis faktor risiko dan menilai luaran klinis pasien yang terinfeksi oleh bakteri tersebut. Penelitian dilakukan di ICU RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011.
Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL 76%, penghasil AmpC 0%, dan penghasil karbapenemase adalah 43%. Ditemukan 1 isolat dengan penyandi gen resinten pada karbapenem yaitu NDM-1. Faktor risiko pasien yang berhubungan dengan infeksi oleh Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL adalah penggunaan CVC. Infeksi oleh Klebsiella pneumoniae penghasil enzim beta laktamase dapat memengaruhi lama rawat pasien di ICU dengan selisih lama rawat 11 hari dan effect size d = 0,4 (efek kecil hingga sedang). Infeksi oleh Klebsiella pneumoniae penghasil enzim beta laktamase dapat memengaruhi luaran klinis pasien meskipun dengan efek kecil (ES d = 0,2).

Multidrug-resistant organisms (MDRO) are being public health concern worldwide, especially for beta-lactamase producing Klebsiella pneumoniae. There is no data about multidrug-resistant Klebsiella pneumoniae in Indonesia yet. In this restrospective study we identified beta-lactamase producing Klebsiella pneumoniae (ESBL, AmpC, and carbapenemase), identified resistance encoding genes on carbapenem resistant isolates, analysed risk factors and patient?s outcomes. This study conducted in intensive care unit Cipto Mangunkusumo Hopital during 2011.
Study results found 76% isolates are ESBL producing, 0% are AmpC producing, and 43% are carbapenemase producing. We found 1 isolate contain gene that encoded resistance on carbapenem resistant, namely NDM-1. Risk factor that have correlation with ESBL producing is the use of central venous catheter. Infection due to beta-lactamase producing Klebsiella pneumoniae could influence length of stay at ICU (11 days longer) and effect size (ES) d = 0,4 (low to medium effect). Infection due to beta-lactamase producing Klebsiella pneumoniae also could influence patient?s outcome although with low effect (ES d = 0,2).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Glory Gelarich
"Resistensi antibiotik merupakan masalah utama yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau transfer gen horizontal yang membawa gen resisten dari satu bakteri ke bakteri lainnya. Rumah sakit merupakan sumber penularan dan penyebaran bakteri pembawa gen resisten antibiotik (ARG) serta sumber senyawa antibiotik yang tinggi sehingga merupakan reservoir utama dan tempat sempurna untuk transfer gen resisten antibiotik yang menyebabkan bakteri berkembang menjadi Multi-drug resistance (MDR). Klebsiella pneumoniae merupakan salah satu bakteri batang gram negatif yang sering ditemukan pada air limbah. Hal ini terkait dengan tingginya prevalensi infeksi yang disebabkan oleh patogen ini. Berbagai gen seperti blaNDM dan blaTEM pada K. pneumoniae meningkat pada air limbah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi K. pneumoniae dan gen resistensi pengkode ESBL (blaTEM) dan carbapenemase (blaNDM) pada air limbah rumah sakit untuk mendapatkan data primer Antimicrobial Resistance (AMR) di lingkungan yang pertama di Indonesia. Metode deteksi gen resisten yang dikembangkan menggunakan singleplex Real-Time PCR berbasis SYBR Green dan multiplex Real-Time PCR berbasis probe. Hasil dianalisis untuk pemeriksaan kuantitatif secara absolut dan relatif. Penelitian ini menggunakan 24 sampel air limbah berasal dari inlet dan outlet. Dengan menggunakan kedua metode, semua gen dapat terdeteksi pada sampel inlet. Namun pada sampel outlet ditemukan blaNDM dan blaTEM pada singleplex tetapi tidak terdeteksi pada multiplex PCR dan beberapa blaNDM juga dapat terdeteksi pada multiplex namun tidak terdeteksi pada singleplex PCR. Berdasarkan hasil, dapat disimpulkan bahwa deteksi gen resisten menggunakan singleplex lebih sensitif dibandingkan dengan multiplex PCR. Selain itu, proses pengerjaan seperti pipetting dan konsentrasi komponen PCR harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi hasil pengujian.

