Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188402 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabila Rizka Febrina
"Penelitian ini berfokus pada Strategi Nasional dan Kerjasama Kawasan di Sektor Siber. Studi atas 3 Negara Baltik: Lithuania, Estonia, Latvia, berdasarkan faktor-faktor dalam strategi nasional yang paling dikenal, yaitu: faktor hukum, faktor organisasi dan teknis, faktor kegiatan peningkatan kapasitas di masing-masing negara, dan faktor kerjasama tersebut di kawasan, yaitu Baltik. Dalam Studi ini juga dieksplorasi pentingnya penunjukan badan resmi untuk memimpin tugas keamanan siber di tingkat nasional dan pembentukan Tim Respons Insiden Komputer (CIRT) untuk memerangi serangan siber yang menargetkan ruang siber nasional. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan memanfaatkan data kualitatif dan data kuantitatif untuk mendukung rancangan penelitian studi kasus. Dalam penelitian ini digunakan Regional Security Complex Theory (RSCT) oleh Barry Buzan dan beberapa konsep, yaitu: konsep keamanan nasional, dan konsep sektor siber. Hasil penelitian literatur menunjukkan bahwa 3 Negara Baltik, yaitu Lithuania, Estonia, Latvia memiliki strategi nasional terkait sektor siber dan memiliki berbagai kerjasama di Kawasan Baltik dalam sektor siber karena ketiga negara menganggap bahwa keamanan siber sangat mendesak dan signifikan sebagai bagian dari keamanan dan ketahanan nasional dan regional baik di kawasan Baltik maupun wilayah Uni Eropa secara menyeluruh. Faktor hukum, organisasi dan teknis, kegiatan peningkatan kapasitas, dan kerjasama siber di kawasan Baltik sampai batas tertentu menjadi pembeda kesuksesan Lithuania, Estonia dan Latvia.

This research focuses on the National Strategy and Regional Cooperation in the Cyber Sector. Study of 3 Baltic Countries: Lithuania, Estonia, Latvia, based on the most recognized factors in the national strategy, namely: legal factors, organizational and technical factors, factors of capacity building activities in each country, and these cooperation factors in the region, namely the Baltic. The Study also explores the importance of appointing an official body to lead cybersecurity tasks at the national level and establishing a Computer Incident Response Team (CIRT) to combat cyberattacks targeting national cyberspace. This study uses a qualitative method by utilizing qualitative data and quantitative data to support the case study research design. In this research, the Regional Security Complex Theory (RSCT) by Barry Buzan and several concepts are used, namely: the concept of national security, and the concept of the cyber sector. The results of the literature research show that the 3 Baltic States, namely Lithuania, Estonia, Latvia have national strategies related to the cyber sector and have various collaborations in the Baltic Region in the cyber sector because the three countries consider that cybersecurity is very urgent and significant as part of national security and resilience and regionally both in the Baltic region and the European Union region as a whole. Legal, organizational and technical factors, capacity building activities, and cyber cooperation in the Baltic region are to some extent differentiating the success of Lithuania, Estonia and Latvia."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Denik Iswardani Witarti
"This thesis focuses on national regulations on Small Arms and Light Weapons (SALW) and their consequences to the national security of Indonesia. It is a qualitative research with descriptive analysis using one variable, SALW affairs in Indonesia.
The illicit spread of SALW in Indonesia especially in the conflict areas, such as Mollucas, Poso, Aceh and Papua causes insecurity. The proliferation of illicit SALW in Indonesia has derives from two resources; first, the internal sources, the ones stolen from TNI/Polri storage, sold by active members of TNI/Polri as well as deserters, and local producer of homemade firearms. Second, the external sources, the ones smuggled from Afghanistan, Thailand, Cambodia, Vietnam, and Philippines, through black market.
As a matter of fact, state should address this issue as one of their national security agenda. Even all of element have responsibilities to creation of national security, state is the major actor in curbing the SALW illicit trafficking. In addition, SALW can not solved by individual country because it relates to transnational actors. UN has an Action Program to curbing the illicit trade of SALW, however, it will be effective if supported by national legislation. Indonesia has some laws to regulate SALW, but it is too general. The weaknesses, especially in term of operational measures, should be adjusted to the recent situation.
