Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126938 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Olivia Laksmono
"Penelitian ini difokuskan mengenai bagaimana kepemilikan hak atas tanah oleh perseroan terbatas berdasarkan perjanjian pinjam nama yang dituangkan dalam bentuk akta pernyataan, dan akibat hukum dari akta pernyataan yang mengandung perjanjian pinjam nama terhadap akta jual beli tanah yang dibuat sebelumnya. Penelitian ini berbentuk doktrinal, yang dilakukan dengan mengumpulkan data melalui studi dokumen, dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 153/Pdt/2022/Pt Smr., perjanjian pinjam nama digunakan oleh PT DM untuk memungkinkan pihaknya untuk dapat secara tidak langsung menjadi pemilik dari tanah hak milik, serta untuk menghindari pajak. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Kepemilikan hak atas tanah oleh perseroan terbatas berdasarkan perjanjian pinjam nama yang dituangkan dalam bentuk akta pernyataan adalah tidak sah; dan 2) Akibat hukum dari akta pernyataan yang mengandung perjanjian pinjam nama terhadap akta jual beli hak atas tanah yang dibuat sebelumnya adalah mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat subjektif dan objektif sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, sehingga akta jual beli tersebut seharusnya batal demi hukum.

This research focuses on the ownership of land rights by limited liability company based on a nominee agreement stated in the form of deed of statement, and the legal consequences of said deed of statement on the land sale and purchase deed made previously. This research is doctrinal, which was carried out by collecting datas through document study, which was then analyzed qualitatively. In the Samarinda High Court Decision Number 153/Pdt/2022/Pt Smr., a nominee agreement set out in the form of a deed of statement was used by PT DM to be able to indirectly own land ownership rights, as well as to avoid taxes. This research concluded that: 1) Ownership of land rights by a limited liability company based on a nominee agreement stated in the form of a deed of statement is invalid; and 2) The legal consequences of the deed of statement containing nominee agreement on the deed of sale and purchase of land rights previously made are that the subjective and objective conditions for the validity of the agreement as regulated in Article 1320 of the Civil Code are not fulfilled, resulting in the deed of sale and purchase to be null and void."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Shabrina
"Penelitian ini membahas mengenai kemajemukan kewenangan pengadilan sebagai dasar pembatalan bukti kepemilikan dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 796 PK/PDT/2021. Beberapa permasalahan yang akan dijelaskan dalam penelitian ini ialah bagaimana kemajemukan kewenangan pengadilan sebagai dasar pembatalan bukti kepemilikan hak atas tanah dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 796 PK/PDT/2021 dan konsekuensi hukum terkait status kepemilikan Sertipikat Hak Milik Nomor 1022/Kelurahan Wt. Soreang apabila dikaitkan dengan Putusan Tata Usaha Negara Nomor 145 PK/TUN/2013 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 796 PK/PDT/2021. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan tipe penelitian preskriptif. Hasil analisa adalah kemajemukan kewenangan pengadilan sebagai dasar pembatalan bukti kepemilikan hak atas tanah dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 796 PK/PDT/2021 menjadi pertimbangan dalam pembatalan bukti kepemilikan hak atas tanah. Peraturan ATR BPN Nomor 21 Tahun 2020 tentang penanganan dan penyelesaian menerbitkan kemajemukan kewenangan pengadilan dalam memutuskan pembatalan bukti kepemilikan hak atas tanah. Peraturan ATR BPN tersebut apabila dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 796 PK/PDT/2021 masih terdapat penyimpangan dalam pelaksanaannya karena belum memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut. Konsekuensi hukum terkait status kepemilikan sertipikat hak milik nomor 1022/Kelurahan Wt. Soreang ialah status kepemilikan atas sertipikat tersebut menjadi tidak jelas. Oleh karena itu, pihak Tergugat dapat melakukan upaya hukum dengan mengajukan peninjauan kembali kedua kepada pengadilan Tata Usaha Negara. Tujuannya adalah untuk mengatasi permasalahan hukum terkait status kepemilikan Sertipikat Hak Milik Nomor 1022/Kelurahan Wt. Soreang. Melalui peninjauan kembali kedua ini, pihak Tergugat dapat memperoleh putusan yang menguntungkan mereka dalam sengketa kepemilikan tanah tersebut.

