Ditemukan 181772 dokumen yang sesuai dengan query
Dhea Ranissya Diza Liestiara
"Dari beberapa penyelesaian sengketa yang dikenal saat ini, arbitrase merupakan salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa yang umumnya dipilih oleh para pihak dan disepakati sebagai klausula penyelesaian sengketa di dalam sebuah kontrak yang mengikat para pihak tersebut. Pemilihan ini didasarkan kepada beberapa kelebihan dari arbitrase, yang salah satunya ialah penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini menghasilkan putusan yang bersifat final dan mengikat. Namun demikian, pada kenyataannya, para pihak yang telah mengikatkan dirinya untuk tunduk pada putusan arbitrase ternyata masih melakukan upaya hukum berupa pembatalan putusan arbitrase yang senyatanya bertentangan dengan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase yang tercermin dari pencantuman klausula arbitrase di dalam kontrak. Dengan menggunakan jenis penelitian doktrinal, tulisan ini akan menganalisis kekuatan mengikat dari klausula arbitrase yang tercantum di dalam kontrak bagi para pihak yang terikat di dalam kontrak tersebut serta kaitannya dengan alasan-alasan yang diajukan oleh para pihak dalam melaksanakan upaya hukum permohonan pembatalan putusan arbitrase di Indonesia. Adapun temuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya inkonsistensi dalam pengaturan mengenai alasan permohonan pembatalan putusan arbitrase di dalam UU 30/1999 yang berimplikasi kepada banyakan permohonan pembatalan putusan arbitrase yang diajukan dengan alasan di luar ketentuan Pasal 70 UU 30/1999.
Of the several dispute resolutions known today, arbitration is one type of alternative dispute resolution that is generally chosen by the parties and agreed upon as a dispute resolution clause in a contract that binds the parties. This choice is based on several advantages of arbitration, one of which is that dispute resolution through arbitration results in a final and binding decision. However, in reality, the parties who have bound themselves to submit to the arbitration award still make legal efforts in the form of canceling the arbitration award which is in fact contrary to the agreement of the parties to resolve disputes through arbitration as reflected in the inclusion of the arbitration clause in the contract. By using doctrinal research, this paper will analyze the binding force of the arbitration clause contained in the contract for the parties bound by the contract and its relation to the reasons submitted by the parties in exercising legal remedies for the annulment of arbitral awards in Indonesia. The findings obtained from this research are that there are inconsistencies in the provisions regarding the grounds for requesting the annulment of arbitral awards in Law 30/1999 which have implications for the large number of requests for annulment of arbitral awards submitted for reasons outside the provisions of Article 70 of Law 30/1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ricky Hendrika
"Forum Arbitrase merupakkan forum penyelesaian sengketa yang acapkali dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa perjanjian perdagangan karena alasan-alasan efektivitas dan biayanya yang murah. Namun dengan perkembangan perekonomian dunia yang diiringi dengan kebebasan para pihak dalam hal menerapkan Pilihan Forum, hasil penyelesaian sengketa demikian berpotensi untuk mengandung unsur-unsur asing sebagai akibat dari para pihak yang tunduk pada sistem hukum yang berbeda, terletak pada wilayah hukum yang berbeda, dan/atau bahkan memilih forum Arbitrase asing yang tunduk pada ketentuan hukum yang berlainan dari pihak dalam perjanjian perdagangan tersebut. Kemudian dalam keberlakuannya, putusan Arbitrase dapat dimintakan permohonan pembatalannya ke pengadilan negeri. Meskipun demikian, Indonesia yang memiliki ketentuan hukum Arbitrase nya sendiri, yakni UU No, 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAAPS), serta negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (Konvensi New York 1958), menjadi subjek terhadap dua ketentuan pembatalan putusan Arbitrase yang berbeda. Dalam pengaturannya, ketentuan pembatalan UUAAPS hanya dapat berlaku bagi putusan Arbitrase nasional, sedangkan Konvensi New York 1958 berlaku bagi Putusan Arbitrase Internasional. Kendati demikian, suatu putusan Arbitrase dapat mengandung unsur asing, dan hal ini seringkali mengundang interpretasi yang turut berpengaruh pada penerapan UUAAPS dan Konvensi New York 1958. Kenyataan ini merupakan salah satu ruang lingkup kajian Hukum Perdata Internasional karena dalam hal penentuan kewenangan oleh pengadilan negeri dalam perkara pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing, timbul pertanyaan “Pengadilan negara manakah yang berwenang untuk mengadili pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing tersebut?” Melalui penelitian yuridis-normatif, skripsi ini akan menganalisis praktik kewenangan mengadili oleh pengadilan negeri di Indonesia sehubungan dengan penerapan pasal-pasal pembatalan Arbitrase yang ada
