Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170984 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andika Pramatama
"Tanda tangan yang dibuat secara elektronik seharusnya dapat diterapkan dalam pembuatan akta autentik oleh notaris di Indonesia. Karena pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah dapat diterapkan pembuatan dokumen secara elektronik dengan ditanda tangani secara elektronik. Kewenangan dari notaris yang ditentukan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris tidak ada larangan untuk notaris apabila akta autentik dibuat dan ditanda tangani secara elektronik. Sementara di Perancis akta autentik elektronik sudah diterapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perancis Tahun 2016 dan tidak ada keraguan dari notaris untuk menerapkan akta autentik secara elektronik dengan ditanda tangani secara elektronik. Penelitian ini menggunakan metode studi komparatif. Hasil penelitian bahwa terdapat perbedaan penerapan dalam pembuatan akta autentik secara elektronik dengan ditanda tangani secara elektronik baik di Indonesia maupun di Perancis dan Notaris Indonesia harus tetap berhati-hati dalam proses pengesahan dan pembukuan tanda tangan elektronik oleh para pihak agar tidak dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dan menyebabkan perjanjian tersebut menjadi tidak sah.

Signatures made electronically should be applied in making authentic deeds by notaries in Indonesia. Because the Law on Electronic Information and Transactions can already be applied to make documents electronically signed electronically. The authority of the notary specified by the Notary Public Office Law does not prohibit the notary from making and signing authentic deeds electronically. While in France electronic authentic deeds have been applied in the French Civil Code of 2016 and there is no hesitation from notaries to apply electronic authentic deeds with electronic signatures. This research uses a comparative study method. The result of the research is that there are differences in the application in making authentic deeds electronically signed electronically both in Indonesia and in France and Indonesian Notaries must remain careful in the process of authorizing and recording electronic signatures by the parties so as not to be considered unlawful and cause the agreement to be invalid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Jessica
"Perkembangan serta perubahan teknologi informasi saat ini mempengaruhi hampir seluruh sendi dan budaya kehidupan manusia. Hal tersebut menandakan adanya transisi budaya dari awalnya transaksi dilakukan secara luring berkembang menjadi daring. Pengaruh Teknologi Informasi ini juga mempengaruhi prosedur notaris dalam membuat akta autentik. Bahwa perkembangan hukum di dunia mengenal apa yang disebut dengan akta autentik elektronik, tanda tangan elektronik, bahkan cyber notary. Namun terkait dengan penjelasan Pasal 15 Ayat (3) UUJN mengenai cyber notary tidak ada penjelasan atau perintah yang lebih jelas sehingga menjadi perdebatan maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berkaitan dengan perbandingan politik hukum yang dilakukan pemerintah Negara Jepang dan Indonesia dalam mendukung penerapan penyelenggaraan sistem notaris elektronik, pembuatan akta autentik elektronik di Negara Jepang agar memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti yang sempurna, dan pengaturan yang seharusnya terkait dengan akta autentik elektronik di Indonesia ke depannya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis mengenai cyber notary dalam bidang kenotariatan. Mengingat kemajuan teknologi sudah sangat pesat sehingga tidak dapat lagi dihindari, dan penggunaan teknologi menjadi lebih efektif, efisien dan biaya yang murah bagi manusia dalam melakukan pekerjaannya. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini yaitu yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach) antara hukum dua negara yaitu Undang-Undang Notaris Jepang No. 53 Tahun 1908 jo. Undang-Undang Notaris Jepang No. 74 Tahun 2011 dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 jo. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris melalui teknik analisis datanya dilakukan secara kualitatif dan pengumpulan datanya menggunakan data sekunder sebagai data utama yakni studi dokumen yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sedangkan data primer sebagai data pendukung yakni wawancara dengan beberapa orang notaris sebagai narasumber. Jepang telah mereformasi Undang-Undang Notarisnya sehingga sistem cyber notary telah terlaksana sejak tahun 2000 dan notaris elektronik harus terdaftar dalam list yang dikoordinir oleh Kementerian Kehakiman sehingga terdapat pelatihan atau kualifikasi khusus. Jepang juga telah mempunyai Undang-Undang Tanda Tangan Elektronik dan Bisnis Sertifikasi sejak tahun 2000, yang mana undang-undang tersebut saling berhubungan dengan Undang-Undang Notarisnya. Selain itu dalam pelaksanaan notaris elektronik dan tanda tangan elektronik terdapat Penyelenggara Usaha Sertifikasi Jepang yang telah mendapatkan akreditasi dari Menteri yang berwenang sehingga kekuatan pembuktian akta autentik elektronik tersebut menjadi kekuatan pembuktian yang sempurna. Pengaturan akta autentik elektronik yang seharusnya di Indonesia yaitu menambahkan pengertian akta elektronik sebagai akta autentik dalam Pasal 1 UUJN, menambahkan dan memperjelas secara detail kewenangan notaris terkait cyber notary dalam Pasal 15 Ayat (3) UUJN, merevisi dan memperluas kata menghadap dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf M, dan mengamandemen Pasal 5 Ayat (4) UU ITE.

