Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110984 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adia Misqa Imtiyaz Rohman
"Terdapat konsekuensi hukum terkait pengalihan dan pengubahan bentuk bangunan cagar budaya yang dikuasai secara pribadi, yang tidak bisa dilakukan tanpa izin pemerintah yang berwenang. Sengketa TUN berkaitan dengan penetapan status bangunan cagar budaya tanpa izin ditemukan di Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung Nomor 121/G/2019/PTUN.Bdg dengan pihak penggugat para ahli waris Alrmarhum ES melawan Bupati Sumedang. Tesis ini berbasis metode penelitian doktrinal, dengan mengangkat dua pembahasan masalah yakni permasalahan mengenai kesesuaian penerbitan penetapan status bangunan cagar budaya pada putusan tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta perlindungan hukum yang dapat dilakukan pemilik bangunan yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya tanpa persetujuan. Sesuai peraturan perundang-undangan yaitu UU Administrasi Pemerintahan dan UU PTUN serta UU Cagar Budaya, penetapan status cagar budaya pada putusan PTUN Bandung Nomor 121/G/2019/PTUN.Bdg cacat prosedur dan substansi. Tersedia penyelesaian sengketa TUN melalui upaya administratif (antara lain berupa keberatan dan banding administrasi) dan gugatan ke PTUN. Masih dapat ditemukan kekosongan hukum dalam penetapan bangunan cagar budaya sehingga seharusnya pemilik dilibatkan dalam proses penetapannya dan selain diberitahukan penetapannya pada pemilik tanah status cagar budaya juga harus dicatatkan dalam buku tanah. Hal ini menjadi sorotan guna terselenggaranya kepastian hukum sebagai perlindungan hak kepada penguasa bangunan. Peraturan perundang-undangan hanya mengatur tentang pendaftaran cagar budaya, sehingga pengaturan mengenai pendataan dan publikasi cagar budaya perlu diatur lebih lanjut dan membutuhkan kerjasama antara BPN dan Dinas Budaya. Penting juga untuk memperhatikan keterlibatan profesi Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak atas bangunannya.

Legal consequences exist related to the transfer and change of form of privately controlled cultural heritage buildings. The dispute relating to determining the status of cultural heritage buildings was found in the Bandung State Administrative Court (PTUN) Decision Number 121/G/2019/PTUN.Bdg between the bulding owner against the Regent of Sumedang. Based on doctrinal research methods, this thesis spotlights specifically about the conformity of publication of the determination of the status of cultural heritage buildings based on applicable laws and regulations and the legal protection that can be done by cultural heritage building owner without owner’s approval. Based on the Government Administration Law and PTUN Law as well as the Cultural Heritage Law, the determination of cultural heritage status in the Bandung PTUN decision Number 121/G/2019/PTUN.Bdg is procedurally and substantively flawed. TUN settlements are available through administrative measures (including approval and administrative appeals) and lawsuits to the PTUN. Legal vacuum exists in determining cultural heritage buildings, so apart from involvement of the owner in the determining process and notifying the owner with the result, the status of cultural heritage land must also be recorded in the land book. This is highlighted in order to emphasize legal certainty as a protection for the rights of building owners. Legislative regulations only regulate the registration of cultural heritage, so regulations regarding data collection and publication of cultural heritage need to be regulated and require cooperation between BPN. It is also important to pay attention to the involvement of the Notary profession and Land Deed Officials."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Figra Ardham
"ABSTRAK
Prinsip-prinsip perlindungan benda budaya pada masa konflik bersenjata merupakan
prinsip-prinsip lama yang telah dikodifikasikan dalam berbagai ketentuan hukum
perang dan hukum humaniter internasional yang saat ini berlaku seperti Convention
(IV) respecting to the Laws and Customs of War on Land 1907 dan The Hague
Convention for the Protection of the Cultural Property in the Event of Armed Conflict
1954. Prinsip-prinsip yang tercantum dalam ketentuan-ketentuan hukum tersebut
diaplkasikan dalam berbagai lembaga-lembaga peradilan internasional seperti The
International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia.(ICTY) Salah satu kasus
yang ditangani ICTY adalah kasus Jadranko Prlic et al yang berkaitan dengan
penghancuran benda budaya Stari Most di Mostar, Bosnia-Herzegovina.

