Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199049 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hyun Su Kim
"Perdagangan orang dalam merupakan kejahatan serius yang terjadi di pasar sekuritas. Namun, karena kompleksitasnya dalam menyelesaikan kasus perdagangan orang dalam karena pelanggaran kejahatan ini cukup sulit untuk membuktikan kesalahannya, maka perlu ditekankan bahwa perlu adanya yurisdiksi yang dilengkapi dengan substansi hukum yang kuat disertai dengan penegakan hukum. Substansi hukum dan penegakan hukum yang sesuai juga penting karena peran pasar sekuritas dianggap sangat penting dalam masyarakat kontemporer ini di mana pasar sekuritas memiliki fungsi untuk menentukan lingkungan ekonomi, serta menyediakan pasar yang adil bagi para pemangku kepentingan yang relevan. Substansi hukum dan penegakan hukum dapat mengambil keuntungan dari implementasi integrasi teknologi seperti yang tercermin dari salah satu pendekatan yang digunakan oleh Amerika Serikat. Makalah ini bertujuan untuk membahas pendekatan modern Amerika Serikat dalam memerangi perdagangan orang dalam di mana pendekatan ini telah memberikan manfaat bagi penegak hukum terkait di Amerika Serikat seperti Securities and Exchanges Commission untuk mendeteksi, menyelidiki, dan mencegah dengan cara yang efisien dan efektif. Pendekatan yang diterapkan Amerika Serikat yang akan dibahas meliputi: (1) substansi hukum yang beragam yang mencakup isu insider trading - memiliki berbagai undang-undang federal dan Securities and Exchange Commission Regulations yang terus menerus diamandemen jika diperlukan, (2) cakupan pertanggungjawaban yang lebih luas dari teori penyalahgunaan insider trading (dibandingkan dengan yurisdiksi lain seperti Indonesia), (3) beberapa lembaga seperti Securities and Exchange Commission, Departemen Kehakiman, Biro Investigasi Federal, atau Self-Regulatory Organisations seperti kolaborasi Otoritas Pengawas Industri Keuangan dalam hal penegakan hukum, dan (4) otoritas yang luas dari SEC serta integrasi teknologi yang digunakan. Pendekatan-pendekatan canggih yang diterapkan oleh Amerika Serikat akan dikaji dan dijelaskan dalam tesis ini, dengan harapan tesis ini dapat memberikan panduan kepada negara-negara lain yang memiliki pasar modal yang sedang berkembang untuk dapat dilengkapi dengan pendekatan-pendekatan terkini yang mengintegrasikan teknologi untuk memaksimalkan sumber daya mereka dalam mengidentifikasi dan menginvestigasi aktivitas-aktivitas kecurangan seperti perdagangan orang dalam di pasar modal.

Insider trading is a serious crime that occurs in the securities market. However due to its complexity to solve insider trading cases as the offense of the crime is challenging in terms of establishing culpability, it should be emphasize that it is necessary for jurisdictions to be equipped with strong legal substances accompanied by legal enforcements. Legal substances and legal enforcements that are in-par are also essential as the role of securities market are considered to be crucial in this contemporary society where it has the function of determining the economic environment, as well as, providing fair marketplace for the relevant stakeholders. The legal substances and legal enforcement could take advantage of implementation of technological integration as reflected by one of the approaches utilized by the United States. This thesis aims to mainly discuss the United States’ modern approaches in combating insider trading where these approaches have benefitted the United States’ relevant legal enforcers such as the Securities and Exchanges Commission to detect, investigate, and prevent in an efficient and effective manner. The approaches implemented United States’ that will be discussed includes: (1) a variety of legal substances that cover the issue of insider trading - having variety of federal statutes and Securities and Exchange Commission Regulations that are continuously amended if necessary,  (2) the wider scope of liability from the misappropriation theory of insider trading (compared to other jurisdictions such as Indonesia), (3) multiple agencies such as the Securities and Exchange Commission, Department of Justice, Federal Bureau of Investigation, or Self-Regulatory Organisations such as the Financial Industry Regulatory Authority’s collaboration on enforcement, and (4) Wide authority of the SEC and technological integration utilized. The sophisticated approaches implemented by the United States would be studied and explained in this thesis, with the hopes that this thesis can provide guidelines to other countries with emerging capital market to be equipped with up-to-date approaches integrating technology to maximize their resources on identifying and investigating fraudulent activities such as insider trading in the securities market."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiva Bhalqia Zuhardi
