Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73857 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadhila Nasya Iskandar
"Panti asuhan biasanya dikaitkan dengan anak-anak yang terlantar dan tidak dirawat oleh orangtuanya dengan baik. Artikel ini akan membahas bagaimana panti asuhan menjadi agen perubahan habitus anak dalam film animasi Ma vie de Courgette (2016). Untuk menjawab pertanyaan tersebut, artikel ini menggunakan konsep film dari Joe Boggs dan Dennis Petrie (2018) dan struktur fungsional dari Algirdas Julien Greimas (2016). Setelah itu, konsep habitus dari Pierre Bourdieu (1977) akan dipakai untuk mendalami aspek perubahan anak-anak tersebut. Dari analisis naratif dan sinematografi, ditemukan bahwa alur, aspek visual, dan aspek sonor menunjukkan perubahan yang lebih positif dari hubungan anak-anak di panti asuhan. Dengan memfokuskan narasi seputar anak-anak, film ini memberikan kacamata baru tentang kehidupan anak-anak yang fokus pada hal-hal kecil. Lingkungan yang saling mendukung dan rasa senasib sepenanggungan anak-anak panti asuhan menumbuhkan rasa kekeluargaan dan membangun hubungan yang erat di antara mereka. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa budaya sehat yang dibentuk di panti asuhan sangat berpengaruh terhadap perubahan habitus anak. Kegiatan terstruktur, pendampingan, dan pendidikan yang layak didapatkan seorang anak dapat membantu membentuk habitus baru yang menghasilkan perilaku yang lebih sehat dan positif. Penelitian ini memberikan pandangan yang berbeda dari stereotip umum terkait panti asuhan dengan menyajikan perspektif yang berbeda terhadap panti asuhan sebagai institusi bagi anak-anak tanpa keluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa panti asuhan yang berfungsi dengan baik dapat memainkan peran penting dalam membentuk hubungan anak-anak tersebut dan mempengaruhi perubahan positif dalam habitus mereka. Penelitian ini dapat berguna sebagai evaluasi peran panti asuhan yang efektif dalam membina perkembangan sosial dan psikologis anak-anak yatim piatu, serta mendorong potensi transformatif dari intitusi ini.

Orphanages are usually associated with children who are neglected and not properly cared for by their parents. This article will discuss how the orphanage becomes an agent for changing children's habitus in the animated film Ma vie de Courgette (2016). To answer this question, this article uses the film concept from Joe Boggs and Dennis Petrie (2018) and the functional structure from Algirdas Julien Greimas (2016). After that, the concept of habitus from Pierre Bourdieu (1977) will be used to explore aspects of these children's changes. From the narrative and cinematography analysis, it was found that the plot, visual aspects and sonor aspects showed more positive changes in the relationships between children in the orphanage. By focusing on children, this film’s narrative provides a new perspective on children's lives that focuses on the small things. A mutually supportive environment and a sense of shared fate among the orphans fosters a sense of kinship and builds a close relationship between them. This research also shows that the healthy culture formed in the orphanage has a big influence on changes in children's habitus. Structured activities, assistance and education that a child deserves can help form a new habitus that produces healthier and positive behavior. This research provides a different view from the general stereotypes regarding orphanages by presenting a different perspective on orphanages as shelters for neglected children. The results of this study suggest that a well-functioning orphanage can play an important role in shaping these children's relationships and influencing positive changes in their habitus. This research can be useful as an evaluation of the effective role of orphanages in fostering the social and psychological development of orphaned children, as well as encouraging the transformative potential of this institution."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Phelps, Guy
London: Victor Gollanez, 1975
791.43 Phe f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Phelps, Guy
London: Victor Gollanez, 1975
791.43 Phe f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Irawanto
Yogyakarta: Media Pressindo, 1999
791.43 Ira f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Armijn
Jakarta: Badan Musjawaratan Kebudayaan Nasional, 1953
791.430 ARM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Armijn
"Buku ini berisi tentang produksi cerita film di Indonesia karya Armijn Pane. Menurut Armijn Pane, film bukan hanya suatu hasil kesenian melainkan juga menjadi hasil suatu industri ..."
Djakarta: Badan Musjawarat Kebudajaan Nasional, 1953
K 384.8 ARM p
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Salim Said, 1943-
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994
791.430 79 SAL d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kintan Az Zahra
"Penelitian ini membahas tentang kemunculan film independen, khususnya film Prenjak. Film Prenjak adalah salah satu dari sekian banyak film independen yang tidak berada dalam lingkaran industri perfilman arus utama . Penelitian ini melihat tentang apa yang melatarbelakangi kemunculan film Prenjak, bagaimana cara film Prenjak bertahan di luar arus utama, dan apa saja pencapaian yang sudah diperoleh film Prenjak sejauh ini. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa film Prenjak muncul sebagai respon dari agen dalam Teori Strukturasi Giddens terhadap kondisi Cultural Industries di perfilman Indonesia. Kemudian film Prenjak dapat bertahan karena adanya dukungan dari beberapa pihak dank arena film Prenjak memang sudah memiliki pasar, baik di dalam maupun di luar negeri. Penelitian ini juga menjabarkan bahwa film Prenjak berhasil mendapatkan banyak penghargaan di festival film internasional dan nasional.