As one of the dispute resolution forums, arbitration, is often chosen by the parties to resolve commercial agreement disputes due to its effectiveness and cost efficiency. However, as the world’s economy develops, accompanied by the freedom in implementing the choice of forum, the results of such dispute resolution potentially contain foreign elements due to the parties being subject to different legal systems, being located in different jurisdictions, and/or even choosing a foreign arbitration which has different legal system from the parties involved in the commercial agreement. Notwithstanding aforementioned explanation, arbitration award can be requested for its annulment to the district court. Nevertheless, Indonesia with its own Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law), while also participating as the member states of the New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958), is subject to two different provisions for arbitral award annulment. For example, the provisions for the arbitral award annulment in UUAAPS is only applicable for national arbitral award, while the annulment provision in New York Convention 1958 applies to foreign arbitral award. However, an arbitral award may contain foreign elements, which often results in different interpretations in its implementation and influences the application of the Arbitration Law and the New York Convention 1958. This event falls within the scope of Private International Law’s studies because it raises the question of "Which district court has the authority to adjudicate the annulment of arbitral awards containing the foreign elements?" Through normative-juridical research, this undergraduate thesis will analyse the practice of Indonesian district court’s authority in adjudicating the annulment of said arbitral award in relation to the application of existing arbitration annulment regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Benedetto Setyo Satrio Utomo
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peraturan perundang-undangan terkait pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dan prakteknya di lembaga peradilan di Indonesia berdasarkan aspek-aspek Hukum Perdata Internasional. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dalam UU Arbitrase belum jelas dan memadai. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aturan mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dan alasan-alasan pembatalan putusan arbitrase. Lembaga peradilan di Indonesia pada prakteknya masih inkonsisten dalam menerapkan aturan-aturan tersebut.
Contohnya adalah kasus antara PT Sumber Subur Mas, Yusman Tamara, Imelda Irawan melawan Transpac Capital Pte. Ltd., dan Transpac Industrial Holdings Limited ;dan kasus antara PT Daya Mandiri Resources Indonesia (d/h PT Risna Karya Wardhana Mandiri) dan PT Dayaindo Resources melawan Suek AG.
Arbitral Award with the practice of Indonesian Court in accordance with the aspects of Private International Law. The author uses a juridical-normative research method with an addition of literature studies. This research shows that the regulation about the annulment of international arbitral award in Law of Arbitration has not been clear and sufficient. This can be seen from numerous rules about the annulment of International Arbitral Award and the grounds of the annulment of arbitral awards. The Indonesian Court has been inconsistent to implement these regulations. The examples are the case between Transpac Capital Pte. Ltd., and Transpac Industrial Holdings Limited; and the case between PT Daya Mandiri Resources Indonesia (d/h PT Risna Karya Wardhana Mandiri) and PT Dayaindo Resources melawan Suek AG."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dinda Rizqiyatul Himmah
"Kondisi Indonesia yang saat ini telah menjadi salah satu negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) membuka peluang bagi putusan arbitrase internasional untuk dapat diakui dan dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia. Dalam hal ini klasifikasi suatu putusan arbitrase, apakah merupakan putusan arbitrase internasional atau putusan arbitrase nasional, menjadi penting karena berpengaruh terhadap kewenangan pengadilan terhadap perkara arbitrase internasional. Namun pada praktiknya dijumpai adanya perbedaan persepsi mengenai putusan arbitrase internasional menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Undang-Undang Arbitrase) dan konvensi internasional.
Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif skripsi ini akan memberikan analisis mengenai aspek-aspek Hukum Perdata Internasional serta analisis mengenai pertimbangan hukum para hakim di Indonesia dalam pengklasifikasian putusan arbitrase internasional pada perkara Nomor 144/K/Pdt/2012 dan perkara Nomor 175/PDT/2018/PT.DKI. Selain itu juga ditemukan keperluan atas keselarasan pengaturan mengenai putusan arbitrase internasional dalam Undang-Undang Arbitrase dan konvensi-konvensi internasional demi mencapai kepastian hukum.
