Ditemukan 119808 dokumen yang sesuai dengan query
Riska Natagina Putri
"Segala tindakan terhadap harta bersama dalam perkawinan seharusnya dilakukan atas persetujuan suami dan istri. Hal tersebut dikarenakan sejak dilangsungkannya perkawinan, harta yang diperoleh baik oleh suami maupun istri, sepanjang tidak adanya perjanjian kawin, maka kepemilikan atas harta tersebut dilakukan secara bersama-sama. Namun dalam kenyataannya ditemukan tindakan terhadap harta bersama dalam perkawinan yang dilakukan secara sepihak (dalam hal ini suami yang melakukannya) sebagaimana kasus dalam Putusan Pengadilan Agama Palembang Nomor 1594/Pdt.G/2022/PA.PLG. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi istri atas perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta wasiat oleh suami dan pertanggungjawaban notaris yang membuat akta wasiat tersebut. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahawa perlindungan hukum bagi istri atas harta bersama yang dijadikan objek wasiat oleh suami tanpa sepengetahuannya diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 92 Kompilasi Hukum Islam, yang mana berdasarkan kedua ketentuan tersebut dinyatakan bahwa untuk dapat bertindak dan mengalihkan harta bersama, harus berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Adapun dalam kaitannya dengan notaris yang membuat akta wasiat atas harta bersama secara sepihak (tanpa sepengetahuan istri), dapat dinyatakan bahwa notaris tersebut harus bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (11) dan ayat (12), serta Pasal 44 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undnag-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Berdasarkan ketentuan tersebut, notaris dapat dikenakan sanksi administratif atau pun dituntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga oleh istri.
All actions regarding joint assets in marriage should be carried out with the consent of the husband and wife. This is because since the marriage took place, assets acquired by both husband and wife, as long as there is no marriage agreement, ownership of these assets is carried out jointly. However, in reality it was found that actions against joint property in marriage were carried out unilaterally (in this case the husband did it) as was the case in the Palembang Religious Court Decision Number 1594/Pdt.G/2022/PA.PLG. Therefore, this research is intended to analyze legal protection for wives for unlawful acts in making a will deed by their husband and the responsibility of the notary who made the will deed. This legal research takes a doctrinal form using secondary data collected through literature study. Next, the data was analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be explained that legal protection for wives for joint property which is made the object of a will by the husband without his knowledge is regulated in Article 36 paragraph (1) of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and Article 92 of the Compilation of Islamic Law, which is based on both provisions. It is stated that in order to act and transfer joint assets, it must be based on the agreement of both parties. As for the notary who makes a deed of will on joint assets unilaterally (without the wife's knowledge), it can be stated that the notary must be responsible in accordance with the provisions of Article 16 paragraph (11) and paragraph (12), as well as Article 44 of Law Number 30 of 2004 concerning the Position of Notaries as amended by Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of Notaries. Based on these provisions, the notary can be subject to administrative sanctions or be sued for reimbursement of costs, compensation and interest by the wife."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jihan Noor Fakhira
"Pejabat Pembuat Akta Tanah memiliki tugas dan kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun antara lain pembuatan akta jual beli. Namun, pada praktiknya pembuatan akta jual beli yang dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah dimungkinkan didasari sertipikat pengganti yang diterbitkan atas perbuatan melawan hukum oleh penjual meskipun telah dilakukan pengecekan melalui kantor pertanahan. Sebagaimana kasus pada Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 91/PDT/2021 PT YYK yang menggunakan sertipikat pengganti yang diperoleh melawan hukum sebagai dasar perbuatan jual beli yang mengakibatkan terjadinya peralihan hak kepada pihak lain. Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam tesis ini adalah mengenai keabsahan akta jual beli dengan menggunakan sertipikat pengganti yang diterbitkan atas perbuatan melawan hukum dan bagaimana perlindungan hukum bagi pejabat pembuat akta tanah terhadap akta jual beli menggunakan sertipikat tanah pengganti yang diperoleh atas perbuatan melawan hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diolah secara kualitatif. Bahwa dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan terhadap akta jual beli yang dibuat menggunakan sertipikat pengganti yang diperoleh secara melawan hukum adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sah suatu perjanjian terhadap unsur suatu sebab yang halal yang merupakan syarat objektif sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Perlindungan hukum bagi pejabat pembuat akta tanah berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018 adalah adanya bantuan hukum berupa pemberian saran, pendampingan dalam penyidikan dan keterangan ahli oleh Majelis Pembina dan Pengawas.
