Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120699 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indawansani
"Peningkatan temperatur udara secara global telah mempengaruhi kondisi iklim, yaitu adanya perubahan iklim, yang ditandai tingginya fluktuasi curah hujan yang mempengaruhi musim hujan maupun musim kemarau. Perubahan iklim yang terjadi di wilayah DAS Brantas diidentifikasi melalui unsur temperatur udara dan curah hujan berdasarkan kecenderungan perubahan trend (jangka Panjang) dan step change (jangka pendek), sedangkan perubahan musim berdasarkan kondisi normal awal musim hujan dan kemarau di DAS Brantas dengan periode waktu sepuluh tahunan (dekadal). Pola hujan di DAS Brantas mempunyai empat (IV) tipe, yang dipengaruhi oleh ketinggian, arah hadap lereng dan arah pergerakan angin. Pada curah hujan tahunan tidak terjadi perubahan trend dan step change, perubahan trend dan step change terjadi pada curah hujan bulanan dan dasarian di daerah pola hujan tipe I dan III. Perubahan trend dan step change terjadi pada temperatur udara maksimum dan minimum absolut, tidak terjadi perubahan pada temperatur minimum absolut di wilayah Karangploso. Awal musim hujan paling cepat pada dasarian III Oktober sedangkan awal musim kemarau pada dasarian III April. Perubahan musim terjadi berfluktuasi mengikuti variabilitas dan perubahan curah hujan di wilayah DAS Brantas.

The increase in global air temperature has affected climatic conditions, namely climate change, which is characterized by high fluctuations in rainfall that affect the rainy season and dry season. Climate change that occurs in the Brantas watershed area identified through elements of air temperature and rainfall based on the tendency to change the trend (long-term) and step change (short-term), while seasonal changes based on the normal conditions of the beginning of the rainy and dry season in the Brantas watershed with a ten-year time period (decadal). Rainfall patterns in the Brantas watershed has four (IV) types, which are influenced by altitude, the direction of the slope and the direction of wind movement. In annual rainfall there is no change in trend and step change, changes in trend and step change occur in monthly and dasarian rainfall in the rainfall pattern areas of types I and III. Changes in trends and step changes occur in absolute maximum and minimum air temperatures, there is no change in absolute minimum temperatures in the Karangploso area. The beginning of the rainy season is the earliest in dasarian III October while the beginning of the dry season is in dasarian III April. Seasonal changes occur fluctuate following variability and changes in rainfall in the Brantas watershed area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ressa Mahardhika
"Pemahaman mengenai interaksi laut dan atmosfer merupakan kunci untuk menjelaskan fenomena iklim dan cuaca di benua maritim Indonesia. Dalam penelitian ini, akan dikaji hubungan antara energi radiasi gelombang panjang yang dipantulkan oleh bumi ke atmosfer, Outgoing Longwave Radiation (OLR), dengan suhu muka laut (SST). Sebagai ilustrasi, uap air (terutama awan), merupakan gas yang cukup efektif menyerap radiasi gelombang panjang. Namun jumlah uap air di atmosfer selalu berubah karena terjadi proses penguapan dan kondensasi secara terus-menerus, sementara sumber uap air utama adalah lautan. Data yang digunakan adalah OLR dan SST tahun 1979 hinggga 2011. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai koefisien korelasi di wilayah Indonesia menunjukkan ikatan hubungan yang sedang (r = 0,5). Sedangkan hasil pemetaan korelasi dan signifikansi menunjukkan bahwa hubungan OLR dan SST di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena ENSO dan IODM.

