Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 227998 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Noer Cholizzhah Haeruddin
"Penelitian mengenai aplikasi m-Health mengungkapkan bahwa privasi dan keamanan masih menjadi isu yang penting pada aplikasi tersebut. Indonesia sendiri masih sering dihadapkan dengan insiden kebocoran data pengguna pada aplikasi m-Health. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kepatuhan kebijakan privasi berdasarkan hukum yang berlaku, serta menganalisis sejauh mana aplikasi m-Health di Indonesia melindungi privasi pengguna dan menjaga keamanan aplikasinya ditinjau dari sisi teknis. Dilakukan penilaian kepatuhan kebijakan privasi terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan analisis keamanan aplikasi secara statis dan dinamis dengan menggunakan tools, seperti MobSF dan Fiddler (proxy), untuk mengidentifikasi celah keamanan berdasarkan standar yang ada, dalam hal ini CWE (Common Weakness Enumeration). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa skor penilaian kepatuhan kebijakan privasi tertinggi hanya mencapai 65% dan setiap aplikasi setidaknya diduga memiliki satu kelemahan pada fitur keamanan yang diimplementasikan. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan privasi aplikasi m-Health di Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam UU PDP dan masih banyak celah keamanan pada aplikasi m-Health yang dapat dieksploitasi.

The research on m-Health applications reveals that privacy and security remain significant concerns in these applications. Indonesia itself frequently faces incidents of user data breaches in m-Health applications. Therefore, this study aims to evaluate compliance with privacy policies based on applicable law and analyze the extent to which m-Health applications in Indonesia protect user privacy and maintain application security from a technical perspective. The assessment includes evaluating privacy policy compliance with Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) and conducting static and dynamic application security analysis using tools such as MobSF and Fiddler (proxy). This analysis aims to identify security vulnerabilities based on a standard, specifically Common Weakness Enumeration (CWE). The results indicate that the highest privacy policy compliance score reaches only 65%, and each application is suspected of having at least one weakness in the implemented security features. Consequently, it can be concluded that the privacy policies of m-Health applications in Indonesia are not fully aligned with the provisions of the UU PDP. Additionally, there are still numerous security vulnerabilities in m-Health applications that could be exploited."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zefanya Vanessa Daniella
"Gestational surrogacy merupakan metode penanaman embrio dalam rahim wanita yang tidak memberikan sel telurnya dalam pembuahan tersebut, disebut sebagai ibu pengganti, untuk kemudian dikandung, dilahirkan, dan dikembalikan kepada pasangan atau seseorang sebagai orang tua yang dituju dari si anak berdasarkan perjanjian di antara para pihak. Masih bersifat kontradiktif, hingga saat ini belum terdapat peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai praktik dan perjanjian gestational surrogacy di Indonesia, sehingga hak keperdataan anak yang lahir melalui praktik tersebut dipertanyakan. Di sisi lain, gestational surrogacy bukan lagi merupakan hal yang tabu untuk dilakukan di beberapa negara, termasuk Rusia yang memperkenankan praktik dan perjanjian tersebut, bahkan dianggap sebagai salah satu negara yang paling liberal dalam hal pengaturan terkait gestational surrogacy. Praktik dan perjanjian gestational surrogacy melahirkan beberapa permasalahan hukum, di antaranya status hukum, status kewarganegaraan, dan status kewarisan anak yang samar atau tidak pasti mengingat anak tersebut memiliki hubungan tidak hanya dengan ibu pengganti, tetapi juga dengan orang tua yang dituju. Dalam menyelesaikan permasalahan terkait, penulisan ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitis, sehingga dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan akan dilakukan analisis untuk mencoba menjelaskan keberlakuan praktik gestational surrogacy di negara Indonesia dan Rusia, khususnya mengenai perjanjian serta permasalahan hukum yang dilahirkan apabila ditilik berdasarkan hukum yang berlaku pada masing-masing negara. Berangkat dari permasalahan hukum tersebut, hendaknya segera disusun regulasi khusus terkait praktik dan perjanjian gestational surrogacy di Indonesia agar menciptakan kepastian hukum, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi terjadinya penyelundupan hukum yang dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan hukum bagi para pihak yang terlibat, termasuk anak yang lahir melalui praktik dan perjanjian tersebut. Terhadap permasalahan hukum tersebut, Rusia yang memiliki beberapa produk hukum khusus dalam mengatur praktik dan perjanjian gestational surrogacy menjamin bahwa status keperdataan anak yang dilahirkan melalui praktik gestational surrogacy mutlak sama dengan status hukum anak sah yang dikandung secara alamiah.

