Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54930 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aprinia Kusumaningsih
"Keterlambatan operasi penerbangan terjadi jika ada tundaan di darat ataupun wilayah udara. Hal tersebut disebabkan apabila permintaan lalu lintas penerbangan melebihi dari kapasitas yang tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kapasitas ruang udara berdasarkan beban kerja Pemandu Lalu Lintas Penerbangan/ Air Traffic Controller (ATC) guna mendukung keselamatan, kelancaran, dan keteraturan operasi penerbangan yang menjadi tanggung jawab personil ATC. Data primer pada penelitian ini dikumpulkan melalui pengamatan kegiatan yang dilakukan oleh ATC saat memberikan pelayanan pada suatu sektor ruang udara selama 1 jam saat jam puncak dalam kurun waktu 30 hari. Data sekunder yang diperlukan untuk mendukung analisis yaitu terkait jumlah penerbangan saat jam puncak, kondisi cuaca, dan rencana penerbangan. Metode analisis yang digunakan untuk menentukan kapasitas ruang udara adalah Pessimistic Sector Capacity. Hasil penelitian menunjukkan kapasitas teoritis sebanyak 31 pesawat per jam dan kapasitas praktis 25 pesawat per jam dengan waktu kerja petugas ATC adalah 33 menit yang termasuk dalam kategori beban kerja berat."
Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (P3M) STTA, 2020
620 JIA XII:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Risdiarto
"ABSTRAK
Indonesia memiliki kedaulatan yang utuh dan eksklusif terhadap ruang udara di atas wilayah daratan dan di atas wilayah perairan. Hal ini didasarkan pada Konvensi Chicago tahun 1944 dan diperkuat dengan peraturan perundang-undangan di tingkat nasional. Namun hingga saat ini masih kerap terjadi pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh pesawat udara asing tidak berizin. Hal ini memaksa TNI AU untuk melakukan pemaksaan mendarat terhadap para pelanggar kedaulatan Indonesia. Namun sanksi yang dikenakan kepada para pelaku pelanggaran selama ini dianggap kurang maksimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ancaman yang timbul akibat pelanggaran wilayah udara Indonesia, kendala yang terjadi saat proses penindakan terhadap pelaku dan bagaimana pendelegasian FIR diatas Kepri, Batam dan Natuna kepada Singapura memberikan peluang terhadap pelanggaran wilayah udara Indonesia. Penelitian ini dilakukan melalui metode kualitatif dengan teknik pengambilan data melalui wawancara dan studi pustaka yang kemudian di analisa melalui cara deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa ancaman dapat terjadi dalam bentuk berupa ldquo;hostile intent/niat jahat rdquo; dan kedua adalah ldquo;hostile act/tindakan permusuhan rdquo; yang dilakukan oleh pihak asing/musuh. Kendala yang terjadi antara lain meliputi: keterbatasan alutsista TNI AU khususnya radar militer dan pesawat tempur, belum adanya kewenangan TNI AU sebagai penyidik dalam kasus pelanggaran wilayah udara yang beraspek pertahanan negara dan tidak ada sanksi dalam UU No.1/2009 tentang Penerbangan terkait pelanggaran wilayah udara. Pendelegasian FIR diatas Kepri, Batam dan Natuna memberikan peluang terhadap pelanggaran wilayah udara Indonesia dengan kerap kali terjadi pelanggaran wilayah udara akibat pesawat udara sipil asing yang melintasi wilayah tersebut hanya meminta izin dari Singapura dan mengabaikan pihak Indonesia sebagai negara yang dilintasi.