The condition of Indonesia which is one of the member country of the New York Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) give an opportunity to the recognition and enforcement of foreign arbitral awards in the jurisdiction of Indonesia. According to this condition the classification of arbitral awards, whether international arbitral award or national arbitral award, is important because it could affects the authority of the national court against international arbitration cases. In fact, there is a different perspective about international arbitral awards under the Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law) and international convention. By using juridical normative approach, this thesis would give an analysis about the Private International Aspects and law considerations of Indonesian judges in the classification of international arbitral awards on case No. 144/K/Pdt/2012 and case No. 175/PDT/2018/PT.DKI. In addition, it is also requiring the regulation conformity of international arbitral awards under Arbitration Law and international conventions in order to attain the legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Febby Mutiara Nelson
"Kepastian hukum baik mengenai hukum materil yang menyangkut substansial maupun hukum formil yang menyangkut proses beracara di pengadilan sangat dibutuhkan untuk terselenggaranya kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah Indonesia memberlakukan beberapa undang-undang penting ditengah krisis ekonorni dan reformasi yang tengah berlangsung tahun 1998. Banyak pihak menduga bahwa undang-undang yang diberlakukan adalah sebagai bagian dari nota kesepahaman (letter of intent) dengan pihak International Monetery Fund (IMF). Deregulasi terutama dilakukan pada beberapa materi perundang-undangan baru, khususnya yang menyangkut bidang perekonomian dan dunia usaha. Salah satunya adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dimana undang-undang ini sangat diharapkan oleh konsumen maupun pelaku usaha di Indonesia. Namun dalam pelaksanaan Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tersebut tidak terlepas dari permasalahan hukum yang ada. Dalam UUPK dikenal adanya upaya keberatan terhadap putusan arbitrase yang diajukan pada tingkat pengadilan negeri. Hukum acara tentang ini diatur didalam Perma Nomor 1 tahun 2006, yang menyatakan bahwa BPSK bukanlah sebagai salah satu pihak yang bersengketa dan objek dari keberatan tersebut adalah putusan arbitrase BPSK yang memenuhi Pasal 6 UUPK. Majelis Hakim Pengadilan Negeri memeriksa keberatan hanya berdasarkan putusan BPSK dan berkas perkara yang diajukan. Dalam Perma tersebut tidak dijelaskan bagaimana bentuk keberatan tersebut, apakah gugatan atau permohonan, sedangkan dalam hukum acara perdata tidak dikenal upaya hukum keberatan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18474
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rumagit, Rian Benedictus
"Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU APS”), telah mengatur mengenai alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan Arbitrase. Permohonan pembatalan putusan ini diajukan di Pengadilan Negeri. UU APS tidak memberikan pembedaan terhadap pembatalan baik terhadap putusan arbitrase nasional maupun pembatalan atas putusan arbitrase internasional. Faktanya, pengaturan mengenai alasan pembatalan putusan arbitrase dalam UU APS terdapat ketidakharmonisan aturan yang menimbulkan multitafsir. Pasal 70 UU APS menggunakan frase “sebagai berikut” yang apabila diartikan maka ketentuan mengenai alasan pembatalan putusan arbitrase adalah bersifat limitatif. Disisi lain dalam Penjelasan Umum Bab VII UU APS menggunakan frase “antara lain” yang apabila ditafsirkan maka alasan pembatalan putusan arbitrase adalah bersifat tidak limitatif. Ketidakharmonisan dalam pengaturan mengenai pembatalan putusan arbitrase dalam UU APS ini tentunya menimbulkan ketidakpastian. Terhadap hal tersebut, Mahkamah Agung telah mengeluarkan SEMA No. 7 Tahun 2012. SEMA tersebut pada pokoknya menyatakan bahwa ketentuan mengenai alasan pembatalan putusan arbitrase dalam Pasal 70 UU APS tidak dapat disimpangi. Dengan demikian ketentuan dalam Pasal 70 UU APS bersifat limitatif. Meskipun telah terdapat SEMA, ternyata ketentuan SEMA masih belum banyak dipergunakan dan dipertimbangkan oleh hakim pengadilan dalam memeriksa dan memutus pembatalan putusan arbitrase. Masih terdapat putusan yang mengabulkan pembatalan putusan arbitrase di luar dari ketentuan Pasal 70 UU APS yang bersifat limitatif. Walaupun berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat, namun SEMA hanya bersifat pedoman, sehingga hakim berpendapat bahwa ketentuan SEMA dapat di simpangi. Hal tersebut juga menyebabkan ketidakseragaman pada putusan pengadilan yang memutus tentang alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan pembatalan putusan arbitrase di Indonesia.
