Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113780 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Talitha Zhafira Audrina
"Memasuki era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak yang cukup besar dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat erat kaitannya dengan dunia digital sebagai media untuk mendapatkan informasi secara cepat dan signifikan. Perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi ini tentu juga memberi perubahan terhadap hukum, terutama hukum kekayaan intelektual. Salah satu hukum kekayaan intelektual yang ikut berkembang seiring dengan perkembangan zaman adalah mengenai hak cipta. Hak cipta juga erat kaitannya dengan royalti yang merupakan bentuk perwujudan nyata dari hak ekonomi yang dihasilkan oleh pencipta atas ciptaannya itu sendiri. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 juga telah dijelaskan mengenai royalti yang merupakan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Berkaitan dengan royalti hak cipta, akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan keputusan hakim dalam Putusan Nomor 1622/Pdt.G/2023/PAJB yang pada intinya adalah dikabulkannya tuntutan pembagian royalti hak cipta sebagai harta bersama. Kasus tersebut bermula dari gugatan cerai yang dilayangkan oleh Inara (istri) kepada Virgoun (suami, yang merupakan musisi) melalui Pengadilan Agama Jakarta Barat. Dalam gugatan tersebut, terdapat 7 (tujuh) tuntutan dan salah satu tuntutannya adalah untuk memberikan royalti kepada Inara terhadap 3 (tiga) lagu Virgoun. Kemudian, Pengadilan mengabulkan gugatan Inara secara penuh termasuk dengan tuntutan untuk memberikan royalti sebesar 50% kepada Inara. Hal ini terjadi karena pembuatan 3 (tiga) lagu tersebut oleh Virgoun terinspirasi dari Inara dan juga anak-anaknya. Kasus tersebut menjadi pembicaraan hangat masyarakat dikarenakan kasus tersebut digadang-gadang yang menjadi kasus pertama di Indonesia yang dikabulkan secara penuh tuntutan pembagian royalti hak cipta atas harta bersama. Dalam penelitian ini akan membahas mengenai keterkaitan royalti hak cipta dengan harta bersama dalam perkawinan, yang mana menjadi polemik di masyarakat atas dasar hukum dari keterkaitan dua hal tersebut dan juga berkaca langsung pada kasus nyata dalam Putusan Nomor 1622/Pdt.G/2023/PAJB. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan menggunakan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Penelitian ini menemukan bahwa memang benar adanya royalti hak cipta dapat menjadi objek dalam perkawinan, namun terdapat beberapa catatan untuk hakim untuk memutus mengenai pembagian besaran royalti dan juga mengenai aturan pemanfaatan, pengelolaan, dan pengalihan royalti pasca putus perkawinan.

Entering the era of globalization, the development of science and technology has a significant impact on social life. In living their daily lives, people are closely related to the digital world as a medium for obtaining information quickly and significantly. These developments in science and technology of course also bring changes to law, especially intellectual property law. One of the intellectual property laws that has developed along with the times is regarding copyright. Copyright is also closely related to royalties which are a real form of manifestation of economic rights generated by the creator of his own creation. In Law Number 28 of 2014, royalties are also explained, which are compensation for the use of the economic rights of a work or product related rights received by the creator or owner of related rights. Regarding copyright royalties, recently, Indonesian society has been shocked by the judge's decision in Decision Number 1622/Pdt.G/2023/PAJB, which in essence is the granting of the demand for distribution of copyright royalties as joint property. The case started with a divorce lawsuit filed by Inara (wife) against Virgoun (husband, who is a musician) through the West Jakarta Religious Court. In the lawsuit, there are 7 (seven) demands and one of the demands is to provide royalties to Inara for 3 (three) Virgoun songs. Then, the Court granted Inara's lawsuit in full, including the demand to provide 50% royalties to Inara. This happened because Virgoun's creation of these 3 (three) songs was inspired by Inara and her children. This case became a hot topic of discussion among the public because it was predicted to be the first case in Indonesia where the demand for distribution of copyright royalties on joint property was fully granted. This research will discuss the relationship between copyright royalties and joint assets in marriage, which has become a polemic in society based on the legal basis of the relationship between these two things and also reflects directly on the real case in Decision Number 1622/Pdt.G/2023/PAJB. This research was carried out with a normative juridical approach and used a descriptive-analytical research typology. This research found that it is true that copyright royalties can be an object in marriage, but there are several notes for the judge to decide regarding the distribution of the amount of royalties and also regarding the rules for utilization, management and transfer of royalties after the breakup of the marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Zulfikar