ABSTRACT
The principles of the protection of cultural property during armed conflict is an
old principles that have been codified in various provisions of the laws of war and
international humanitarian law currently in force such as the Convention (IV)
respecting to the Laws and Customs of War on Land in 1907 and The Hague
Convention for the Protection of the Cultural Property in the Event of Armed
Conflict, 1954. The principles set forth in the provisions of the law in various
international judicial institutions such as the International Criminal Tribunal for
the Former Yugoslavia (ICTY). One of the cases handled by the ICTY is Jadranko
Prlic et al case relating to the destruction of cultural property Stari Most in
Mostar, Bosnia-Herzegovina."
2015
S58144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Drishti Kanya
"ABSTRACT
As a country that has a long history, Indonesia has a very rich national cultural heritage. Strategically located in the trading route, automatically shapes the culture of this country. The cultural heritages, which are ranging variously from traditional dance, traditional foods, traditional music and songs, languages, clothes, and many more, spread evenly throughout the regions in Indonesia. There are two kinds of cultural heritage, namely tangible cultural heritage and intangible cultural heritage, which Indonesia has both types. The great number of these cultural inheritances should be preserved and protected by the go vernment."
2013
S54244
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradhnya Anindya Dewanti
"ABSTRAK
Pelestarian sebuah cagar budaya adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh manusia. Namun dalam pelaksanaannya, melestarikan sebuah Bangunan Cagar Budaya memiliki tantangannya sendiri. Dengan statusnya sebagai cagar budaya, keaslian bangunan perlu dipertahankan untuk melestarikan nilai-nilai penting di dalamnya. Pemanfaatan Bangunan Cagar Budaya untuk digunakan pada masa kini menyebabkan kebutuhan penyesuaian terhadap bangunan. Fenomena ini menghasilkan pertanyaan mengenai apa yang harus di jaga dan apa yang dapat diubah dalam sebuah proses pelestarian Bangunan Cagar Budaya. Pada skripsi ini, analisis identifikasi elemen bangunan dilakukan untuk mengetahui cara kerja bangunan agar dapat memenuhi fungsinya. Analisis tersebut menghasilkan cara untuk melakukan penyesuaian terhadap Bangunan Cagar Budaya dengan mempertahankan nilai otentisitas desain yang di miliki bangunan tersebut.

ABSTRACT
Conserving a cultural heritage is an obligation for humanity. But, in practice, conserving a heritage building has its own challenge. With its status as a cultural heritage, its authenticity has to be maintained in order to preserve the values embedded within it. Utilizing the heritage building in the present resulting in unavoidable changes towards the building. This phenomenon evokes a question on what should be kept, and what could be changed in a process of conserving a heritage building. This paper did an identification analysis of building elements to determine the how a building functions. The analysis discovers the ways of building adaptation while maintaining its design authenticity."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Satria Adinugraha
"The regulations regarding the Restoration of Cultural Heritage were established from the restriction of its removal. The main treaty providing the norm to restore the removed Cultural Heritage from the State of origin is 1970 UNESCO Convention on the Means of Prohibiting Illicit Import, Export, and Transfer of Ownership of Cultural Property. Through this convention, State, as a subject in international law, was given a set of Rights and Obligations to claim for its Restoration. Indonesia as a developing State has its own interest in the Restortion of Cultural Heritage after its independence, including from Netherlands. Through this thesis, the author analyses the practice in the case of the Restoration from Netherlands to Indonesia, Indonesian Law No. 11 of 2010 on Cultural Heritage, and the urgency of Indonesia to become a State party to 1970 UNESCO Convention on the Means of Prohibiting Illicit Import, Export, and Transfer of Ownership of Cultural Property.