"Skripsi ini dilatarbelakangi oleh kasus penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan dalam bentuk penerimaan gratifikasi, hal ini melibatkan lima pegawai Bursa Efek Indonesia (BEI). Kasus tersebut terungkap ke publik dengan informasi bahwa kelima pegawai tersebut telah menerima sanksi berupa pemecatan sebagai bentuk pendisiplinan. Berangkat dari kasus tersebut, skripsi ini mencoba untuk memberikan analisis terhadap peraturan pencegahan gratifikasi di sektor pasar modal dan upaya pencegahan gratifikasi dalam kegiatan Penawaran Umum Perdana atau Initial Public Offering (IPO) di Pasar Modal Indonesia serta membandingkannya dengan Amerika Serikat. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian doktrinal serta menggunakan pendekatan komparatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peraturan dalam pencegahan gratifikasi di Amerika Serikat ditetapkan secara tegas dan memiliki cakupan yang luas. Berbeda dengan Indonesia yang pengaturan terkait gratifikasinya masih terbatas pada Pegawai Negeri dan Penyelenggara Negara. Meskipun demikian, Indonesia tetap memiliki peraturan yang dapat menjadi sarana keterbukaan dan kepatuhan terhadap Perusahaan Publik dan pelaku pasar modal lainnya yang dapat mencegah praktik gratifikasi di Sektor Pasar Modal, mencakup pada kegiatan IPO. Kemudian, dalam upaya pencegahan gratifikasi menunjukkan bahwa teknologi Amerika Serikat memiliki fitur teknologi informasi yang lebih canggih dengan pengintegrasian yang dapat memudahkan publik. Pelaksanaan sinergi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, OJK, dan BEI dalam merumuskan kerangka hukum baru yang lebih tegas dengan cakupan yang lebih menyeluruh terkait dengan gratifikasi, serta pengembangan teknologi dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan kepastian hukum yang lebih memadai guna memberikan perlindungan terhadap investor dan integritas Pasar Modal Indonesia.

This thesis is motivated by a case of abuse of power committed in the form of receiving gratification, involving five employees of the Indonesia Stock Exchange (IDX). The case came to public attention when it was revealed that the five employees had been sanctioned in the form of termination as a form of disciplinary measure. In response to this case, this thesis tries to provide an analysis of the gratification prevention regulations in the capital market sector and gratification prevention efforts in Initial Public Offering (IPO) activities in the Indonesian Capital Market and compare them with the United States. This research employs a doctrinal research method and using a comparative approach. The findings of this research show that the regulations for the prevention of gratification in the United States are clearly defined and have a broad scope. In contrast, Indonesia's gratification regulations are still limited to Public Officials and State Administrators. Nevertheless, Indonesia has regulations that can serve as a means of transparency and compliance for Public Companies and other capital market players that can prevent gratification practices in the Capital Market Sector, including IPO activities. Furthermore, regarding gratification prevention efforts, the United States leverages more advanced technology features with integrated systems that facilitate public accessibility. Collaborative efforts between the Indonesian government, the Financial Services Authority (OJK), and the IDX to develop a more stringent and comprehensive legal framework, along with technological advancements, can serve as an initial step toward legal certainty. This aims to provide better protection for investors and uphold the integrity of the Indonesian Capital Market."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Desti Agustin
"Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan pada salah satu Bank terbesar di Indonesia. Berangkat dari observasi dini yang dilakukan bahwa Fraud merupakan masalah yang telah menimbulkan berbagai kerugian yang sangat besar, baik kerugian finansial maupun non finansial maka keberadaan Audit Internal diharapkan dapat memitigasi Fraud yang terjadi pada Bank X. Dengan berbagai metode pengumpulan data yang dilakukan, seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai apakah fungsi Audit Internal pada Bank X telah berjalan sesuai dengan regulasi terkait, kemudian apa sajakah yang telah dilakukan Audit Internal dalam menerapkan tindakan pencegahan, deteksi dan investigasi Fraud dan kemudian membandingkan apakah penerapan yang telah dilakukan oleh Audit Internal Bank X telah sesuai dengan Standar Manajemen Risiko Fraud yang digunakan dalam penelitian ini.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa keberadaan Audit Internal pada Bank X telah berfungsi dengan baik sesuai dengan regulasi terkait dan dapat mendukung semua proses audit yang berlangsung, termasuk nantinya melakukan tindakan- tindakan yang dibutuhkan dalam menangani Fraud. Terkait dengan Strategi Anti Fraud, peran Audit Internal melalui tindakan pencegahan, deteksi dan investigasi juga sudah diterapkan dengan baik. Hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa Audit Internal telah melakukan perannya sesuai ketentuan yang diatur pada Strategi Anti Fraud maupun Standar Manajemen Risiko Fraud yang dikeluarkan oleh KPMG.

