Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183233 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizka Amalia
"Program Peningkatan Kualitas Permukiman dilaksanakan tahun 2018-2022 pada 220 RW Kumuh dari total 445 RW Kumuh di DKI Jakarta yang berupa penataan fisik melalui peningkatan jalan lingkungan, trotoar, drainase lingkungan, penerangan jalan umum, septictank komunal, IPAL komunal, penghijauan, dan persampahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak program terhadap harga tanah di DKI Jakarta serta menguji hubungan spasial dari faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah khususnya di lokasi Transit Oriented Development Dukuh Atas dan Istora Senayan. Variable dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga tanah sedangkan variable independennya merupakan dummy treatment RW kumuh yang mendapatkan program dengan memasukkan variabel kontrol yang relevan. Data yang digunakan adalah level RW Kumuh serta sub sampel RW tidak kumuh di DKI Jakarta. Dengan menggunakan metode Staggered Difference in Differences didapatkan bahwa nilai pertumbuhan harga tanah pada lokasi penataan memiliki tingkat signifikansi yang lemah dan dapat meningkatkan harga tanah rata-rata hanya sebesar Rp. 68.919,-/m2 dibandingkan dengan RW yang tidak mendapatkan program peningkatan kualitas permukiman. Sementara itu pada analisis spasial menambahkan variable penjelas antara lain tingkat kekumuhan, kepadatan penduduk, aksesibilitas, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, pusat perbelanjaan, ruang publik dan daerah rawan banjir. Dengan menggunakan metode Spatial Durbin Mode diperoleh bahwa faktor-faktor yangmempunyai hubungan spasial dalam mempengaruhi harga tanah secara langsung dan tidak langsung yaitu kepadatan penduduk, tingkat kekumuhan, fasilitas pendidikan, ruang publik dan rawan banjir. Selain itu, penelitian ini juga mengukur harga tanah dalam klaster RW dengan menggunakan metode LISA (Local Indicator Spatial Asociation) serta mengkaji pengelompokan spasial yang signifikan di sekitar wilayah pengamatan.

The Urban Settlement Quality Improvement Program was implemented in 220 slum areas (RW) out of a total of 445 slum areas in DKI Jakarta from 2018 to 2022. The program focused on physical design through improving environmental roads, sidewalks, environmental drainage, public street lighting, communal septic tanks, communal wastewater treatment plants (IPAL), greening, and waste management. This study aims to measure the impact of the program on land prices in DKI Jakarta, particularly in the transit-oriented development locations in Dukuh Atas and Istora Senayan, as well as spatial factors affecting land prices. The dependent variable used in this study is land price, while the independent variables include a dummy treatment for slum RWs that received the program with the inclusion of relevant control variables. The data used include slum RW levels and sub-samples of non-slum RWs in DKI Jakarta. Using the Staggered Difference in Differences method, it was found that the increase in land prices in the developing areas had considerably weak statistical significance and only increased the average land price by Rp. 68,919 per square meter compared to RWs that did not receive the settlement quality improvement program. The spatial analysis added explanatory variables such as slum level, population density, accessibility, health facilities, educational institutions, shopping malls, public spaces and flood-prone areas. Using Durbin spatial model method, it was found that direct and indirect factors affecting land prices are population density, slum level, educational institutions, public spaces and flood-prone areas. In addition, this study measured land prices in RW clusters using the Local Indicator Spatial Association (LISA) method and examined the significant spatial clustering around the observation area."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiva Thara Rahmadianti
"Masa remaja merupakan fase kritis dalam perkembangan manusia, ditandai dengan perkembangan secara fisiologis dan psikologis yang pesat, serta perubahan dalam dimensi sosial. Ini adalah masa pertumbuhan dan penemuan diri, di mana seorang individu bertransisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Perubahan di masa ini mendorong munculnya keinginan dan kebutuhan baru yang juga tercerminkan dalam dimensi spasial. Dalam upaya menciptakan batasan antara dirinya dengan orang lain dan mencari kemandirian, remaja sering kali menginginkan ruang untuk menyendiri atau bersama teman sebaya, dan fenomena ini kemudian dapat dilihat melalui sudut pandang architectural privacy. Studi ini mengeksplorasi cara remaja memenuhi kebutuhannya akan architectural privacy dengan melibatkan 4 responden yang tinggal di dua tipe permukiman yang berbeda. Remaja yang tinggal di permukiman formal dengan ruang sendiri di rumah mencapai keadaan privasi yang tinggi dengan keberadaan batas-batas tetap di kamarnya sendiri. Remaja di pemukiman informal yang berbagi ruang di rumah dengan anggota keluarga lainnya, mencari privasi dengan menciptakan teritori sementara di ruang di luar rumah, seperti di taman. Mereka menciptakan keadaan privasi menggunakan semi-fixed features dan jarak dengan orang lain.

