Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82697 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafii Mulia Putra
"Penelitian ini membahas makna ekstralingual pada poster-poster dari kampanye “Schieb den Gedanken nicht Weg!”. Data yang digunakan adalah tiga poster dari situs BMFSFJ (Bundesministerium für Senior, Frauend, und Jugend atau Kementerian Manula, Perempuan, dan Anak) yang diunggah pada tahun 2022. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teori jenis makna semantik oleh Gustav Blanke (1973) dan komposisi iklan oleh Nina Janich (2010). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tiga dari lima jenis makna ekstralingual Blanke telah ditemukan pada kampanye “Schieb den Gedanken nicht weg!”. Penelitian ini juga menemukan pengaruh komposisi iklan pada ketiga poster pada kampanye ini dalam memberikan konteks terhadap informasi pelecehan seskual kepada anak.

This research discusses the extralingual meanings of posters from the "Schieb den Gedanken nicht Weg!" campaign. The data used are three posters from the BMFSFJ (Bundesministerium für Senior, Frauend, und Jugend or Ministry of Seniors, Women, and Children) website uploaded in 2022. This research used the qualitative method with the theory of semantic meaning types by Gustav Blanke (1973) and advertisement composition by Nina Janich (2010). The results of this study show that three of Blanke's five types of extralingual meaning have been found in the "Schieb den Gedanken nicht weg!" campaign. This study also found the influence of advertisement composition on the three posters in this campaign in providing context to the information of sexual abuse to children."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Elhida Mardiati
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat dewasa ini telah membawa pengaruh dan perubahan dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Pengaruh dan perubahan yang terjadi akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut ada yang bernilai positif, dan ada pula sisi negatifnya. Di Indonesia khususnya pada saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi tren baik dikalangan dewasa maupun muda. Selain untuk kepentingan bisnis, pendidikan, dan terkait pekerjaan, saat ini teknologi informasi dan komunikasi juga sangat berperan dalam aktivitas sosialisasi melalui berbagai jejaring sosial yang disediakan. Permasalahannya adalah jejaring sosial yang sekarang sedang menjadi tren, -khususnya bagi para kaum muda ini- kerap dijadikan area dimana pemangsa seksual mencari calon korbannya dengan memanfaatkan berbagai sifat media virtual ini. Sehingga, tesis ini akan membahas mengenai proses terjadinya online grooming pada anak, pengaturan terkait online grooming pada anak, serta kendala dan upaya dalam menanggulangi online grooming tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif berupa studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman, dan juga dilengkapi oleh wawancara dengan narasumber. Hasil dari penelitian ini yaitu, pada dasarnya proses online grooming itu terjadi melalui beberapa tahap, meskipun tahap tersebut tidak mutlak harus dilakukan secara berurutan dan seluruhnya. Tahapan tersebut diantaranya, yaitu pemilihan area target, persahabatan, membentuk hubungan, penilaian resiko, eksklusivitas, dan seksual. Kemudian, mengenai pengaturan terkait online grooming, meskipun tidak ada pengaturan secara khusus mengenai online grooming, namun telah ada pasal yang terkait, yaitu pasal 81 dan pasal 82 undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Selanjutnya, terdapat beberapa kendala dan upaya dalam menanggulangi online grooming. Kendala-kendala tersebut, diantaranya, yaitu kendala dari dalam diri korban/pelaku, dari orang tua, masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya, serta terkait juga dengan legislasi, penegakan hukum, dan sumber daya aparat penegak hukum. Sementara itu, upaya penanggulangannya dapat dilakukan dengan meningkatkan peran dan kerjasama para pemangku kepentingan, serta melakukan harmonisasi hukum, penafsiran hukum, peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya aparat penegak hukum, serta penguatan penegakan hukum.

