Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61633 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sucipto
"Latar Belakang: Evaluasi insanity defense merupakan pemeriksaan yang kompleks dan membutuhkan ketelitian. Evaluasi insanity defense sering dilakukan pada terdakwa kekerasan fisik dengan gangguan psikotik. Namun, rekomendasi evaluasi insanity defense pada terdakwa kekerasan fisik dengan gangguan psikotik masih terbatas. Tujuan: mengulas rekomendasi evaluasi insanity defense pada terdakwa pidana kekerasan fisik yang mengalami gangguan psikotik Metode: penelitian mencari artikel penelitian tanpa batasan waktu dari lima pangkalan data menggunakan kata kunci mencakup insanity defense, psychotic, dan evaluation. Peneliti kemudian menyaring hasil studi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi Hasil: Dari 992 literatur, sembilan studi dilibatkan dalam analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa masih terdapat berbagai tantangan dalam mengevaluasi insanity defense berdasarkan hukum yang berlaku serta alat maupun instrumen yang digunakan. Pemeriksaan yang tidak inadekuat akan memberikan dampak negatif bagi pemeriksa maupun terdakwa. Simpulan: beberapa aspek penting perlu diperhatikan dalam evaluasi insanity defense yang masih menjadi tantangan untuk menegakkan hukum dengan tepat.

Background: The evaluation of insanity defense is a complex examination that requires precision. Insanity defense evaluations are often performed on offenders with psychotic disorders who commit physical violence. However, recommendations for evaluating the insanity defense for offenders with psychotic disorders who commit physical violence remain limited Objective: To review recommendations for evaluating insanity defense for offenders with psychotic disorders who commit physical violence Methods: The study searched for research articles without time limits from five databases using keywords including insanity defense, psychotic, and evaluation. Researchers then filter the study results on the basis of the inclusion and exclusion criteria Results: Of 992 pieces of literature, nine studies were included in the analysis. The results of the analysis show that there are still various challenges in evaluating insanity defense based on applicable law and the tools and instruments used. Inadequate examination will have a negative impact on both the examiner and the defendant. Conclusions: Several important aspects need to be considered in evaluating insanity defense for offenders with psychotic disorders who commit physical violence, which is still a challenge to enforce the law appropriately."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anindito Widyantoro
"Beberapa penelitian membuktikan bahwa tidak semua pasien gangguan jiwa berobat pada RS Jiwa, sebagian pasien berobat pada sektor pengobatan tradisional. Bila pengobatan ke sektor ini tidak menghasilkan perbaikan yang diharapkan, barulah keluarga bersedia mengantar penderita untuk berobat pada RS Jiwa, akan tetapi waktu yang sangat berharga untuk dapat memberikan terapi intensif dalam masa dini penyakit gangguan jiwa sudah hilang dan pasien sudah memasuki stadium kronisitas, yang menyebabkan pengobatannya menjadi lama dan kecenderungan untuk kambuh menjadi besar pada akhirnya membuat beban bagi keluarga baik secara moril maupun material, karena harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk pengobatan maupun untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Disamping itu pengobatan yang lama ini membuat keluarga menjadi jenuh dan bosan, apalagi bila tanggungjawab perawatan penderita di rumah dibebankan pada satu orang, sehingga akhirnya keluarga tidak lagi memperhatikan keadaan penderita. Penderita tidak terkontrol dan makan obat tidak teratur, sehingga akhirnya keadaan penderita menjadi sakit lagi dan perlu perawatan di RS Jiwa.
Untuk itu kiranya perlu diteliti tentang penyebab ketidakpatuhan keluarga penderita skizofrenia dalam membawa berobat jalan ke RS Jiwa terutama setelah pulang dari rawat inap, dengan diketahui faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan, akan dapat dilakukan intervensi yang tepat terhadap faktor-faktor tersebut, bila penderita skizofrenia patuh berobat jalan kemungkinan akan kambuh kembali menjadi berkurang.
Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian yaitu; pertama bagaimana tingkat kepatuhan keluarga membawa penderita skizofrenia berobat jalan di RS jiwa Lampung. Kedua faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan keluarga penderita skizofrenia berobat jalan di RS Jiwa Lampung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanan dan evaluasi di RS Jiwa Lampung.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama keluarga penderita skizofrenia yang tidak patuh membawa penderita berobat jalan di Rumah Sakit Jiwa Lampung sebesar 59,4 % dan yang patuh 40,6 %. Kedua faktor-faktor yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat jalan adalah, biaya pengobatan p = 0,012 dan kemudahan transportasi p = 0,012 .
Saran dari hasil penelitian ini, pertama mendekatkan pelayanan kepada penderita dengan membuat program integrasi, kunjungan rumah dan menyediakan obat-obat psikotropik di Puskesmas. Kedua tetap mempertahankan program JPS (Jaring Pengaman Sosial) untuk yang tidak mampu. Ketiga melakukan pemberdayaan kepada petugas, masyarakat dan keluarga penderita dengan melakukan pelatihan serta penyuluhan tentang kesehatan jiwa.
Factors Which are Related to the Family of Schizophrenia's Patient Obedient that Having an In House Medication at Lampung Province Asylum
Some researches proved that not all the insanity patients' have a medication at the asylum but some of them take a traditional medication. If this way has no result as they expected, then the family of the patient willing to take the medication at the asylum. The valuable time to have an intensive therapy at an early phase of the insanity passed through. It comes to the chronic phase, that will make the medication take a long time and the possibility to have suffer a relapse is greater. Then it makes a burden to the family morale and materially, because it has to spend so much of fund for the medication and for the daily needs. In addition, a long time medication can make the family be surfeited and led up. Moreover if the responsibility of the in house medication of patient by one person, so that the family no longer give some attentions to the patient. The patient did not have a regular check up and have the medicine regularly, then it will make the patient has or suffer a relapse and needs to be taken care at the asylum again.
So that, it is necessary to investigate the cause of the family disobedient of schizophrenia's patient in doing the in house medication to asylum, especially after get out from the intensive medication, by knowing the reason which causes the disobedient. Then it can be held a precise intervention toward those factors, if the patient of schizophrenia obeys to do an in house medication, the possibility to relapse is decreasing.
This research expectation, it can answer the researcher questions, they are; first, how is the family of schizophrenia's patient obedient that having an in house medication at Lampung Province asylum. Last, what are the factors that related to the family of schizophrenia's patient obedient that having an in house medication at Lampung Province asylum. The benefit of this research is as input in planning, organizing, actuating and evaluating at Lampung Province asylum.
The result of this research are; first, the family of schizophrenia's patient disobedient to have an in house medication at Lampung Province asylum is 59,4 % and the obedient one is 40,6 %. Last, factors which have a purpose relation to the obedient to have an in house medication is the fund of the medication is p = 0,012 and to facilitate the transportation is p = 0,012.
Suggestions from the result of the research are; first, get close to the patients by making an integrated program, home visit and provides the medicines at the Puskesmas (Local Government Clinic). Second, keep the JPS or Jaring Pengaman Sosial (Charitable Safeguard Network) for the poor people. Last, tricking the officers and the family of the patient by doing a workshop and elucidation about the health of soul or spirit.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ove Syaifudin Abdullah
"Secara konsep perlu adanya pembedaan antara subjek hukum anak dengan subjek hukum orang dewasa. Anak harus dianggap berbeda dengan orang dewasa karena anak tidak mengerti tolak ukur moral yang ada dimasyarakat. Anak-anak belum mengerti secara utuh atas kesalahan yang ia perbuatan, sehingga anak dipandang sebagai orang dewasa yang belum cakap, secara moral dan tidak memiliki kesalahan yang sama dengan orang dewasa. Penerapan dasar penghapus pidana pembelaan terpaksa di Indonesia tidak memiliki standar tertentu dalam menentukan apakah seorang subjek hukum yang melakukan perbuatan pembelaan diri tersebut telah dapat dikatakan wajar atau tidak. Untuk menentukan standar perbuatan pembelaan yang wajar perlu terpenuhinya asas subsidiaritas dan proporsionalitas. Penentuan standar tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pengetahuan