This research discusses the multiplicity of court jurisdiction in relation to the basis for invalidation of proof of ownership in the case of Supreme Court Decision Number 796 PK/PDT/2021 The issues that will be discussed in this research are the multiplicity of court jurisdiction serves as the basis for the invalidation of proof of land ownership in the case of Supreme Court Decision Number 796 PK/PDT/2021, and the legal consequences regarding the status of Certificate of Ownership Number 1022/Sub-District Wt. Soreang when associated with State Administrative Court Decision Number 145 PK/TUN/2013 and Supreme Court Decision Number 796 PK/PDT/2021. To answer the problem, legal doctrinal research with a prescriptive research type is used. The analysis results indicate that the diversity of jurisdiction serves as the basis for the invalidation of proof of land ownership in the case of Supreme Court Decision Number 796 PK/PDT/2021. Regulation of the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency (ATR BPN) Number 21 of 2020 regarding the handling and settlement of jurisdictional diversity is relevant in deciding the invalidation of proof of land ownership. However, there are still deviations in the implementation of the ATR BPN regulation when associated with Supreme Court Decision Number 796 PK/PDT/2021, as it does not fully comply with the provisions outlined in the regulation. The legal consequence regarding the status of Certificate of Ownership Number 1022/Kelurahan Wt. Soreang is that the ownership status of the certificate becomes uncertain. Therefore, the Respondent can file a second judicial review to the administrative court. The purpose is to solve the legal problem related to the ownership status of Certificate of Land Ownership Rights Number 1022/subdistrict Wt. Soreang. Through this second judicial review, the Respondent can obtain a favorable decision in the land ownership dispute."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armalia Sarah
"Penelitian ini membahas mengenai implikasi dan kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap peralihan hak atas tanah yang mengalami pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah dapat berdampak pada perubahan kewenangan Kantor Pertanahan dalam penerbitan sertipikat dan daerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah, selain itu adanya peran Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak atas tanah yang objeknya mengalami pemekaran wilayah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai implikasi pemekaran wilayah terhadap peralihan hak atas tanah bekas hak milik adat dimana perlu untuk dilakukan konversi hak ulayat menjadi hak milik dan yang kedua kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak atas tanah yang objeknya mengalami Pemekaran Wilayah yang dikaitkan dengan 2 (dua) kasus pemekaran wilayah di Jakarta Selatan yang menggabungkan Kelurahan Bintaro bagian dari Daerah Tingkat 1 Jawa Barat dengan Kota Jakarta Selatan dan Kelurahan Bintaro, Kota Jakarta Selatan dengan sebagian Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yang akan dianalisis secara deskriptif dengan menggambarkan permasalahan terkait kebijakan pemekaran wilayah di Jakarta Selatan. Penelitian akan dilakukan dengan pendekatan identifikasi permasalahan. Hasil penelitian ini ialah bahwa implikasi dari adanya pemekaran wilayah terhadap peralihan hak atas tanah bekas hak milik adat yaitu adanya perubahan kewenangan kantor pertanahan dan daerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah, hal ini juga sangat diperlukan kewenangan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak atas tanah untuk melakukan pengecekan keaslian sertipikat dan pendaftaran perubahan data terhadap tanah yang mengalami pemekaran wilayah.

This study discusses the implications and authority of Land Deed Officials on the transfer of land rights undergoing regional expansion. The expansion of the territory can have an impact on changes in the authority of the Land Office in issuing certificates and the working area of ​​the Land Deed Official, in addition to the role of the Land Deed maker Officer in the transfer of land rights whose object undergoes regional expansion. The problems raised in this study are regarding the implications of regional expansion on the transfer of land rights to former customary property rights where it is necessary to convert ulayat rights into property rights and secondly, the authority of the Land Deed Official in the transfer of land rights whose object undergoes Regional Expansion is linked with 2 (two) cases of regional expansion in South Jakarta which combines Bintaro Urban Village, part of West Java Level 1 Region with South Jakarta City and Bintaro Urban Village, South Jakarta City with part of South Tangerang City. This study uses a normative research method which will be analyzed descriptively by describing the problems related to the regional expansion policy in South Jakarta. The research will be conducted with a problem identification approach. The results of this study are that the implications of the existence of regional expansion on the transfer of land rights to former customary property rights, namely a change in the authority of the land office and the work area of ​​the Land Deed Maker Official, this is also very much needed by the authority of the Land Deed Maker Official in the transfer of land rights to checking the authenticity of certificates and registering changes in data on land undergoing regional expansion.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyne Julian Halim
"Tesis ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dibenarkan oleh Pengadilan sebagaimana dalam Putusan No. 825 PK/PDT/2020 dan kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sehubungan dengan adanya Instruksi No. K.898/I/A/1975 yang melarang WNI Tionghoa (kelompok Tionghoa) untuk memperoleh hak milik atas tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian dogmatik. Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia. Pasal 21 UUPA merupakan pasal yang mengandung asas nasionalitas dan asas persamaan hak dalam kepemilikan hak atas tanah di Indonesia. Namun, dalam praktiknya, Kelompok Tionghoa tidak dapat memperoleh hak milik atas tanah di DIY dengan adanya Instruksi No. K.898/I/A/1975. Majelis Hakim dalam pertimbangannya dalam Putusan No. 825 PK/PDT/2020 cenderung berfokus pada klasifikasi Instruksi No. K.898/I/A/1975 dalam tatanan hukum Indonesia dibandingkan substansi objek gugatan yakni Pasal 21 UUPA. Kontradiksi antara Instruksi No. K.898/I/A/1975 dengan Pasal 21 UUPA menunjukkan terpenuhinya unsur perbuatan melawan hukum oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Di lain sisi, kedudukan PPAT di Yogyakarta berada dalam situasi dilematis karena dihadapkan pada dua sistem hukum yang saling bertentangan. Sehubungan dengan adanya Rekomendasi Komnas HAM, PPAT seharusnya tetap memiliki kedudukan untuk membuat akta peralihan hak milik atas tanah bagi Kelompok Tionghoa di DIY.