Gestational surrogacy is a method of implanting an embryo in the uterus of a woman who does not provide her egg cells in the fertilization, referred to as a surrogate mother, to then be conceived, born, and returned to a couple or someone as the intended parent(s) of the child based on an agreement between the parties. Until now, there are no laws and regulations that specifically regulate the practice and agreement of gestational surrogacy in Indonesia, so the civil rights of children born through this practice are questionable. On the other hand, gestational surrogacy is no longer a taboo thing to do in several countries, including Russia which allows this practice and agreement, and is even considered one of the most liberal countries in terms of arrangements related to gestational surrogacy. The practice and agreement of gestational surrogacy gave rise to several legal issues, including the ambiguous or uncertain legal status, citizenship status, and inheritance status of the child considering that the child has a relationship not only with the surrogate mother but also with the intended parents. In solving related problems, this paper uses a normative juridical research type and is analytically descriptive in nature, so that in interpreting laws and regulations an analysis will be carried out to try to explain the applicability of gestational surrogacy practices in Indonesia and Russia, especially regarding agreements and legal issues that arise when viewed based on the laws in force in each country. Concerning these legal issues, special regulations should be drawn up immediately regarding the practice and agreements of gestational surrogacy in Indonesia in order to create legal certainty, so as not to provide an opportunity for law smuggling to occur which is feared will cause legal problems for the parties involved, including children born through the practice and the agreement. With regard to these legal issues, Russia, which has several special legal products regulating gestational surrogacy practices and agreements, guarantees that the civil status of children born through the practice of gestational surrogacy is absolutely the same as the legal status of legitimate children conceived naturally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karenia Aria Putri
"ABSTRACT
The endless development of technology and the proliferating usage of the Internet along with a pronounced financial transaction around the world generated Financial Technology. In Indonesia, the notoriety of Financial Technology is exhibited through the rapid development of startups within the society. Despite such progress, the legal aspect of financial technology regulations under the Indonesian law is deemed contentious. One of the implications of Financial Technology is the utilization of big data and monetization that is in correspondence with data privacy. Thus, this research will further expound the legal framework of Financial Technology in Indonesia and its repercussion on the availability of customer protection regarding data privacy in correlation to the practice of monetization. By way of juridical normative research, several laws and regulations regarding financial technology are assessed in correlation to the its implication on data privacy. Thrugh the analysis, it is found that although the legal framework has developed as regards its mechanism and correlation to the protection of data privacy through the enactment of laws and regulations, certain aspects still lack of legal protection and remain ambiguous. Furthermore the absence of codified law UU concerning data privacy and codified law undang undang, UU concerning the consumer protection of financial technology services, makes consumer protection in this respect rather lenient. However, aside from the laws and regulations, official institutions namely BI, OJK, KOMINFO, PPATK, and AFTECH provides consumer protection through the establisment of BI Fintech Office, Desk PPATK, Digital Economic and Finance Innovation Development Team and Fintech, as well as OJK and BI Regulatory Sandbox that directly assists the growth of financial technology fintech in the society.