Antibiotic resistance is a major problem caused by various factors, such as inappropriate use of antibiotics or horizontal gene transfer that carries resistance genes from one bacterium to another. Hospitals are a source of transmission and spread of bacteria that carry antibiotic resistance genes (ARGs) and are high sources of antibiotic compounds so that they are the main reservoir and perfect place for the transfer of antibiotic-resistant genes that cause bacteria to develop into Multi-drug resistance (MDR). Klebsiella pneumoniae is one of the bacilli gram-negative bacteria that is often found in wastewater. This is related to the high prevalence of infections caused by this pathogen. Various genes such as blaNDM and blaTEM in K. pneumoniae were increased in wastewater. This study aims to detect K. pneumoniae and resistance genes encoding ESBL (blaTEM) and carbapenemase (blaNDM) in hospital wastewater to obtain primary data on Antimicrobial Resistance (AMR) in the first environment in Indonesia. The resistance gene detection method was developed using singleplex Real-Time PCR based on SYBR Green and multiplex Real-Time PCR based on probe. The results were analyzed for quantitative examination in absolute and relative terms. This study used 24 samples of wastewater from the inlet and outlet. Using both methods, all genes could be detected in the inlet sample. However, in the outlet samples, blaNDM and blaTEM were found in singleplex but not detected in multiplex PCR and some blaNDM could also be detected in multiplex but not detected in singleplex PCR. Based on the results, it can be concluded that the detection of resistance genes using singleplex is more sensitive than multiplex PCR. In addition, processing processes such as pipetting and the concentration of PCR components must be considered because they can affect the test results."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valencia Jane
"ABSTRACT
Latar Belakang: Organisme yang memproduksi ESBL merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Salah satu organisme yang paling sering yang menghasilkan ESBL yaitu Escherichia coli E.coli . Bakteri yang memproduksi ESBL lebih resisten terhadap antibiotik dan mengakibatkan infeksi menjadi lebih sulit untuk diobati. Di Indonesia, tidak banyak data yang memadai mengenai prevalensi E. coli yang memproduksi ESBL, terutama di Jakarta.Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memberikan laporan terkini tentang munculnya E. coli yang memproduksi ESBL di Indonesia.Metode: Isolat E. coli diambil dari berbagai sampel klinis pasien yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik, Universitas Indonesia pada tahun 2009-2014. Jenis data isolat yang digunakan berupa data sekunder mengenai kerentanan E. coli terhadap beberapa antimikroba. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 20 untuk melihat kemungkinan terdapatnya kenaikan atau penurunan prevalensi E. coli penghasil ESBL yang terjadi secara signifikan.Hasil: Dari total 471 isolat E. coli, 56 11.9 merupakan E. coli penghasil ESBL. Prevalensi E. coli yang memproduksi ESBL menunjukkan kecenderungan menurun setiap tahun dari tahun 2009 sampai 2014, kecuali tahun 2012-2014, terdapat sedikit peningkatan. Namun secara statistik, penurunan atau kenaikan prevalensi tersebut, secara statistik tidak bermakna dengan p>0.05. Prevalensi E.coli yang memproduksi ESBL pada tahun 2009-2014 berturut-turut 19.1 , 21.2 , 6.9 , 5.4 , 7.56 , dan 8 .Kesimpulan:Terjadi penurunan prevalensi Escherichia coli yang memproduksi ESBL pada tahun 2009-2014, namun hasilnya tidak signifikan secara statistik. Kata kunci: E. coli, Extended-spectrum beta-lactamases, Indonesia.