This thesis discusses unlawful acts committed by the Yogyakarta Special Region Government, which were confirmed by the Court as in Decision No. 825 PK/PDT/2020 and the position of Land Deed Official (PPAT) in connection with Instruction No. K.898/I/A/1975 which prohibits Chinese citizens (Chinese groups) from obtaining ownership rights to land in the Special Region of Yogyakarta (DIY). This article was prepared using dogmatic research methods. Article 21 of the Basic Agrarian Law (UUPA) applies to all Indonesian citizens. Article 21 UUPA is an article that contains the principle of nationality and the principle of equal rights in the ownership of land rights in Indonesia. However, in practice, the Chinese Group cannot obtain ownership rights to land in DIY due to Instruction No. K.898/I/A/1975. The Panel of Judges in their considerations in Decision No. 825 PK/PDT/2020 tends to focus on the classification of Instruction No. K.898/I/A/1975 in the Indonesian legal order compared to the substance of the object of the lawsuit, namely Article 21 UUPA. Contradiction between Instruction No. K.898/I/A/1975 with Article 21 UUPA shows that the elements of unlawful acts are fulfilled by the Yogyakarta Special Region Government. On the other hand, the position of PPAT in Yogyakarta is in a dilemma because it is faced with two conflicting legal systems. In connection with the Komnas HAM recommendation, PPAT should still have the position to make deeds of transfer of land ownership rights for Chinese groups in DIY."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyana Safitri Juliani
"Pelepasan hak atas objek tanah yang dimiliki oleh anak dibawah umur harus diwakili oleh orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau wali yang ditunjuk dengan menjalankan perwalian, yang harus didasari oleh adanya penetapan pengadilan untuk membuktikan bahwa orang tua atau wali itu berwenang untuk mewaikili dan hal itu dilakukan atas dasar kepentingan si anak. Hal ini dikarenakan anak dibawah umur dianggap belum cakap dalam melakukan perbuatan hukum untuk mewakili dirinya sendiri. Selanjutnya maka penelitian ini berfokus pada kasus pelepasan hak di Jakarta Timur yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1211 K/PDT/2021, bahwa telah dilakukan pelepasan hak yang juga dianggap sebagai jual beli terhadap objek tanah dengan sertipikat hak milik atas nama si anak dibawah umur oleh ayah dari si anak dibawah umur tersebut atas dasar kekuasaan orang tua tanpa adanya penetapan pengadilan, yang kemudian hal ini mengakibatkan adanya sengketa terhadap objek tanah hak milik itu. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini didasarkan pada fakta-fakta yang terdapat dalam putusan untuk menganalisis konstruksi hukum dan kesahan akta pelepasan hak yang dibuat oleh orang tua dari subjek pemegang hak yang adalah anak dibawah umur tanpa didasari penetapan pengadilan. Penelitian ini dilakukan menggunakan penelitian doktrinal. Data-data yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Alat pengumpulan data yang dipakai adalah studi dokumen untuk menghimpun data dari sumber-sumber peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pelepasan hak yang dibuat oleh orang tua dari subjek pemegang hak yang adalah anak dibawah umur tanpa didasari penetapan pengadilan menyebabkan perbuatan hukum pelepasan hak tersebut seharusnya tidak sah dan mengakibatkan akta pelepasan hak tersebut dapat dibatalkan.

