Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98801 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Audilia Hany Azura
"Salah satu bentuk akta yang berhubungan dengan tanah yang juga diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah akta hibah. Sesuai Pasal 1682 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa dilakukannya pembuatan dari akta hibah harus di depan pejabat yang mempunyai wewenang terkait hal tersebut. Peran serta fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah memberikan adanya jaminan kepastian, ketertiban, serta adanya perlindungan hukum dengan suatu alat bukti hukum tertulis yang mempunyai sifat autentik. Bahwa segala sesuatu yang termuat dan ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berasal dari teori-teori maupun ketentuan-ketentuan pasal yang mampu dibuktikan kebenarannya, dapat dipercaya serta dapat dijadikan perlindungan hukum untuk pihak-pihak dengan berbagai latar belakang permasalahan. Maka dari itu peran dari PPAT pada pembuatan akta menjadi sesuatu yang krusial dan jika terdapat suatu penyimpangan akan hal tersebut seperti adanya kesalahan, kekeliruan, penipuan dan lain-lain akan mengakibatkan adanya suatu sengketa dimana akan terjadi kerugian oleh salah satu pihaknya baik pihak pada perjanjian ataupun luar perjanjian. Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai (1) konsekuensi hukum PPAT terhadap adanya indikasi permufakatan jahat dalam pembuatan akta hibah; (2) pengaturan perlindungan hukum bagi ahli waris terhadap pemberian hibah kepada orang lain. Untuk menjawab permasalahan-permasalah tersebut, penelitian ini mempergunakan metode studi doctrinal dengan studi bersifat analisis. Data yang digunakan yakni berbentuk data sekunder. Hasil analisis (1) Sanksi terhadap Notaris/PPAT dilaksanakan secara bertingkat selaras terhadap kebijakan melalui Pasal 85 UUJN yakni mulai dari teguran lisan hingga adanya pemberhentian secara tidak hormat; (2) Perlindungan hukum bagi ahli waris akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris/PPAT akan jadi batal demi hukum, tidak sah serta menjadi tidak berkekuatan hukum.

One form of deed relating to land which is also issued by the Land Deed Making Officer (PPAT) is a grant deed. In accordance with Article 1682 of the Civil Code which explains that the making of a gift deed must be carried out in front of an official who has authority regarding this matter. As stated in Article 1682 of the Civil Code which explains that the making of a gift deed must be done in front of an official who has authority regarding this matter. The role and function of the Land Deed Drafting Officer (PPAT) is to provide guarantees of certainty, order, and legal protection with written legal evidence that is authentic. That everything contained and determined by the Land Deed Making Official (PPAT) comes from theories and provisions of articles which can be proven to be true, can be trusted and can be used as legal protection for parties with various problem backgrounds. Therefore, the role of PPAT in making deeds is crucial and if there is a deviation from this, such as errors, mistakes, fraud, etc., it will result in a dispute in which there will be losses for one of the parties, both parties to the agreement or outside the agreement. The issues that will be raised in this research are regarding (1) the legal consequences of PPAT regarding indications of malicious conspiracy in making grant deeds; (2) legal protection arrangements for heirs against giving gifts to other people. To answer these problems, this research uses a doctrinal study method with an analytical study. The data used is in the form of secondary data. Results of the analysis (1) Sanctions against Notaries/PPATs are implemented in stages in line with policy in Article 85 UUJN, starting from verbal warnings to dishonorable dismissal; (2) Legal protection for heirs as a result of acts of legal resistance carried out by the Notary/PPAT will be null and void, invalid and have no legal force.>"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Nurpadaniah