I-low to deal with spread of SALW should be prioritized considering geopolitical aspects because Indonesia has four choke point (Malaka, Sunda, lombok and Wetar straits), and most of illicit transaction occurs in the sea territories. As conclusion, the lack of control on SALW proliferation has been exacerbating internal conflicts in Indonesia and decreasing the national security. To solve the problems, the government should work with all stakeholders (include non governmental organization) and create better domestic regulations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marliana K. Ishak Devi
"Penduduk merupakan pelaku penting dalam upaya Hankam Negara untuk meningkatkan Ketahanan Nasionalnya karena ciri-ciri dan perilakunya dapat mempengaruhi upaya Hankam, dilihat dari :
A. Kependudukannya.
1. Jumlah dan pertumbuhannya terus meningkat Kenaikannya tidak diikuti dengan pertambahan jumlah kebutuhan penduduk secara seimbang sehingga sering menimbulkan berbagai masalah yang mengganggu Ketahanan Nasional.
2. Berdasarkan komposisi umur, jenis kelamin dan usia reproduksi, jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah laki-laki. Hal ini menunjukkan tingkat fertilitas masih cukup tinggi.
3. Kelompok usia muda lebih banyak dibanding kelompok usia tua, berarti masih,menunjukkan lagu pertumbuhan penduduk Indonesia masih cukup tinggi.
4. Persebaran penduduk, kepadatannya dan persebaran angkatan kerjanya tidah merata untuk setiap wilayahnya, sehingga sering menimbulkan kerawanan kerawanan di berbagai bidang.
5. 78% angkatan kerjanya berpendidikan SD ke bawah, sehingga sumber daya manusianya kurang bisa diproduktifkan dalam pembangunan.
B. Pertahanan Keamanan Negaranya.
Penduduk yang ditempatkan ke dalam unsur-unsur Hankam masih belum memenuhi persyaratan seperti pada:
1. Masih sulit diperoleh dari penduduk yang mampu menggunakan segala jenis perlengkapan militer untuk AL, AU, Artileri dan Havaleri (ADJ,
2. Penduduk yang mampu menggunakan senjata dengan kondisi yang ada dan dapat menghancurkan musuh di garis dapan yang dipersiapkan untuk Infantri (AD) masih langka/sulit diperoleh.
3. POLRI, berasal dari penduduk berkualitas yang mampu melayani logistik, personil dan lain-lain.
4. Rakyat terlatih, cadangan dan Perlindungan Masyarakat, semua berasal dari penduduk yang berkualitas.
5. Hasil seleksi langsung dari penduduk, banyak calon yang gagal pada tes Kesamaptaan dan Kesehatan.
C. Ketahanan Nasionalnya.
Dari delapan Gatra (Asta Gatra) sebagai unsur-unsur Ketahanan Nasional masih terdapat kendala-kendala yang dapat mengancam kelangsungan Hidup Bangsa dan Negara Indonesia. Oleh sebab itu, ciri-ciri dan perilaku penduduk serta sosialisasinya dalam kecintaan terhadap tanah air (Bela Negara) harus ditata kembali agar mampu mendukung upaya Hankam Negara dalam rangka meningkatkan Ketahanan Nasional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moesadin Malik
"Pembangunan kekuatan pertahanan keamanan suatu bangsa pada umumnya akan selalu berkaitan dengan ciri-ciri spektrum perang dan damai. Pada masa damai merupakan suatu kurun waktu yang lebih panjang daripada masa perang. Pada masa damai upaya pembangunan dititik beratkan kepada faktor kesejahteraan, sedangkan faktor keamanan diupayakan secara terbatas pada tingkat pemeliharaan keamanan, penagkalan serta kewaspadaan dalam menghadapi kompetensi. pemeliharaan kekuatan dimasa damai tidaklah efisien apabila dilakukan dalam wujud pemeliharaan kekuatan besar seperti waktu perang. Oleh karena itu dimasa damai diwujudkan dengan kekuatan kecil sabagai basis bagi pengembangan kearah kekuatan yang diinginkan baik dalam keadaan bahaya maupun tidak. Pengembangan kekuatan tersebut memerlukan kekuatan cadangan yang cukup dan dibina secara terarah dan profesional.
Pembangunan Hankamneg yang diarahkan pada segenap keomponen kekuatan Hankamneg harus terus dilanjutkan sesuai dengan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) untuk mewujudkan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) dengan ABRI sebagai kekuatan inti, yang berdaya tangkal tangguh serta mampu memelihara stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, dengan senantiasa terus mewaspadai perkembangan strategis. Di bidang pembangunan komponen pendukung kekuatan Hankamneg yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan sarana prasarana nasional termasuk industri strategis, dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan Iptek untuk dapat didayagunakan secara nasional.