ABSTRACT
Background ESBL producing organism has been a public health concern in the entire world. One of the most prevalent organisms that produce ESBL is Escherichia coli E.coli . The production of ESBL has made bacteria to be more resistant to antibiotics and therefore make infections harder to treat. In Indonesia, there is not many adequate data regarding prevalence of ESBL producing E. coli, especially in Jakarta. The aim of this research is to provide an updated report about the emergence of ESBL producing E. coli in Indonesia.Method E. coli isolates are obtained from many clinical samples of patients obtained from Clinical Microbiology Laboratory, Universitas Indonesia from 2009 2014. The isolates data was obtained as a secondary data that has been tested for its antimicrobial susceptibility. The data was analyzed using SPSS version 20 to see whether the increase or decrease was statistically significant.Results From a total of 471 E. coli isolates, 56 11.9 are identified as ESBL producing E. coli. The prevalence of positive ESBL producing E. coli decreased each year from 2009 to 2014, except for 2012 to 2014 where there is a slight increase. However, the decrease or increase of the prevalence was not statistically different p 0,05 . This p value illustrated that the change in prevalence was not significant from year to year. The prevalence of ESBL producing E. colifrom 2009 to 2014 was 19.1 , 21.2 , 6.9 , 5.4 , 7.56 , and 8 respectively.Conclusion There has been a decrease in the prevalence of ESBL producing Escherichia coli from 2009 2014. However, the result is statistically insignificant. "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Koven
"[ABSTRAK
Penggunaan antibiotik secara sembarangan telah menyebabkan berkembangnya bakteri resisten antibiotik. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dicurigai sebagai pusat penyebaran bakteri resisten antibiotik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh IPAL Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo terhadap resistensi E. coli pada antibiotik Meropenem, Ciprofloxacin, dan Cefixime dengan menggunakan metode Kirby Bauer. IPAL menggunakan lumpur aktif, filtrasi dengan media polistiren, dan klorinasi untuk mengolah air limbah rumah sakit tersebut.
Persen resistensi E. coli terhadap Meropenem, Ciprofloxacin, dan Cefixime adalah 6,25%; 62,13%; dan 62,87%. Di influen IPAL terdapat sebanyak 4.6x104 CFU E. coli, dengan persen resistensi Meropenem 3,8%; Ciprofloxacin 53,8%; dan Cefixime 56,3%; sementara efluen IPAL terdapat sebanyak 1.3x103 CFU E. coli dengan persen resistensi Meropenem 20%; Ciprofloxacin 60%; dan Cefixime 80%. Disimpulkan bahwa proses di IPAL RSCM meningkatkan jumlah bakteri resisten E. coli. Resisten terhadap Meropenem, yaitu antibiotik kelas Carbapenem yang biasa digunakan untuk melawan bakteri resisten, telah mulai berkembang.
ABSTRACT
The abasement uses of antibiotic have encouraged antibiotic resistant bacteria to develop. Wastewater treatment plant (WWTP) is believed to be the hotspot for the dissemination of antibiotic resistant bacteria. This research is conducted to know the effect of WWTP in Dr. Cipto Mangunkusumo hospital to the resistance profile of E. coli toward three antibiotics, Meropenem, Ciprofloxacin, and Cefixime using Kirby Bauer method. The WWTP apply activated sludge, polystyrene filtration, and chlorination treatment process to treat the hospital wastewater.
Overall, E. coli resistance against Meropenem, Ciprofloxacin, and Cefixime are 6,25%; 62,13%; dan 62,87%. respectively. Raw wastewater has 4.6x104 CFU E. coli, with resistance profile Meropenem 3.8%; Ciprofloxacin 53.8%; and Cefixime 56.3%; while treated wastewater has resistance profile Meropenem 20%; Ciprofloxacin 60%; and Cefixime 80% respectively for 1.3x103 CFU E. coli. WWTP in Dr. Cipto Mangunkusumo hospital has found to increase the percentage of antibiotic resistant E. coli. E. coli begins to resist Meropenem, the Carbapenem class antibiotic known for its effectiveness in dealing resistant antibiotic.
, The abasement uses of antibiotic have encouraged antibiotic resistant bacteria to develop. Wastewater treatment plant (WWTP) is believed to be the hotspot for the dissemination of antibiotic resistant bacteria. This research is conducted to know the effect of WWTP in Dr. Cipto Mangunkusumo hospital to the resistance profile of E. coli toward three antibiotics, Meropenem, Ciprofloxacin, and Cefixime using Kirby Bauer method. The WWTP apply activated sludge, polystyrene filtration, and chlorination treatment process to treat the hospital wastewater.