Developments and changes in information technology currently affect almost all joints and culture of human life. This indicates a cultural transition from initially transactions carried out offline to developing online. The influence of Information Technology also influences notary procedures in making authentic deeds. That the development of law in the world recognizes what is called an authentic electronic deed, electronic signature, and even a cyber notary. However, in relation to the elucidation of Article 15 Paragraph (3) UUJN regarding cyber notary, there is no clearer explanation or order, so it becomes a debate, further research is needed on this matter. The issues raised in this study relate to the comparison of legal politics carried out by the governments of Japan and Indonesia in supporting the implementation of the implementation of an electronic notary system, making authentic electronic deeds in Japan so that they have the force of law as perfect evidence, and the arrangements that should be related to deed electronic authentic in Indonesia in the future. This research generally aims to examine and analyze cyber notaries in the notary field. Considering that technological progress has been so rapid that it can no longer be avoided, and the use of technology has become more effective, efficient and inexpensive for humans in carrying out their work. The research method used in this writing is normative juridical with a comparative approach and a statute approach between the laws of the two countries, namely Japanese Notary Law No. 53 of 1908 jo. Japanese Notary Law No. 74 of 2011 with Law no. 2 of 2014 jo. Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary through data analysis techniques carried out qualitatively and data collection using secondary data as the main data, namely document studies consisting of primary legal materials and secondary legal materials while primary data as supporting data, namely interviews with several notaries as resource persons. Japan has reformed its Notary Law so that the cyber notary system has been implemented since 2000 and electronic notaries must be registered on a list coordinated by the Ministry of Justice so that there is special training or qualifications. Japan has also had Electronic Signature and Certification Business Laws since 2000, which are interrelated with its Notary Laws. In addition, in the implementation of electronic notaries and electronic signatures, there are Japanese Certification Business Operators who have received accreditation from the competent Minister so that the strength of proof of the authentic electronic deed becomes a perfect evidentiary force. The regulation of authentic electronic deed that should be in Indonesia is adding the definition of an electronic deed as an authentic deed in Article 1 UUJN, adding and clarifying in detail the authority of a notary related to cyber notary in Article 15 Paragraph (3) UUJN, revising and expanding the word facing in Article 16 Paragraph (1) letter M, and amending Article 5 Paragraph (4) of the ITE Law. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Galih Ariputra
"Notaris merupakan pejabat publik yang menjalankan sebagian fungsi administratif negara di bidang keperdataan. Produk hukum Notaris adalah akta notaris dimana akta tersebut adalah akta otentik yang harus memenuhi Pasal 1868 KUHPerdata. Akta otentik tersebut merupakan dokumen negara yang wajib dijaga dan dipelihara oleh Notaris sesuai Undang-undang Jabatan Notaris, tetapi tidak jarang banyak akta yang terdapat dalam protokol Notaris yang kemudian disimpan secara manual tersebut rusak dan hilang karena penyimpanan oleh Notaris yang kurang berhati-hati maupun bencana alam. Perkembangan dunia teknologi yang sangat pesat membawa pengaruh pada dunia hukum, tidak terkecuali
kenotariatan. Hadirnya teknologi diharapkan menjadi jawaban atas kesulitan penyimpanan protokol notaris yang berisi dokumen negara tersebut. Penyimpanan dengan menggunakan database nirkabel seperti cloud dan/atau Public Document Repository di dalam suatu server besar yang dimiliki suatu institusi yang ditunjuk oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menjadi salah satu jawabannya. Hal ini tentu akan memudahkan Majelis Pengawas Notaris dalam menjalankan tugasnya untuk mengawasi Notaris, dengan cara pengawasan jarak jauh. Rumusan masalah yang diteliti dalam tesis ini adalah bagaimana ketentuan yang ditetapkan Undang-undang Republik Indonesia untuk menjaga keotentikan arsip negara dan bagaimana upaya hukum yang tepat yang dapat dilakukan sehingga penyimpanan Protokol Notaris dalam bentuk elektronik dapat diterapkan sehingga dapat meningkatkan fungsi pengawasan Majelis Pengawas Notaris. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah yuridis-normatif serta pembahasan yang digunakan dalam tesis ini adalah preskriptifanalitis