This research is a case study conducted on one of the largest bank in Indonesia . Departing from the observation made earlier that Fraud is a problem that has resulted in various huge losses, both financial and non- financial losses the existence of Internal Audit is expected to mitigate fraud that occurred at Bank X. With a variety of data collection methods, such as interviews, observation, and documentation.
This study aims to assess whether the Internal Audit function at Bank X has been run in accordance with the relevant regulations, then what are the Internal Audit has been done in implementing preventive measures, detection and investigation of fraud and then compare whether the application made by the Internal Audit Bank X has in accordance with the Fraud Risk Management Standard which is used in this study.
The results show that the presence of Internal Audit at Bank X has been functioning properly in accordance with the relevant regulations and can support all ongoing audit process , including the later perform the necessary actions in dealing with fraud. Associated with Anti- Fraud Strategy, Internal Audit's role through preventive action, detection and investigation have also been applied properly. The results of interviews conducted showed that Internal Audit has done its part in accordance with provisions set forth in the Anti- Fraud Strategy and the Fraud Risk Management Standard issued by KPMG.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S61021
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Primandani
"Penelitian ini membahas mengenai tinjauan hukum terhadap peran Insider dalam terjadinya suatu kegiatan Insider Trading yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan Pasar Modal, dengan melakukan perbandingan terhadap penegakan hukum di Pasar Modal di Indonesia dengan di Singapura. Pengaturan yang berlaku saat ini mengenai Insider Trading di Indonesia belum pernah mengalami perubahan seperti layaknya pengaturan yang berlaku mengenai Insider Trading di Singapura, menyebabkan terbatasnya ruang lingkup pengaturan Insider Trading di Indonesia, dan besarnya peran Insider terhadap suatu kegiatan Insider Trading dapat ditindak sebagai pelanggaran hukum atau tidak. Adanya pembahasan kasus terhadap Vincent Rajiv Louis dimana Vincent Rajiv Louis merupakan seorang pelaku Insider Trading yang memiliki inside information dan melakukan transaksi namun bukan merupakan Insider maupun Tippee, ketika diteliti dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia tidak terjerat hukum, karena Undang-Undang Pasar Modal Indonesia tidak mengatur penegakan hukum terhadap pihak pelaku transaksi yang bukan merupakan Insider. Sementara, Securities and Futures Act di Singapura dapat menghukum Vincent Rajiv Louis, dalam bentuk Civil Penalty yang dikenakan oleh MAS. Dalam penegakan hukum terhadap Insider Trading, Undang-Undang Pasar Modal belum bisa memfasilitasi Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas penegak hukum karena sudah ketinggalan zaman dan tidak mengandung asas yang tepat agar dapat membuat undang-undang itu dijalankan secara efektif oleh OJK.