ABSTRAK
Perkembangan teknologi yang tiada henti dan penggunaan Internet yang semakin banyak seiring dengan transaksi keuangan yang nyata di seluruh dunia menghasilkan Teknologi Keuangan. Di Indonesia, ketenaran Teknologi Keuangan terefleksi melalui pesatnya perkembangan startup dalam masyarakat. Terlepas dari kemajuan tersebut, aspek hukum peraturan teknologi keuangan menurut hukum Indonesia dianggap kontroversial. Salah satu implikasi Teknologi Finansial adalah pemanfaatan big data dan data monetisasi yang berkorespondensi dengan privasi data. Dengan demikian, penelitian ini akan menjelaskan lebij lanjut mengenai kerangka hukum Teknologi Keuangan di Indonesia dan dampaknya terhadap tersedianya perlindungan konsumen dalam aspek privasi data yang berkorelasi dengan praktik monetisasi. Melalui penelitian normatif yuridis, beberapa undang-undang dan peraturan mengenai teknologi keuangan akan dinlai korelasinya terhadap privasi data. Melalui analisa, ditemukan bahwa walaupun kerangka hukum telah berkembang baik terkait mekanisme dan korelasi terhadap perlindungan privasi data melalui pemberlakuan undang-undang dan peraturan, beberapa aspek masih dalam kekurangan perlindungan hukum dan tetap dalam keadaan ambigu. Selanjutnya tidak adanya undang-undang yang dikodifikasi mengenai privasi data dan undang-undang yang dikodifikasi mengenai perlindungan konsumen terhadap layanan teknologi keuangan, menjadikan perlindungan konsumen dalam hal ini agak kurang tegas. Namun, selain undang-undang dan peraturan, institusi resmi seperti BI, OJK, KOMINFO, PPATK, dan AFTECH ikut memberikan perlindungan konsumen melalui pendirian Kantor Fintech BI, Desk PPATK, Tim Pengembangan Inovasi Ekonomi dan Keuangan Digital dan Fintech, dan Sandbox Resmi OJK dan BI yang secara langsung membantu pertumbuhan teknologi keuangan fintech di masyarakat"
2017
S68613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla Angela Violetta
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan Fenomena Meme Internet dari Perspektif Hukum Hak Cipta Indonesia, Uni Eropa dan Amerika. Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif yaitu dengan cara mengurai suatu hal hingga komponen dasarnya kemudian menganalisis hubungan masing-masing komponen dengan keseluruhan konteks dan pembahasan dari bermacam sudut pandang. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas bagaimana pengaturan pembatasan dan pengecualian Indonesia, Uni Eropa dan Amerika dan menganalisis kedudukan meme internet sesuai pengaturan tersebut. Meme internet sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan telah menjadi bagian dari kehidupan berinternet sepatutnya diberikan ruang oleh Udang-Undang Hak Cipta. Kemudian setelah menganalisis yurisdiksi negara lain dapat dipelajari doktrin baru seperti Transformative Use yang diatur di Amerika Serikat dapat diimplementasikan ke dalam pengaturan hak cipta di Indonesia.

The focus of this study discusses the position of the Internet Meme Phenomenon from the perspective of Indonesian, European Union and American Copyright Law. This study uses a qualitative data analysis method, namely by breaking something down to its basic components and then analyzing the relationship between each component with the overall context and discussion from various points of view. Therefore, this thesis will discuss how to regulate the restrictions and exclusions of Indonesia, the European Union and America and analyze the position of internet memes according to these settings. Internet memes as a form of freedom of expression and have become part of internet life should be given space by the Copyright Act. Then after analyzing the jurisdictions of other countries, it is possible to learn new theories such as Transformative Use which is regulated in the United States, which can be implemented into copyright regulations in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Novita Hervianti
"Penelitian ini membahas regulasi threshold dalam notifikasi merger dan akuisisi di Indonesia dan Amerika Serikat, dengan fokus pada efektivitasnya dalam mendukung persaingan usaha yang sehat. Threshold notifikasi adalah batas nilai transaksi yang menentukan kewajiban pelaporan kepada otoritas pengawas persaingan usaha. Di Indonesia, threshold ditetapkan melalui PP No. 57 Tahun 2010, dengan nilai aset minimal Rp2,5 triliun dan nilai penjualan minimal Rp5 triliun. Namun, nilai ini belum mengalami perubahan sejak diberlakukan, sehingga relevansinya menurun akibat pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Sebaliknya, Amerika Serikat mengatur threshold melalui Hart-Scott-Rodino Act, yang diperbarui setiap tahun berdasarkan Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index untuk mencerminkan perubahan pasar. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan deskriptif dan perbandingan. Data sekunder berupa undang-undang, peraturan pemerintah, jurnal ilmiah, serta pandangan ahli dianalisis untuk memahami regulasi threshold di kedua negara dan dampaknya terhadap persaingan usaha. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa threshold tetap di Indonesia berpotensi menciptakan beban administratif yang tidak perlu dan menghambat efektivitas pengawasan. Oleh karena itu, disarankan agar Indonesia mengadopsi mekanisme penyesuaian threshold secara berkala untuk menjaga relevansi kebijakan dengan kondisi pasar terkini, mendukung persaingan usaha yang sehat, dan meminimalkan beban administratif bagi pelaku usaha kecil dan menengah.