Ketentuan mengenai Pengembalian Benda Cagar Budaya muncul dari ketentuan pelarangan pemindahan atasnya. Perjanjian Internasional yang terutama dalam mengatur Pengembalian Benda Cagar Budaya kepada Negara asal adalah 1970 UNESCO Convention on the Means of Prohibiting Illicit Import, Export, and Transfer of Ownership of Cultural Property. Dalam konvensi tersebut Negara sebagai subyek hukum internasional yang diberikan seperangkat Hak dan Kewajiban untuk mengajukan klaim Pengembalian. Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki kepentingan Pengembalian Benda Cagar Budaya dari Negara-Negara maju pasca kemerdekaan, salah satunya dari Belanda. Penulisan ini melakukan analisis terhadap praktik Pengembalian yang selama ini telah dilakukan oleh Belanda ke Indonesia, UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010, dan kepentingan Indonesia menjadi Negara peserta Konvensi 1970 UNESCO Convention on the Means of Prohibiting Illicit Import, Export, and Transfer of Ownership of Cultural Property."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S61117
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Hastuti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S25374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agi Ginanjar
"Disertasi ini membahas komunikasi cagar budaya pada remaja, khususnya informasi cagar budaya yang disajikan dalam narasi underdog, topdog, dan faktual di kawasan Trowulan. Tujuan penelitian dalam disertasi ini adalah untuk membuktikan pengaruh informasi cagar budaya peninggalan Majapahit dalam bentuk narasi tersebut pada sikap, intensi berkunjung, dan kebanggaan publik. Penelitian ini menggunakan disain eksperimen 3 x 2 beetwen partisipan.
Temuan dari penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh informasi cagar budaya dalam bentuk narasi topdog secara langsung meningkatkan sikap dan intensi berkunjung partisipan pada peninggalan Majapahit di Trowulan. Selain itu, informasi cagar budaya dalam bentuk narasi topdog juga meningkatkan kebanggaan partisipan terhadap Indonesia.

This dissertation discusses the communication of cultural heritage in adolescents, particularly cultural heritage information presented in the narrative of the underdog, topdog, and factual in Trowulan. The objective of the research in this dissertation is to verify the influence of information on Majapahit cultural heritage in the form of narration on public attitude, visit intention, and pride. The research used 3x2 experiment design between participants.
The findings of the research verified that the influence of cultural heritage information in the form of topdog narration directly increased the participants? attitude and visit intention on the Majapahit relics in Trowulan. Additionally, topdog narration formed cultural heritage information also increased the participants pride on Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Simponi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S25929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Faraz Haryawisa
"Bangunan cagar budaya adalah bangunan yang telah ditinggalkan pendahulu kita untuk menjadi warisan mengingat nilai - nilai yang dimilikinya. Oleh karena itu penting untuk melestarikannya untuk generasi sekarang dan yang akan datang, termasuk melalui pelestarian, restorasi, rekonstruksi dan adaptasi. Adaptasi, atau adaptive reuse, adalah cara untuk mengadaptasi bangunan cagar budaya dengan fungsi baru sesuai kebutuhan saat ini dan biasanya melibatkan intervensi baru. Begitu pula yang dihadapi Stasiun Manggarai saat ini, yaitu proyek konstruksi besar yang membangun gedung baru di sekitar bangunan cagar budaya Stasiun Manggarai untuk mengakomodasi fungsi - fungsi barunya. Intervensi baru ini menarik perhatian karena menggunakan material, gaya arsitektur, dan spesifikasi teknis modern. Dengan demikian, muncul bagaimana adaptive reuse seharusnya dilakukan dalam bangunan cagar budaya dan bagaimana Stasiun Manggarai menyesuaikannya. Oleh karena itu, dengan mempelajari dan menganalisis teori-teori adaptive reuse, sejarah dan perkembangan Stasiun Manggarai, serta mewawancarai orang-orang yang terlibat dalam pembangunannya dapat menjawab apa yang terjadi dan apa yang akan dilakukan dengannya.