Adolescence is a critical phase in human development, characterized by rapid physical and psychological development, as well as changes in the social dimension. It is a time of growth and self-discovery, where an individual transitions from childhood to maturity. The changes in this period of development encourage new wants and needs, and it is reflected in the spatial dimension. In an effort to create boundaries between the self and others, as well as the search for independence, adolescents often seek spaces to be alone or to be with friends, and this phenomenon can be seen through the lens of architectural privacy. This study explores how adolescents fulfill their need for architectural privacy by involving 4 respondents who live in two different types of settlements. Adolescents who live in formal settlements with their own space at home achieve a high state of privacy through the fixed boundaries of their own rooms. Adolescents in informal settlements who share their space at home with other family members seek privacy by creating temporary territories in spaces outside their home, such as parks. They create a state of privacy using semi-fixed features and distance from others."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Betty Lisbet Pagawak
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas Pola Perilaku Komunitas Lokal yang berada di bantaran sungai dan
bantaran rel kereta api. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perilaku komunitas
lokal, kondisi eksisting dan sanitasi dasar rumah yang berada di 2 (dua) daerah pemukiman
kumuh di bantaran sungai Ciliwung dan di bantaran rel kereta api Bukit Duri, Tebet.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif.
Pertumbuhan penduduk dan migrasi desa - kota yang terus meningkat pada sebuah kota
memicu timbulnya arus urbanisasi yang akhirnya menimbulkan suatu permasalahan pada
sektor permukiman dan ketersediaan lahan. Keadaan tersebut memicu tumbuhnya
permukiman kumuh dan liar di bantaran sungai dan bantaran rel kereta api. Wilayah
permukiman di bantaran sungai dan rel menjadikan permasalahan tersendiri seperti banjir di
pemukiman; penggunaan sungai untuk tempat mandi cuci, buang air besar dan juga
pembuangan sampah domestik rumah tangga; pola tatanan rumah yang tidak teratur dengan
jenis bangunan yang bervariasi mulai dari gubuk dan semi permanen. Walau dengan kondisi
perumahan yang sedemikian, warga masih tetap bertahan dan tinggal di permukiman
tersebut. Hal ini disebabkan karena, banyak tersedia tempat kerja di sektor informal dekat
dengan hunian mereka dan juga mereka sering mendapatkan manfaat atau bantuan dari
kondisi kekumuhan tersebut.
Serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam sektor informal menciptakan hubungan timbal
balik dengan lingkungan tempat tinggal. Pada penelitian ini ditemukan perbedaan pola
perilaku yang terdapat pada masing-masing lokasi berdasarkan kondisi fisik dan sanitasi.
Bantaran sungai menjadi tempat berkumpul, mengobrol serta duduk-duduk bersantai,
sedangkan kegiatan serupa tidak dapat dilakukan dengan santai oleh warga di bantaran rel
kereta api. Warga di bantaran sungai dan bantaran rel kereta api pada umumnya bekerja di sektor
informal namun warga di bantaran rel ada yang bekerja sebagai pengemis dan pemulung.
Warga di bantaran sungai Ciliwung menempati rumah permanen dan semi permanen
sementara rumah di bantaran rel kereta api pada umumnya adalah semi permanen dan gubuk.