Pada perkembangan pola pertahanan modern dewasa ini suatu rekayasa kekuatan cadangan pada hakikatnya dipersiapkan untuk menghadapi ancaman yang mungkin terjadi, dan dalam hal ini sebagai akibat dari ketidakpastian perkembangan lingkungan. Karena itu, ABRI perlu dibangun dengan kekuatan yang relatif kecil tetapi dapat dikembangkan menjadi kekuatan yang lebih besar melalui penyiapan bala cadangan pada keadaan damai. Dengan demikian, dalam rangka pembangunannya perlu direkayasa aset nasional yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan pembangunan kekuatan matra laut dan pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan dana pembangunan ABRI yang telah diprogramkan.
Laut bagi bangsa Indonesia adalah ruang juang guna mempertahankan dan mengembangkan kehidupan. Kepentingan bangsa Indonesia di laut tercerminnya keutunan perairan yurisdiksi nasional guna memanfaatkan lautan sebagai medium perhubungan, penggalian sumberdaya maupun memproyeksikan kekuatan. Pemenfaatan sumber kekayaan alam yang terkandung di wilayah laut secara tepat bagi peningkatan kesejahteraan dan keamanan dilakukan dengan pendayagunaan aset nasional yang tersedia di bidang maritim.
Dalam rangka menciptakan kemampuan Hankamneg yang memiliki daya tangkal handal perlu adanya upaya nasional terpadu yang melibatkan segenap potensi dan kekuatan Hankamneg. Oleh karena itu, agar yang dilaksanakan dapat berhasil secara optimal dipersyaratkan adanya keterpaduan dalam pengelolaan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan saran prasarana nasional untuk kepentingan Hankamneg antar Departemen dan Instansi pemerintah yang terkait dalam penyelenggaraan manajemennya.
Upaya Hankamneg pada dasarnya merupakan suatu proses manajemen yang memadukan berbagai kegiatan dalam rangka mentransformasikan segenap potensi dan kekuatan nasional menjadi kekuatan dan kemampuan Hankamneg yang siap untuk digunakan dalam mengahadapi setiap bentuk ancaman. Agar proses manajemen sumberdaya Hankamneg tersebut selaras dengan upaya Hankamneg, maka segenap unsur baik sebagai obyek maupun subyek, metoda serta fungsi-fungsi pendayaguanaan dan pembinaannya dalam arti yang sempit harus terpadu dan terpola secara jelas dalam suatu bentuk tatanan kesisteman. Prosedur dan mekanisme, yang mewujudkan hubungan antar badan-badan pelaksana pengelola sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan sarana prasarana nasional untuk kepentingan Hankamneg perlu ada dan tegas. Untuk mewujudkan pembianaan secara terpadu diperlukan suati sistem informasi yang menghubungkan instansi-instansi terkait."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakha Candra Permana
"Penelitian ini membahas bagaimana pentingnya mitigasi potensi ancaman terhadap implementasi golden visa di Indonesia terhadap keamanan nasional. Kebijakan golden visa sudah banyak dilakukan oleh banyak negara guna menghadapi persaingan global yang disebabkan oleh derasnya arus globalisasi. Namun, dalam perkembangannya banyak negara yang kemudian menghentikan atau memberikan evaluasi pada kebijakan tersebut menyusul kekhawatiran atas potensi ancaman yang menganggu keamanan nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan intelijen serta collaborative governance sebagai kerangka analisis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pengumpulan data penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap key informan serta studi literatur terhadap sumber terbuka. Hasil penelitian menunjukan golden visa dapat memberikan dampak terhadap perekonomian nasional, akan tetapi untuk menghadapi potensi ancaman yang dapat muncul seperti tindak pidana pencucian uang, konflik sosial, pendanaan terorisme, serta pelanggaran keimigrasian maka kolaborasi dalam melakukan analisis intelijen melalui wadah Timpora memiliki suatu peran yang strategis. Memaksimalkan Timpora dalam melakukan analisis intelijen diantara akan dapat memberikan optimalisasi terhadap upaya mitigasi potensi ancaman golden visa di Indonesia serta memberikan implikasi pada ketahanan nasional yang dimiliki.