This study discusses concerning the legal perspective on the role of Insider in Insider Trading activities that violates the prevailing laws and regulations in the Securities Law, by comparing the law enforcement in Indonesia and Singapore in the Capital Market. The current prevailing securities law in Indonesia has not been modified and revised like the prevailing securities law in Singapore, resulting in the limited scope of the regulations concerning Insider Trading in Indonesia, and a big role of Insider in regards to whether an Insider Trading activity can be punished as a violation of law or not. The analysis on the Vincent Rajiv Louis case, in which Vincent Rajiv Louis is a culprit of Insider Trading, however he is not an Insider nor a Tippee, when analyzed by the prevailing laws and regulations in Indonesia cannot be punished, because the Securities Law in Indonesia does not regulate regarding violations conducted by parties other than Insiders. Meanwhile, Securities and Futures Act in Singapore was able to punish Vincent Rajiv Louis in form of Civil Penalty, carried out by MAS. In law enforcement against Insider Trading, the Securities Law in Indonesia has yet to be able to facilitate the Otoritas Jasa Keuangan as the law enforcement authority because it is out of time, and does not consist of the up-to-date principles that will be able to make the securities law effectively carried out by OJK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Dewi Rochyati
"Kejahatan di Pasar Modal Indonesia saat ini sudah sangat merajalela. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) telah memberikan peranan yang sangat luas kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) untuk menghadapinya. Salah satu kewenangan Bapepam yang diberikan dalam UUPM adalah berupa kewenangan untuk melakukan penyidikan berdasarkan Pasal 101 ayat 1 yang pelaksanaannya didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Peranan yang sangat luas tersebut di atas akan menjadi tidak effektif dan dapat disalah-gunakan, apabila tidak dibarengi dengan adanya peraturan-peraturan pelaksanaan yang jelas dan terperinci. Dalam tesis ini akan dianalisa dan dibahas sebuah studi kasus "perdagangan orang dalam" (insider trading) saham PT. Ades Alfindo Tbk., sebagaimana diatur dalam Pasal 95 UUPM. Sanksi pidana atas pelanggaran Pasal 95 UUPM diatur berdasarkan Pasal 104 UUPM dan penjelasannya. Terhadap kasus "perdagangan orang dalam" (insider trading) saham PT. Ades Alfindo Tbk., Bapepam hanya merekomendasikan sanksi administratif berdasarkan Pasal 102 UUPM. Penyidikan yang dilakukan berdasarkan Pasal 101 ayat 1 UUPM mengandung pengertiannya yang terlalu luas, hal ini dapat memberi kesan bahwa Bapepam tidak menjalankan peranannya sebagaimana mestinya. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, Bapepam harus segera membuat peraturan pelaksanaan yang jelas dan terperinci dari Pasal 101 ayat 1 tersebut. Secara keseluruhan isi dari tesis ini bersifat normatif dan merupakan suatu studi kepustakaan, dengan harapan dapat menjadi suatu rekomendasi untuk meningkatkan effektifitas Bapepam dalam menghadapi kejahatan di Pasar Modal Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endiva Yustiavandana
"Perdagangan efek berdasarkan informasi orang dalam merupakan kejahatan pasar modal yang apabila tidak diatasi dengan benar, dapat membahayakan kesehatan pasar modal, dan juga dapat menghilangkan kepercayaan investor maupun masyarakat umum terhadap pasar modal itu sendiri. Namun pada nyatanya, penegakan hukum pada perdagangan efek berdasarkan informasi orang dalam di Indonesia masih lemah dikarenakan Indonesia masih menerapkan person connected approach dalam peraturan mengenai perdagangan efek berdasarkan informasi orang dalam di pasar modal. Person-connected approach sendiri merupakan pendekatan yang berfokus pada hubungan antara pelaku perdagangan efek berdasarkan informasi material dengan perusahaan maupun pemilik informasi material non-publik, sehingga secara umum sulit untuk memperluas person-connected approach ke orang-orang yang tidak ada di perusahaan, dan dikarenakan hal tersebut, penting untuk menerapkan information-connected approach pada peraturan mengenai perdagangan efek berdasarkan informasi orang dalam. Skripsi ini membahas pentingnya penerapan information-connected approach pada kasus perdagangan efek berdasarkan informasi orang dalam di Pasar Modal Indonesia yang dapat memperkuat penegakan hukum mengenai perdagangan efek berdasarkan informasi orang dalam di pasar modal Indonesia. Hal ini dikarenakan terdapat kelemahan pengaturan perundang-undangan terkait perdagangan efek berdasarkan informasi orang dalam di pasar modal Indonesia, yaitu pada Pasal 97 ayat (2), dikarenakan pada pasal tersebut disebutkan bahwa yang termasuk kepada kategori penerima informasi adalah para pihak yang “berupaya” untuk mendapatkan informasi orang dalam tersebut, baik secara melawan hukum atau tidak. Penulis menggunakan metode perbandingan hukum, yaitu metode penelitian dimana hukum-hukum dan lembaga-lembaga hukum dari tiga negara dibandingkan, dengan mengacu pada penegakan hukum perdagangan efek berdasarkan informasi orang dalam yang ada pada Singapura dan Australia sebagai perbandingan.