Mereka yang tinggal dibantaran sungai dan bantaran rel kereta api umumnya menyadari dan
merasa khawatir terhadap penggusuran yang mungkin dilakukan oleh petugas Satpol PP.
Namun demikian warga yang tinggal di bantaran rel kereta api lebih siap dan mau menerima
perlakuan tersebut.
Warga di bantaran sungai Ciliwung menikmati keberadaan MCK di sungai, dan mereka
bebas melakukan interaksi sosial antara satu dengan lainnya sementara warga di bantaran rel
memanfaatkan MCK umum milik PT KAI dan milik Manajemen Pasar Pagi untuk
melakukan aktivitas serupa.
Air sungai yang mengalir dan pepohonan hijau tumbuh disekitar bantaran sungai
menimbulkan suasana yang nyaman dan santai dikalangan warga/penghuni. Sementara
kondisi di bantaran rel kereta api selalu penuh dengan kebisingan dan tidak senyaman seperti
suasana di bantaran sungai. Interaksi sosial di dibantaran rel kereta api berlangsung
seperlunya saja, kurang akrab dan tidak santai.

ABSTRACT
This thesis discusses about a daily behavior pattern of Local Community located in the banks
of the river and the bank of railway. The purpose of this study is to know behavior pattern of
the existing condition and the basic sanitary of the local community located on the bank of
river and on the bank of railway. This study uses the qualitative method. This study was
conducted in 2 (two) slum residences on the bank of Ciliwung River and on bank of railway
in Bukit Duri Tebet.
The growth of population and rural ? urban migration create some problems in settlement and
land availability in urban area. This condition triggered the slum and illegal settlements on
the bank of the river and on the bank of the railway. Those settlements have specific
problems such as flooding in the settlements, using river for bathing, washing, defecation and
domestic waste disposal. Though they live in that condition they can still survive because
there are many availability of informal sector workplaces close to those settlements and they
can get some benefits and funding due to that ?slummy? condition.
A series activities done in informal sector creates interaction with their settlement
environment. This study found that there are some differences of behavior pattern between
those two locations based on physical condition and sanitary condition. The bank of the river
becomes the place for talking, sitting and resting among community, while the community in
the banks of railway do those similar activities just for necesarry situation because they
should aware for almost every five minutes due to the train traffic and its noise. The
community in the bank of railway also should aware of the eviction by Satpol PP (the city
police). The community in the bank of the river has permanent and semi permanent houses
while the community the banks of railway generally live in semi permanent houses and huts. The community in the banks of the river and railway generally work in informal sector but
some of the community in the banks of railway work as beggars and scavengers. Regarding
activities of MCK (Bathing, Washing, and Defecation) the community in the river prefer to
use the river of Ciliwung, because they can use it for social interactions among them while
the citizen the bank of railway prefer to use railway and some public MCKs belongs to PT
KAI and the Morning Marjet Management.
The atmosphere along the river which is shown by the flowing water and trees around it
poses a comfortable and relaxed situation for interaction among the community while the
conditions on the banks of the railway is always full of noise and not as comfortable as on the
banks of the river. Furthermore the community on the banks of railway should stay alert for
the possibility of eviction by the local government., This thesis discusses about a daily behavior pattern of Local Community located in the banks
of the river and the bank of railway. The purpose of this study is to know behavior pattern of
the existing condition and the basic sanitary of the local community located on the bank of
river and on the bank of railway. This study uses the qualitative method. This study was
conducted in 2 (two) slum residences on the bank of Ciliwung River and on bank of railway
in Bukit Duri Tebet.
The growth of population and rural – urban migration create some problems in settlement and
land availability in urban area. This condition triggered the slum and illegal settlements on
the bank of the river and on the bank of the railway. Those settlements have specific
problems such as flooding in the settlements, using river for bathing, washing, defecation and
domestic waste disposal. Though they live in that condition they can still survive because
there are many availability of informal sector workplaces close to those settlements and they
can get some benefits and funding due to that “slummy” condition.