"Penelitian ini menganalisis tentang akibat hukum dan tanggung jawab PPATS yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat menyebabkan kerugian kepada pihak. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini berdasarkan Putusan Nomor 970 K/Pdt/2019 mengenai akibat hukum dan tanggung jawab PPATS terhadap pembatalan akta hibah. Salah satu cara seseorang mengalihkan haknya secara hukum yaitu dengan hibah dengan dibuatkan akta hibah di hadapan PPAT dalam hal ini PPATS. Pemberian hibah dapat diberikan apabila tidak melanggar bagian ahli waris yang telah ditentukan dalam undang-undang, yang dimana bagian ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitieme portie) dan jika dilanggar maka ahli waris dapat menuntut haknya. Dalam hal ini, PPATS tidak membacakan akta, hanya dihadiri oleh satu orang saksi, tidak ditandatangani oleh PPATS pada saat itu juga dan tidak ada persetujuan dari para ahli waris yang menyebabkan melanggar peraturan perundang-undangan jabatan PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif bersifat deskriptif analitis dengan data sekunder. Akta hibah yang dibuat PPATS yang mengalami cacat secara hukum yang menyebabkan aktanya batal demi hukum. Perbuatan PPATS ini dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan secara perdata dengan sanksi berupa teguran tertulis dan ganti kerugian

This study analyzes the legal consequences and responsibilities of temporary land deeds that violate the provisions of laws and regulations and can cause parties losses. The issues raised in this study are based on Decision Number 970 K /Pdt/ 2019 regarding the legal consequences and responsibility of temporary PPAT for the cancellation of grant deeds. One of the ways a person transfers his rights legally is by a grant by making a grant deed before the PPAT in this case a temporary PPAT. Grants may be granted if they do not violate the share of heirs specified in the statute, whereby the statutory share of the heirs has an absolute share (legitime portie) and if violated then the heirs can claim their rights. In this case, the PPAT temporarily did not read out the deed, was only attended by one witness, was not signed by the temporary PPAT at that time and there was no approval from the heirs which led to the violation of the laws and regulations of the PPAT position. This research uses normative juridical research methods that are descriptive and analytical with secondary data. The legal materials used in this study are divided into three: primary legal sources consisting of civil law books, secondary legal sources consisting of legal journals, and tertiary legal sources consisting of legal dictionaries. The data analysis method used in this study is qualitative, namely data compiled in the form of narratives. A grant made by a temporary PPAT that is legally flawed causes the deed to be null and void. The actions of this temporary PPAT can be held administratively and civilly liable with sanctions in the form of written reprimands and compensation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Garindya
"Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara atau PPATS seharusnya melakukan pembacaan dan penandatanganan Akta Hibah di hadapan para penghadap dan saksi-saksi dalam waktu yang bersamaan. Agar akta tersebut tidak menjadi cacat hukum yang dapat dibatalkan oleh pengadilan sehingga menyebabkan kerugian bagi penerima hibah. Kelalaian atau kesalahan PPAT dalam pelanggaran kewajiban dan/atau kewenangan dapat menimbulkan kerugian bagi penghadap oleh karenanya PPAT dapat dituntut pertanggungjawaban dihadapan pihak yang berwenang. Hal ini sebagaimana tercermin pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 970 K/PDT/2019. Penelitian ini membahas tentang akibat Hukum dari Akta Hibah dengan prosedur cacat hukum, tanggung jawab PPATS dalam membuat Akta Hibah dengan prosedur cacat hukum yang berakibat batalnya sertipikat hak milik, dan perlindungan hukum bagi penerima hibah akibat akta hibah dengan prosedur cacat hukum. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Hasil penelitian ini adalah pembatalan akta hibah yang mengakibatkan pembatalan sertipikat hak milik. Tanggung jawab PPATS selain diberi sanksi juga tidak menutup kemungkinan dapat digugat oleh pihak yang dirugikan untuk mengganti rugi materil maupun non materil. Perlunya kerjasama bersinergi antara pemerintah dan PPAT termasuk IPPAT perlu untuk dapat melaksanakan pembinaan tersebut secara maksimal agar tidak terulang kasus diatas. Serta perlu prosedur khusus untuk putusan pengadilan yang sudah memutuskan bahwa PPATS telah melanggar prosedur dan kewajibannya agar otomatis diberikan sanksi langsung tanpa harus melakukan pengaduan terlebih dahulu.