dengan metode pencarian data kualitatif. Sampai saat ini belum ada peraturan khusus mengenai tata cara penyimpanan arsip Notaris baik yang manual maupun terkomputerisasi secara modern. Oleh karena hal tersebut, tesis ini bertujuan untuk mengkaji lebih jauh sejauh mana perkembangan dunia kenotariatan Indonesia menerapkan konsepsi cyber notary khususnya mengenai pengarsipan dan tata administrasi modern Notaris.

Notary in Indonesia is a public official who runs some of the administrative functions of the state in the field of civil law. The legal precedents or products of a Notary is a notary act in which the act is an authentic act which must comply with Article 1868 of the Indonesian Civil Code. The authentic act is a state document that must be maintained by a Notary
pursuant to the Indonesian Notary's Law, but not often many acts that contained and stored in the Notary protocol manually, are damaged and lost by Notary negligent or by some disaster. The rapid development of the technological world has had an effect on the world of law and Notary. The presence of technology is expected to be the answer to the difficulty of storing notary protocols containing the state documents. Storage using wireless databases such as cloud system and/or Public Repository Document on a large server owned by an institution designated by the Ministry of Justice and Human Rights is one of the answer. This
will certainly facilitate the Notary Supervisory Board in carrying out its duties to oversee Notaries, by way of remote surveillance. The formulation of the problem examined in this thesis is how the provisions stipulated by the Law of the Republic of Indonesia to maintain the authenticity of state archives and things that can be done so that the storage of Notary Protocol in electronic form can be applied so as to improve the supervisory function of the Notary Supervisory Board. The research method used in this thesis is juridical-normative and the discussion used in this thesis is prescriptive-analytical with qualitative data search
method. Until now there has been no special regulation on the procedure of archival storage of Notary both manually and computerized in a modern manner. Therefore, this thesis is obliged to examine further what the development of Indonesian notary world applying its cyber notary concept especially about archiving and administration for a modern notary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivo Lutyana Panditha
"ABSTRAK
Notaris dapat merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
selama berada di dalam satu wilayah jabatan. Sebagai pejabat umum, Notaris dan
PPAT mempunyai kewenangan untuk membuat akta autentik. Dalam
menjalankan jabatannya, seorang Notaris/PPAT harus mengikuti ketentuan yang
sudah ditetapkan di dalam Undang-Undang. Namun masih ada oknum
Notaris/PPAT yang bertindak diluar kewenangannya sehingga menimbulkan
akibat hukum. Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab seorang
Notaris/PPAT atas tindak pidana yang dilakukannya pada pembuatan akta
autentik berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 143
K/Pid/2015 yang menyatakan bahwa Notaris/PPAT tersebut bersalah melakukan
tindak pidana penipuan terhadap kliennya. Metode penelitian yang digunakan
dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif dengan tipologi deskriptif
analitis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Notaris/PPAT tersebut terbukti
melakukan serangkaian perbuatan diluar dari kewenangannya dan tidak
menjalankan kewajiban jabatannya dengan baik sehingga ia harus bertanggung
jawab secara pidana atas kesalahannya yang menimbulkan kerugian bagi
kliennya. Penulis berpendapat, Notaris/PPAT tersebut juga dapat dimintai
pertanggungjawaban secara perdata untuk mengganti kerugian yang telah diderita
oleh kliennya. Dengan adanya pelanggaran jabatan yang dilakukan dengan
sengaja, ia juga dapat dijatuhi sanksi administrasi berupa pemberhentian dengan
tidak hormat.