Ocean and atmosphere interactions are the key to explain the phenomenon of climate and weather in Indonesia. This study will be assessed the relationship between the energy of longwave radiation reflected by the earth into the atmosphere, Outgoing Longwave Radiation (OLR), and sea surface temperature (SST). As an illustration, water vapor (especially cloud), is an effective gas to absorb longwave radiation. But the amount of water vapor in the atmosphere is always changing due to evaporation and condensation processes continously, while the main source of water vapor is the ocean. The data used is OLR and SST in 1979 until 2011. Based on the analysis it is known that the value of the correlation coefficient in the region of Indonesia shows r = 0,5. While the results of the mapping correlation and significance shows that OLR and SST relationship in Indonesia affected by ENSO and IODM.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T43483
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"West season represent period of strong blowing wind in southern waters of Malang, East Java Province with maximum speed of wind reaching 31.37 that happened in Februari 2008, while average speed of wind 10.16 knot. During this season wind pattern even also relative more disseminating to all direction compared to other seasons. Westerly wind is dominant at the season. During three next seasons, namely early-year switchover season, east season and year-end switchover season, wind pattern settdly blow from east and south-east directions. Speed of its feeber wind even also than west season, specially at early-year switchover and year-end switchover seasons. East wind is predominating wind puff since April till November with strongest blowing 23.19 knot happened in July and average speed of this wind reach maximum 15.39 knot in August. March become period of calm wind puff with wind blowing disseminating from all direction relatively . Average speed of wind in this month only 5.90 knot and speed of the strongest 12.93 knot only. February - March mark a period of wind gradient strongest and average speeds with maximum and minimum reaching during December 2007 till November 2008."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Putri R.
Jakarta: Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum, 2014
JSEPU 6:1(2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Kementrian Negara Lingkungan Hidup Indonesia, 2009
551.6 BUK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Poerna Setiawan
"Perubahan iklim yang semakin nyata mengancam kehidupan manusia di muka bumi mendorong negara-negara untuk mengantisipasinya. Persoalan perubahan iklim tidak dapat ditangani oleh satu negara, namun dibutuhkan kerja sama negara-negara untuk melakukan tindakan bersama dalam rangka mencegah dan memeranginya. Kerja sama antara negara maju dan negara berkembang tampaknya tidak mudah dilakukan mengingat adanya perbedaan kepentingan diantara keduanya. Negara berkembang menuntut negara maju untuk bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca yang telah dihasilkan selama pembangunan industrinya hingga membawa kesuksesan ekonomi seperti yang yang tampak sekarang ini. Sementara negara maju mengimbau agar negara berkembang ikut berpartisipasi dalam melakukan tindakan-tindakan nyata mengantisipasi perubahan iklim karena tingkat emisinya yang terus meningkat.
Awal tahun 1990-an PBB menyepakati pembentukan UNFCCC sebagai wadah bagi pelaksanaan perundingan untuk menyusun mekanisme pencegahan dan penanganan perubahan iklim. Protokol Kyoto yang disusun sebagai mekanisme mengikat (legally binding) untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca tidak dapat berjalan efektif karena pertentangan kepentingan negara maju dan negara berkembang terkait dengan kepentingan ekonomi. Diantara negara maju, Jerman merespon isu perubahan iklim dengan kebijakankebijakan yang aktif dan progresif. Bersama Uni Eropa, Jerman senantiasa menunjukkan komitmennya dalam mengusulkan dan memelopori tindakantindakan konkret dalam rangka mengurangi emisi sebagaimana diwajibkan dalam Protokol Kyoto. Kebijakan luar negeri Jerman yang progresif dalam menangani isu perubahan iklim lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi politik domestik. Sebagai negara demokrasi liberal, pemerintah federal Jerman berperan untuk mengelola dinamika politik domestik untuk dapat dirumuskan menjadi sebuah kebijakan luar negeri mengenai perubahan iklim global.
Perundingan internasional dalam kerangka UNFCCC yang berlangsung setiap tahun pada kenyataannya telah menjadi wahana pertarungan kepentingan ekonomi dan politik negara-negara maju berhadapan dengan negara berkembang. Ditengah kondisi tersebut, kebijakan luar negeri Jerman senantiasa mendinamisasi politik perubahan iklim dari kebuntuan-kebuntuan yang mengancam bubarnya kesepakatan global mengenai upaya memerangi perubahan iklim.

Climate change has increasingly threatened the life of people in this world. This problem has urged many countries to take actions. The climate change problem can not be resolved by individual country, but it needs the cooperation among all countries in this world.. However, the cooperation between developed and developing countries seems uneasy because of the differences of economic interests among them. In this issue, developing countries invoke developed countries to take responsibility for greenhouse gas emissions that have been generated during the development of their industries. Meanwhile, developed countries also call for developing countries to participate in this action as nowadays most developing countries also emit greenhouse gases more than developed countries.
In early 1990s, the United Nations has approved the establishment of UNFCCC, forum under United Nations, as a tools for negotiation in order to arrange the mechanisms for the prevention and dealing with climate change issue. Kyoto Protocol is one of binding mechanism in order to reduce greenhouse gas emissions. However, it is not be effective because of conflict in economic interest between developed and developing coutries. Among developed countries, Germany has strong political leadership in responding to global climate change. German is also very active and progressive in developing its climate change policies. Germany with the EU always shows its strong commitment in recommending and pioneering actions in order to reduce emissions even more than as required in the Kyoto Protocol. German foreign policy in dealing with climate change is more influenced by domestic political conditions. As a liberal democratic country, the federal government has central role in managing the dynamic domestic politic that can be formulated in foreign policy on global climate change.
International negotiation in the UNFCCC framework conducts every year. Nevertheless, this negotiation forum is used to fight the economic and political interests between developed and developing countries. In this condition, German foreign policy often comes up with progressive policy that avoids the impasse of global agreement efforts in combat climate change."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25044
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN, 2006
R 551.42 IND p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Butarbutar, Tigor
Jakarta: Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 2009
JAKK 6(1-3)2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>