"ABSTRAK
Wakaf sebagai salah satu lembaga Islam yang erat kaitannya dengan
kesejahteraan umat. Oleh karena itu sebagai salah satu langkah strategis untuk
meningkatkan kesejahteraan umum, perlu adaanya peningkatkan peran wakaf
sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai
sarana ibadah dan sosial saja, tetapi juga harus memiliki kekuatan ekonomi yang
berpotensi. Hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana konsep yuridis terhadap Hak Kekayaan Intelektual berupa Hak Cipta
sebagai harta benda wakaf dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 41 tahun 2004
tentang wakaf, selain itu penulis juga mengangkat masalah mengenai bagaimana
pandangan hukum Islam terhadap wakaf Hak Kekayaan Intelektual berupa Hak
Cipta. Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan pendekatan kepustakaan,
dimana hasil dari telaah kepustakaan yang diambil dari buku-buku, majalah, karya
tulis yang ada kaitanya dengan pembahasan wakaf, kemudian penulis analisis
dengan menggunakan metode deskriptif analitik dan konten analisis. Dalam
penelitian ini, ditemukan bahwa hak cipta dapat dijadikan sebagai harta wakaf,
karena hak cipta merupakan harta yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis.
Disamping itu, titik tekan atau inti dari wakaf itu sendiri adalah mengambil
manfaat dari harta yang diwakafkan untuk kepentingan umum.

ABSTRACT
Waqf (Endowment) as one of Islamic institution that is closely related to the
welfare of the people. Therefore as a strategic step to improve the general welfare,
to be need for enhancing the role of waqf (endowment) as religious institutions are
not only aims at providing a wide range of social and religious facilities, but also
must have the potential of economic strength . Things that are at issue in this
study is how the juridical concept of the Intellectual Property Rights Copyright as
a waqf (endowment) property in Article 16 of Law No. 41 of 2004 on waqf
(endowments), in addition, the authors also raise the issue of how the views of
Islamic Law on Iintellectual Property Rights in the form of waqf (endowments)
Copyright. In this thesis the writer uses literary approach, where the results of the
study of literature is taken from books, magazines, papers no relation to the
discussion of waqf (endowments), and then is analyzed using descriptive analytic
methods and content analysis. In this study, it was found that the copyrights can
be used as a waqf (endowment) property, because copyright is a property which
has the benefit and economic value. In addition, the press or the core point of the
waqf (endowment) itself is taking advantage of waqf (endownment) property for
public use."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39265
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Kinanty
"Persaingan usaha yang ketat menciptakan ragam inovasi yang melahirkan pemanfaatan HKI seiringan dengan berjalannya kegiatan usaha. Hak eksklusif ini melindungi pemilik HKI dari permasalahan hukum terkait HKI karena persaingan usaha yang melahirkan risiko berupa kerugian finansial yang dapat melukai keadaan finansial usaha secara fantastis hingga dapat melumpuhkan kegiatan usaha. Sebuah risiko pada hakikatnya dapat dialihkan kepada pihak lain melalui perjanjian asuransi. Namun, produk asuransi HKI masih belum tersedia di Indonesia sehingga setiap kalangan pelaku usaha masih diikuti oleh risiko terkait HKI. Skripsi ini membahas mengenai HKI selaku intangible assetdan keberlakuannya sebagai objek dalam perjanjian asuransi sesuai dengan hukum asuransi serta bentuk perlindungan atas risiko pemanfaatan HKI. Metode penelitian dari skripsi ini berbentuk Yuridis-Normatif dan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang dibahas serta pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa HKI selaku intangible assetmemenuhi prinsip-prinsip dalam hukum asuransi sesuai dalam Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Pasal 1 ayat (25) Undang-Undang tentang Perasuransian sehingga dapat dijadikan objek pertanggungan dan risiko atas pemanfaatan HKI dapat dilindungi pada klausul multi-perils, defense dan abatement dalam polis asuransi demi keberlangsungan persaingan usaha yang sehat.