The Land Deed Making Officer has the duty and authority to make authentic deeds regarding certain legal acts regarding land rights or property rights to units of flats, including the making of sale and purchase deeds. However, in practice, the making of a sale and purchase deed made before the land deed-making official may be based on a substitute certificate issued for unlawful acts by the seller even though it has been checked through the land office. As the case in the Yogyakarta High Court Decision Number 91/PDT/2021 PT YYK which uses substitute certificates obtained against the law as the basis for buying and selling actions that result in a transfer of rights to other parties. The problem formulated in this thesis is regarding the validity of the sale and purchase deed using a substitute certificate issued for unlawful acts and how is the legal protection for the land deed-making officer against the sale and purchase deed using a substitute land certificate obtained for unlawful acts. This research uses normative juridical research methods using secondary data obtained from primary legal materials and qualitatively processed secondary legal materials. That from the results of this study, it can be concluded that the sale and purchase deed made using a substitute certificate obtained unlawfully is null and void because it does not meet the valid conditions of an agreement against the element of a lawful cause which is an objective requirement as stipulated in Article 1320 of the Civil Code. Legal protection for land deed-making officials based on the Regulation of the Minister of Agrarian affairs and Spatial Planning / Head of the National Land Agency Number 2 of 2018 is the existence of legal assistance in the form of providing advice, assistance in investigations and expert information by the Board of Trustees and Supervisors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rizky Pradipta
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum perdata dan pidana terhadap notaris dalam pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan kedudukan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat di hadapan notaris dikaitkan dengan pernyataan utang piutang yang dilakukan secara lisan berdasarkan Putusan Nomor 1495K/Pdt/2020 dan Putusan Nomor 379K/Pid/2021. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang mengkaji doktrin-doktrin hukum terkait. Data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder tersebut diperoleh dari studi kepustakaan dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan Akta PPJB yang dibuat oleh notaris dikesampingkan oleh perjanjian lisan dan notaris dalam kasus yang diteliti tidak mendapatkan perlindungan hukum. Kedudukan Akta PPJB yang dibuat di hadapan pejabat umum yang dalam hal ini dilakukan oleh notaris, mempunyai kepastian hukum yang sempurna apabila dibandingkan dengan perjanjian utang piutang secara lisan yang tidak memiliki kepastian hukum. Hal ini dikarenakan tidak terdapat bukti lain yang dapat menunjang kesaksian para pihak, sebagaimana pengakuannya bahwa telah melakukan perjanjian utang piutang secara lisan. Kedudukan Akta PPJB seharusnya tidak dapat dikesampingkan keabsahannya oleh perjanjian lisan dan notaris memerlukan perlindungan yang lebih kuat dalam pelaksanaan tugasnya untuk menghindari tuntutan hukum yang merugikan. Perlindungan hukum secara perdata dan pidana bagi notaris dalam pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dikaitkan dengan Putusan Nomor 1495k/Pdt/2020 dan Putusan Nomor 379k/Pid/2021 tidak terpenuhi. Hal ini karena, Akta PPJB dalam kasus a quo merupakan akta partij, yakni akta perjanjian yang merupakan suatu tindakan hukum yang mengindahkan undang-undang melakukan kesepakatan dan memenuhi isi dari kesepakatan.