This research discusses the importance of mitigating potential threats to the implementation of the golden visa in Indonesia on national security. The golden visa policy has been implemented by many countries to face global competition caused by the rapid flow of globalization. However, in the course of its development, many countries then stopped or evaluated this policy following concerns over potential threats that could disrupt national security. This research uses an intelligence and collaborative governance approach as an analytical framework. This research uses qualitative methods and research data collection is carried out by conducting interviews with key informants and studying literature on open sources. The research results show that the golden visa can have an impact on the national economy, however, to deal with potential threats that could arise such as money laundering crimes, social conflicts, terrorism financing, and immigration violations, collaboration in conducting intelligence analysis through Timpora has a strategic role. . Optimizing Timpora in conducting intelligence analysis will be able to provide optimization of efforts to mitigate the potential threat of the golden visa in Indonesia as well as have implications for national resilience."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julianto Santoso
"In Crimology, Access control is known as one of the six teen technique introduced by Ronald V. Clarks on his famous writing about Situational Crime Prevention. Access control is a concept of some symbolic or physical barrier used to select and determine the mobility entry or exit of human. This concept is also potential to be develop on to it is own concept of security system.
This research is about how to implement access control concept as a security system concept. Research was conducted at PT "X", an 35 years old foreign investment company, which is it site located at Pasar rebo District, East Jakarta. PT. "X" is a pharmaceutical company, producing gynecological product including oral contraception, which one of their most famous product is Pil KB Lingkaran Biru. Like others modem pharmaceutical company, PT "X" implement high standard of management principle and quality control, to each function under this company organization, including security function.
Also like other manufacturing company, the community inside this company characterize by functional relationship, which then lead their employee into some unique relationship which colored by sub unit bonding in company structure, such as Department division or Section. This condition also become basic consideration to determine the mobility and access of each person who has interest to enter any space or room inside these company site.
There are four element, choose as basic requirement if access control like to implemented in these company. Those element are administrational, technical, organizational and personal aspect. All this aspect has correlation and supporting as a system. Administrational aspect gives legitimation and power, technical aspect is a supporting tools to make the program runs easier and possible. Organizational aspect describe procedure and mechanism to do the system. Personal aspect lead to share responsibility and function for each unit in the security system.
There are still no guarantee that system base on access control concept can or effective in reducing crime in a work place. But At least, access control can be used as a concept to build a security system at other industrial site which might have same characteristic and with same method."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman
"Sistem Kepartaian Di Indonesia Dilihat Dari Model Laakso-Taagepera dan Indeks-Rae dan Kaitannya Dengan Ketahanan Nasional Perkembangan perdebatan sistem kepartaian di Indonesia, adalah antaxa yang ingin mempertahankan sistem multipartai banyak partai saat ini dengan pihak yang ingin memiliki jumlah partai politik (parpol) yang lebih sederhana. Ini adalah perdebatan lama, sejak pendirian Republik Indonesia antara Presiden Soekamo yang menginginkan sistem partai tunggal dengan Wapres Bung Hatta yang ingin sistem banyak partai dcngan mcngcluarkan Maklumat No.X Tahun 1945. Akan tetapi pertanyaan yang paling mendasar adalah bagaimana bentuk sistem kepartaian di Indonesia saat ini, apakah sistcm kepartaian saat ini sudah benar dan efektif, bagaimana derajat keterbelahannya (iiagmentasi). Penelitian ini benxsaha menjawab pertanyaan tersebut dengan menganalisis pengukuran sistem kepartaian yang efektiti Perspektif teozi yang digunakan adalah model Laakso-Taagepera (1979) dan Indeks Rae (1970) beserta klasinkasi model Coppedge (1999), Duverger (1954) dan Sartori (1976). Tujuan penelitian ini adalah berusaha mengetahui sistem kepartaian yang lebih menjarnin efelctivitas kepartaian, sehingga tidak terperangkap pada jumlah parpol yang hanya bersifat formal legal atau aspekjum1ah(numerologi) riil pm-pol yang ada. Mctode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan meneliti hasil pemilu pada tahun 1999 dan pada tahun 2004. Penelitian ini menemukan : (1) berdasarakan hasil pemilu 1999 bercorak multipartai moderat (nilai ENPP 4.72) dan derajat fragmentasi 0.79, sedangkan berdasarkan hasil pemilu 2004 berubah menjadi multipartai eksuim (ENPP 7.07) dengan Ragmentasi makin burulc menjadi 0,86. (2) teljadi paradoks, walaupun jumlah parpol menurun dari 48 parpol di 1999 menjadi 24 parpol di 2004 namun jumlah partai yang efektif naik dari sistem lima parpol di 1999 menjadi sistem tujuh parpol di 2004. (3) bahwa sedikit atau banyaknya jumlah partai, belum rnerupakan indikator baik buruknya suatu sistem kepartaian, yang terlebih penting berapa jumlah partai yang efektif dan seberapa luas derajat Ragrnentasinya. (4) semaldn efektifnya suatu sistem kepanaian akan menunjang penerapan sistem presidensial dan semakin memperkokoh ketahanan nasional dan semakin rendah fragmentasinya maka semakin rendah potensi ancaman terhadap ketahanan nasional, model pengukuran tersebut dapat berperan sebagai sistem peringatan dini dalam mengatasi AGHT dalam mewujudkan pemcrintahan yang efelc1if§ stabil dan demokratis.