The Official Making the Temporary Land Deed or (PPATS) should read and sign the Deed of Grant in front of the appearers and witnesses at the same time. So that the deed does not become a legal defect that can be canceled by the court, causing losses to the grantee. Negligence or error of PPAT in violation of obligations and/or authority can cause harm to the appearer, therefore PPAT can be held accountable before the authorized party. This is reflected in the case in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 970 K/PDT/2019. This study discusses the legal consequences of the Grant Deed with a legally flawed procedure, the responsibility of PPATS in making the Grant Deed with a legally flawed procedure that results in the cancellation of the certificate of ownership, and legal protection for grantees due to the grant deed with a legally flawed procedure. To answer these problems, a normative juridical research method with an explanatory typology is used. The result of this research is the cancellation of the grant deed which results in the cancellation of the certificate of ownership. The responsibility of PPATS in addition to being sanctioned also does not rule out the possibility of being sued by the aggrieved party for material and non-material compensation. The need for synergistic cooperation between the government and PPAT including IPPAT needs to be able to carry out the guidance to the maximum so that the above case does not repeat itself. And special procedures are needed for court decisions that have decided that PPATS has violated its procedures and obligations so that they will automatically be given direct sanctions without having to file a complaint first. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Dwi Cahyani Fauzal
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam membuat Akta jual Beli (AJB) walaupun hanya bertanggung jawab atas kebenaran formil, namun masih kerap terkena permasalahan terkait kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Dalam tesis ini terdapat kasus, pemilik objek yang sah tidak pernah mengetahui dan menghadap PPAT untuk membuat AJB, namun telah dicatutkan nama pemilik objek sebagai penjual dalam akta. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu akibat hukum atas pembuatan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tanpa persetujuan pemilik objek dan pertanggungjawaban PPAT atas pembuatan akta jual beli yang yang dibuat tanpa persetujuan pemilik objek. Pembahasan penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan analisis Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1337 K/Pdt/2019. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian preskriptif dan metode analisis data kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa akibat hukum atas akta yang tidak memenuhi syarat subjektif dan objektif perjanjian, serta syarat materiil jual beli yaitu batal demi hukum. Kemudian, PPAT dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, pidana, dan administratif atas perbuatannya. Saran yang dapat diberikan yaitu perlunya PPAT untuk hati-hati, cermat, dan teliti dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, perlu pengaturan lebih jelas terkait penyalahgunaan identitas dalam proses pembuatan akta PPAT.

The Land Deed Making Official (PPAT) in making the Sale and Purchase Deed (AJB) although only responsible for the formal truth, is still often exposed to problems related to the material truth of the deed he made. In this thesis there is a case where the legal owner of the object has never known and faced PPAT to make an AJB, but the name of the owner of the object as the seller has been included in the deed. The problem in this study is the legal consequences of making a deed of sale and purchase made by PPAT without the consent of the object owner and PPAT's responsibility for making a deed of sale and purchase made without the consent of the object owner. The discussion of this research was carried out by means of a literature study and analysis of the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1337 K/Pdt/2019. To answer these problems, normative juridical research methods are used with prescriptive research types and qualitative data analysis methods. The results of the analysis show that the legal consequences of the deed that do not meet the subjective and objective requirements of the agreement, as well as the material requirements of the sale and purchase, are null and void. Then, PPAT can be held accountable in civil, criminal, and administrative ways for their actions. Suggestions that can be given are the need for PPAT to be careful, thorough, and thorough in carrying out their duties. In addition, clearer regulation is needed regarding the misuse of identity in the process of making the PPAT deed.Kata kunci: PPAT, the sale and purchase deed, unlawful act"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Athirah Zahra
"Penelitian ini membahas mengenai pembatalan akta autentik oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan berupa akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Syarat objektif tidak terpenuhi pada akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Hal ini dibuktikan dengan Akta Kesepakatan Bersama dan Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menerangkan, bahwa objek hibah bukan milik pemberi hibah. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab PPAT terhadap akta hibah yang dibatalkan dan akibat hukum atas akta hibah yang dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder atau bahan kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Analisis data disajikan secara preskriptif. Hasil analisis adalah pembatalan akta PPAT oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan bukan karena kelalaian dan kesalahan dari PPAT, melainkan karena kelalaian dan kesalahan dari para pihak dalam perjanjian sehingga pada kasus ini PPAT tidak memiliki tanggung jawab baik dalam perdata, maupun administrasi terhadap pembatalan akta hibah tersebut. Akibat hukum dari tidak terpenuhinya syarat objektif, maka akta hibah yang dibuat oleh PPAT batal demi hukum, perjanjian tersebut tidak berkekuatan hukum tetap dan dianggap tidak pernah ada suatu perikatan.