Indonesian Law Number 30 year 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution (“UU APS”). The law regulates the reasons that can be used to file an application for the annulment of an arbitration decision, which is submitted to the District Court. UU APS does not differentiate between the annulment of national arbitration decisions and the annulment of international arbitration decisions. In fact, there is inconsistency in the regulation of the reasons for the annulment of arbitration decisions in the UU APS, leading to multiple interpretations. Article 70 UU APS uses the phrase "sebagai berikut" (as follows), which, when interpreted, implies that the provisions regarding the grounds for annulment of arbitration decisions are restrictive. On the other hand, in the General Explanation of Chapter VII of the UU APS, the phrase "antara lain" (among other things) is used, implying that the grounds for annulment of arbitration decisions are non-restrictive. The inconsistency in the regulation of the annulment of arbitration decisions in the UU APS undoubtedly creates uncertainty. In response to this, the Supreme Court issued Regulation No. 7 of 2012 (SEMA No. 7 Tahun 2012). This regulation essentially states that the provisions regarding the grounds for annulment of arbitration decisions in Article 70 of the UU APS cannot be deviated from. Thus, the provisions in Article 70 of the UU APS are restrictive. Despite the existence of SEMA, it appears that its provisions are not widely used and considered by court judges in examining and deciding on the annulment of arbitration decisions. There are still decisions that grant annulment of arbitration decisions outside the restrictive provisions of Article 70 of the UU APS. Although SEMA is valid and binding, it is considered a guideline, so judges believe that its provisions can be deviated from. This also causes inconsistency in court decisions regarding the reasons that can be used to file for the annulment of arbitration decisions in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sarah Ully Puspita Rana
"Tesis ini membahas mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia. Indonesia telah mengaksesi Konvensi New York 1958 sejak 1981 yang berarti Indonesia tunduk pada konvensi untuk mengakui dan melaksanakan putusan dari arbitrase asing. Selanjutnya Indonesia membuat Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing sebagai peraturan pelaksana dan mengisi kekosongan dari peraturan hukum. Pada tahun 1990 dibuat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang memuat peraturan mengenai arbitrase asing. Meskipun telah terdapatnya aturan yang mengatur mengenai putusan arbitrase asing akan tetapi pelaksanaan dari putusan arbitrase asing belum berjalan dengan baik. Indonesia dianggap sebagai “unfriendly arbitration state” yang terkadang sulit untuk melaksanakan putusan arbitrase, terutama yang melibatkan pihak asing. Pelaksanaan ini menjadi penting sebab penyelesaian sengketa kerap menjadi pilihan utama bagi investor asing. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal terhadap bahan hukum serta dilakukan studi putusan dengan Nomor Putusan 26/PK/Pdt.Sus-Arbt/2016, Putusan Nomor 88 PK/Pdt.Sus-Arbt/2014, Putusan Nomor 795 K/Pdt.Sus-Arbt/2017. Putusan Nomor 154 K/Pdt/2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia telah memiliki ketentuan hukum mengenai putusan arbitrase asing. Pada studi putusan menunjukkan terdapat satu putusan yang ditolak dan tiga putusan yang diterima untuk diakui akan tetapi pihak yang kalah dalam putusan tersebut mengajukan upaya hukum sehingga putusan arbitrase asing tidak berjalan. Efektivitas dari putusan arbitrase belum berlaku efektif.
This thesis discusses the recognition and implementation of foreign arbitration awards in Indonesia. Indonesia has acceded to the 1958 New York Convention since 1981, which means that Indonesia is subject to the convention to recognize and enforce awards from foreign arbitration. Furthermore, Indonesia made Supreme Court Regulation Number 1 of 1990 Concerning Procedures for Executing Foreign Arbitration Awards as implementing regulations and filling the gaps in legal regulations. In 1990 Law Number 30 of 1999 Concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution was enacted which contained regulations regarding foreign arbitration. Even though there are rules governing foreign arbitration awards, the implementation of foreign arbitration awards has not gone well. Indonesia is considered an “unfriendly arbitration state” where it is sometimes difficult to implement arbitration awards, especially those involving foreign parties. This implementation is important because dispute resolution is often the main choice for foreign investors. The research method used in this research is doctrine on legal materials and a decision study was carried out with Decision Number 26/PK/Pdt.Sus-Arbt/2016, Decision Number 88 PK/Pdt.Sus-Arbt/2014, Decision Number 795 K/Pdt.Sus-Arbt/2017, Decision Number 154 K/Pdt/2018. The research results show that Indonesia has legal provisions regarding foreign arbitration awards. The study of decisions shows that there was one decision that was rejected and three decisions that were accepted to be recognized, but the party who lost the decision filed legal action so that the foreign arbitration award did not take effect. The effectiveness of the arbitration award has not yet become effective."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Mutiara Hikmah
"Indonesia has been being a member of the 1958 New York Convention since 1981, namely upon issuance of the Presidential Decree No. 34 of 1981. Priori to talkiing intó force of the Regulation of the Supreme Court of the Republic Indonesìa No. 1 of .1990 on Procedures for EnforcemenL of Foreign Arbit awards, there were still constrâints lor the foreign Business plâyers in terìr enforcement of arbitral awards in lndonesia, The Supreme Court âs the higest judicial institution in lndonesia holds that internationâl arbitral awards can not be enforced ill lndonesja. After the Indonesian Supreme Court has issued such a regulation, enforcement of international arbitral awards in Indonesia began to be enforceable, because the procedural law that governs the for execution of arbitral awards has been clear ln order to regulâte the international arbitral award problems in the hjerarchy of legislation, on October 12, 1999, the Law on Arbitration and Alternative Dispute Resolution was promulgated. In that Law there is a special part discussing the International Arbitration. This study Examines the development of international arbitral award enforcement in lndonesia before Indonesia becoming member of the .1958 New York Convention, until nowâdays, by analyzing the international arbitral awards that were decìded by the Supreme Court of the Republic of lndonesia after the coming into effect of the Arbitration Law."