The debate on Party Systems has become classic as has long been argued since the formation of The Republic of Indonesia in 1945. The former President Soekamo favoured Single Party System, whereby Vice Prsident Moh Hatta more inclined towards Multyparty Systems. The current debate is still between those favour multyparty systems and those favour simple party systems. But the fundamental questions that should be asked, regardless of the number of party, what is the current party systems in Indonesia, what is the real systems that is appropriate and needed by the Indonesian democracy and what is the degree of fragmentation of the current systems. Effective party systems that work well can serve multi functions in democracies. This research attempts to examine aspect of the party systems and to provide the appropriate answers. For that purpose the theoretical approach was implementing the Laakso-Taagepera Model and Rae Index. This model has become the most well known used among researchers to measure party systems or to specify the ‘effective’ number of political parties in a party systems where parties vary substantially in their vote and/or seat shares. This research applying quantitative methods and purposively research the results of the 1999 general election and the 2004 general election in Indonesia This research revealed that the party systems alter the 1999 election was the moderate multiparty systems with the ENPP value at 4.72 with the degree of fragmentation of 0.79. It was categorized as the five effective-party systems. And the party systems after the 2004 election was the extreme multiparty systems with the ENPP value at 7.07 with the degree of fiagmentation of 0.86. It was categorized as the seven effective-party systems. The real number of political parties doesnot related directly with the effectiveness of party systems. The more effective the party systems would contribute to the effective implementation of the presidential systems and to reinforce the national resilience. The model of Laakso-Taagepera and Rae Index could serve or function as an early warning systems to the implementation of the national resilience and toward the development of effective, stable and democratic government."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T33896
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Roby Burrahman
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peta kerawanan konflik Sunni- Syi'i di Indonesia yang mengalami tren ketegangan yang semakin meningkat. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif ini diupayakan mampu menggambarkan secara menyeluruh tentang sumber kerawanan, titik-titik kerawanan, dan dampak-dampak yang ditimbulkan dari hubungan Sunni-Syi'i di Indonesia sehingga diperoleh peringatan dini melalui proses warning intelligence yang dijadikan sebagai bahan untuk pengambilan kebijakan dalam menyikapi perkembangan hubungan kedua kubu ini serta faktor-faktor yang mempengaruhi keduanya.
Temuan penelitian ini menghasilkan adanya indikasi-indikasi kuat mengenai peran aktor negara dan non negara yang mengeksploitasi hubungan Sunni-Syi'i di Indonesia. Konflik antar keduanya dapat ditelusuri lebih jauh penyebabnya sebagai akibat dari adanya proyek gerakan Syi'ahisasi yang dipelopori oleh Iran sebagai pusat Syi'ah internasional. Benturan keduanya dipicu oleh penetrasi gerakan Syi'ahisasi dengan penolakan masyarakat yang sudah sadar akan ketidakcocokan Syiisme bila dikembangkan di tempat mereka secara khusus dan di Indonesia secara umum. Gerakan Syi'ahisasi sudah terindikasi kuat pula dapat berdampak negatif bagi keamanan nasional dengan berbagai informasi yang relevan terkait adanya indikasi gerakan ideologi transnasional Syi'ah yang juga menjangkiti negara-negara muslim lainnya.