dan kemampuan hakim dalam menilai perkara yang terjadi. Hakim dalam menilai pembelaan paksa yang dilakukan oleh anak haruslah menggunakan standar yang berbeda dengan orang dewasa yang melakukan pembelaan terpaksa. Melalui metode penelitian yuridis normatif, dengan pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan putusan pengadilan di Indonesia, penelitian ini berupaya menganalisis penerapan dasar pengahapus pidana pembelaan terpaksa terhadap subjek hukum anak di Indonesia dan diperbandinkan dengan konsep pembelaan paksa di Amerika Serikat. Hasil dari penilitian ini menunujukan bahwa terhadap perkara yang pembelaan terpaksa yang dilakukan oleh seorang anak dalam kasus di Indonesia. Apabila adanya rentang waktu antara serangan atau ancaman serangan terhadap diri anak tersebut, Majelis Hakim cenderung berpandangan bahwa anak dalam situasi tersebut, seharusnya dapat berfikir untuk melakukan upaya lain seperti menghindar ataupun melarikan diri. Sedangkan pada konsep pembelaan paksa di Amerika Serikat adanya rentang waktu antara serangan atau ancaman serangan terhadap diri anak itu, haruslah dipandang sebagai suatu tekanan psikologi, yang membuat Anak-anak ini terus-menerus mengkhawatirkan diri mereka. Oleh karena standar yang digunakan Amerika Serikat dalam mengukur perbuatan pada anak cukup didasarkan dengan adanya ketakutan dan/atau keyakinan atas serangan atau sncaman serangan yang akan segera terjadi terhadap dirinya.

Conceptually, there needs to be a distinction between children and adult legal subjects. Children must be considered different from adults cause they do not fully understand the mistakes they make, so children are seen as adults who are not yet capable, morally and do not have the same mistakes as adults. The application of Exclusion Criminal Punishment self defense in Indonesia does not have a certain standard. To determine the standard of reasonable defense, it is necessary to fulfill the principles of subsidiarity and proportionality. The determination of the standard is left entirely to the knowledge and ability of the judge in assessing the case. Judges in assessing forced defense committed by children must use different standards from adults who commit forced defense. Through the normative juridical research method, with data collection using literature study and court decisions in Indonesia, this research seeks to analyze the application of exclusion criminal punishment self defense against child legal subjects in Indonesia and compared with the concept of forced defense in the United States. The results of this research indicate that in cases of forced defense committed by a child in Indonesia. If there is a time span between attacks or threats of attacks against the child, the judges tend to think that the child in that situation should be able to think of making other efforts such as avoidance or escape. Whereas in the concept of forced defense in the United States, the time between attacks or threats of attacks on the child should be viewed as a psychological pressure, which makes these children constantly worry about themselves. Therefore, the standard used by the United States in measuring the actions of children is based on the fear and/or belief of an imminent attack or threat of attack against them."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Alexandra
"Latar Belakang: Individu dengan gangguan psikotik lebih rentan terhadap masalah kesehatan gigi dan mulut, yang dapat menurunkan kualitas hidup mereka. Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) mencakup kenyamanan saat makan, tidur, berinteraksi sosial, harga diri, dan kepuasan terhadap kesehatan gigi. Tujuan: Membandingkan OHRQoL pada individu dengan gangguan psikotik dengan populasi umum atau individu dengan gangguan jiwa lainnya, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode: Pencarian literatur dilakukan pada lima electronic base, yaitu ProQuest, Scopus, ScienceDirect, EBSCO, dan PubMed, menggunakan kata kunci “OHIP,” “OHRQoL,” “Psychosis,” dan “Psychotic.” Artikel yang disertakan berbahasa Inggris dan dipublikasikan pada 2020–2024. Hasil: Lima studi yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri atas tiga studi ross-sectional satu studi case-control, dan satu studi kualitatif, dengan jumlah partisipan antara 20 hingga 735 orang. Dua studi menunjukkan OHRQoL pasien gangguan psikotik lebih buruk dibandingkan populasi umum. Sementara, dua studi lain menunjukkan hasil bertolak belakang terkait perbedaan OHRQoL antara pasien gangguan psikotik dan gangguan jiwa lainnya. Kesimpulan: Individu dengan gangguan psikotik cenderung memiliki OHRQoL yang lebih buruk dibandingkan populasi umum atau individu dengan gangguan jiwa lainnya. Keluhan utama meliputi xerostomia, halitosis, dan gangguan indera perasa. Faktor yang berpengaruh meliputi gangguan kognitif, penggunaan obat antipsikotik, serta status sosiodemografi.