ABSTRACT
A Notary may double as a Land Deed Officer as long it remains in an area of
office. As a public officer, a Notary and Land Deed Officer is authorized to
draw up authentic deeds. In running his or her office, a Notary/Land Deed
Officer must comply with the provisions of the Law. However, there are
Notaries/Land Deed Officers acting beyond their authority and causing legal
consequences. This thesis discusses the responsibility of a Notary/Land Deed
Officer for the criminal act he commits in the drawing-up of authentic deeds
based on the Decree of the Supreme Court of the Republic of Indonesia
Number 143 K/Pid/2015, stating that the Notary/Land Deed Officer is guilty of
a criminal act of fraud against his clients. The method used in this research was
normative juridical method with analytical descriptive research typology. The
results of the research conclude that the Notary/Land Deed Officer was proven
to have committed a series of actions beyond his authority and he did not
perform the responsibility of his office properly, causing him to be held
accountable in criminal terms for his faults which harmed his clients.
According to the researcher, the Notary/Land Deed Officer may also be held
accountable in civil terms to pay compensation for the loss suffered by his
clients. With the offence of office he intentionally committed, he or she may
also be sanctioned administratively in the form of dishonorable discharge."
2018
T49237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reinaldo Khresna Airlangga
"Masyarakat modern pada saaat ini memiliki kebutuhan-kebutuhan baru dalam kehidupannya, yaitu kebutuhan akan teknologi informasi, segala informasi dapat diperoleh dengan mudah melalui internet yang dapat diakses melalui perangkat elektronik yang mereka miliki. Hal ini beroengaruh pada kegiatan kenotariatan, karena pada dasarnya Pasal 4 Kode Etik Notaris melarang adanya iklan atau promosi diri untuk dilakukan dengan internet. Namun dengan keadaan dunia modern seperti sekarang sangat tidak mungkin apabila seorang Notaris tidak menggunakan teknologi dan informasi seperti internet. Notaris pada saat ini menggunakan teknologi informasi untuk mencantumkan nama dan alamat kantor di internet untuk informasi bagi masyarakat, dan bahkan melakukan penyuluhan hukum mengenai kegiatan kenotariatan di internet melalui website ataupun blog yang dibuat sendiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah Pasal 4 Kode Etik Notaris terlanggar dengan pemanfaatan media elektronik dan teknologi informasi tersebut. Maka batasan dan larangan untuk iklan dan promosi diri yang dimaksud Pasal 4 Kode Etik Notaris perlu di perjelas lagi.