This thesis discusses the cancellation of an authentic deed by the South Jakarta Religious Court in the form of a grant deed made by PPAT. Objective requirements are not met in the deed of grant made by PPAT. This is evidenced by the Deed of Collective Agreement and Determination of the South Jakarta Religious Court which explains that the object of the grant does not belong to the grantor. The problems examined in this study are the PPAT's responsibility for the canceled grant deed and the legal consequences of the canceled grant deed by the South Jakarta Religious Court Decision. To answer these problems, normative legal research methods are used by using secondary data or library materials consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. Data analysis is presented prescriptively. The result of the analysis is that the cancellation of the PPAT deed by the South Jakarta Religious Court was not due to the negligence and fault of the PPAT, but because of the negligence and error of the parties in the agreement so that in this case PPAT has no responsibility both in civil and administrative matters for the cancellation of the grant deed. The legal consequences of not fulfilling the objective requirements, the grant deed made by the PPAT is null and void, the agreement has no permanent legal force and is considered to have never been an engagement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Ankie
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab PPAT terhadap akta yang dibuat berdasarkan surat sporadik. Di Indonesia, terdapat tanah-tanah yang telah bersertipikat maupun tanah-tanah yang belum bersertipikat. Terhadap tanah yang belum bersertipikat, dapat diterbitkan yang dinamakan surat sporadik yaitu surat bukti penguasaan tanah selama 20 (dua puluh) tahun berturut-turut dengan etikad baik tanpa adanya gangguan dari pihak lain. Dalam prakteknya, PPAT terkadang masih takut untuk membuat akta terhadap tanah-tanah yang belum bersertipikat karena takut terjadinya sengketa dikemudian hari yang melibatkan PPAT yang bersangkutan. Permasalahan yang diangkat dalam kasus ini adalah mengenai akibat hukum dari akta yang pembuatannya didasarkan oleh surat sporadik yang diajukan oleh penghadap serta tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli tanah berkaitan dengan prinsip kehati-hatian. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan analitis. Tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu mendeskripsikan permasalahan yang ada sekaligus memberikan saran terhadap permasalahan tersebut. Hasil yang didapat adalah pembuatan akta PPAT yang didasarkan oleh surat sporadik adalah sah dan sesuai dengan peraturan yang ada, selain itu, tanggung jawab PPAT terhadap akta yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian adalah PPAT tidak dapat dikenakan sanksi terhadap kesalahan yang dilakukan oleh Kepala Desa baik secara perdata maupun administrasi.

This research discusses the PPAT's responsibility towards deeds made based on sporadic letters. In Indonesia, there are lands that have been certified as well as lands that have not been certified. For land that is not yet certified, a so-called sporadic letter may be issued, namely a certificate of ownership of land for 20 (twenty) consecutive years in good faith without interference from other parties. In practice, PPAT is sometimes still afraid to make deeds for lands that are not yet certified for fear of future disputes involving the relevant PPAT. The issues raised in this case were regarding the legal consequences of the deed which was drawn up based on a sporadic letter submitted by the parties and PPAT's responsibility for the land sale and purchase deed related to the principle of prudence. To answer this problem, a normative legal research method with an analytical approach is used. The typology used in this research is descriptive analytical, which is to describe the existing problems as well as to provide suggestions for these problems. The result obtained was that the PPAT deed based on a sporadic letter was valid and in accordance with existing regulations, besides that, PPAT's responsibility for deeds related to the precautionary principle was that PPAT could not be subject to sanctions for mistakes made by the Village Head either both civil and administrative."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Aulia
"Sebagai Pejabat Umum, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menjalankan jabatannya mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik yang berhubungan dengan tanah. Pada praktiknya masih terdapat PPAT yang melakukan kelalaian dan ketidaktelitian baik secara administratif maupun hukum, sehingga tidak jarang mengakibatkan kerugian. Seperti pelanggaran dalam proses pembuatan akta yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada, tidak membacakan dan menjelaskan isi akta kepada para pihak. Salah satunya adalah dalam pembuatan akta hibah oleh PPAT yang mana pihak pemberi Hibah tidak dilibatkan, sesuai dengan yang akan penulis bahas dalam penelitian ini. Inilah yang seharusnya menjadi salah satu bagian dari tugas Majelis Pembina dan Pengawas (MPP) PPAT, seperti melaksanakan pembinaan dan pengawasan kepada PPAT sehingga dengan demikian MPP dapat menjadi sarana yang menjembatani kepentingan PPAT dengan Kantor Pertanahan, dan dapat mencegah atau meminimalisir terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu peran MPP dalam mencegah terjadinya pelanggaran oleh PPAT dan akibat hukum terhadap PPAT yang melakukan pelanggaran dalam proses pembuatan akta hibah. Untuk menjawab masalah yang dikaji, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normative dengan tipe penelitian deskriptif-analitis. Berdasarkan hasil penelitian, peran MPP dalam melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran oleh PPAT yaitu melakukan Pembinaan dan Pengawasan terhadap PPAT seperti melakukan kunjungan ke kantor PPAT dan sosialisasi kepada PPAT baik secara langsung maupun menyeluruh. Akibat hukum terhadap PPAT yang membuat akta hibah palsu, maka MPP dapat memberikan sanksi berupa sanksi administratif.