The rapid development of information and communication technology has an impact and changes the lives of people around the world. Influences and changes that occur due to the development of information and communication technology involves positive and negative. In Indonesia, especially at this time, the development of information and communication technology has become a trend among both adults and youth. Beside used to business interest, education, and related to work, information and communication technologies are also have a lot of role in the various social activities through the social networking application provided. The problem is social networking becoming a trend, -especially among of young people- were often used as an area where sexual predators find their targets by utilizing a variety of virtual media properties. Thus, this thesis will take up about the process of online grooming of children, legislation against online grooming cases of children, as well as the constraints and efforts in tackling the online grooming of children. This study uses a normative form of literary study that examined the documents in the form of literature books, regulations and guidelines, as well as completed with interviews with some sources. The results of this study are, in essence online grooming process through in several stages, although these stages do not absolutely have to be done in sequence and entirely. The Stages are involved: the selection of the target area, friendships, form relationships, risk assessment, exclusivity, and sexual. Then, about the online grooming regulation, although there has no regulation about online grooming, the related articles are already exist. The regulation is in the article 81 and 82 of Law No 23/2002 on the protection of children act. Furthermore, there are some obstacles and efforts to overcome the online grooming. The obstacles, among which, the obstacles from the victim/perpetrator, from the parents, the public, government, and the stakeholders, and also related to the legislation, law enforcement, and law enforcement resources. Meanwhile, the efforts can be done by increasing the role and cooperation of stakeholders, as well as to harmonize the law, legal interpretation, increasing the quantity and quality of resources of law enforcement officers, as well as strengthening the rule of law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayanti Dwi Putriani
"ABSTRAK
Studi ini berangkat dari maraknya kasus pelecehan seksual anak yang disebabkan oleh banyaknya unggahan mengenai anak di media sosial melalui tren sharenting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemaknaan orang tua terhadap tren sharenting serta potensi pelecehan seksual anak yang ada melalu tren ini. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan paradigma kontruktivisme, Selain itu, penelitian ini menggunakan metode studi kasus dan metode pengumpulan data dengan wawancara dan observasi. Pemaknaan dapat dilihat dari mind, self, dan society yang dimiliki oleh seseorang sehingga tergambar dalam perilaku yang dilakukan sehari-hari. Analisis dalam penelitian ini menggunakan Teori Interaksionisme Simbolik yang digagas oleh Herbert Mead. Melalui wawancara dan observasi, diketahui bahwa orang tua tidak menyadari bahwa potensi pelecehan seksual anak dalam tren sharenting merupakan hal yang mungkin terjadi. Hal ini ditambah dengan anggapan orang tua bahwa anak yang masih kecil memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk bisa dilecehkan secara seksual. Masyarakat dan orang tua juga menilai bahwa tren sharenting dinilai sebagai hak asasi dari orang tua yang membuat orang tua berhak melakukan apa yang ia anggap benar berkenaan dengan anaknya dan media sosialnya.

ABSTRACT
This study is based on the rise of child sexual harassment cases caused by many uploads on children in social media through sharenting trend. This study aims to determine how the parent interpretation of sharenting trends and potential of child sexual harassment that exist through this trend. This study was using qualitative approach and using constructivism paradigm. In addition, this study using case study methods and data was collected with interview and observation. Meaning can be seen from the mind, self, and society owned by a person so reflected in the behavior carried out daily. The analysis in this study is using Symbolic Interactionism Theory initiated by Herbert Mead. Through interviews and observation, it is known that parents are unaware that there is some possibility of child sexual harassment in a sharenting trend. This is coupled with the parental assumption that young children have very little chance of being sexually harassed. Society and parents also consider that the sharenting trend was seen as a human right of parents who make parents entitled to do what they think is right regard to their children and social media. "
2018
T51198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Aulia Fadli
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Azzam Rabbani