Intense business competition creates a variety of innovations resulted in the use of Intellectual Property Rights (IPR) in line with business activities. This exclusive right protects IPR owners from legal disputes related to IPR due to business competition results in financial losses that can injure business finances and further can paralyze business activities. A risk can essentially be transferred to another party through an insurance agreement. However, IPR insurance is still not available in Indonesia and this translates to every businessman are still followed by IPR-related risks. This thesis discusses IPR as an intangible asset and its applicability as an object in insurance agreement in accordance with insurance law and forms of protection against IPR risks. The research method of this thesis is in the form of juridical-normative and uses a statutory approach related to the legal issues discussed as well as a conceptual approach. The results of this study found that IPR as an intangible asset fulfills the principles in insurance law in accordance with Article 268 of the Commercial Code and Article 1 section (25) of Insurance Law thus can be utilized as the object of insurance policy and protected by multi-perils, defense and abatement clause for the sake for the continuation of fair business competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Dary Iriawan
"Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendapatkan pemahaman tentang bagaimana hukum ekonomi kreatif Indonesia telah berdampak pada sektor Industri Kreatif Indonesia. Mempunyai fakta bahwa Indonesia sedang dalam tahap pengembangan; sektor industri kreatif sebagai salah satu perbaikan dalam pembangunan bangsa ini. Industri ini cenderung tidak memiliki perlindungan, di mana sebagian besar pemain industri kreatif adalah SMSE yang juga membutuhkan dukungan keuangan. Pembentukan undang-undang nomor 24 tahun 2019 tentang ekonomi kreatif telah memberikan harapan bagi pelaku industri kreatif dalam memaksimalkan penggunaan Kekayaan Intelektual, yang dapat digunakan sebagai jaminan untuk mendukung bisnis mereka. Hasil dari artikel ini diharapkan dapat memberikan saran yang dapat mengarah pada argumen kuat yang dapat dimasukkan untuk meningkatkan peran hak kekayaan intelektual dalam hal skema pembiayaan untuk pemain industri kreatif di Indonesia. Memiliki tujuan untuk melindungi para kurator, perancang, dan pemain dari Bisnis Industri Kreatif kita dengan menemukan koneksi dari hukum dan peraturan yang berlaku yang dapat membantu melalui memperbaiki masalah.

The objective in writing this article is to gain the understanding of how the Indonesian creative economy law has impacted the Indonesian Creative Industry sector. Having the fact that Indonesia is in its developing stage; the creative industry sector sits as one of the improvement inside this nation development. This Industry tends to have a lack of protection, where most of the creative industry players are SMSEs that also require financial backings. The establishment of law number 24 year 2019 regarding creative economy has gives hope for the creative industry player in maximizing the use of Intellectual Property, by which may be used as collateral to support their business. The outcome from this article are hoped to provide suggestions that may led to strong arguments that can be inputted to improve the Intellectual property right roles in matters of financing scheme for the creative industry player in Indonesia. Having the goal to protect our nation curators, designers, and players of the Creative Industry Business by finding the connection of the prevailing laws and regulation that can help through fixing the issues."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Zuldarsyah
"Skripsi ini membahas tentang ketentuan harta bersama berupa simpanan dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Harta bersama merupakan harta benda yang dimiliki oleh suami dan isteri setelah timbulnya hubungan perkawinan. Sementara itu, simpanan pada bank dimiliki secara individu dan diikat oleh ketentuan rahasia bank. Permasalahan yang akan diteliti adalah melihat keselarasan antara ketentuan harta bersama dan ketentuan rahasia bank pada perbankan syariah dan penyelesaian harta bersama yang disimpan pada perbankan syariah. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan meneliti bahan pustaka yang ada. Dari penelitian yang dilakukan terlihat bahwa ketentuan harta bersama dengan ketentuan rahasia bank tidak selaras sehingga penyelesaian harta bersama harus dilaksanakan dengan putusan pengadilan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa peraturan perbankan yang mengatur ketentuan rahasia bank perlu ditinjau ulang agar selaras dengan ketentuan harta bersama.