Land Deed Making Officials (PPAT) in carrying out their positions as public officials are given the authority to make authentic deeds related to land. In practice it is still found that PPAT commits negligence and inaccuracy both administratively and legally, so that it often results in losses. Such as violations in the process of making a deed that is not in accordance with existing regulations, not reading and explaining the contents of the deed to the parties. One of them is in making a grant deed by PPAT in which the grant giver is not involved, according to what the author will discuss in this study. This is what should be one part of the duties of the Supervisory and Supervisory Council (MPP) of PPAT, such as carrying out guidance and supervision of PPAT so that MPP can thus become a means of bridging the interests of PPAT with the Land Office, and can prevent or minimize the occurrence of violations committed by the PPAT. The problem raised in this study is the role of MPP in preventing violations by PPAT and the legal consequences for PPAT who violate the grant deed process. To answer the problems studied, the author uses a juridical-normative research method with a descriptive-analytical type of research. Based on the results of the study, the role of MPP in preventing violations by PPAT is to conduct guidance and supervision of PPAT such as visiting the PPAT office and outreach to PPAT both directly and thoroughly. The legal consequences for PPAT who make a fake grant deed, then the MPP can impose sanctions in the form of administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Tiara Suci
"Peralihan hak atas tanah melalui hibah hanya dapat dilakukan dengan Akta Autentik yang dibuat oleh PPAT. Agar suatu penghibahan beralih secara sempurna, syarat pembuatan Akta Hibah harus dipenuhi dan dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. Namun, dalam Putusan Nomor 44/Pid.B/2021/PN.Clp, unsur syarat subjektif dan objektif akta tidak terpenuhi karena ketidakhadiran pemberi hibah, sehingga PPAT yang membuat akta tersebut berinisiatif memalsukan tanda tangan pemberi hibah agar proses penghibahan tetap berlanjut agar objek hibah segera beralih. Permasalahan dalam tesis ini adalah akibat hukum dari akta hibah yang tanda tangan pihaknya dipalsukan oleh PPAT yang membuatnya, dan pertanggungjawaban PPAT terhadap perbuatannya tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris berdasarkan data sekunder, melalui studi kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat disimpulan bahwa akta hibah yang dipalsukan tersebut batal demi hukum, karena tidak memenuhi unsur syarat subjektif dan objektif akta, dan PPAT yang memalsukan tanda tangan pemberi hibah dalam akta tersebut dapat dijatuhi pertanggungjawaban baik secara pidana, perdata maupun administratif.

The transfer of land rights through grants can only be carried out with an Authentic Deed made by Land Deed Official (PPAT). In order for a grant to be validly transferred, the requirements for executing a Grant Deed shall be fulfilled and implemented in accordance with the provisions of the related Law. However, referred to Decision Number 44/Pid.B/2021/PN.Clp, the subjective and objective requirements of the grant deed were not fulfilled due to the absence of the grantor, therefore the PPAT who made the deed took the initiative to forge the signature of the grantor so that the granting process continued. Problems arise in this thesis are concerning the legal consequences of the grant deed whose signature of the party was falsified by the PPAT who made it, and the PPAT's responsibility against the said falsification of signatures. To answer these problems, a normative juridical research method that is prescriptibe analytical based on secondary data is used, through a literature study. Based on the results of the research, it is concluded that the falsified grant deed is deemed null and void because it does not meet the subjective and objective requirements of the deed, and the PPAT who falsifies the signature of the grantor in the deed can be held liable criminally, civilly and administratively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Desi Putriani Ramadhanty
"Notaris semestinya membuat akta autentik untuk semua perbuatan dan perjanjian yang diminta oleh pihak yang berkepentingan sepanjang syarat subjektif dan objektif dari perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dipenuhi. Namun dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2853K/Pdt/2019 ditemukan bahwa notaris menunda bahkan menolak pembuatan akta dengan mengembalikan uang muka pembayaran pembuatan akta. Untuk itu penelitian ini dilakukan dengan mengangkat permasalahan terkait tanggung jawab notaris terhadap penundaan pembuatan akta yang dilakukan dan upaya hukum yang seharusnya dilakukan pembeli untuk mendapatkan kepastian hukum. Penelitian hukum doktrinal ini, mengkaji objek hukum dalam konsepnya sebagai peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Objek hukum yang diteliti tersebut dikumpulkan melalui studi dokumen dalam bentuk bahan-bahan hukum, baik primer dan sekunder, yang selanjutnya dianalisis untuk menjawab permasalahan penelitian. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, notaris tidak dapat dikatakan sebagai pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum karena penundaan pembuatan akta didasarkan pada tidak adanya bukti peralihan hak yang sah dan juga tidak adanya izin persetujuan dari Direksi Perusahaan Daerah Pasar Jaya. Kedua, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada penjual karena meskipun penjual bukanlah pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum, penjual tetap melakukannya