ABSTRACT
Indonesia has complete and exclusive sovereignty over airspace over land area and above water territory. It is based on the Chicago Convention of 1944 and reinforced by national legislation. However, there are still frequent violations of Indonesian airspace by unlicensed foreign aircraft. This forced the Indonesian Air Force to forcedown of the sovereigns of Indonesian sovereignty. The purpose of this study is to determine what threats arise due to violations of Indonesian airspace, constrains that occur during the prosecution of perpetrators of violations and how the FIR delegation above Kepri, Batam and Natuna to Singapore provides opportunities for violations of Indonesian airspace. This research is done through qualitative method with data retrieval technique through interview and literature study which then analyzed by qualitative descriptive method. From the results of the study it was concluded that threats could occur in the form of hostile intent and secondly hostile act perpetrated by foreign parties enemies. Constraints that occur include the limitations of defense equipment, especially radar and fighter aircraft, the lack of authority of the Air Force as investigators in case of violations of airspace that has defense aspect of the state and there are no sanctions in Law No.1 2009 concerning Aviation related airspace violations aerial instrusion . The delegation of FIR over Kepri, Batam and Natuna provides opportunities for violations of Indonesian airspace with frequent airspace violations resulting from foreign civilian aircraft crossing the area soliciting permission from Singapore and ignoring the Indonesian side as a crossed country"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
UI-IJIL 6 (1-4) 2008/2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Henson Mulianto Salim
"ABSTRAK

Perkembangan teknologi dan pembangunan bangunan-bangunan gedung maupun infrastruktur di perkotaan telah mengakibatkan terbatasnya ruang dan tanah yang tersedia. Fenomena ini menjelaskan betapa pentingnya pengaturan akan ruang di atas tanah yang sistematis dan komprehensif. Ruang di atas tanah dalam UndangUndang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 disebut sebagai ruang angkasa adalah ruang di atas bumi dan air. Pengaturan hukum Indonesia terhadap penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah memiliki kaitan erat dengan hak atas tanah, dimana kewenangan penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah bersumber dari Hak Menguasai Negara yang diatur Pasal 2 Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan sebagai akibat hukum dari hak atas tanah sebagaimana diatur Pasal 4 Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Pelaksanaan penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah di Indonesia dapat dilihat dalam praktik stasiun-stasiun layang dan jalan-jalan rel layang Prasarana MRT Jakarta, Jembatan Multiguna Senen dan Jembatan Pondok Indah Mal yang melintasi prasarana dan/atau sarana umum di DKI Jakarta yang didasari pada Izin Mendirikan Bangunan. Penelitian dilakukan dengan cara menganalisis peraturan perundang-undangan nasional yang ada dan membandingkan pengaturan akan ruang dalam Hukum Belanda dan Hukum Singapura dengan cara menelaah pengaturan yang ada serta menganalisis dalam perspektif Hukum Indonesia. Penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah merupakan tindakan hukum menguasai ruang di atas tanah dengan batas-batas yang ditentukan dalam penataan ruang dan persyaratan administratif dan persyaratan teknis.


ABSTRACT


Technological developments and the construction of buildings and infrastructure in urban areas have resulted in limited available space and land. This phenomenon explains the importance of systematic and comprehensive regulation of airspace. Airspace in the Agrarian Basic Law No. 5 of 1960 are referred as space which are above earth and water. Indonesian regulation on control and utilization of airspace has a close connection with land rights, where the authority to control and utilization of airspace comes from the State Ownership Rights which are regulated in Article 2 of the Agrarian Basic Law No. 5 of 1960 and as a legal consequence of land rights as stipulated in Article 4 of the Agrarian Basic Law No. 5 of 1960. The implementation of control and utilization of airspace in Indonesia can be seen in the practice of elevated stations and elevated railroad tracks of the Jakarta MRT Infrastructure, Senen Multipurpose Bridge and Pondok Indah Mall Bridge which cross above infrastructure and/or public facilities in DKI Jakarta which are based on Building Construction Permits. This study analyzed national legislation and compared the regulations of airspace in Netherlands Law and Singapore Law by examining existing regulations and analyzes in the perspective of Indonesian Law. This study explains the need for regulation of a new land rights in the form of air space rights.