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law;Djokosoetono Research Center, Faculty of Law, University of Indonesia, 2013
pdf
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Cut Memi
"
ABSTRAKPasal 3 Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dengan perjanjian arbitrase, akan tetapi sampai saat ini masih saja terdapat pertentangan kompetensi absolut antara arbitrase dan pengadilan. Sebagai contoh dan sekaligus fokus dalam pembahasan tulisan ini adalah dalam hal penanganan perkara antara PT B melawan PT CTPI. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Berdasarkan Putusan Nomor 10/PDT.G/2010/PN.JKT.PST, perkara ini telah diputus oleh pengadilan dengan menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara bahkan putusan ini kemudian dikuatkan sampai tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Nomor 238 PK/PDT/2014. Sementara di pihak lain perkara ini juga diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan Putusan Nomor 547/XI/ARB-BANI/2013 yang menyatakan bahwa BANI berwenang dalam mengadili perkara yang sama. Pertentangan kompetensi absolut antara dua lembaga tersebut tentu perlu diselesaikan dengan menentukan lembaga mana yang sebenarnya berwenang dalam menangani perkara bersangkutan. Berdasarkan kajian yang dilakukan dalam tulisan ini, diperoleh jawaban bahwa yang berwenang dalam mengadili perkara PT B melawan PT CTPI adalah BANI bukan pengadilan."
Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2017
353 JY 10:2 (2017)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Joan Elma T. Margie
"Penyelesaian sengketa di luar pengadilan terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan keuntungan dan kemudahan yang diperoleh dari proses tersebut. Dalam penulisan skripsi ini membahas tentang sengketa yang terjadi dalam perjanjian kontrak kerjasama yang tercantum di dalamnya klausula arbitrase. Pengaturan mengenai Arbitrase ini sendiri telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Melalui penelitian ini maka akan diteliti permasalahan yang timbul terkait dengan pelaksanaan eksekusi melalui putusan arbitrase international. Selain itu, penelitian ini bertujuan mempelajari dan menganalisis kualifikasi tentang ketertiban umum dengan pembatalan atau penolakan putusan arbitrase asing dan cara kerjanya di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum sosiologis yang merupakan penelitian hukum mengacu pada hukum dan perjanjian dan diperiksa oleh keputusan pengadilan atau arbitrase.Untuk itu diperlukan metode penafsiran sesuai dengan doktrin yang dilakukan untuk melakukan penemuan hukum, sehingga dapat menciptakan kepastian hukum dalam penyelesaian perkara arbitrase.
Settlement of disputes outside the courts continued to increase along with the increasing knowledge of the community will benefit and convenience gained from the process. In writing this essay discusses the dispute in a cooperative contract agreement that the arbitration clause contained therein. Regulation of arbitration itself has been regulated by Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution. Through this research will be examined problems that arise related to the execution through international arbitration decision. In addition, this research aims to study and analyze the qualifications of public order with the cancellation or denial of a foreign award and how it works in Indonesia. The method used in this study is the legal approach which is a legal research sosiological refers to the laws and treaties and examined by a court decision or arbritati.That was necessary method of interpretation in accordance with the doctrine committed to the discovery of the law, so as to create legal certainty in the settlement arbitration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S44089
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library