Notaries should make authentic deeds for all actions and agreements requested by interested parties as long as the subjective and objective conditions of the agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Civil Code are met. However, in the Supreme Court Decision Number 2853K/Pdt/2019 it was found that the notary delayed and even refused to make the deed by returning the down payment for making the deed. For this reason, this research was carried out by raising issues related to the notary's responsibility for the delay in making the deed and the legal remedies that the buyer should have taken to obtain legal certainty. This doctrinal legal research examines legal objects in their concept as statutory regulations and court decisions. The legal objects studied were collected through document studies in the form of legal materials, both primary and secondary, which were then analyzed to answer research problems. Based on the results of the analysis carried out, it can be explained as follows: First, the notary cannot be said to be a party who committed an unlawful act because the delay in making the deed was based on the absence of evidence of legal transfer of rights and also the absence of approval from the Directors of the Pasar Jaya Regional Company. Second, the aggrieved party can file a lawsuit against the seller because even though the seller is not the party authorized to take legal action, the seller still does it. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najiana Daroini
"Dalam penelitian ini dibahas tentang akta jual beli PPAT yang menjadi dasar timbulnya perkara pertanahan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 470 K/Pdt/2019. Dimana dalam konteks tersebut PPAT menjadi pihak berperkara di pengadilan baik yang disebabkan oleh akta yang dibuatnya maupun perselisihan para pihak terkait akta itu sendiri. Oleh karena itu permasalahan pokok yang diangkat dalam penelitian ini adalah suatu penyangkalan para pihak dalam akta jual beli yang dibuat oleh PPAT sehingga menjadi dasar timbulnya perkara pertanahan serta pertanggungjawaban PPAT terhadap pihak-pihak yang dirugikan atas akta yang dibuatnya. Untuk dapat menjelaskan permasalahan pokok dari penelitian ini maka dipergunakan metode penelitian yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 470 K/Pdt/2019. Dari analisis yang dilakukan secara kualitatif diketahui bahwa PPAT yang membuat akta jual beli dalam kasus tersebut tidak mengindahkan kaidah-kaidah pembuatan akta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga berakibat merugikan Penggugat sebagai pemegang hak atas tanah yang menjadi objek perkara. Dengan demikian PPAT harus mempertanggung jawabkannya baik secara administratif, perdata maupun pidana. Sehingga akta dibuat sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat memberikan perlindungan hukum serta kepastian hukum bagi para pihak.

The research discusses the sale and purchase deed made by the Land Deed Official (PPAT) to execute land transfer, which is the cause of the land dispute in the Decision of South Jakarta District Court Number 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 470 K/Pdt/2019. In the case, PPAT deeds as the defendant due to the misrepresented deed led to the dispute. The main issue raised in this research is a claim from the plaintiffs about the sale and purchase deed made by defendant result in the loss and damages as well as the PPAT’s responsibility to the party for the deed it made. To be able to explain the main problem of this research, a normative juridical research method is used through a statute analysis and a case analysis based on the Decision of the South Jakarta District Court Number 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 470 K/Pdt/2019. From those analysis, it is determined that the defendant (PPAT) has violated the rules for making enforcable deeds as stipulated in the statutory regulations, which resulted in plaintiffs loss and damages.. Thus, the defendant (PPAT) must be responsible for remidies and charges of administrative, civil and criminal provisions. In conclusion the deed has to be made in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations to provide legal protection and legal certainty for all parties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>