This research discusses the provisions of the joint marital property in the form of savings in the form of certificate of deposits, saving accounts and checking accounts. Joint marital property is property owned by a husband and wife after wedding. Meanwhile, savings at banks individually owned and held by the bank secrecy provisions. The problem statement of this research are the alignment of the provisions of the joint marital property and bank secrecy provisions on Islamic banking and settlement of joint marital property stored on Islamic banking. The method of research is juridical-normative by using secondary data. It founds that the provisions of property along with bank secrecy provisions are not aligned with the result that settlement of joint marital property are implemented by adjudication of court. Therefore it can be concluded that the banking regulations governing bank secrecy provisions should be reviewed in order to align the provisions of the joint marital property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45379
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Kumala Indriyani
"Penelitian atas Hak Cipta sebagai Benda Jaminan didasarkan pada Undang - Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak Cipta dan Undang - Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui keberadaan Hak Cipta dalam kedudukannya sebagai benda serta kemungkinannya sebagi obyek penjaminan atas hutang dalam prespektif Hukum Jaminan Indonesia.
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku? berdasarkan pasal 2 Undang - undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, sedangkan pengertian Jaminan sebagai jaminan umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Hak Cipta memenuhi seluruh unsur dan keberadaan sebagai benda, tetapi sebagai obyek penjaminan Hak Cipta memiliki kelemahan - kelemahan yaitu peralihan atas Hak Cipta yang tidak menyeluruh melainkan hanya sebagian, tidak terdapatnya nilai tetap atas Hak Cipta, serta belum adanya lembaga penjaminan yang tepat bagi Hak Cipta sebagai Jaminan.

Copyright is the exclusive right for the creator or the recipient of the right to publish or reproduce his/her creations and to give others permissions to do so without reducing any restrictions regulated by the existing laws; Article 2 of Copyright Act No. 19 of 2002. Collateral on the other hand is an asset given by debtors to creditors as a guarantee on a particular value of a loan.
The research on Copyright as an object of warranty is based on the Act No. 19 of 2002 on Copyrights and Law, as well as the Law No. 42 of 1999 on Fiduciary Guarantee. This study aims to explore the stand of Copyright in its capacity as an object as well as its potential as collateral with respect to the Indonesian Security Law.
Results of this study conclude that Copyright in fact fulfills all the elements and conditions as an object yet contains some weaknesses as collateral such as; the transfer of Copyright that is only partial instead of full, the absence of a fixed value due to the fact that the value of Copyright is determined based on mutual agreements and professional organizations, and the difficulty of executing copyright as an object of warranty due to its intangible nature.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Rana Izdihar
"Perkembangan dan penggunaan teknologi dalam berbagai produk dan jasa semakin meningkat, di antaranya adalah Artificial Intelligence (AI). AI merupakan cabang ilmu komputer yang dikembangkan menjadi suatu teknologi hingga dapat melakukan penalaran dan pembelajaran mandiri. Namun, hingga saat ini belum terdapat peraturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur teknologi ini sehingga menimbulkan suatu ketidakpastian hukum. Terdapat berbagai penemuan hukum dan interpretasi yang dilakukan dalam upaya perlindungan AI oleh Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Tulisan ini berupaya untuk menjelaskan apakah AI dapat diklasifikasikan sebagai objek HKI, khususnya pada hak cipta dan paten. Selain itu, tulisan ini juga akan menganalisis tanggung jawab pemegang HKI atas kerugian yang ditimbulkan oleh AI miliknya. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi perlindungan AI sebagai objek HKI dengan menggolongkannya sebagai program komputer. Sedangkan, perihal tanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh AI masih menimbulkan perdebatan. Sebagian besar berpendapat bahwa pertanggungjawaban hukum tetap dibebankan kepada pemegang hak AI karena AI belum dapat dijadikan sebagai subjek hukum yang dapat bertanggung jawab.

The development and use of technology in various products and services is increasing, including Artificial Intelligence (AI). AI is a branch of computer science that has been developed into a technology which has the ability to learn and solve problems through logical deduction. However, until now, there is no regulation in Indonesia that specifically regulates this technology which creates legal uncertainty. There are various legal discoveries and interpretations made in an effort to protect AI by Intellectual Property Rights (IPR). This paper attempts to explain whether AI can be classified as an object of IPR, particularly copyrights and patents. In addition, this paper will also analyze the legal liability of right holders for losses caused by their AI. The results show that there are variations in the protection of AI as an object of IPR by classifying it as a computer program. Meanwhile, the issue of liability for the losses caused by AI is still a matter of debate. Most argue that the liability remains with AI rights holders because AI has not yet been defined as a legally liable subject."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Bagus Gede Surya Aditya
"Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dapat digunakan untuk melindungi Kekayaan Bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya dan apabila dimanfaatkan memiliki potensi nilai ekonomis didalamnya. Tenun Gringsing dari Bali sebagai salah satu Warisan Budaya Bangsa Indonesia, sudah diberikan perlindungan melalui Indikasi Geografis. Namun, untuk melihat sejauh mana efektifitas serta implementasi yang sudah berjalan, penelitian ini akan mengkaji
perlindungan rezim Hak Kekayaan Intelektual selain Indikasi Geografis yang dapat melindungi khususnya Tenun Gringsing secara optimal. Temuan dari penelitian skripsi ini menunjukkan adanya dampak positif dari perlindungan Indikasi Geografis namun masih diperlukan kontinuitas pengawasan agar tidak terjadi pelanggaran di kemudian hari.