Modern society today have new needs in their life, namely the need for the information and technology, the information can be easily obtained via the internet that can be accessed through electronic devices they owned. This has affected the activities of notary, because basically Notary Article 4 code of ethics prohibits ay advertising or self promotion to do with the internet. But with the state of the modern world as it is now highly unlikely if a notary does not utilize any benefits from information technology and the internet. Notary currently uses information technology to include the name and office address on the internet for information for the public, and even perform legal counseling regarding the activities of notary in the internet via the website or blog created themselves. This raises the question whether article 4 of the Notary violated te Code of Conduct with such of the use of electronic media and information technology. Thenn limitation of the ban on advertisingand self promotion referred to in artice 4 Notary Code needs to be clarified."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Kartika
"Dalam menjalankan profesi Notaris harus berpedoman pada kaidah hukum dan juga kaidah moral, kaidah hukum yang saat ini berlaku bagi Notaris adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sedangkan kaidah moral yang mengatur tentang tindakan atau perilaku Notaris dalam menjalankan profesi adalah Kode Etik Notaris Tahun 2015 yang ditetapkan oleh organisasi profesi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia. Dalam ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris mengatur tentang larangan bagi Notaris dalam menjalankan profesi, hal ini untuk menjaga keluhuran martabat jabatan Notaris. Namun dalam praktek di lapangan masih banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris, salah satunya yaitu menggunakan media elektronik sebagai sarana publikasi atau promosi diri dalam menjalankan profesi. Menimbulkan permasalahan bagaimana pengaturan mengenai larangan menggunakan media elektronik sebagai sarana publikasi atau promosi diri dalam menjalankan profesi sebagai Notaris dan apakah larangan tersebut sinkron pada saat ini. Pelanggaran yang terjadi dapat menimbulkan masalah hukum dan akibat hukum. Media elektronik adalah ruang yang luas sehingga bagaimana cara pengawasannya. Permasalahan tersebut dianalisis dengan metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini dalam bentuk penelitian yuridis normatif dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang berkaitan dengan tesis ini dan menganalisis data dengan pengolahan data kualitatif berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Hasil penelitian dapat ditarik simpulan bahwa pengaturan mengenai publikasi atau promosi diri oleh notaris dalam menjalankan tugas jabatannya adalah segala cara atau kegiatan yang menginformasikan atau menyebarkan informasi kepada banyak khalayak ramai yang sifatnya menuntun atau mengajak atau membujuk orang lain agar menggunakan jasanya dan pengaturan tersebut masih sinkron karena Notaris merupakan pekerjaan yang mulia yaitu melayani masyarakat. Akibat hukum dari Notaris yang melanggar hal tersebut pada praktek di lapangan mendapat teguran baik lisan maupun tulisan hal tersebut untuk menghindari masalah yang akan terjadi dikemudian hari yaitu persaingan tidak sehat dan pemusatan pasar jasa Notaris di satu titik. Oleh karenanya pengawasan diperlukan baik oleh Dewan Kehormatan Notaris maupun Majelis Pengawas Notaris. Aturan mengenai larangan tersebut harus eksplisit karena publikasi dan promosi hal yang berbeda. Pengawasan yang dilakukan harus lebih aktif lagi dan membuat pedoman pelaksanaan. Sanksi yang diterapkan apabila tidak membuat jera dapat dipertimbangkan sanksi lainnya sesuai dengan Kode Etik Notaris.