Overall, E. coli resistance against Meropenem, Ciprofloxacin, and Cefixime are 6,25%; 62,13%; dan 62,87%. respectively. Raw wastewater has 4.6x104 CFU E. coli, with resistance profile Meropenem 3.8%; Ciprofloxacin 53.8%; and Cefixime 56.3%; while treated wastewater has resistance profile Meropenem 20%; Ciprofloxacin 60%; and Cefixime 80% respectively for 1.3x103 CFU E. coli. WWTP in Dr. Cipto Mangunkusumo hospital has found to increase the percentage of antibiotic resistant E. coli. E. coli begins to resist Meropenem, the Carbapenem class antibiotic known for its effectiveness in dealing resistant antibiotic.
]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S61626
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ramdhani Yassien
"Sepsis neonatorum masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatus di seluruh dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Klebsiella pneumoniae dalam beberapa tahun terakhir tidak hanya muncul sebagai patogen terbanyak penyebab sepsis, namun juga menimbulkan masalah lain berupa resistensi antibiotik. Klebsiella pneumonia merupakan mikroorganisme penyebab infeksi terbanyak di ruang perinatologi RS Cipto Mangukusumo (RSCM) selama tahun 2018 yaitu sebesar 16,2%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang memengaruhi mortalitas pada pasien sepsis neonatorum yang terinfeksi K. pneumoniae. Studi kohort retrospektif dilakukan terhadap 174 pasien di unit perinatologi RSCM dengan diagnosis sepsis neonatorum dengan hasil kultur positif terhadap isolat K. pneumoniae sejak Januari 2017 - Oktober 2020. Karakteristik demografi, riwayat tata laksana, serta antibiogram diambil dari rekam medis. Penelitian ini mendapatkan proporsi mortalitas pada neonatus yang terinfeksi K. pneumoniae di RSCM sebesar 71,8%. Karakteristik neonatus yang terinfeksi K. pneumonia pada kelompok yang meninggal mayoritas memiliki usia gestasi kurang bulan, berat lahir rendah, dan dirawat lebih dari tujuh hari. Tindakan medis yang diperoleh antara lain mendapatkan nutrisi parenteral total, ventilasi mekanis dan kateter vena sentral lebih dari 14 hari, memiliki riwayat penggunaan vasopressor dan antibiotik karbapenem sebelumnya. Analisis pola sensitivitas antibiotik menunjukkan bahwa antibiotik yang paling sensitif terhadap K. pneumoniae adalah kolistin (90,9%), fosfomisin (75%), dan doripenem (65,7%). Dari analisis bivariat, hanya riwayat penggunaan vasopressor yang secara statistik bermakna terhadap mortalitas pada neonatus yang terinfeksi oleh K. pneumoniae (p<0,001; OR=5,0; IK95%=2,2-11,3). Analisis multivariat menunjukkan faktor risiko independen terhadap mortalitas pada neonatus yang terinfeksi oleh K. pneumoniae adalah berat lahir rendah (p=0,008; OR=3,6; IK95%=1,4-9,1).