"Profesi guru dianggap sebagai profesi terhormat yang menjalankan tugas mulia untuk membimbing dan melindungi anak selama proses pendidikan. Sayangnya, seorang guru yang telah dipercaya untuk menjalankan tugas penting tersebut justru dapat melakukan kekerasan seksual terhadap anak. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru terhadap siswa seringkali melibatkan penggunaan grooming untuk dapat memanipulasi siswa ke dalam tindakan seksual dan mempertahankan kerahasiaan. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko anak terhadap guru yang menggunakan grooming untuk melakukan kekerasan seksual. Studi ini menggunakan analisis data sekunder dari 40 kasus berita yang bersumber dari media daring di Indonesia selama periode Januari 2016 hingga Mei 2021. Penulis melakukan criminal profiling untuk menggambarkan profil guru pelaku kekerasan seksual, profil siswa yang menjadi korban, metode grooming yang digunakan pelaku, dan bentuk kekerasan seksual. Analisis bivariat juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel independen dengan metode grooming dan tingkat kekerasan seksual sebagai variabel dependen. Hasil profiling kemudian dimasukkan ke dalam kerangka kerja Social Ecological Model SEM) untuk mengidentifikasi faktor risiko anak. Studi ini menemukan bahwa guru dapat menggunakan pemberian perhatian, pemberian suap, atau penggunaan paksaan sebagai metode grooming. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa jenis sekolah korban dan intensitas kekerasan seksual grooming. Jenis kelamin korban, jenjang pendidikan korban, dan jumlah korban memiliki hubungan signifikan dengan tingkat kekerasan seksual. Selain itu, faktor risiko anak terhadap kekerasan seksual oleh guru dapat diidentifikasi dari keempat tingkat SEM, yang dalam studi ini berupa individu, hubungan (dengan guru dan keluarga), komunitas (sekolah), dan masyarakat (kebijakan pendidikan dan konstruksi sosial anak).

Teacher is considered as an honorable profession that carries out a noble task to guide and protect children during the educational process. Unfortunately, a teacher who has been trusted to carry out this important task on the contrary can commit sexual abuse against children. Teacher sexual misconduct against students often involves the use of grooming to manipulate students into sexual acts and maintain secrecy. The purpose of this study was to identify the child risk factors against teachers who use grooming to commit sexual abuse. This study uses secondary data analysis from 40 news cases sourced from online media in Indonesia during the period of January 2016 to May 2021. The author conducts criminal profiling to describe the profiles of teachers who perpetrate sexual abuse, profiles of students who being victimized, grooming methods used by perpetrators, and forms of sexual abuse. Bivariate analysis was also conducted to determine the relationship between several independent variables with the grooming method and the level of sexual abuse as the dependent variable. The results of the profiling are then applied into the Social Ecological Model (SEM) framework to identify child risk factors. This study found that teachers may use attention giving, bribery, or the use of coercion as grooming methods. The crosstabulation results show that the type of school of the victim and the intensity of sexual abuse have a significant relationship with the grooming method. The sex of the victim, victim’s education level, and the number of victims have a significant relationship with the level of sexual abuse. In addition, child risk factors for teacher sexual misconduct can be identified from the four levels of the SEM, which in this study are individual, relationship (with teachers and families), community (school), and society (education policy and social construction of childhood)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hasudungan, David Gilbert
"ABSTRAK
Hukuman kebiri kimia yang diatur dalam Pasal 81 ayat (7) Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merupakan salah satu hukuman pidana tambahan terbaru yang dapat dijatuhkan bagi pelaku kekerasan seksual pada anak. Hukuman pidana tambahan kebiri kimia tersebut pada bulan Mei 2019 telah digunakan pertama kalinya untuk menjerat pelaku kekerasan seksual pada anak dalam putusan nomor 69/Pid.Sus/2019/PN.MJK. Namun pelaksanaan dari hukuman pidana tambahan kebiri kimia dalam putusan a quo menghadapi permasalahan dengan tidak adanya hukum formil yaitu peraturan pelaksana dari Undang-Undang No.17 Tahun 2016 tersebut. Kejaksaan selaku entitas yang mengemban kewenangan pelaksana dari putusan pengadilan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada faktanya harus melakukan penunjukkan kepada entitas yang memiliki kompetensi dalam bidang medis untuk melaksanakan hukuman pidana tambahan kebiri kimia tersebut secara langsung. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa mengatur bahwa kebiri kimia termasuk ke dalam tindakan medis yang disebut upaya kesehatan kuratif, karenanya pelaksanaan dari kebiri kimia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang yaitu dokter khususnya dokter spesialis kejiwaan. Sehingga Kejaksaan dalam melaksanakan hukuman pidana tambahan kebiri kimia harus melakukan penunjukkan kepada dokter spesialis kejiwaan yang memiliki kewenangan dan kompetensi yang dibutuhkan.