In carrying out the profession, the Notary must be guided by the legal and also the moral principle, the current law for the Notary is Law Number 2 of 2014 Amendment of Law Number 30 of 2004 regarding Notary Position, while the moral principle governing the action or the behavior of Notaries in running the profession is the Code of Conduct Notary of 2015 set by a notary professional organization that is Notary Association of Indonesia. In the provisions of the Notary Law and the Notary's Code of Ethics stipulate the prohibition of Notary in running the profession, this is to maintain the nobility of the position of Notary. But in practice in the field there are still many violations committed by Notaries, one of which is using electronic media as a means of publication or self promotion in running the profession. It raises the issue of how the arrangement of the prohibition of using electronic media as a means of publication or self promotion in running the profession as a Notary and whether the ban is in sync at this time. Violations that occur can cause legal problems and legal consequences. Electronic media is a vast space so how to supervise it. The problem is analyzed by research method used in this thesis in the form of normative juridical research by examining library materials or secondary data related to this thesis and analyzing data with qualitative data processing based on Notary Position and Notary Code. The results of the research can be concluded that the regulation concerning publication or self promotion by a notary in performing his duties of office is any means or activities that inform or disseminate information to many audiences that lead or invite or persuade others to use his services and the arrangement is still in sync because Notary is a noble job of serving the community. The legal consequences of the notary in violation of the matter in practice in the field received a reprimand both spoken and written it to avoid problems that will occur in the future that is unhealthy competition and concentration Notary service market at one point. Therefore, supervision is required either by the Notary's Board of Honor and the Notary Supervisory Board. The rules regarding the ban must be explicit due to the publication and promotion of different matters. Supervision should be more active and make implementation guidelines. Sanctions applied if not deterrent may be considered other sanctions in accordance with the Notary Code of Ethics.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arkan Arieftha
"Notaris menjalankan jabatannya memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik untuk keperluan para pihak. Notaris wajib mengikuti tata cara yang terdapat dalam ketentuan perundang-undangan agar akta yang dibuatnya memiliki kekuatan hukum sebagai akta autentik. Tetapi adanya pembuatan akta dengan mempergunakan blangko kosong yang dapat mengakibatkan kekuatan pembuktian akta tersebut menjadi akta dibawah tangan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai pembuatan akta oleh Notaris berdasakan Putusan Mahkamah Agung dan pertanggungjawaban Notaris atas pembuatan akta dengan blangko kosong sebagaimana terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3683/K/Pdt/2022. Metode penelitian yang digunakan doktrinal dengan tipe eksplanatoris analisis. Pendekatan kualitatif dalam penganalisisannya. Selain data sekunder penelitian ini didukung oleh wawancara dengan beberapa notaris untuk mengkonfirmasi atas data yang ada. Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur pembuatan akta diawali dengan pertemuan antara para penghadap dengan Notaris, yang dilanjutkan pembuatan akta oleh Notaris dan diakhiri dengan pembacaan dan penandatanganan akta, akan tetapi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3683/K/Pdt/2022 prosedur pembuatan akta dengan mempergunakan blangko kosong dan menyebabkan berubahnya autentisitas akta autentik menjadi akta dibawah tangan. Dan dalam kasus ini notaris hanya dikenakan sanksi secara perdata berupa ganti rugi, pengembalian sertipikat tanah, dan pengembalian biaya utang-piutang yang seharusnya notaris dapat juga dikenakan saksi berupa pemberhentian sementara dari jabatan maupun sanksi pidana yang berupa penyalahgunaan keadaan dan penipuan.

A notary carries out his duties with the authority to create authentic deeds for the parties involved. The notary is required to follow the procedures stipulated by the law to ensure that the deeds created have legal validity as authentic documents. However, the use of blank forms in creating deeds can result in the evidentiary strength of those deeds being considered as private documents. The issue addressed in this research pertains to the creation of deeds by Notary’s and the notary's responsibility for creating deeds using blank forms, as stated in Supreme Court Decision Number 3683/K/Pdt/2022. The research method employed in this study is doctrinal with an explanatory analysis type, utilizing a qualitative approach for analysis. In addition to secondary data, this research is supported by interviews with several notaries to confirm the existing data. The research findings indicate that the procedure for creating deeds begins with a meeting between the parties involved and the notary. The notary then proceeds with the preparation of the deed, which concludes with the reading and signing of the deed. However, according to Supreme Court Decision Number 3683/K/Pdt/2022, using blank templates in the deed creation process can result in a change in the authenticity of the authentic deed to that of an under-hand deed. In this case, the notary is subject to civil sanctions, such as compensation, the return of land certificates, and the reimbursement of debts and credits, which should also include potential temporary suspension from the position and criminal penalties for abuse of circumstances and fraud."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Putera Kusuma