This study discusses about the emersion of independent films, especially Prenjak movie. Prenjak is one of so many independent films which is not inside the circle of film industry mainstream. This study sees what is the background of the emersion of Prenjak, how Prenjak survive outside the industry, and what are the achievements of Prenjak so far. This study uses constructionism paradigm and qualitative approach with case study as its strategy.
This study shows that Prenjak emerses as a response from agent on Giddens Structuration Theory to Cultural Industries in Indonesian film industry. Also, Prenjak can survive outside the industry because of the support from some parties and also, Prenjak already has markets, both at home and abroad. Lastly, Prenjak has received many awards until now from both international and national film festivals.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisaa Hasna Khalishah
"Dalam masyarakat patriarki, pria diharapkan untuk menekan kesedihan mereka guna terhindar dari terlihat rentan. Penggambaran laki-laki yang kuat muncul dalam berbagai film, dan salah satunya adalah Manchester by the Sea (2016). Film ini menggambarkan perjuangan Lee Chandler, tokoh utama pria, dalam menghadapi kematian anak-anaknya. Tulisan ini berpendapat bahwa, pertama, ketidakmampuan Lee Chandler untuk mengatasi kesedihannya menunjukkan bahwa laki-laki cenderung mengekspresikan kesedihan dengan cara maskulin seperti yang diteliti oleh Kenneth dan Doka. Kedua, ekspresi kesedihan Lee Chandler menantang stereotip cara berduka laki-laki, dan, terakhir, kesedihannya, pada kenyataannya, berakar dari harapan masyarakat Barat. Dengan menganalisis perilaku karakter, dialog, dan unsur-unsur sinematik film, artikel ini bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara kesedihan dan gender yang digambarkan dalam film ini. Temuan ini menunjukkan bahwa kesedihan pria yang digambarkan dalam film ini adalah ambigu, di mana ia memanifestasikan kesedihannya baik secara stereotip tetapi juga tidak stereotip.

In a patriarchal society, men are expected to suppress their sadness to avoid showing vulnerability. This depiction of strong men appears in different movies, and one of those
movies is Manchester by the Sea (2016). It portrays the struggle of Lee Chandler, the main male protagonist, in dealing with the death of his children. This paper argues that, firstly, Lee Chandlers inability to overcome grief shows that men are likely to express grief in masculine way as investigated by Kenneth and Doka. Secondly, Lee Chandlers grief expressions
challenge the stereotype of male grief, and, lastly, his grief is, in fact, rooted from Western society expectations. By analyzing the characters behavior, dialogue, and the movies cinematic elements, this article aims to show the correlation between grief and gender represented in this movie. The findings show that the male grief as depicted in this movie are ambiguous, in which it manifests in both stereotypical but also non- stereotypical ways.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Refihana Salim
"Tulisan ini bertujuan mengungkapkan adanya pesan kesetaraan gender dalam sebuah film live-action berjudul Aladdin yang dirilis oleh Walt Disney Picture pada 2019. Film hasil karya rumah produksi barat ini menarik untuk dikaji karena mengangkat sebuah potret budaya masyarakat Arab, yaitu sebuah sastra klasik Timur Tengah. Cerita dalam film Aladdin diambil dari sebuah kisah berjudul Alaa ‘Uddīn wal Miṣbaḥus Siḥr, yang merupakan salah satu kisah dari folklor terkenal asal Timur Tengah, Alfu Laylah wa Laylah atau Seribu Satu Malam. Penulis berhipotesa bahwa film Aladdin 2019 bertujuan menyampaikan pesan-pesan barat melalui sebuah film berlatar belakang dunia Arab, yaitu sebuah pesan kesetaraan gender melalui tampilan dominan Putri Jasmine dalam film Aladdin. Untuk membuktikan hipotesis penulis, adegan di dalam film Aladdin dianalisis dalam sebuah metode analisis semiotika menggunakan teori semiotika Roland Barthes dan teori gender. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa teori semiotika Roland Barthes dan teori gender sesuai untuk mengungkap mitos gender dalam dunia Arab yang ditampilkan dalam film serta pesan kesetaraan gender dalam film Aladdin 2019.

This paper aims to reveal the messages of gender equality in a live-action film entitled Aladdin which was released by Walt Disney Picture in 2019. The film produced by a western production house is interesting to be analyzed because it raises a cultural portrait of Arab society, which is Middle Eastern classical literature. The story in the film Aladdin is taken from a story called Alaa ‘Uddīn wal Miṣbaḥus Siḥr, which is one of the stories of the famous folklore from the Middle East, Alfu Laylah wa Laylah or One Thousand and One Nights. The author hypothesizes that the Aladdin 2019 film aims to convey the western messages through a film set in the Arab world, which is a gender messages through the dominant appearance of Princess Jasmine in the Aladdin film. To prove the author's hypothesis, the scenes in Aladdin film are analyzed in a semoiotic analysis method using Roland Barthes's semiotic theory and gender theory. The results of this study state that Roland Barthes's semiotic theory and gender theory are suitable for exposing gender myths in the Arab world displayed in films as well as the messages of gender equality in the 2019 Aladdin film."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>