"
2019
T54056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Tjahjo Khurniawan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat ancaman dan kerawanan
pelanggaran wilayah udara Indonesia di Ambalat serta pertahanan udara berbasis
skenario-kapabilitas untuk menghadapinya. Penelitian menggunakan mixedmethod
dengan mengkombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kuantitatif dan
kualitatif. Hasil analisis kuantitatif melalui one sample t-test menunjukkan adanya
perbedaan antara tingkat ancaman yang ditetapkan sebesar 4 (kategori ?tinggi?),
dengan hasil pengukuran yang lebih tinggi, yaitu sebesar 4,2098 (kategori ?sangat
tinggi?), terutama ditandai oleh indikator Antusiasme Malaysia dengan skor 4,55
(kategori ?sangat tinggi/akut?). Sedangkan hasil analisis kerawanan menunjukkan
tidak adanya perbedaan antara tingkat kerawanan yang kategorinya ditetapkan
?tinggi? yaitu sebesar 4, dengan skor hasil pengukuran yang kategorinya juga
?tinggi? yaitu sebesar 3,9811, dimana indikator yang menonjol adalah Dampak
Kerugian Non-Material dengan skor 4,43 (kategori ?sangat tinggi/akut?).
Selanjutnya dalam analisis kualitatif untuk mendalami hasil temuan analisis
kuantitatif, hasilnya menguatkan temuan tingkat ancaman yang terukur sangat
tinggi, yaitu Malaysia menunjukkan konsistensi kehadirannya di Ambalat guna
menguatkan klaimnya atas wilayah tersebut. Sebagai solusi, penelitian ini
kemudian menjalankan pengembangan skenario yang hasilnya mengarah pada
pentingnya pemenuhan kapabilitas Kohanudnas yang difokuskan pada
kemampuan menghalau sasaran udara sebelum memasuki Ambalat, serta perlu
didukung strategi penggelaran Alutsista secara efektif dengan kemampuan siaga
1x24 jam/minggu guna mengantisipasi adanya fenomena ?gunung es?
pelanggaran wilayah udara di Ambalat

ABSTRACT
This research purpose is to analyze the level of threat and vulnerability of
Indonesian airspace violations in Ambalat and scenario-capability-based air
defense to deal with them. The research is carried out using a mixed-method by
combining or associating the quantitative and qualitative forms. The result of
quantitative analysis through one sample t-test shows the difference between the
threat level set at 4 (category "high") and the higher measurement result, which is
4.2098 (category "very high"), mainly characterized by Malaysia?s Desire
indicator with score 4.55 (category "very high/acute"). Meanwhile, the result of
vulnerability analysis shows no difference between the "high" catagory set as 4,
and the result of measurement which is also at "high" category scored 3.9811,
which has the prominent indicator of Non-Material Losses Impact with the score
of 4.43 (categorized as "very high/acute"). Furthermore, qualitative analysis is
executed to explore the findings of the quantitative analysis, which the result
confirms the finding of a very high threat level, about Malaysia?s intention to
show the consistency of its presence in order to strengthen its claim over
Ambalat. As the solution, this research then run the scenario development which
the result leads to the importance of compliance with Kohanudnas (National Air
Defence Command) capability should focus on the ability to dispel air targets
before entering Ambalat, and needs to be supported with major weapons system
deployment strategies effectively with the ability to standby 24 hours a day in a
week in anticipation of "iceberg" phenomenon of airspace violations in Ambalat"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farchan Fachrurrezy
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang kepentingan nasional Singapura terhadap penguasaan ruang udara Kep.Riau yang ingin diambil alih kembali oleh Indonesia. Ruang udara Kep.Riau masuk ke dalam bagian dari FIR Singapura sejak tahun 1946. Indonesia sudah bertahun-tahun berusaha untuk mengambil alih ruang udara tersebut namun Singapura tetap tidak memberikan dengan alasan Indonesia belum siap. Pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo menginginkan pemerintahannya mempercepat pengambilalihan ruang udara Kep. Riau tersebut menjadi tahun 2019, dari seharusnya akan dievaluasi pada tahun 2024. Penulis memfokuskan tulisan ini pada alasan atau faktor kepentingan nasional apa yang mendasari Singapura tidak memberikan otoritas ruang udara tersebut kepada Indonesia. Penulis akan membahas mengenai FIR Indonesia secara singkat, teknologi radar navigasi yang Indonesia miliki dan kesiapan dari Indonesia untuk mengambil alih. Selain itu penulis juga akan mengupas dari sisi Singapura, penulis akan membahas tentang FIR Singapura, posisi Bandara Changi sebagai Global-Hub dan melihat keuntungan yang didapatkan Singapura dari sektor penerbangannya. Dari hasil penelitian ini, penulis mendapati bahwa Singapura memiliki kepentingan ekonomi yang kuat berdasarkan keuntungan yang didapatkannya melalui sektor penerbangan. Sehingga Singapura merasa perlu untuk menguasai ruang udara tersebut dan memiliki keraguan akan kapabilitas Indonesia apabila Indonesia menguasai ruang udara tersebut.