This research aims to analyze civil and criminal legal protectionfor notaries in the drafting of Sale and Purchase AgreementDeeds (SPAD) and the legal standing of SPADs drawn up beforea notary, in connection with oral debt acknowledgmentagreements based on Decision Number 1495K/Pdt/2020 andDecision Number 379K/Pid/2021. The study employs a doctrinalresearch method, which examines relevant legal doctrines. The secondary data utilized include primary, secondary, and tertiarylegal materials obtained through library research and documentanalysis. The results of the study reveal that the legal standing ofSPADs drafted by notaries is overridden by oral agreements. In the cases studied, notaries did not receive adequate legal protection. The SPAD, created in the presence of a public official(in this case, a notary), inherently possesses superior legal certainty compared to oral debt acknowledgment agreements, which lack legal certainty due to the absence of supportingevidence corroborating the parties’ testimony regarding the oral agreement. The legal standing of SPADs should not be set asidein favor of oral agreements, and notaries require stronger legal protections in the execution of their duties to prevent detrimentallegal claims. Civil and criminal legal protection for notaries in the drafting of SPADs, as examined through Decision Number1495K/Pdt/2020 and Decision Number 379K/Pid/2021, is foundto be inadequate. This is because the PPJB Deed in the case a quo constitutes a partij deed, namely a contractual deed thatserves as a legal act adhering to statutory regulations, enteredinto by mutual agreement, and fulfilling the terms of theagreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ida Ayu Made Widhasani
"Akta Notaris dalam pembuatannya harus memerhatikan asas-asas hukum yang salah satunya adalah asas kehati-hatian. Tujuan penggunaan asas kehati-hatian oleh Notaris dalam pembuatan akta adalah untuk mencegah turunnya keotentisitasan akta akibat kurangnya syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan akta. Terdegradasinya akta Notaris yang dalam pembuatannya kurang menerapkan asas kehati-hatian bisa menjadi akta di bawah tangan maupun batal demi hukum. Akibatnya, akta tersebut dapat mengakibatkan Notaris terlibat ke dalam Perbuatan Melawan Hukum karena telah menimbulkan kerugian bagi para pihak yang bersangkutan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai status akta perjanjian kesepakatan tentang pengalihan saham dan aset perseroan yang dibuat dengan tidak terpenuhinya unsur dalam perjanjian pada Pasal 1320 KUH Perdata serta tanpa adanya dasar dari RUPS sesuai dengan ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan. Dalam rangka menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif-analisis. Hasil penelitian dari analisis ini adalah mengenai hal-hal apa saja yang harus diperhatikan oleh Notaris dalam membuat akta supaya status akta yang dibuat tetap terjaga keotentisitasannya sehingga tidak merugikan pihak manapun maupun Notaris bersangkutan. Kemudian akibat hukum yang diterima apabila Notaris terbukti bersalah, dalam hal ini berupa sanksi perdata dan sanksi administratif. Keterlibatan Notaris dalam suatu kasus tentunya akan mengurangi rasa kepercayaan masyarakat kepada Notaris pada umumnya, untuk itu prinsip kehati-hatian harus selalu diterapkan
Notaries in making a deed must pay attention to legal principles, one of which is the principle of prudence. The purpose of using the precautionary principle by a Notary in making a deed is to prevent a reduction in the authenticity of the deed due to the non- fulfillment of the requirements in making the deed. The degradation of a notary deed that does not apply the principle of prudence can become a private deed or be null and void by law. As a result, the deed can result in the Notary being involved in an unlawful act because it has caused harm to the parties concerned. The issues raised in this study are regarding the status of the deed of agreement regarding the transfer of shares and assets of the company made by not fulfilling the elements in the agreement in Article 1320 of the Civil Code and without the basis of the GMS in accordance with the provisions of the Company Law and the Company's Articles of Association. To answer these problems, the method used is normative juridical research with descriptive-analytical research. The results of this analysis are about what things must be considered by the Notary in making the deed so that the status of the deed made is maintained its authenticity so that it does not harm any party or the Notary concerned. Then the legal consequences received if the Notary is proven guilty, in this case in the form of civil sanctions and administrative sanctions. The involvement of a Notary in a case will certainly reduce the public's sense of trust in a Notary in general, for that the precautionary principle must always be applied."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Ridzwan Alamsyah
"Akta Wasiat merupakan kehendak terakhir dari Pewasiat untuk memberikan harta peninggalannya kepada seseorang yang ditunjuk dalam akta tersebut yang dilakukan setelah Pewasiat meninggal dunia. Pembuatan Akta Wasiat dilakukan di hadapan Notaris dan dihadiri saksi-saksi serta harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Permasalahannya adalah bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris terhadap Kesalahan Redaksional dalam Pembuatan Akta Wasiat yang Obyeknya merupakan Harta Bersama apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris dan bagaimanakah kaitan antara penerapan Prinsip Kehati-hatian seorang Notaris dengan Perbuatan Melawan Hukum apabila dikaitkan dengan kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 43/Pdt.G/2020/PN Mdn. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum Yuridis-Normatif dengan menggunakan alat pengumpulan data studi kepustakaan. Tanggung jawab Notaris terhadap Kesalahan Redaksional Akta Wasiat berdasarkan ketentuan UUJN, Notaris dapat dikenakan sanksi untuk penggantian biaya, rugi dan bunga terdapat pada kententuan berikut yang diantaranya yaitu dalam ketentuan Pasal 44. Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 43/Pdt.G/2020/PN Mdn., terdapat Kesalahan Redaksional dalam pembuatan Akta Wasiat yang dilakukan oleh Notaris. Atas kelalaian yang dilakukan oleh Notaris, Notaris digugat dengan Perbuatan Melawan Hukum. Pada kasus tersebut Notaris bertanggung jawab terhadap Kesalahan Redaksional pembuatan Akta Wasiat serta Notaris yang bersangkutan bertanggung jawab berdasarkan Pasal 1366 KUHPerdata dikarenakan dalam menjalankan jabatannya tidak menerapkan Prinsip Kehati-hatian. Amar Putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa Akta Wasiat yang dibuat oleh Notaris batal. Penelitian ini berkesimpulan bahwa Notaris tersebut tidak menjalankan Prinsip Kehati-hatian dan kurang memperhatikan syarat-syarat dalam pembuatan Akta Wasiat. Saran terhadap penelitian ini bahwa Notaris dalam Putusan berkaitan harus teliti dalam membuat Erfstelling. Apabila pembuatan Erfstelling tanpa menyebutkan harta-harta milik daripada Pewasiat, maka Redaksional pembuatan Erfstelling yang dibuat oleh Notaris tidak terdapat masalah.