A series activities done in informal sector creates interaction with their settlement
environment. This study found that there are some differences of behavior pattern between
those two locations based on physical condition and sanitary condition. The bank of the river
becomes the place for talking, sitting and resting among community, while the community in
the banks of railway do those similar activities just for necesarry situation because they
should aware for almost every five minutes due to the train traffic and its noise. The
community in the bank of railway also should aware of the eviction by Satpol PP (the city
police). The community in the bank of the river has permanent and semi permanent houses
while the community the banks of railway generally live in semi permanent houses and huts. The community in the banks of the river and railway generally work in informal sector but
some of the community in the banks of railway work as beggars and scavengers. Regarding
activities of MCK (Bathing, Washing, and Defecation) the community in the river prefer to
use the river of Ciliwung, because they can use it for social interactions among them while
the citizen the bank of railway prefer to use railway and some public MCKs belongs to PT
KAI and the Morning Marjet Management.
The atmosphere along the river which is shown by the flowing water and trees around it
poses a comfortable and relaxed situation for interaction among the community while the
conditions on the banks of the railway is always full of noise and not as comfortable as on the
banks of the river. Furthermore the community on the banks of railway should stay alert for
the possibility of eviction by the local government.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.M. Harto Dwisito
"Perkembangan penduduk kota Jakarta meningkat sebesar 3,08 %. Berdasarkan analisis bahwa perldraan pertumbuhan jaringan utilitas di bawah tanah meningkat sebesar 72,75 % pada Repelita VII berarti beban BKJS sebagai satu-satunya badan yang mempunyai tanggung jawab koordinasi dan pengeluaran perijinan untuk penanaman jaringan utilitas di bawah tanah di wilayah DKI Jakarta semakin bertambah berat.
Tujuan penelitian ini adalah menelaah kebijaksanaan program penanaman jaringan utilitas di bawah tanah di wilayah DKI Jakarta ditinjau dari aspek kelembagaan dan manajemen termasuk pemilaran mengenai keterlibatan peran serta swasta untuk program penanaman jaringan utilitas di bawah tanah di wilayah DKI Jakarta.
Untuk melihat kinerja (performance) BKJS selama ini pelaksanaan program penanaman jaringan utilitas di bawah tanah, telah dilakukan survey di wilayah kotamadya Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Jakarta Barat dengan jumlah responden sebanyak 428 orang yang tersebar di 9 Kecamatan. Target populasi lainnya yang diwawancara adalah instansi terkait yang mempunyai program penanaman jaringan utilitas dan aparat Pemda DKI lainnya termasuk aparat BKJS.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya program penanaman jaringan utilitas di bawah tanah harus dilakukan secara profesional, tidak merugikan wasyarakat dan pemborong yang melaksanakan penanaman harus mengikuti pedoman yang telah dikeluarkan oleh BKJS. Temuan yang menarik dari penelitian ini adalah bahwa eksistensi BKJS didalam mengeluarkan ijin penanaman (IPJS) masih diragukan oleh instansi lainnya terbukti masih diperlukan survey ulang oleh instansi lainnya walaupun Surat ijin sudah dikeluarkan oleh BKJS.
Kesimpulan dari studi ini adalah perlu dilakukan peningkatan kapasitas kelembagaan BKJS termasuk pola manajemennya sehingga operasional BKJS lebih efisien. Untuk itu peran serta swasta memegang peran yang sangat penting dalam pengelolaan Daerah Manfaat Jalan (DMJ) sebagai tempat terkumpulnya semua jaringan utilitas di bawah tanah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
O`Sullivan, Arthur
New York: McGraw-Hill, 2012
330.9 OSU u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
O`Sullivan, Arthur
New York: McGraw-Hill, 2012
330.917 32 OSU u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mills, Edwin S.
London: Johns Hopkins Press, 1972
330.917 MIL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bish, Robert L.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1974
330.9 BIS e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hirsch, Werner Z.
New Delhi: McGraw-Hill, 1973
330.9 HIR u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Brueckner, Jan K.
Cambridge, UK: MIT Press, 2011
330.09 BRU l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>