Protection of Intellectual Property Rights can be used to protect the Indonesian Nation's Wealth which has cultural diversity and if used has potential economic value in it. Gringsing weaving from Bali as one of the Cultural Heritage of the Indonesian Nation, has been given protection through Geographical Indications. However, to see how far the effectiveness and implementation have gone, this research will examine protection of the Intellectual Property Rights regime other than Geographical Indications that can optimally protect the Gringsing Weaving in particular. The findings of this thesis research indicate that there is a positive impact from the protection of Geographical Indications, but continuity of supervision is still needed so that violations do not occur in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Des Maharani Prasetyadewi
"Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat akan peranan dan pentingnya hak kekayaan intelektual guna memacu pertumbuhan ekonomi, maka Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual secara berkesinambungan telah melaksanakan kegiatan sosialisasi atau publikasi baik dalam bentuk media elektronik maupun media cetak.
Penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah para pelaksana sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual yang sering melaksanakan sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual di lingkungan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, metode observasi dan melalui studi kepustakaan (library research).
Dari hasil analisis terhadap hasil wawancara, disimpulkan bahwa sosialisasi Hak Cipta yang selama ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tidak efektif hal ini bisa dilihat dari tujuan sosialisasi, sasaran sosialisasi, lokasi pelaksanaan dan kendala yang dihadapi.
Tujuan sosialisasi belum tercapai karena masih banyaknya masyarakat yang belum memahami dan mengetahui pentingnya Hak Cipta, yang mengakibatkan menurunnya permohonan pendaftaran dan meningkatnya tingkat pelanggaran Hak Cipta. Sasaran sosialisasi belum tercapai karena masih ada kesimpangsiuran penentuan sasaran yang akan dituju untuk sosialisasi. Penentuan lokasi pelaksanaan juga belum tepat, karena tidak disesuaikan dengan tema dan sasaran sosialisasi.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program adalah, alokasi dana yang kurang, koordinasi dalam pelaksanaan untuk kegiatan keijasama dengan instansi lain, dan jumlah peserta yang sulit dicapai oleh pelaksana.
Melihat kendala-kendala yang ada, maka seharusnya pelaksanaan sosialisasi Hak Cipta itu sebaiknya mengutamakan orang-orang yang benar-benar membutuhkan informasi tentang HKI beserta instansi yang terkait, melaksanakan evaluasi pelaksanaan sosialisasi baik dari segi pelaksana juga dari segi peserta (saran dan pendapat), menentukan lokasi pelaksanaan sesuai dengan tema dan sasaran, dan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam berbagai kegiatan sosialisasi HKI diharapkan mengikutsertakan klinik konsultasi HKI.

In order to increase knowledge, understanding and awareness of the role and importance of intellectual property rights in order to spur economic growth, the Directorate General of Intellectual Property has been conducting socialization activities or publicity in the form of electronic media and print media.
The study used a descriptive approach using qualitative methods. Source of data used in this study is the implementation of Intellectual Property Rights of socialization are the managers of socialization of Intellectual Property Rights in the Directorate General of Intellectual Property Rights. The data was collected through interviews, observation methods and literature study (library research).
Interview’s result analysis gives some conclusions that the Copyright socialization was held by the Directorate General of Intellectual Property Rights is not effective it reflects from the purpose of socialization, socialization goals, location and obstacles faced.
The puipose of socialization is not reached because many people stil don’t understand and know the importance of Copyright, which resulted in a decreased application for registration and the increased level of Copyright violations. Socialization target is not reached because there was confusion selection of target socialize. Determining the location of the implementation is also not appropriate, because it is not adapted to the theme and goals of socialization.