ABSTRACT
Chemical castration criminal penalty regulated in Article 81 paragraph (7) of Law No. 17 of 2016 on the Establishment of Government Regulation in Lieu of Law No. 1 of 2016 on the Second Amendment to Law No. 23 of 2002 concerning Child Protection is one of the latest additional criminal penalties that can be imposed for perpetrators of sexual violence against children. The chemical penalties for additional castration in May 2019 were used for the first time to ensnare perpetrators of sexual violence against children in decision number 69 / Pid.Sus / 2019 / PN.MJK. Nevertheless, the implementation of additional chemical castration criminal penalties in the a quo decision faces a problem in the absence of formal law, particularly the implementing regulations of the Law No.17 of 2016. The Prosecutor's Office as an entity that carries out the executive authority of the court's decision according to the Criminal Procedure Code and Law No. 16 of 2004 concerning the Attorney General's Office of the Republic of Indonesia, in fact, must appoint an entity that has competence in the medical field to carry out additional chemical castration penalties. Law No. 36 of 2009 on Health and Law No. 18 of 2014 on Mental Health regulates that chemical castration is included in a medical action called curative health measures, therefore the implementation of chemical castration can only be carried out by authorized health personnel namely doctors especially psychiatric specialists. So that the Prosecutor's Office in carrying out additional criminal sentences of chemical castration must appoint a psychiatric specialist who has the authority and competence needed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Naindra Alevia
"ABSTRAK
Latar belakang: Sejak tahun 2000 sampai dengan Juli 2010 terdapat 2579 anak mengalamiperlakuan salah seksual yang terdaftar di Pusat Krisis Terpadu PKT Rumah Sakit CiptoMangunsukomo RSCM . Perlakuan salah seksual memiliki dampak negatif pada korban,keluarga, dan masyarakat sekitarnya. Karakteristik perlakuan salah seksual perludiidentifikasi sehingga dapat dilakukann upaya pencegahan.Tujuan: Mengetahui karakteristik korban, keluarga dan lingkungan, serta pelaku danpencetus perlakuan salah seksual pada anak di Jakarta.Metode: Studi deskriptif retrospektif dengan pengumpulan data dari rekam medis anakkorban perlakuan salah seksual di PKT RSCM dengan mengolah data kasus tahun 20142015.Variabel yang dinilai yaitu faktor anak, lingkungan, pelaku, dan pencetus.Hasil: Terdapat 103 rekam medis yang masuk dalam penelitian. Perlakuan salah seksualterbanyak adalah genito-genital 48,5 , lebih dari 50 disertai kekerasan fisik maupunancaman fisik dan senjata, 47,6 diketahui dari cerita korban. Sebanyak 86,4 korbanadalah perempuan, 42 berusia 13-18 tahun, 32,1 pendidikan tingkat menengah pertamadan atas, dengan pengawasan keluarga yang kurang, dan 26,2 mengalami dampakpsikososial. Sebagian besar orangtua korban bekerja di luar rumah dan 33 berada di bawahgaris kemiskinan. Pelaku 33 merupakan pelajar, tidak bekerja, atau pensiunan. Sekitar 20 pelaku memiliki riwayat penyalahgunaan obat dan alkohol.Simpulan: Anak perempuan, usia rerata 9,97 tahun, berpendidikan menengah dan/atau putussekolah, dengan orangtua yang bekerja, tinggal di lingkungan kumuh dengan penghuni rumahlebih dari 4 orang memiliki peluang lebih besar menjadi korban perlakuan salah seksual.Pelaku memiliki karakterisik laki-laki dewasa, berusia rerata 30 tahun, memiliki hubungantetangga, teman/kenalan dan anggota keluarga, merupakan pelajar, buruh, atau pengangguran,dan sebagian memiliki riwayat konsumsi alkohol dan obat terlarang.Kata kunci: Perlakuan salah seksual anak, karakteristik korban perlakuan salah seksual anak,karakteristik pelaku perlakuan salah seksual anak