Neonatal sepsis remains the leading cause of neonatal morbidity and mortality worldwide, especially in developing countries including Indonesia. Klebsiella pneumoniae in recent years has emerged not only as the most common pathogen causing sepsis but also causing a drug resistance problem. In 2018, Klebsiella pneumoniae caused 16.2% infection in perinatology unit Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH). This study is aimed to determine the risk factors that affect mortality in neonatal sepsis due to K. pneumoniae infection. A retrospective cohort study was done to 174 patients in perinatology unit of CMH with diagnosis of neonatal sepsis with positive culture result to K. pneumonia isolates during January 2017 - October 2020. Demographic characteristics, history of treatment, and antibiograms were obtained from medical records. This study found the proportion of mortality in neonates infected by K. pneumoniae at CMH was 71.8%. The majority of subjects who died to K. pneumoniae infection were born premature, had low birth weight, and were treated for more than seven days. They also received total parenteral nutrition, mechanical ventilation, and central venous catheter for more than 14 days, had history of using vasopressors and a recent carbapenem antibiotic. Analysis of antibiotic sensitivity patterns showed that the antibiotics most sensitive to K. pneumoniae were colistin (90.9%), fosfomycin (75%) and doripenem (65.7%). However, bivariate analysis showed that only history of vasopressor administration is statistically significant related to mortality due to K. pneumonia infection (p<0.001; OR=5.0; 95%CI=2.2-11.3). Multivariate analysis showed that the independent risk factor for mortality in infected neonates was the low birth weight group (p=0.008; OR=3,6; 95% CI=1.4-9.1)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhardiman
"Cakupan pelayanan air minum di Indonesia masih rendah, hanya 40% masyarakat di perkotaan dan kurang dari 30% masyarakat pedesaan yang tersambung dengan jaringan air minum PDAM. Data kualitas air bcrsih di Kota Tangerang dari tahun 2004-2006 menunjukkan penurunan kuaiitas kimia rnaupun bakteriologis. Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu penyakit seperti diare, melalui kumau-kurnan yang ditularkan lewat jalur air (waier borne disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air (water washed disease). Di Kota Tangerang tahun 2005 diarc mencrnpati urutan ketiga untuk golongan urnur 1-4 tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi diare adalah lingkungan, status gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat.
Tujuan penclitian ini untuk rnelihat apakah kejadian diare pada balita disebabkan oleh karena kualitas air minum yang secara bakteriologis tidak memenuhi syarat dcngan mnnggunakan desain penelitian kasus kontrol. Unit analisis penelitian ini adalah balita usia 9-59 bulan dengan total hesar sampel untuk kasus dan kontrol adalah 250. Teknik pengambilan sampel secara quota, dimana dari 25 Puskesmas yang ada setiap Puskesmas hanya diarnbil 5 kasus dan 5 kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara E. coli dalam air minum dengan kejadian diarc pada balita. Variabel kondisi jamban keluarga sebagai confounding. Keberadaan E. coli dalam air minum berhubungan secara signiiikan dengan kejadian diare pada balita setelah dikontrol oleh variabel kondisi jamban keluaxga. Disarankan perlu diadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara penoegahan diare yaitu dengan melakukan pemeliharaan sumber air bersih, jamban keluarga dan hygiene perorangan khususnya cuci tangan serta selalu mcmasak air bersih sampai mendidih sebelum dikonsumsi sebagai air minum dan mcncuci Serta merebus botol dan tempat makan/minum balita.

Drinking water coverage in Indonesia is quite low, only 40% urban resident and less than 30% village resident that connected with drinking water system. Clean water quality data at Tangerang City from 2004 - 2006 shows chemical and bactcriology quality reduction. Water could'act as infection transmission of certain disease such as diarrhea through germs from water trail (water borne disease) or equipment trail washed with water (water washed disease). At Tangerang City year 2007 diarrhea located on third place for 1 - 4 years old group age. Factors affecting diarrhea are environment, nutrition status, residence, education, social economy condition and public behavior.
This research aim to observe diarrhea cases in toddlers caused by drinking water quality as bacteriology is not fulfilling prereqnirement. This research is using case control research design. Research analysis unit is toddlers? age of 9 - 59 months with total sample for case and control as much as 250. Sample gathering technique performed as quota, where fiom 25 Puskesmas in every Puskesmas only took 5 cases and 5 controls.