Constraints encountered in implementation of the program, lack of funding allocation, coordination in the implementation of cooperation activities with other agencies, and participants is difficult to achieve by the managers.
Looking at the constraints exist, the Copyright socialization should put the people who really need information on IPR and related agencies, carry out evaluation of the implementation both socialization also implementing participants (suggestions and opinions), determine the location of the implementation in accordance with the themes and objectives, and to get maximuin results in a variety of activities are expected to include socialization IPR IPR consultation clinic.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26865
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Canissa Maharani
"Perkembangan teknologi dan digitalisasi melahirkan ruang-ruang inovasi dalam berbagai hal baik sosial, budaya, hukum, dan tidak terkecuali dalam hal seni. Dalam bidang seni, kemajuan teknologi tersebut juga merupakan titik awal keterlibatannya untuk merambah ke ekonomi modern. Dewasa ini, terdapat inovasi berupa Non-Fungible Token (NFT) yang berbasis internet dalam bidang seni yang dapat berbentuk karya seni lukisan, foto, video, gambar, animasi, musik, dan karya kreatif lainnya yang tersimpan dalam satu teknologi arsip data atau buku besar digital bernama blockchain. NFT merupakan sebuah inovasi dari produk hasil intelektualitas manusia dan disinyalir sebagai sebuah benda dalam kacamata hukum. NFT yang berdiri diatas sistem bernama blockchain dikategorikan sebagai intellectual property dan melekat hak kekayaan intelektual (HKI) berupa hak cipta di dalamnya. Selain itu, NFT juga memiliki nilai ekonomis yang dapat menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. Berkaitan hal tersebut, pesatnya perkembangan industri ekonomi kreatif dan pelaku yang berkecimpung di dalamnya membuat Pemerintah mengesahkan PP No. 24 Tahun 2022 yang dapat menjadikan HKI sebagai objek jaminan fidusia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang bersifat eksploratoris dengan pendekatan interdisipliner antara hukum perdata dan hukum kekayaan intelektual serta berbentuk evaluatif. Sebagaimana hak cipta merupakan salah satu dari HKI, dalam hal ini menimbulkan pembahasan menarik apabila menyangkut mengenai hak cipta NFT. Dengan demikian maka penelitian ini membahas mengenai NFT sebagai sebuah benda dan kekayaan intelektual untuk dijadikan jaminan fidusia dalam pembiayaan pelaku ekonomi kreatif berdasarkan PP No. 24 Tahun 2022. Dimana berdasarkan definisi dan konsep hak cipta serta PP No. 24 Tahun 2022 NFT dapat menjadi objek jaminan fidusia. Namun hal ini harus terus didukung dengan banyak persiapan yang matang, kolaborasi dan sinergi antar para pihak, serta harus menempuh jalan yang panjang.

The evolution of technology and digitalization generates opportunities for innovation in a variety of social, cultural, legal, and artistic fields. These technological advancements in the field of art are also the starting point for its integration into the modern economy. Today, there is an innovation in the field of art in the form of an internet-based Non-Fungible Token (NFT) that can take the form of paintings, photos, videos, drawings, animations, music, and other creative works stored in blockchain, a data archive technology or digital ledger. In the eyes of the law, NFT is an innovation derived from human intellect and is designated as an object. Blockchain-based non-fungible tokens are classified as intellectual property and are accompanied by intellectual property rights (IPR) in the form of copyright. NFTs possess economic value that can generate profits for their owners. In this regard, the rapid growth of the creative economy industry and its participants prompted the government to ratify PP No. 24 of 2022, which can make intellectual property rights an object of fiduciary guarantee. This is an exploratory and evaluative normative legal study with an interdisciplinary approach between civil law and intellectual property law. As copyright is one of the IPR, this situation gives rise to an intriguing discussion regarding NFT copyright. Based on PP No. 24 of 2022, this study discusses NFTs as an object and intellectual property as a fiduciary guarantee for financing creative economic actors. Where the definition and concept of copyright and PP No. 24 of 2022 permit NFTs to be the subject of fiduciary assurances. However, this must continue to be supported by a great deal of careful planning, collaboration, and synergy among the parties, and must go a long way."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>