"Notaris merupakan pejabat umum yang diberikan kewenangan oleh negara untuk membuat suatu akta autentik. Dalam membuat akta autentik tersebut seorang notaris harus berpedoman pada undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik untuk mengemban penuh tanggungjawab jabatan. Namun faktanya tanggungjawab yang dijalankan oleh seorang Notaris belum sepenuhnya diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan masih adanya Notaris yang mengabaikan tanggungjawab yang sudah diatur didalam Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini mengenai tanggungjawab notaris dalam pembuatan akta pernyataan sirkuler yang cacat hukum serta bagaimana keabsahan akta yang dibuat oleh Notaris tersebut dan bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang saham yang dirugikan berdasarkan pada putusan pengadilan negeri Nomor 48/Pdt.G/2022/Pn.Sby. Penelitian ini menggunakan metode Doktrinal yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan dan menganalisis bahan-bahan kepustakaan yang relevan untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif mengenai permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian terhadap tema permasalahan yang diangkat adalah Notaris tersebut dapat dikenakan tanggungjawab perdata, tanggungjawab pidana serta tanggungjawab administrasi yang berhubungan dengan diberhentikan sementara melalui usulan dari Majelis Pengawas Daerah. Kemudian mengenai keabsahan akta yang dibuat yaitu tidak terpenuhinya syarat sah dalam pembuatan akta autentik dikarenakan Notaris tersebut tidak memperhatikan ketentuan dalam pembuatan akta autentik dan melanggar ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta ketentuan yang ada dalam UUPM mengenai nominee dan untuk perlindungan oleh para pihak yang dirugikan bisa melalui gugatan perdata dan memintakan ganti kerugian apabila bisa dibuktikan bahwa Notaris yang membuat akta autentik tersebut terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan diterbitkannya akta autentik.

Notary is a public official who is authorized by the state to make an authentic deed. In making this authentic deed, a notary must be guided by the Notary Office Law and the Code of Ethics to fully assume the responsibilities of the position. But in fact the responsibilities carried out by a Notary have not been fully considered and implemented properly. This is evidenced by the fact that there are still notaries who ignore the responsibilities that have been regulated in the Law on Notary Position and the Code of Ethics. The problem in this study is regarding the responsibility of a notary in making a legally flawed circular statement deed and how the validity of the deed made by the notary and the form of legal protection for shareholders who are harmed is based on the district court decision Number 48/Pdt.G/2022/Pn.Sby . This research uses the doctrinal method, namely research by collecting and analyzing relevant literature materials to gain a comprehensive understanding of the problems studied. The results of research on the theme of the problem raised are that the Notary can be subject to civil liability, criminal responsibility and administrative responsibility related to being temporarily dismissed through a proposal from the Regional Supervisory Council. Then regarding the validity of the deed made, namely the non-fulfillment of the legal requirements in making an authentic deed because the Notary did not pay attention to the provisions in making an authentic deed and violated the provisions of Article 1320 of the Civil Code and the provisions in the UUPM regarding nominees and for protection by the parties those who are harmed can go through a civil lawsuit and ask for compensation if it can be proven that the Notary who made the authentic deed has been proven to have committed an unlawful act by issuing an authentic deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Susanti
"Keabsahan dan implikasi perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak yang terkait perkara pidana yang dituangkan melalui akta notaris yang merupakan akta otentik dengan kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat para pihak. Pasal 3 KUHPerdata menegaskan bahwa tidak ada satu pun hukuman yang dapat menghilangkan keperdataan seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun seseorang yang terkait perkara pidana bahkan ditahan sekalipun tetap dapat menjalankan hak keperdataannya dalam kehidupan bermasyarakat namun tentunya tidaklah dapat dilakukan dengan bebas atau dengan kata lain lingkup hak keperdataannya adalah terbatas. Misalnya dalam perkara tindak pidana korupsi, hak keperdataan seseorang menjadi dibatasi terutama untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang berkaitan dengan perkara pidana korupsi yang sedang dijalaninya. Organisasi profesi notaris dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti lembaga kepolisian, penuntut umum, dan lembaga lainnya diperlukan adanya kerja sama dan perlu dibuatnya suatu nota kesepahaman khususnya mengenai akta notaris yang berisi perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak yang terkait perkara pidana, serta perlu lebih banyak diadakan sosialisasi mengenai prinsip kehati-hatian yang harus diterapkan oleh para notaris dalam menjalankan tugas jabatannya.