Trading securities based on insider information is a capital market crime which, if not handled properly, can endanger the health of the capital market, and can also reduce the confidence of investors and the general public in the capital market itself. But in fact, law enforcement on trading securities based on insider information in Indonesia is still weak because Indonesia still applies the person connected approach in regulations regarding trading securities based on insider information in the capital market. The person-connected approach itself is an approach that focuses on the relationship between securities traders based on material information with companies and owners of material non-public information, so that in general it is difficult to extend the person-connected approach to people who are not in the company, and because In this regard, it is important to apply an information-connected approach to regulations regarding trading securities based on insider information. This thesis discusses the importance of implementing an information-connected approach in cases of trading securities based on insider information in the Indonesian Capital Market which can strengthen law enforcement regarding trading securities based on insider information in the Indonesian capital market. This is due to weaknesses in the laws and regulations related to trading securities based on insider information in the Indonesian capital market, namely in Article 97 paragraph (2), because in that article it is stated that those who are included in the category of recipients of information are parties who "try" to obtain information. insider information, whether unlawfully or not. The author uses the comparative law method, which is a research method in which the laws and legal institutions of the three countries are compared, with reference to insider information trading securities law enforcement in Singapore and Australia as a comparison."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Hapsari
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan kejahatan perdagangan orang dalam Insider Trading yang terjadi di Indonesia dan di Amerika Serikat. Pengaturan Insider Trading di Amerika Serikat lebih luas daripada di Indonesia, di Indonesia belum diatur mengenai Tippees. Upaya yang dilakukan SEC selaku Badan Pengawas Pasar Modal Amerika dalam menangani insider terdiri dari tindakan preventif dan tindakan represif. Adanya pembahasan kasus Raj Rajaratnam dimana Rajaratnam merupakan Tippees,apabila kasus tersebut terjadi di Indonesia, Rajaratnam tidak akan terjerat hukum karena Tippees tidak diatur dalam UUPM Indonesia. Dalam penyelidikan dugaan insider trading, pembuktian oleh Bapepam sangat sulit dilakukan karena UUPM yang sudah ketingggalan zaman dan ketentuan pembuktian yang tidak ada pada UU tertulis. Serta Metode Penelitan yang dilakukan dalam skripsi ini adalah Metode Kepustakaan.