This study aims to determine the vulnerability map of Sunnis-Shiites conflict in Indonesia, which experienced a trend of increasing tensions. The research uses qualitative methods which is able to describe the source of vulnerability, the points of vulnerability , and impacts on the whole arising from the Sunnis-Shiites relations in Indonesia in order to obtain early warning through the process of warning intelligence that serve as material for making policy in addressing the development of relations between two sides and factors affecting them.
The findings of this study resulted in the strong indications of the role of state and non-state actors are exploiting Sunnis-Shiites relations in Indonesia. Cause of escalating conflict can be traced even further as a result of the Shia movement project spearheaded by Iran as Shia international center. The conflicts are triggered by the penetration of Shia movement toward rejection from people who are already aware of incompatibility of Shiism when it is developed in a special place and in Indonesia in general. The Shia movement project has been strongly indicated it can also negatively affect national security with a variety of relevant information related to indications of a transnational movement of Imamah ideology that also plagued other muslims countries.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rachmat Ariwijaya
"Secara keseluruhan, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis capaian Kebijakan Satu Peta (KSP) Nasional dalam jangka waktu implementasi pada tahun 2016 sampai 2020 serta melihat dampaknya terhadap penguatan keamanan nasional Indonesia. Pemerintah merumuskan KSP atau One Map Policy dikarenakan pemetaan dan pendataan informasi geospasial (IGT) yang sudah ada masih terjadi tumpang tindih dan belum dimanfaatkan secara optimal dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan khususnya dalam rangka memperkuat keamanan nasional Indonesia. KSP yang diimplementasikan secara elektronik pada tahun 2016 menjadi momentum bagi penguatan keamanan nasional Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dipadukan dengan penelitian kepustakaan dan wawancara mendalam dengan para pemangku kepentingan yang melaksanakan KSP. Ruang lingkup penyelidikan dibatasi pada peta tematik wilayah pertahanan militer yang dibuat dengan perbandingan skala 1:1.000.000 untuk menganalisis aspek militer dan peta tematik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 sampai 2019 dengan perbandingan skala 1: 250.000 untuk menganalisis aspek ekonomi pada penguatan keamanan nasional. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pemetaan dan pengumpulan data informasi geospasial telah dilakukan sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia untuk keperluan transportasi, eksplorasi sumber daya alam, kepentingan ekonomi dan militer. Keberhasilan implementasi KSP ialah telah berhasil menyatukan 85 peta tematik dari berbagai kementerian/lembaga menjadi satu standar, satu database, satu referensi ke dalam satu geoportal nasional. Pada peta tematik wilayah pertahanan telah terimplementasi dan memperjelas batas darat dan laut nasional. Untuk hasil peta tematik RPJMN 2015 sampai 2019 telah terimplementasi dan memberikan informasi proyek pembangunan yang dilakukan pemerintah ke dalam satu peta elektronik geoportal nasional. KSP diperbaharui dengan Perpres No. 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Perpres No. 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan KSP pada tingkat ketelitian skala 1:50.000.

This study aims to analyze the implementation of the National One Map Policy (KSP) during 2016-2020 and its impact on strengthening Indonesia's national security. The government formulated the KSP or One Map Policy, because the existing mapping and data collection of geospatial information (IGT) was overlapped and has not been optimum yet on its policy’s formulation and implementation, especially in the context of strengthening Indonesia's national security. KSP which was implemented electronically in 2016 became one of the momentums for strengthening Indonesia's national security. This study used qualitative methods combined with library research and in-depth interviews with stakeholders who formulated and implemented KSP. The scope of the investigation was limited to the thematic map of the military defense area made with a ratio of 1: 1,000,000 to analyze the strengthening of military aspects and the thematic map of the 2015 to 2019 National Medium Term Development Plan (RPJMN) with a scale of 1: 250,000 to analyze economic aspects in strengthening national security. The results of this study found that mapping and data collection of geospatial information had been carried out before and after Indonesia's independence for transportation, natural resource exploration, economic and military purposes. The implementation of KSP achieved the goal by integrating 85 thematic maps from various ministries/agencies with same standard, database, and reference into one national geoportal. On the defense area’s thematic map, it implemented and helped to clarify the national land and sea boundaries and for the thematic map of the 2015 - 2019 RPJMN, it implemented and provided information on development projects carried out by the government into one National Geoportal electronic map. The amendment of KSP was amended with Presidential Regulation Number 23 of 2021 concerning amendments to Presidential Regulation Number 9 of 2016 focusing on the acceleration of KSP implementation at a scale of accuracy of 1:50,000."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>