This study examines the regulatory framework for merger and acquisition notification thresholds in Indonesia and the United States, focusing on their effectiveness in promoting healthy market competition. Notification thresholds define the transaction value limits that mandate reporting to competition authorities. In Indonesia, thresholds are stipulated by Government Regulation No. 57 of 2010, with a minimum asset value of Rp2.5 trillion and a minimum sales value of Rp5 trillion. However, these values have remained unchanged since their enactment, reducing their relevance due to economic growth and inflation. Conversely, the United States regulates thresholds through the Hart-Scott-Rodino Act, which is updated annually using the Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index to reflect market changes.This study employs normative legal methods with a descriptive and comparative approach. Secondary data, including laws, government regulations, academic journals, and expert opinions, are analyzed to understand the threshold regulations in both countries and their impact on market competition. The study concludes that static thresholds in Indonesia risk creating unnecessary administrative burdens and hindering effective oversight. It recommends that Indonesia adopt a periodic threshold adjustment mechanism to maintain policy relevance, support healthy competition, and minimize administrative burdens for small and medium enterprises."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuga Ray Ardella
"Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang mengutamakan studi kepustakaan dan berfokus kepada analisis akad murabahah dalam pembiayaan mikro bank syariah yang ditinjau dari hukum positif dan fatwa dewan syariah nasional MUI. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk memahami tinjauan akad murabahah yang digunakan oleh bank syariah dalam pembiayaan mikro berdasarkan hukum positif dan fatwa DSN MUI dan upaya yang dapat ditempuh terhadap penyimpangan yang terjadi di dalamnya. Metode penulisan hukum Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki yang menerangkan bahwa karakteristik ilmu hukum adalah preskriptif dan terapan, karena ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep aturan hukum, dan norma-norma hukum. Hasil penelitian penulis menemukan adanya penyimpangan penerapan akad Murabahah dalam pembiayaan mikro bank syariah dari ketentuan Pasal 9 ayat (1) butir d Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/46/PBI/2005 2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, dalam pasal ini menjelaskan jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank, ini artinya akad wakalah dilakukan terlebih dahulu sebelum akad murabahah dilakukan, hal ini bertujuan agar barang secara prinsip menjadi milik bank terlebih dahulu, baru setelah itu akad murabahah dilaksanakan dengan mengalihkan hak milik yang sebelumnya berada di bank beralih kepada nasabah, selain itu bank syariah juga melanggar Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 angka 9 ketentuan umum pembiayaan murabahah yang menyatakan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. Kemudian dari permasalahan tersebut, penulis memberikan beberapa upaya untuk mengatasinya yaitu yang pertama adalah dengan revisi Peraturan Bank Indonesia agar pemberian sanksi dapat lebih tegas, yang kedua adalah dengan membuat perusahaan baru yaitu perusahaan patungan atau joint venture.

This study, using normative legal research that promotes literature study and focus on the analysis of the murabaha contract in Islamic microfinance bank which is reviewed by positive law and national sharia council MUI fatwa. The purpose of writing this thesis is to understand the murabaha contract which is used by Islamic banks in microfinance which is reviewed by positive law and DSN MUI fatwa and efforts that can be taken against the irregularities that occur in it. authors use the method of normative legal research, legal research is done by examining library materials or secondary data. Nature of this research Peter Mahmud Marzuki’s theory which explain that the characteristics of the law is prescriptive and applied. Because it studies the law purposes, the values ​​of justice, the validity of the rule of law, the concepts of the rule of law, and legal norms. Results of the study found irregularities in the application of Murabahah Islamic microfinance bank of the provisions of Article 9, paragraph (1) item d Bank Indonesia Regulation (PBI) No.7/46/PBI/2005 2005 on Akad The collection and distribution of funds for banks conducting business based on Sharia Principles, This chapter explains if banks want to represent to customers (power of attorney) to buy goods, then the murabaha contract must be made after the goods become the property of the bank in principle, This means that the contract wakalah done before murabaha contract is done, it is intended that the goods in principle be the first bank-owned. After that, the murabaha contract executed by transferring property rights that had previously been transferred from bank to the customer. Islamic banks also violates the MUI Fatwa No.04/DSN-MUI/IV/2000 general provisions 9s murabaha financing. Author gives several attempts to overcome this problem, the first is the revision of the Regulation of Bank Indonesia in order to be more decisive sanctions, the second is to create a joint venture company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35052
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuvitri Annisa Dwityafani
"Pengungkapan informasi pribadi atau self-disclosure adalah proses komunikasi yang berfungsi untuk mengungkapkan diri maupun informasi pribadi kepada orang lain. LinkedIn merupakan tempat untuk membangun presentasi diri yang diperoleh dari data profil yang dilengkapi pada LinkedIn. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor perceived benefits, privacy concern, trust in LinkedIn members dan provider, perceived control, privacy awareness, perceived likelihood, dan perceived severity terhadap perilaku self-disclosure pengguna LinkedIn. Penelitian ini menggunakan kerangka teori privacy calculus dan perluasan faktor kepercayaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan mendapatkan 661 responden yang disebarkan melalui kuesioner online. Penelitian ini menggunakan metode Covariance Based Structural Equation Modelling (CB-SEM) dengan bantuan software AMOS 24.0. Hasil analisis data menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi pengguna untuk mengungkapkan informasi profesionalnya pada LinkedIn di Indonesia adalah perceived benefits yang terdiri dari self-presentation, career advancement, developing professional network, learning and exchange information, privacy concern, perceived likelihood, perceived severity, trust in LinkedIn member dan perceived control.