ABSTRACT
This research discusses the national interest of Singapore in the control of the Kep. Riau airspace that Indonesia wants to take over. Kep. Riau's airspace has been part of the Singapore FIR since 1946. Indonesia has been trying for years to take over the airspace, but Singapore still does not giving the authority to Indonesia because Indonesia is not ready yet. In 2015, President Joko Widodo wanted his government to speed up the takeover of Kep. Riau in 2019, of which it should be evaluated in 2024. The author focuses on this article on the reasons or factors of national interest that underlie Singapore not to give the airspace authority to Indonesia. The author will briefly discuss the Indonesian FIR, the navigation radar technology that Indonesia has and the readiness of Indonesia to take over. In addition, the author will also review from the Singapore side, the author will discuss the Singapore FIR, the position of Changi Airport as a Global-Hub and see the benefits Singapore gets from its aviation sector. From the results of this study, the authors found that Singapore had strong economic interests based on the benefits it gained through the aviation sector. So Singapore feels the need to control the airspace and also Singapore has doubts about Indonesia's capability if Indonesia controls the airspace.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wildan Bagus Aditya
"ABSTRAK
Long touchdown merupakan salah satu jenis event penerbangan, didefinisikan sebagai kontak pesawat dengan landasan pacu melebihi area pendaratan normal. Touchdown distance umumnya digunakan sebagai garis dasar standar untuk menilai apakah sebuah penerbangan mengalami pendaratan panjang atau tidak. Long touchdown itu sendiri tidak akan menyebabkan hilangnya nyawa secara langsung tetapi akan meningkatkan kemungkinan terjadinya insiden Runway Excursion. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menemukan fitur parameter penerbangan kunci dari insiden Long touchdown dengan menganalisis data Quick Access Recorder (QAR) dan mengajukan langkah-langkah pencegahan dari perspektif operasi percontohan pada saat yang sama. Pertama, menentukan variabel parameter kinerja penerbangan, mencakup tahapan pendaratan utama dari ketinggian 1500 kaki hingga touchdown. Kemudian 100 kasus data QAR terpilih dari penerbangan Garuda Indonesia tipe pesawat B737-800NG dibagi menjadi dua kelompok sesuai dengan ambang batas untuk mengidentifikasi pendaratan normal dan pendaratan panjang. Studi ini akan menganalisis apakah flare operation akan sangat mempengaruhi jarak touchdown dan flare time. Temuan ini dapat menjadi dasar pengembangan model matematika dan kuantitatif untuk lebih mengungkapkan hubungan antara kinerja pilot dan operasi pendaratan pesawat yang dapat diterapkan dalam praktik untuk mencegah insiden pendaratan dan bahkan kecelakaan