The validity and implication of legal act conducted by party involved in criminal case which implemented in deed of notary as an authentic deed with impeccable evidentiary function and binds the parties. Article 3 of Civil Code stipulates that no punishment can annul the civil right of any individual. This assertion concludes that although a person involved in criminal case or even imprisoned, such person still can perform his civil right in social life, yet, such right can`t be performed in a liberty manner or in other words, the civil right scope is limited. For instance, in corruption case, the civil right of person is limited particularly in certain legal acts related to the ongoing corruption case. Organization of Notary Profession and another law enforcement institutions such as police, prosecutor, and others need to cooperate and enter into Memorandum of Understanding particularly regarding deed of notary containing legal act conducted by party involved in criminal case, also, socialization of prudent principle implemented by the notary in performing their duties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32595
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Daniela Lamandasa
"Akta notaris adalah akta autentik sehingga bersifat sempurna, artinya menjadi alat bukti yang terkuat dan terpenuh. Hal ini membuat akta notaris mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Notaris harus melaksanakan tugas jabatannya dengan patuh dan setia pada Negara Republik Indonesia, Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-undang Jabatan Notaris dan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Jika tidak, maka dapat memberikan celah bagi pihak lain untuk menggunakan akta notaris sebagai sarana melakukan perbuatan pidana, sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1276/Pid.B/2019/PN Mdn. Bertolak dari putusan tersebut, permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah akibat hukum terhadap notaris yang aktanya digunakan untuk tindak pidana penipuan serta peran dan tanggung jawab notaris dalam pencegahan tindak pidana penipuan yang menggunakan akta notaris. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris dengan didukung oleh bahan hukum sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui metode studi kepustakaan. Selanjutnya hasil penelitian diolah dengan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketidakcermatan notaris dalam pembuatan akta dapat menimbulkan kerugian bagi pihak dalam perjanjian. Hal ini membuat notaris dapat dimintai pertanggungjawaban hukum baik secara Perdata, Pidana, Administratif maupun Kode Etik Notaris. Notaris seharusnya dapat melakukan tindakan preventif dengan mengidentifikasi maksud dan tujuan pihak yang menghadap kepadanya dan menilai apakah terdapat hal yang janggal dalam pembuatan akta yang dapat menimbulkan sengketa di kemudian hari. Selain itu, notaris juga harus terus bersikap lebih hati-hati, cermat dan terus berpedoman pada UUJN, peraturan perundang-undangan lainnya serta Kode Etik Notaris.

A notarial deed is an authentic deed so that it is perfect, meaning it becomes the strongest and most complete evidence. This makes notary deeds have an important role in people's lives. Notaries must carry out their duties obediently and faithfully to the Republic of Indonesia, Pancasila, the 1945 Constitution, the Notary Position Act, and other laws and regulations. If not, then it can provide a loophole for other parties to use a notarial deed as a means of committing a criminal act, as stated in the Medan District Court Decision Number 1276/Pid.B/2019/PN Mdn. Starting from the decision, the problem raised in this thesis is the legal consequences of notaries whose deed is used for criminal acts of fraud and the role and responsibilities of a notary in preventing criminal acts of fraud using a notary deed. This study is an explanatory normative juridical study aided by secondary legal materials. Data collection is done through the literature study method. Furthermore, the research results are processed by qualitative methods. The results of this study indicate that the notary's inaccuracy in making the deed can cause harm to the parties to the agreement. This means that the notary can be held legally liable in civil, criminal, administrative, or notary code of ethics proceedings. Notaries should be able to take preventive action by identifying the intentions and objectives of the parties who appear before them and assessing whether there are odd things in the making of the deed that could cause disputes in the future. In addition, notaries must also continue to be more careful and continue to be guided by the UUJN, other laws and regulations, and the Notary Code of Ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>