Architectural heritages are buildings that have been passed from our predecessor to be a legacy considering the multi values it has. Thus it is important to conserve it for the present and future generations, and it includes preservation, restoration, reconstruction and adaptation. Adaptation, or adaptive reuse, is a way to adapt an architectural heritage with new functions as the current needs require and usually involves new interventions. It is the case with what Manggarai Station is currently facing, which is a big project of construction where it builds new buildings all around the Manggarai Station's heritage building to accommodate its new functions. This new intervention attracts attention because it uses modern material, style, and technical specifications. Accordingly, it raises how adaptive reuse should have been done in architectural heritage and how Manggarai Station adjusted to it. Therefore, by studying and analyzing theories of adaptive reuse and Manggarai Station's history and developments, also interviewing people involved in its construction can answer what happened and what will be done with it."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnul Asa Tirta Palupy
"ABSTRAK
Dalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai perbedaan Property Tax dengan Pajak Bumi dan Bangunan, serta Kepastian Hukum perihal Objek Pajak Bumi dan Bangunan. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan data sekunder, dan menggunakan tipologi penilitian yang bersifat eksplanatoris .Kesimpulan atas permasalahan tersebut, bahwa Property Tax dan Pajak Bumi dan Bangunan memang berbeda.Karena Property Tax ruang lingkupnya lebih luas dibandingkan dengan Pajak Bumi dan Bangunan.Property Tax mencangkup benda bergerak dan tidak bergerak, benda berwujud dan tidak berwujud berbeda dengan Pajak Bumi dan Bangunan yang diatur pada UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 bahwa hanya terdiri dari bumi dan bangunan sehingga hanya benda tidak bergerak dan berwujud. Asas Kepastian dalam pemungutan pajak seringkali menjadi pemicu dispute, suatu objek pajak akan lebih baik dihitung sesuai dengan peruntukkannya yangmana telah dibuat dalam SIPPT. Karena objek pajak terdiri dua jenis yakni umum dan khusus.Jadi, saran dari hal-hal diatas, seharusnya Property Tax perihal makna dan peruntukkannya lebih diperjelas lagi oleh Direktorat Jenderal Pajak.Karena masih terdapat kerancuan dalam menfasirkan dan menempatkan Property Tax dan Pajak Bumi dan Bangunan. Dan lebih diperjelas lagi atau disebutkan dalam surat perjanjian atau akta perjanjian dan, perlunya diperhatikan suatu SIPPT objek pajak untuk menentukan besaran NJOPnya karena agar terlaksananya suatu asas pemungutan pajak yakni asas kepastian hukum.Kata kunci :Property Tax, Pajak Bumi dan Bangunan, Objek Pajak, Asas Kepastian.

ABSTRACT
This paper will discuss about the difference between Property Tax with Land and Building Tax, and also about the Legal Certainty regarding the objects of Land and Building Tax. This research uses the secondary data method and explanatory research typology method. The conclusion of this paper is that there is a distinction between Property Tax with Land and Building Tax. Since the scope of Property Tax is wider than the Land and Building Tax scope, Property Tax covers the movable and immovable objects, tangible and intangible objects different with the Land and Building Tax which regulated in Law no. 12 Year 1985 jo. Law No.12 of 1994 that consist only the land and buildings, so that it is only includes the immovable and tangible objects. The Principle of Certainty in tax collection is often triggered a dispute , a tax object will be better calculated in accordance with the designation that has been made in SIPPT. Tax object consists of two types, general and specific. So, the suggestion for the problem above is that the Property tax regarding the meaning and the designation has to be more clarified by the Directorate General of Taxes because there are still confusions in defining and placing the Property Tax and Land and Building Tax. Perhaps it can be mentioned in the deed of agreement. Also, the need to consider a SIPPT tax object to determine the scale of NJOP as the implementation of the Principle of Tax Collection which is the Principle of legal certainty.Keywords Property Tax, Land and Building Tax, Objects of Tax, The Legal Certainty"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>