Background: Individuals with psychotic disorders are at increased risk of oral health problems, which can negatively affect quality of life. Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) encompasses comfort while eating, sleeping, social interactions, self-esteem, and oral health satisfaction. Aim: To compare the OHRQoL between individuals with psychotic disorders and the general population or individuals with other mental disorders and to identify factors influencing OHRQoL. Methods: A literature search was conducted across five electronic databases: ProQuest, Scopus, ScienceDirect, EBSCO, and PubMed using the keywords “OHIP,” “OHRQoL,” “Psychosis,” and “Psychotic.” Only English-language articles published between 2020 and 2024 were included. Results: Five studies met the inclusion criteria, consisting of three cross-sectional studies, one case-control study, and one qualitative study, with sample sizes ranging from 20 to 735 participants. Two studies found that individuals with psychotic disorders had poorer OHRQoL than the general population. However, two other studies reported conflicting findings regarding differences in OHRQoL between individuals with psychotic disorders and those with other mental disorders. Conclusion: Individuals with psychotic disorders tend to have a poorer OHRQoL. The main oral health complaints include xerostomia, halitosis, and altered taste. Contributing factors include cognitive impairment, antipsychotic medication use, and sociodemographic factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wulandari
"Pengalaman-menyerupai-psikotik (Psychotic-like experience/PLE) merupakan pengalaman serupa halusinasi/delusi, bersifat non – klinis, dan cukup umum ditemui pada populasi sehat. PLE muncul sebagai hasil dari interaksi aspek kognitif dan aspek emosi yang diketahui berfluktuasi secara cepat. Namun, penelitian longitudinal terdahulu kurang dapat menangkap fluktuasi tersebut karena jeda waktu antar pengukuran yang panjang. Selain itu, belum banyak penelitian mengenai mekanisme terbentuknya PLE pada kelompok dengan kerentanan biopsikososial tinggi. Penelitian ini akan menguji peran afek negatif sebagai mediator atas pengaruh skema negatif-mengenai-diri terhadap PLE pada anggota keluarga pasien psikosis. Sebanyak 36 individu berpartisipasi dalam pengambilan data secara Experience Sampling Method (ESM). Pada hari pertama, pengukuran mencakup gejala depresi (PHQ – 9), kecemasan (GAD – 7), dan psikotik (CAPE – 42). Pada hari kedua sampai kelima belas dilakukan pengukuran skema negatif (BCSS), afek negatif (Momentary Affect Scale), dan PLE (Index of PLE). Data harian dianalisis dengan Multilevel Mediation Modeling. Skema negatif-mengenai-diri ditemukan memprediksi PLE, b = 0,378, p < 0,001, dan afek negatif memediasi secara parsial hubungan kedua variabel tersebut, b = 0,401, 95% CI [0,2501; 0,5714]. Fluktuasi harian dari skema yang disertai dengan keberadaan afek negatif akan mendorong interpretasi maladaptif atas pengalaman sehari – hari, sehingga memicu PLE, yang pada keluarga pasien dapat dijelaskan melalui tingginya behavioral sensitization.