The Focus to this study is to analyze the comparison between Insider Trading in Indonesia and in The United States of America. Regulation on Insider Trading in The United States of America is more comprehensive than in Indonesia, in Indonesia, regulation of Tippee still not regulated. SEC?s Effort of handling insider trading consist of preventive and represive action. This study also analyze Raj Rajaratnam Case which Rajaratnam is considered being Tippees. If that case is happened in Indonesia, Rajaratnam will be out of law because Tippe is not regulated in Indonesia Securites Law. Bapepam when investigation in allegation of insider trading will be too hard for proofing insider trading. Since our Securities Act is outdated and rule of proofing doesn?t based on written rules. This study using literature methods for research."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42013
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Najib A. Gisymar
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999
332.6 NAJ i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Aziz
"Pada tanggal 2 Desember tahun 2021 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan peraturan Nomor 22/POJK.04/2021 (POJK 22/2021). Aturan ini memberikan keistimewaan saham dengan hak suara multipel (SDHSM) bagi Perseroan Terbatas (PT) yang ingin melakukan penawaran umum dengan memberikan hak untuk mengesampingkan prinsip satu saham satu suara sebagaimana yang diatur didalam Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Akan tetapi aturan tersebut hanya memperkenankan bagi PT yang menggunakan teknologi sebagai bisnis utamanya. Berbeda dengan Indonesia, baik di Negara Amerika maupun di Hong Kong tidak membatasi jenis kegiatan usaha tertentu. Sehingga permasalahan dalam penelitian ini ialah mencari alasan ketentuan SDHSM di Indonesia yang hanya dibatasi untuk Emiten yang menggunakan teknologi sebagai bisnis utamanya. Penelitian ini dilakukan dengan cara membuat komparasi dengan Negara Amerika Serikat dan Hong Kong. Adapun alasan pemilihan negara tersebut dijadikan sebagai perbandingan karena aturan POJK tersebut mengikuti praktik yang terjadi di bursa Amerika, dalam hal ini New York Stock Exchange (NYSE) dan National Association of Securities Dealers Automated Quotations Stock Market (NASDAQ) dan Hong Kong, dalam hal ini Hong Kong Exchanges and Clearing Limited (HKEx). Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normative dan perbandingan hukum. Hasil penelitian menunjukan alasan pengaturan SDHSM di Indonesia hanya ditujukan bagai Emiten yang menggunakan teknologi disebabkan dalam pertimbangan dan penjelasan POJK 22/2021 menyampaikan bahwa aturan ini ditujukan untuk mengakomodir perusahaan teknologi agar para pendiri perusahaan dapat mengembangkan teknologi dan inovasi yang dimiliki dan dapat menghindari gangguan dari pemegang saham biasa yang tidak memiliki pengetahuan yang sama dengan mereka. Oleh karena itu para pendiri dapat mempertahankan kendali perusahaan untuk mengejar inovasi yang mereka miliki sehingga bisnis suatu emiten dapat dikembangkan melalui pengetahuan dan arahan strategis dari seorang pendiri yang memiliki visi dan misi yang unik. Selain itu apabila merujuk pada praktik yang terjadi di Amerika Serikat dan Hong Kong terlihat bahwa mayoritas pengguna SDHSM merupakan perusahaan teknologi.

On December 2, 2021, the Financial Services Authority (OJK) issued regulation Number 22/POJK.04/2021 (POJK 22/2021). This regulation provides the privilege of multiple voting rights shares (SDHSM) for Limited Liability Companies (PT) that wish to go public, granting the right to override the principle of one share one vote as stipulated in Article 84 paragraph (1) of Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies (Company Law). However, this regulation only allows PTs that use technology as their main business. Unlike Indonesia, both in the United States and Hong Kong, there is no restriction on the type of business activities. Therefore, the issue in this study is to find the reasons for the SDHSM provisions in Indonesia being limited only to issuers that use technology as their main business. This research was conducted by making comparisons with the United States and Hong Kong. The reason for choosing these countries as comparisons is because the POJK regulation follows the practices occurring in the American stock exchanges, namely the New York Stock Exchange (NYSE) and the National Association of Securities Dealers Automated Quotations Stock Market (NASDAQ), and Hong Kong, namely the Hong Kong Exchanges and Clearing Limited (HKEx). This study uses normative legal research methods and comparative law. The results of the study indicate that the reason for regulating SDHSM in Indonesia is directed only at issuers that use technology because, in the considerations and explanations of POJK 22/2021, it is stated that this regulation is aimed at accommodating technology companies so that the company founders can develop the technology and innovations they have and avoid interference from ordinary shareholders who do not have the same knowledge as they do. Therefore, the founders can maintain control of the company to pursue their innovations so that the business of an issuer can be developed through the knowledge and strategic direction of a founder who has a unique vision and mission. In addition, referring to the practices in the United States and Hong Kong, it is evident that the majority of SDHSM users are technology companies."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>