Disclosing personal information or self-disclosure is a communication process that functions to reveal the self and personal information to others. LinkedIn is a place to build self-presentation obtained from profile data on LinkedIn. This study aims to analyze the influence of the factors perceived benefits, privacy concerns, trust in LinkedIn members and providers, perceived control, privacy awareness, perceived likelihood, and perceived severity on the self-disclosure behavior of LinkedIn users. This study uses a privacy calculus theoretical framework and an expansion of trust factors. This research uses a quantitative approach by collecting 661 respondent data through a questionnaire distributed online. This study using the Covariance Based Structural Equation Modeling (CB-SEM) method with AMOS 24.0 software. The results of this study show the factors that influence LinkedIn users to disclose professional information on LinkedIn in Indonesia are perceived benefits consisting of self-presentation, career advancement, developing professional networks, learning and exchange information, privacy concerns, perceived likelihood, perceived severity, trust in Linkedin members and perceived control."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghema Ramadan Haruman
"Pembahasan dari segi-segi Hukum Perdata Internasional (HPI) terhadap perkara perbuatan melawan hukum (PMH) yang memiliki unsur asing sangat penting dilakukan demi menentukan forum yang berwenang untuk mengadili perkara tersebut dan hukum yang berlaku.
Berdasarkan sejumlah perkara PMH bernuansa asing yang dibahas di dalam tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa konvensi-konvensi HPI di bidang penerbangan turut berperan penting dalam menentukan forum yang berwenang untuk mengadili perkara-perkara tersebut dan hukum yang berlaku.

The analysis from Private International Law aspects in relation to tort which contains of foreign element is important in order to determine forum jurisdictions and the applicable law.
Based on the tort cases that are discussed in this writing, it can be concluded that Private International Law conventions in aviation sector take important role in order to determine forum jurisdictions and the applicable law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adela Dorothy
"Indonesia merupakan negara yang menjamin hak warga negaranya untuk mendapatkan pelayanan publik, termasuk pelayanan kesehatan yang baik. Dalam situasi COVID-19 ini, industri kesehatan memiliki tantangan untuk tetap melakukan pelayanan kesehatan dengan sebisa mungkin mengurangi pertemuan tatap muka. Penggunaan layanan kesehatan jarak jauh kemudian menjadi pilihan yang aman. Penelitian ini akan membahas mengenai pengaturan pelayanan publik di Indonesia, khususnya di bidang kesehatan dan penyelenggaraan mobile health (m-health) oleh Alodokter sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan pelayanan publik di Indonesia di atur berdasarkan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan publik. Peraturan tentang pelayanan kesehatan secara mendasar diatur oleh UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pelayanan kesehatan turut merasakan dampak dari perkembangan teknologi informasi. World Health Organization menyebutnya sebagai e-kesehatan (e-health). Salah satu penerapan yang saat ini cukup dikenal ialah telemedisin dan m-health. M-health merupakan layanan kesehatan yang didukung oleh perangkat komunikasi seluler, seperti aplikasi dan situs web. Alodokter merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan dalam bentuk m-health. Layanan Alodokter mencakup artikel kesehatan, chat bersama dokter, buat janji konsultasi, proteksi Alodokter, dan aloshop. Dalam menyelenggarakan m-health, Alodokter kini tunduk pada SE Kemenkes tentang Pelayanan Kesehatan Melalui TIK dan Perkonsil Telemedicine. Dua peraturan yang muncul di tengah pandemi COVID-19 karena terjadi peningkatan penggunaan m-health di Indonesia. Sebelum hadirnya dua peraturan ini, tidak ada landasan atau dasar dari penyelenggaraan Alodokter ini.