ABSTRACT Background Data from Integrated Crisis Center Cipto Magunkusumo Hospital reveals thatfrom 2000 untul 2010, 2759 children became victims of sexual abuse. Sexual abuse has anegative effect on the victims children , their families, and people around them.Characteristics of these cases must be identified to help formulate preventive measures.Objective To identify the characteristics of the victims, families, environment, as well asperpetrators and triggers of child sexual abuse cases in Jakarta.Methods A retrospective descriptive study was conducted between July 25th and September19th 2016 by collecting data from the medical records of child sexual abuse victims atIntegrated Crisis Center Cipto Mangunkusumo Hospital from 2014 2015. Variables identifiedinclude characteristics of the victims, families and environment, perpetrators, and triggers.Results There were 103 medical records analysed in the study. Genito genital accounts forthe most frequent form of abuse 48.5 . More than 50 of abuse were conducted alongwith physical abuse or verbal threat of physical abuse with our without weapons. Close to50 of cases were discovered through confession by the victims. Most of the victims werefemale 86,4 , aged 13 18 years of 42 . Almost a third were students of junior and highschools. More than a quarter of the victims 26.2 suffered from psychosocial effects ofabuse. Most of the parents had occupations but a third of the families lived below povertyline. Around 40 of the perpetrators were students, retired civil servants, or jobless. Around20 of them had history of subtance and alcohol abuse.Conclusion Female children, with mean age of 9.97 years old, with middle schooleducation, working parents, living in poor neighborhood, with more than 4 people in thesame house have greater risk of becoming victims of sexual abuse. Characteristics ofperpetrators include adult male, with mean age of 30 years old, with relationship of neighborfriends acquaintance, and family members, jobless, blue collar workers, or students, andsome have history of alcohol and illicit drugs consumption.Keywords sexual abuse, child, characteristics, prevention
"
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fania Putri Alifa
"Skripsi ini membahas mengenai fenomena disparitas pidana yang terjadi pada kasus kekerasan seksual terhadap anak di Provinsi DKI Jakarta. Skripsi ini merupakan penelitian yuridis-normatif yang akan menjawab tiga rumusan masalah: pertama, faktor apa yang lebih dominan di antara faktor legal dan faktor ekstralegal sebagai penyebab disparitas pidana; kedua, hal-hal apa saja yang seharusnya dipertimbangkan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak; dan ketiga, bagaimana pengaruh dinaikkannya ancaman pidana penjara minimum khusus dalam Pasal 81 dan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 terhadap disparitas pidana bagi para pelakunya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data primer berupa wawancara dengan tiga hakim dari tiga pengadilan negeri di Provinsi DKI Jakarta dan data sekunder berupa studi kepustakaan. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan dua puluh delapan putusan pengadilan negeri di Provinsi DKI Jakarta mengenai kasus kekerasan seksual terhadap anak; bahan hukum sekunder berupa RKUHP, buku-buku, dan hasil penelitian berupa skripsi, tesis, dan disertasi; dan bahan hukum tersier berupa kamus bahasa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, faktor yang lebih dominan sebagai penyebab disparitas pidana adalah faktor ekstralegal, yaitu karakteristik kasus yang bersangkutan yang diikuti oleh subjektivitas hakim; kedua, hal-hal yang seharusnya dipertimbangkan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak terdiri dari dua jenis, yakni pertimbangan-pertimbangan umum dan pertimbangan-pertimbangan khusus; dan ketiga, dinaikkannya pidana penjara minimum khusus dalam Pasal 81 dan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 nyatanya tidak berpengaruh pada disparitas pidana bagi para pelakunya.

This thesis discusses about the phenomenon of disparity of sentencing that occurs towards the perpetrators of child sexual abuse in DKI Jakarta Province. This thesis is a juridical normative study that will answer three main issues first, what factor that is more dominant between legal factors and extralegal factors as the cause of disparity of sentencing secondly, what points should the judge consider in imposing punishment for a perpetrators of child sexual abuse and third, how is the effect of the raising of the threat prison punishment in Article 81 and Article 82 of Law Number 35 Year 2014 against disparity of sentencing towards the perpetrators.