Research result shows that there is relation between E. coli in drinking water and diarrhea on toddlers. Variable of family toilet condition is confounding. E coli in drinking water as significantly related with diarrhea on toddlers after controlled by variable of family toilet condition. Suggested need counseling to public toward diarrhea prevention, maintain hygiene water source and family toilet and individual hygiene especially rinse. Also suggested to boil hygiene water until boiled before consumed as drinking water, washing and boiling bottle and toddlers lunch I box/drinking bottle.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rioneli Ghaudenson
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja kombinasi metode ozonasi dan kavitasi hidrodinamika dengan pelat berlubang dalam proses desinfeksi bakteri E.coli. Pada penelitian ini, dilakukan variasi dosis ozon, laju alir sirkulasi, dan metode disinfeksi. Ozon diproduksi menggunakan ozonator komersial dengan dosis ozon 64,83 mg/jam, 108,18 mg/jam, dan 135,04 mg/jam sementara kavitasi dibangkitkan menggunakan pelat berlubang. Metode desinfeksi yang akan divariasikan pada percobaan ini adalah: kavitasi hidrodinamika, ozonasi, dan gabungan keduanya. Hasil terbaik pada masing-masing metode didapatkan pada menit ke-60 dan laju alir sirkulasi 7 L/menit.
Metode gabungan kavitasi dan ozonasi mampu mendesinfeksi hingga 0 CFU/mL dari konsentrasi awal 2,10 x 105 CFU/mL. Metode ozonasi tunggal mampu mendesinfeksi bakteri E.coli hingga 0 CFU/mL dari konsentrasi awal 1,32 x 105 CFU/mL selama 60 menit. Metode kavitasi hidrodinamik memberikan hasil penyisihan paling sedikit, yaitu 5,20 x 104 CFU/mL dari konsentrasi awal 2,17 x 105 CFU/mL. Disimpulkan bahwa metode kombinasi menghasilkan desinfeksi bakteri E.coli yang lebih cepat dan lebih baik dibandingkan metode tunggalnya.

This research aims to evaluate the performance of hybrid method of ozonation and hydrodynamic cavitation with orifice plate on E.coli bacteria disinfection. Ozone dose, circulation flowrate, and disinfection method were varied. Ozone was produced by commercial ozonators with ozone dose of 64,83 mg hour, 108,18 mg hour, and 135,04 mg hour. Meanwhile, hydrodynamic cavitation was generated using an orifice plate. The disinfection methods compared in this research are hydrodynamic cavitation, ozonation, and the combination of both. The best result on each method was achieved on the 60th minutes and with a circulation flowrate of 7 L min.
The hybrid method attained final concentration of 0 CFU mL from the initial concentration of 2,10 x 105 CFU mL. The ozonation method attained final concentration of 0 CFU mL from the initial concentration of 1,32 x 105 CFU mL. Cavitation method gives the least elimination with final concentration of 5,20 x 104 CFU mL from the initial concentration of 2,17 x 105 CFU mL. In conclusion, hybrid method gives a faster and better disinfection of E.coli than each method on its own.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67885
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Ramadini Puteri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling berhubungan dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada makanan di kantin fakultas universitas X. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross sectional. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dengan mengambil sampel makanan sebanyak 70 sampel dan wawancara langsung dengan pedagang makanan kantin menggunakan kuesioner. Sebanyak 70 sampel makanan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar sampel makanan terkontaminasi bakteri Escherichia coli (60%). Terdapat hubungan yang signifikan antara kontaminasi bakteri Escherichia coli dengan higiene dan sanitasi peralatan masak (p=0,005) dan lingkungan kantin (p=0,010). Sedangkan faktor higiene dan sanitasi penjamah, sarana kantin dan proses pengolahan makanan tidak memiliki hubungan yang signifikan.
Berdasarkan analisis multivariat, terdapat tiga faktor yang paling berpengaruh terhadap kontaminasi bakteri Escherichia coli pada makanan, yaitu faktor higiene dan sanitasi proses pengolahan, peralatan masak dan lingkungan kantin. Maka dari itu, penjamah makanan di kantin fakultas universitasi perlu diberikan pembinaan dan pelatihan terkait praktik hygiene dan sanitasi untuk meminimalisasi kontaminasi bakteri Escherichia coli pada makanan.

The objective of this research is to analyze factors most associated with Escherichia coli bacteria contamination in food at faculty canteen of university X. This research used cross sectional design. Research used primary data through laboratory test of 70 food samples and direct interview to 70 food handlers with questionnaire.