Indonesia is a country that guarantees the right of its citizens to obtain public services, including good health services. In this COVID-19 situation, the healthcare industry has the challenge of continuing to perform health services by reducing face-to-face meetings as much as possible. The use of remote healthcare then becomes a safe option. This research will discuss about the regulation of public services in Indonesia, especially in the health sector and the implementation of mobile health (m-health) by Alodokter as one form of health services. The research method used is normative research method with qualitative approach. The results showed that the regulation of public services in Indonesia is regulated based on Law No. 25 of 2009 on Public Services. Health care is one form of public service. Regulations on health services are fundamentally regulated by Law No. 36 of 2009 on Health. Health services also feel the impact of the development of information technology. The World Health Organization refers to it as e-health. One of the applications that are currently quite well known is telemedicine and m-health. M-health is a health service supported by mobile communication devices, such as apps and websites. Alodokter is one form of health service in the form of m-health. Alodokter's services include health articles, chat with doctors, make consultation appointments, Alodokter’s protection, and aloshop. In organizing m-health, Alodokter is now subject to the Ministry of Health Circular letter on Health Services through Information and Communication Technology and the Regulation of the Medical Council on Telemedicine. Two regulations that emerged during the COVID-19 pandemic due to the increased use of m-health in Indonesia. Prior to the presence of these two regulations, there was no legal basis for the implementation of Alodokter.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Christian Jeremia
"Walaupun telah memberi kemudahan pada konsumen untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada pelaku usaha, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen belum mengatur apabila terdapat sengketa konsumen internasional yang melibatkan pelaku usaha dan/atau konsumen yang tidak tunduk pada hukum Indonesia. Selain itu, adanya klausula baku dalam kontrak konsumen menyebabkan konsumen tidak memiliki posisi dan daya tawar yang lebih kuat di hadapan pelaku usaha. Walaupun sudah terdapat pasal khusus mengenai klausula baku, akan tetapi hal tersebut belum sepenuhnya melindungi konsumen apabila terdapat pilihan hukum dan pilihan forum yang ditetapkan secara unilateral oleh pelaku usaha. Hal ini tentunya menciptakan kekosongan dan ketidakpastian perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia. Melalui penelitian yuridis-normatif, tulisan ini membahas tentang hukum yang berlaku dan forum yang berwenang dalam sengketa konsumen menurut hukum perlindungan konsumen dan hukum perdata internasional Indonesia. Penelitian ini juga akan melihat putusan pengadilan Indonesia terkait sengketa konsumen internasional. Dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan kontraktual, Hakim menerapkan asas kebebasan berkontrak yang dianggap mengikat para pihak dan dilakukan dalam keadaan konsensual. Sementara untuk hubungan nonkontraktual, prinsip klasik lex loci delicti commissi masih menjadi dasar penentuan hukum yang berlaku. Mengenai forum yang berwenang, UU Perlindungan Konsumen telah menyediakan beberapa mekanisme penyelesaian sengketa konsumen.

Although it has been easier for the consumers to sue and seek compensation from business enactors, Law No. 8 of 1999 regarding Consumer Protection has not regulated if there are international consumer disputes involving business enactors and/or consumers who are not subject to Indonesian law. Also, there are standard clauses in consumer contract that cause consumers to not have a stronger position and bargaining power in front of business enactors. Although there is already specific provision regarding standard clause, it has not fully protected consumer, specifically if there is a choice of law and a choice of forums that are determined unilaterally by the business enactor. This of course creates the void and uncertainty of legal protection for consumers in Indonesia. Through juridical-normative research, this paper discusses the applicable law and the competent forum in consumer disputes according to the Indonesia consumer protection law and private international law. This research will also look at Indonesia court decisions related to international consumer disputes. It can be concluded that on a contractual basis, the judges apply the principle of freedom of contract which considered binding for the parties and presumed in a consensual state. Meanwhile, for a non-contractual basis, the classic principle of lex loci delicti commissi is still become the basis for determining the applicable law. As for the competent forum, the Consumer Protection Law has provided some mechanisms to settle and resolve consumer disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>