Data used in this study includes primary data in the form of interviews with three judges from three district courts in DKI Jakarta Province and secondary data in the form of literature study. The legal substances used are primary legal materials in the form of statutory regulations and twenty eight decisions of the district courts in DKI Jakarta Province regarding cases of child sexual abuse secondary law materials in the form of RKUHP, books, and research results like thesis and dissertation and tertiary legal material is language dictionary.
The results of this study indicate that first, the more dominant factor as the cause of disparity of sentencing is the extralegal factor, that are characteristic of the case followed by the subjectivity of the judges secondly, the judges should consider two types of points in order to impose punishment a perpetrator of child sexual abuse, that are general consideration and special consideration and third, the raising of the threat prison punishment in Article 81 and Article 82 of Law Number 35 Year 2014 in fact does not affect the disparity of sentencing towards the perpetrators.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Siva Febriyanti
"Kasus pelecehan seksual pada anak semakin banyak ditemukan terutama pada anak usia sekolah. Terkait hal tersebut, penting untuk mengetahui tingkat pengetahuan anak usia sekolah tentang pelecehan agar dapat dilakukan pencegahan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan pengalaman anak usia sekolah terkait pelecehan seksual. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif analitik dengan jumlah sampel sebanyak 112 siswa yang diambil melalui teknik cluster sampling. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan dan pengalaman pelecehan seksual anak usia sekolah di kota Depok Jawa Barat (p value = 0.001).

Cases of child sexual abuse are increasingly found, especially in school-age children. It is important to recognize the level of knowledge of school-aged children about sexual harassment so that prevention can be carried out. The research aims to determine the relationship between school-age children's knowledge and experiences regarding sexual harassment. This research is a quantitative research with a descriptive analytical design with a sample size of 112 students taken using a cluster sampling technique. The results of this study found that there was a significant relationship between the level of knowledge and experience of sexual abuse of school-age children in the city of Depok, West Java (p value = 0.001)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rovan R. Mahenu
"Tesis ini membahas keunggulan dari penggunaan pendekatan Scientific Criminal Investigation khususnya penggunaan dan analisis DNA dalam proses pengungkapan tindakan kejahatan. Proses tersebut harus diawali dan didukung oleh tindakan pengamanan Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang baik sehingga bukti yang ada tidak terkontaminasi oleh hal lain yang akan merusak TKP. Tujuan dari tesis ini adalah membuktikan bahwa penggunaan dan pemrosesan DNA didukung dengan penanganan pengamanan TKP yang baik sehingga bukti yang ada tetap terjaga dari kontaminasi, dapat mempermudah proses Scientific Criminal Investigation dalam pengungkapan tindakan kejahatan.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan DNA sebagai bagian dari Scientific Criminal Investigation mempercepat proses pengungkapan dibandingkan dengan bila menggunakan pendekatan konvensional. Hasil yang juga diperoleh adalah menunjukkan bahwa pendekatan Scientific Criminal Investigation saat ini baru dapat digunakan untuk kejahatan yang memiliki TKP yang bersinggungan dengan pelaku dan korban yang meninggalkan jejak fisik. Kedepannya Scientific Criminal Investigation dapat diterapkan pada kejahatan virtual dimana pelaku meninggalkan jejak yang bersifat maya.

This thesis discusses the advantages of using the Scientific Criminal Investigation approach particularly the use of DNA analysis in the process of crime revealing. The process should be initiated and supported by securing the Crime Scene in a good way so that the existing evidence is not contaminated by other things that would ruin the scene. The purpose of this thesis is to prove that the use and processing of DNA supported with good handling of the crime scene so well that the existing evidence is maintained from contamination, can help and accelerate the process of Scientific Criminal Investigation in the process of unsolving the crime.
The results obtained showed show that the use of DNA as part of the Scientific Criminal Investigation speed up the process of disclosure compared to when using conventional approaches. The results were also obtained indicate that the Criminal Investigation Scientific approach currently can only be used for a crime scene that had contact with the perpetrators and victims leave physical traces. Going forward Scientific Criminal Investigation can be applied to virtual crimes in which the perpetrator left a trail illusory.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>