ABSTRACT
A long touchdown, which is one type of flight event, is defined as an aircraft's contact with the runway over the normal touchdown area. Touchdown distance is generally used as a standard baseline for judging whether a landing is long or not. Long touchdown itself would not lead to major loss of life directly but will increase the occurrence probability of runway excursion accident greatly. The aim of this research is to discover key flight parameter features of long touchdown events by analyzing Quick Access Recorder (QAR) data and put forward prevention measures from the perspective of pilot operation at the same time. 10 flight performance parameter variables were defined, covering major landing stages from 1500 ft to touchdown. Each flight parameter variable of these 100 flights was compared between groups and then the logistic and linear regression models were developed respectively to further examine the links between touchdown distance and these flight parameter variables. The study would analyze whether flare operation would greatly influence touchdown distance and flare time. These findings could be the basis of developing a mathematical and quantitative model for further revealing the relationships between pilot operations and landing performance, which can also be applied in practice to prevent landing incidents and even accidents."
2019
T53566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aidil Akbar
"Penelitian ini membahas mengenai risiko operasional yang muncul akibat ditetapkanya peraturan menteri yang mengatur keterlambatan penerbangan lebih dari 4 jam. Sebagai peraturan yang baru diterapkan maka setiap maskapai tidak dapat menghitung risiko secara langsung karena belum adanya data historis mengenai kerugian atas kegiatan tersebut. Namun, dengan menggunakan data historis data keterlambatan dan jumlah penumpang maka peneliti mencoba untuk menghitung kerugian yang timbul akibat peraturan tersebut. Dengan melakukan pengujian chi square, kolmogorov smirnov dan anderson darling didapatkan bahwa data frekuensi terdistribusi secara geomet dan data severitas terdistribusi lognormal. Dan dengan menggunakan aggregation method melalui pendekatan loss distribution didapatkan nilai VaR pada tingkat keyakinan 95% sebesar 83.306.690 untuk skenario tanpa penumpang re-route serta nilai VaR pada tingkat keyakinan 95% Rp 80.933.100 untuk skenario penumpang re-route. Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan kupiec test maka diketahui bahwa perhitungan VaR menggunakan metode tersebut adalah valid dan dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya.

This study discusses about operational risks arising from the establishment of ministerial regulations which regulates flight delay of more than 4 hours. As the new regulations, each airline can not directly calculate the risk. It is because of the lack of historical data from these activities. However, using historical delay frequency and number of passengers, the researcher tried to calculate the losses resulting from these regulations. By chi-square test, Kolmogorov smirnov and anderson darling test, researcher found that the frequency of delay distributed geometrically and the severity data distributed lognormal. And by using the aggregation method through the loss distribution approach (LDA), Value at Risk ​​using 95% confidence level is Rp 83,306,690 for the scenario without re-route passengers, and the value of VaR at 95% confidence level is Rp 80,933,100 for re-route passengers scenario. After testing by using kupiec test, it is known that the VaR calculation method is valid and can be used for further calculations."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Osi Febryan Mardhotillah
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian kerjasama usaha antara PT Angkasa Pura I Persero dengan PT Execujet Indonesia tentang pengelolaan pelayanan general aviation di bandara internasional I Gusti Ngurah Rai - Bali. Permasalahan dalam Tesis ini adalah bagaimana perjanjian kerjasama usaha tersebut dilihat berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dan bagaimana seharusnya KPPU menyikapi adanya bisnis General Aviation Terminal yang merupakan bisnis perintis yang belum ada pengaturannya di Republik Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan Tesis ini adalah yuridis-normatif. Dalam penelitian yuridis-normatif ini, penelitian akan mengacu pada semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani. Setelah itu, akan dilihat mengenai penerapan dari peraturan-peraturan tersebut. Perjanjian tersebut bukan merupakan pelanggaran berdasarkan UU No. 5/1999. Akan tetapi, tindak lanjut dari Perjanjian tersebut yaitu tindakan penetapan harga secara sepihak oleh PT Execujet Indonesia lah yang merupakan tindakan yang dilarang berdasarkan UU No. 5/1999 dikarenakan tindak lanjut tersebut tergolong ke dalam praktik monopoli penyalahgunaan posisi monopoli sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1 UU No. 5/1999. KPPU mempunyai tugas sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 35 angka 5 UU No. 5/1999 yaitu memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dikarenakan bisnis GAT ini merupakan bisnis perintis yang belum ada pengaturannya di Indonesia, seharusnya KPPU menjalan tugas tersebut. Dalam hal ini seharusnya KPPU melakukan pembinaan terlebih dahulu kepada PT Angkasa Pura I Persero dan PT Execujet Indonesia agar dalam melakukan kegiatan usahanya mewujudkan iklim usaha yang kondusif.