Psychotic-like experience (PLE) is hallucination/delusion – like experiences, nonclinical, and quite common in healthy normal population. PLE is shaped by the interplay of cognitive and emotional aspects which are found to be fluctuated in daily life. However, most of the longitudinal studies have yet to capture the dynamic, due to the longer time gap between measurements. Studies in higher-than-average genetic risk-group were also still limited. This study examines the role of negative affect as a mediator to the effect of negative-self schema on PLE in first-degree relatives of psychotic patients. Data was collected from 36 individuals using Experience Sampling Method (ESM). On the first day, depression (PHQ – 9), anxiety (GAD – 7), and psychotic symptoms (CAPE – 42) were measured. On day two until fifteen, daily measurements on negative-self schema (BCSS), negative affect (Momentary Affect Scale), and PLE (Index of PLE) were completed twice a day. Multilevel Mediation Modeling was performed to analyze the data. Negative-self schema was found to predict PLE, b = 0,378, p < 0,001, and this effect was partially mediated by negative affect, b = 0,401, 95% CI [0,2501; 0,5714]. Day-to-day fluctuation of negative-self schema accompany by negative affect would induce maladaptive interpretation which then result in the PLE symptoms. In first-degree relatives, vulnerability to PLE could be explained by behavioral sensitization."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heribertus S. Hartojo
"Aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana (Polisi, Jaksa dan Hakim), menemui kesulitan saat berhadapan dengan tersangka atau terdakwa yang beralasan sakit (khususnya dalam kasus tindak pidana korupsi). Terutama hal itu terjadi pada saat dipanggil untuk memenuhi proses peradilan pidana. Tersangka atau Terdakwa melalui kuasa hukumnya hanya menyerahkan surat berupa surat keterangan dokter yang menerangkan si tersangka atau terdakwa tersebut karena sakit, maka perlu istirahat atau perlu dirawat inap di rumah sakit.
Berdasarkan Pasal 113 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) memang diatur mengenai seorang tersangka yang tidak bisa hadir memenuhi proses peradilan pidana karena alasan yang sah. Dalam hal ini si tersangka menggunakan alasan sakit yang ditunjukkannya dengan surat keterangan dokter. Di sisi lain pihak penyidik berdasarkan Pasal 120 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 (KUHAP), berwenang meminta pendapat dari seorang ahli. Pendapat ahli yang ditunjuk oleh Penyidik tersebut, digunakan untuk mematahkan alasan sakit yang diajukan oleh si tersangka atau terdakwa. Sedangkan berdasarkan Pasal 180 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) hakim berwenang meminta pendapat ahli untuk menjernihkan duduk persoalannya.
Dalam hal demikian surat keterangan dokter dalam proses peradilan pidana, mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Szasz, Thomas
New York: Wiley , 1987
362.2 SZA i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Depkes , 1989
362.26 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Eddy M.T.
"ABSTRACT
Kekayaan mineral Indonesia yang merupakan berkah dari posisi strategis Indonesia yang secara geologis berada di jalur Ring of Fire dan jalur timah dunia belum dioptimalkan bagi kepentingan nasional. Dengan kemajuan teknologi mineral (teknologi maju atau advanced technology) telah terbukti bahwa mineral strategis untuk industri pembuat Alutsista atau sering dikenal sebagai Oxide Dispersion Strengthened/ODS Metal Alloys semakin penting dan sudah menjadi sebuah komoditas yang menarik dan diperebutkan bagi industri maju. Fakta bahwa mineral ODS tersebut belum dioptimalkan tampak dari belum ketatnya pengawasan terhadap perusahaan atau korporasi tambang dalam memenuhi kewajibannya untuk membangun pabrikpemurnian (smelter) dan memastikan untuk mengolah lebih lanjut hasil pemurnian mineral tersebut yang notabene berupa mineral ikutan yang strategis ( ODS) di dalam negeri sebagaimana diamanatkan oleh U U Minerba. Hambatan-hambatan yang ada seperti lemahnya sinergitas kelembagaan, regulasi yang kontraproduktif dan terbatasnya infrastruktur bagi terwujudnya pengelolaan, pengolahan dan penguasaan mineral strategis ( ODS) bagi kepentingan nasional terutama industri pertahanan harus diminimalkan dengan intervensi negara untuk menata ulang master plan industri nasional yang dipadukan dengan roadmap industri pertahanan yang sudah ada serta merumuskan master plan industri pertahanan berbasis pemanfaatan ODS dengan percepatan penguasaan teknologi maju di bidang mineral."
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan RI , 2017
355 JIPHAN 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fingarette, Herbert
London: University of California Press, 1972
345.04 FIN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>