The release of rights to land objects owned by minors must be represented by parents who exercise parental authority or guardians appointed by exercising guardianship, which must be based on a court decision to prove that the parent or guardian is authorized to represent and it is done based on the interests of the child. This is because minors are considered incapable of performing legal acts to represent themselves. Furthermore, this research focuses on a case of relinquishment of rights in East Jakarta in Supreme Court Decision Number 1211 K/PDT/2021, where a relinquishment of rights, which is also considered a sale and purchase of a land object with a certificate of ownership in the name of the minor, was carried out by the father of the minor based on parental authority without a court order, which then resulted in a dispute over the land object. Based on this, this research is based on the facts contained in the decision to analyze the legal construction and validity of the deed of release of rights made by the parents of the right holder subject who is a minor without being based on a court decision. This research was conducted using doctrinal research. The data were analyzed using a qualitative approach. The data collection tool used is a document study to collect data from sources of applicable laws and regulations. The results of the study illustrate that the release of rights made by the parents of the right-holder subject who is a minor without being based on a court decision causes the legal act of releasing the right to be invalid and results in the deed of release of the right to be canceled."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dahlia Ekharisma
"Pada saat ini di Indonesia banyak terjadi masalah pertanahan guna menjamin kepastian hukum, maka pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah untuk memberi perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah. Salah satu yang menjadi permasalahan dibidang pertanahan adalah sengketa mengenai kepemilikan hak atas tanah. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu dari kepustakaan serta merujuk dari putusan-putusan yang menggambarkan mengenai kegiatan pendaftaran tanah beserta berbagai permasalahan disekitarnya. Sistem publikasi negatif yang bertendens positif, yaitu sertipikat hanya merupakan alat bukti hak yang kuat dan bukan merupakan alat bukti hak yang mutlak.

At this time in Indonesia, many land problem occur in order to ensure legal certainty, therefore, the government is administering the registration of land to give legal protection to the holders of land rights. One of the problems in the field of land is a dispute regarding ownership of land rights. This research is descriptive analytic of the literature and the refer the decision that illustrate the activities of registration of land and the surrounding issues. Negative publicity system that is intended to be positive, which is the certificate, is only a strong proof of evindence but it does not constitute an absolute proof of evindece."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28077
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Nur Fajriyyah
"Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum terhadap pembuatan akta jual beli oleh PPAT yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum dalam Putusah Mahkamah Agung nomor 3034 K/Pdt/2018. PPAT merupakan pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. PPAT dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum hendaknya bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur, dan tidak berpihak. PPAT hendaknya selalu mengikuti prosedur pembuatan akta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah kriteria perbuatan melawan hukum oleh PPAT dan akibat hukum terhadap pembuatan akta jual beli yang dibuat secara melawan hukum. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3034 K/Pdt/2018 jo Putusan Pengadilan Negeri Praya Nomor 17/Pdt.G/2017/Pn.Pya. Di dalam kasus ini PPAT disebut melakukan perbuatan melawan hukum dikarenakan membuat Akta Jual Beli secara melawan hukum dengan memuat nilai transaksi dan luas tanah yang dijadikan objek jual beli berbeda dengan yang telah disepakati sebelumnya oleh para pihak. Hal ini bermula saat PPAT tidak hadir di kantor dan menyuruh Penggugat dan Turut Tergugat selaku penjual untuk menandatangani 2 lembar blanko akta jual beli kosong dan 1 lembar kwitansi kosong melalui stafnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan bentuk hasil penelitian berupa data yang deskriptif didasarkan pada metode pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian adalah PPAT terbukti melakukan perbuatan melawan hukum karena telah memenuhi kriteria perbuatan melawan hukum dan akibat hukum dari pembuatan akta jual yang dibuat oleh PPAT menjadi batal demi hukum.