This thesis discuss the cooperation agreement between PT Angkasa Pura I Persero and PT Execujet Indonesia regarding management of general aviation services at I Gusti Ngurah Rai International Airport. The issues of this Thesis are how the cooperation agreement reviewed based on Law Number 5 of 1999 and how should KPPU have responded to the business of General Aviation Terminal which is a pioneer business that currently has no regulation in the Republic of Indonesia. The method that used in this Thesis is juridical normative. This method will refer to the prevailing laws and regulations pertaining to legal issues being addressed. After that, will be viewed about the application of these laws and regulations. Such agreement is not a violation based on Law No. 5 1999. However, the follow up of such agreement that is a unilateral pricing action by PT Execujet Indonesia which is an act that is prohibited under Law No. 5 1999, hence, such follow up is categorized into monopolistic practice abuse of monopoly position as regulated in Article 17 paragraph 1 of Law No. 5 1999. KPPU has duties as mandated by Article 35 number 5 of Law No. 5 1999 which provides advice and consideration to government policies related to monopolistic practices and or unfair business competition. GAT business is the pioneer business that has no regulation in Indonesia, KPPU should conduct its duty. In this case, KPPU should conduct guidance to PT Angkasa Pura I Persero and PT Execujet Indonesia in order to create a conducive business climate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48545
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Ribka N.M. Adelina Br.
"Hukum persaingan usaha pada hakikatnya dimaksudkan untuk mengatur persaingan dan monopoli demi tujuan yang menguntungkan, dengan berisi ketentuan-ketentuan substansial tentang tindakan-tindakan yang dilarang beserta konsekuensi hukum yang dapat timbul. Salah satu tindakan yang dilarang tersebut adalah perjanjian penetapan harga, yang dalam literatur ilmu hukum ekonomi, merupakan salah satu bentuk kolusi, karena akan menghilangkan persaingan yang seharusnya terjadi diantara perusahaan-perusahaan yang ada di pasar. Penelitian dalam penyusunan tesis ini mengacu pada teori tentang campur tangan negara dalam bidang perekonomian, khususnya pengaturan pasar dalam konsep negara kesejahteraan (welfare state). Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah normatif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dengan mengumpulkan, menelaah dan mempelajari data sekunder yang berupa hukum positif dan kepustakaan dan metode analisis data kualitiatif. Larangan penetapan harga diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan merupakan salah satu perjanjian yang dilarang. Meskipun mengatur mengenai kegiatan dan perjanjian yang dilarang, terdapat beberapa pengecualian yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, termasuk perjanjian penetapan harga yang memiliki pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 50, dimana perjanjian yang dilarang atau kegiatan yang dilarang, apabila dilakukan untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf a, maka perjanjian atau kegiatan yang dilarang tersebut dapat dikecualikan.

The aim of the competition law is to manage and regulate the competition and monopoly for beneficial advantage, consisting substantial regulation about prohibited actions and the legal consequences that appears with it. One of the prohibited action is price fixing agreement, which in the literature of economic law is a form of collusion, because it will eliminate the competition that was supposed to happen among the corporations in the market. Research in this thesis refers to the theory of the state?s interference in economy, particularly the market arrangement in the concept of welfare state. The method being used in this thesis is normative with data collection techniques using literature study by gathering, analyzing and studying secondary data in the form of positive law and literature with analysis method based on the quality of the data. Price fixing agreement is regulated in Article 5 paragraph (1) of The Act No. 5/ 1999 of The Prohibition of Monopoly and Unfair Business Competition, and is one of the prohibited agreement. Although the Act regulate about the activities and agreement that prohibited, there are a few notable exceptions as regulated in The Act No. 5/ 1999, including the price fixing agreement that has the exception as stipulated in Article 50, where for agreement which has been prohibited, or activity that is not allowed to, if adopted to implement the current regulation as stipulated in Article 50 letter a, then the agreement or activity which are prohibited can be excluded and could be exempted."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>