Laboratory test results showed that food contaminated with the Escherichia coli bacteria is 60%. There are significant association between hygiene and sanitation of cooking utensils (p=0,005) and canteen environment (p=0,010) with Escherichia coli bacteria contamination. Hygiene and sanitation of food handler, food processing and canteen facilities have not significant associations with Escherichia coli bacteria contamination.
Based on multivariate analysis, the most factors that influence in this research are hygiene and sanitation of food processing, cooking utensils and canteen environment. Therefore, training of food handler should be command in order to minimize Escherichia coli food contamination.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakiyya Ikhsanita
"Porin OmpF merupakan Outer Membrane Protein (OMP) yang berperan dalam transport pasif berbagai senyawa dan sering diasosiasikan dengan sifat resistensi antibiotik. Gen ompF pengkode porin OmpF kerap dipelajari pada spesies Escherichia coli. Kejadian resistensi antibiotik bakteri seperti pada E. coli menjadi salah satu masalah utama dalam dunia kesehatan, sehingga studi mengenai gen ompF pada bakteri E. coli sangat penting dilakukan. Belum adanya laporan mengenai profil gen ompF pada E. coli resistensi di Indonesia menyebabkan perlunya dilakukan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data karakteristik gen ompF yang mengkode porin OmpF pada isolat klinis E. coli serta kepekaannya terhadap antibiotik. Sebanyak 21 sampel E. coli resisten yang diinokulasi di Jakarta, Indonesia dikelompokkan menjadi 3 variabel fenotip. DNA isolat diekstraksi menggunakan kit ekstraksi QIAamp® DNA Mini Kit (50), lalu gen ompF diamplifikasi menggunakan primer spesifik dengan metode PCR konvensional dan dilanjutkan dengan sekuensing. Gen ompF isolat dibandingkan dengan gen ompF strain E. coli ATCC 25922 secara bioinformatik, meliputi mutasi serta pohon filogenetiknya. Diketahui bahwa hampir seluruh sampel E. coli patogen mengalami mutasi pada deret asam nukleat dimana sebagian besar mutasi yang terjadi merupakan silent mutation. Mutasi gen ompF tingkat asam amino terjadi pada nomor 48, 51, 52, 60, 115, 224, 225, 226, 229, 306, dan 307. Namun mutasi-mutasi tersebut tidak mempengaruhi sifat fenotipik resistensi. Analisis pohon filogenetik juga menunjukkan bahwa sampel dengan sifat fenotip yang sama tidak mengelompok menjadi clade yang sama secara garis evolusi.

Porin OmpF is an Outer Membrane Protein (OMP) that plays role in passive transport of various compounds and is often associated with antibiotic resistance. The ompF gene encoding the OmpF porin is frequently studied in Escherichia coli species. The incidence of bacterial antibiotic resistance like E. coli is one of the main problems in the world of health, so the study of the ompF gene in E. coli is very important. The absence of reports on the ompF gene profile in E. coli resistance in Indonesia has led to the need for this research. This study aims to obtain data on the characteristics of the ompF gene encoding the OmpF porin in clinical isolates of E. coli and its sensitivity to antibiotics. A total of 21 samples of E. coli inoculated in Jakarta, Indonesia were grouped into 3 phenotypic variables. The DNA then was extracted using the QIAamp® DNA Mini Kit (50) extraction kit, then the ompF gene was amplified using specific primers with conventional PCR method and proceeded to sequencing. The ompF gene of the isolates were compared with the ompF gene of the E. coli ATCC 25922 strain bioinformatically, including mutations and its phylogenetic tree. It is known that almost all samples of those E. coli have mutations in the nucleic acid sequences where most of theem are silent mutations. Amino acid level of ompF gene mutations occurred at numbers 48, 51, 52, 60, 115, 224, 225, 226, 229, 306, and 307. However, these mutations did not affect the phenotypic characteristics of resistance. The phylogenetic tree analysis also showed that samples with the same phenotypic traits did not clustered into a same clade evolutionarily"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>