This study discusses the legal consequences of making a sale and purchases deed by PPAT which contains elements of unlawful acts in the Supreme Court Decision number 3034 K/Pdt/2018. PPAT is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights or Ownership Rights on Flat Units. PPAT in carrying out their duties as public officials should work with a full sense of responsibility, independence, honesty, and impartiality. PPAT should always follow the procedure for making the deed in accordance with the applicable laws and regulations. The main problem in this study is the criteria for unlawful acts by PPAT and the legal consequences of making a sale and purchase deed made against the law. The problems discussed in this study are contained in the Supreme Court Decision Number 3034 K/Pdt/2018 in conjunction with the Praya District Court Decision Number 17/Pdt.G/2017/Pn.Pya. In this case, the PPAT is said to have committed an unlawful act because it made a Sale and Purchase Deed against the law by containing the transaction value and the area of land used as the object of sale and purchase which was different from what was previously agreed upon by the parties. This started when PPAT was not present at the office and ordered the Plaintiff and Co-Defendant as the seller to sign two (2) blank deeds of sale and 1 blank receipt through his staff. To answer these problems, a normative juridical research method is used with the form of research results in the form of descriptive data based on a qualitative approach method. The result of the research is that PPAT is proven to have committed an unlawful act because it has met the criteria for an unlawful act and the legal consequences of making a deed of sale made by PPAT are null and void."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Taufik Kemal Hadju
"ABSTRAK
Perluasan kewenangan notaris dalam membuat akta berkaitan dengan pertanahan yang tertera dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 jo Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menjadi sorotan sampai sekarang karena dalam prakteknya Badan Pertanahan Nasional masih belum sepenuhnya menerima akta dalam bentuk format yang dibuat oleh seorang notaris. Kewenangan notaris yang tertera dalam UUJN tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut sejauh mana notaris berwenang dalam pembuatan akta yang berkaitan dengan pertanahan?, karena dalam Pasal 15 ayat 1 UUJN menjelaskan bahwa notaris berwenang membuat akta otentik sepanjang pembuatan akta-akta tersebut tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang, hal tersebut dapat saja mengiris kewenangan dari jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yakni dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan PPAT khusus dalam pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), bagaimanakah kedudukan notaris dalam pembuatan SKMHT tersebut serta tunduk pada aturan manakah notaris dalam membuat produk hukum SKMHT, UUJN ataukah PP 37/1998?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan normatif, menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan, penelitian dan bersifat deskriptif, karena ditujukan untuk memberikan data-data yang teliti tentang sifat, hubungan hukum, keadaan, atau gejala-gejala tertentu untuk menganalisa bagaimana praktek notaris dalam pembuatan akta yang berkaitan dengan pertanahan dengan tujuan memperjelas tugas dan wewenang antara kedua lembaga pembuata akta pertanahan tersebut.

ABSTRACT
The expansion of the authority of the notary in a deed relating to land as described in Article 15 paragraph (2) f of Law No. 30 of 2004 and No. 2 Year 2014 concerning Notary (UUJN), into the spotlight until now because in practice the National Land Agency still not fully accept the deed in any format made by a notary. Notary authority contained in the UUJN not further described the extent of the authorized notary deed relating to land?, As in Article 15, paragraph 1 UUJN explained that the notary is authorized to make all the authentic act of making the deed is not also assigned to or excluded another official or other person specified by law, it can only slice the authority of the office of the Land Deed Official (PPAT) which in Article 2 of Government Regulation No. 37 Year 1998 on the Regulation of PPAT specialized in the
manufacture of Power of Attorney Charge Mortgage (SKMHT ), how the position of notary public in the SKMHT manufacture and are subject to the rules of the notary Which makes the product legal SKMHT, UUJN or PP
37/1998?. This research is a law with normative approach, using secondary data obtained from the literature study, research and descriptive, because it is intended to provide a thorough data on nature, legal relationships, circumstances, or certain symptoms to analyze how the practice of notaries in a
deed relating to land with the aim of clarifying the duties and authority between the institutions of the land deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41773
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Erni Widyastuti
"Di dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, yang dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional, terkait Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Badan Pertanahan Nasional mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu diantaranya, yaitu merumuskan dan menetapkan kebijakan hukum serta kebijakan masalah pertanahan meliputi penguasaan, pernilikan, penguunaan dan pemanfaatan tanah, hak-hak atas tanah dan pendaftaran tanah. Lebih lanjut dalam peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika dapat dibuktikan dengan Akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian fungsi dan tanggung jawab PPAT adalah sebagai salah satu unsur pelaksana pendaftaran tanah. Akta PPAT wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar untuk pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan. Di dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, data pendaftaran tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan harus sesuai dengan keadaan atau status yang sebenarnya mengenai bidang tanah yang bersangkutan, baik yang mengenai data fisik maupun data yuridis mengenai bidang tanah tersebut. Dalam hubungan dengan pencatatan data yuridis khususnya pencatatan perubahan data yuridis yang sudah tercata sebelumnya peranan PPAT sangatlah penting hingga terciptanya tertib hukum bidang pertanahan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>