Testament Acte is the last will of the Testator to give his estate to a person designated in the deed which is done after Testator dies. The making of Legaat is carried out before a Notary and is attended by witnesses and must meet the conditions specified by the Act. In practice the making of a Legaat is often made by not fulfilling the existing provisions. The problem is how is the Notary's responsibility for Formulation Errors in making a Testament Acte whose Object is Financial Settlement if it is related to Law Number 2 of 2014 concerning the Position of Notary and how is the relations between the application of the Precautionary Principle of a Notary and Tort if it is related to the case in the Medan District Court Decision Number 43/Pdt.G/2020/PN Mdn. To answer these problems, the author uses Juridical-Normative legal research methods using data collection tools in the form of literature studies. The responsibility of the Notary for the error of the Formulation of Legaat based on the provisions of the UUJN, the Notary may be subject to sanctions for reimbursement of costs, compensation and interest is contained in the following provisions, including in the provisions of Article 44. In the case of the Medan District Court Decision Number 43/Pdt.G/2020/PN Mdn., there was a formulation error in the making of Legaat made by the Notary. For negligence committed by a Notary, the Notary is sued with Unlawful Acts. In that case, the Notary is responsible for the formulation of the Legaat and the Notary concerned is responsible under Article 1366 of the Civil Code because in carrying out his position he does not apply the Precautionary Principle. In the Judgment Decision, the Panel of Judges held that the Legaat made by the Notary was void. The author concludes that the Notary does not carry out the Precautionary Principle and pays little attention to the conditions in making the Legaat. The author suggests the Notary in the relevant Judgment should be meticulous in making Erfstelling. If the manufacture of Erfstelling is without mentioning the property of the Pewasiat, then the Formulation of the manufacture of Erfstelling made by a Notary is no problem.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Putti Zahra Dwi Athifah Wilyadi
"Penelitian hukum ini bertujuan untuk menganalisis mengenai keabsahan suatu perjanjian lisensi yang berimplikasi hukum terhadap pihak ketiga yang kemudian bermuara pada perbuatan melawan hukum. Perjanjian yang seharusnya memberi keuntungan kepada pihak yang terikat dalam perjanjian justru dapat menimbulkan kerugian dalam pelaksanaannya. Adapun, kerugian tersebut disebabkan oleh pihak ketiga atas perbuatan melawan hukum. Dengan berlakunya Undang-Undang Hak Cipta (“UUHC 2014”), pihak yang terikat dalam perjanjian lisensi dapat lebih dilindungi ditambah dengan diberlakukannya peraturan pelaksana regulasi tersebut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual (“PP 36/2018”). Dalam hal ini, dianalisis lebih lanjut mengenai studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 4/Pdt.Sus-HKI/2019 Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 882.K/Pdt.Sus-HKI/2019 dan pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara in casu.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal bersifat deskriptif. Adapun, jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan data sekunder yang diperoleh dari studi literatur pustaka hukum melalui studi kepustakaan serta wawancara dengan narasumber.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa kesimpulan yang didapatkan. Pertama, keabsahan perjanjian lisensi yang berakibat hukum bagi pihak ketiga adalah sah dan memiliki kekuatan hukum tetap. Kedua, perbuatan pihak ketiga dalam perkara in casu telah dikualifikasikan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUHPerdata. Ketiga, pertimbangan hakim dalam melakukan penemuan hukum karena adanya kekosongan hukum dalam perkara in casu. Majelis Hakim menerapkan Hukum atau Norma Kebiasaan atas pencatatan perjanjian lisensi sepanjang terdapat persetujuan atas pendaftaran tersebut oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia walaupun belum ada norma yang secara tertulis perihal peraturan pelaksananya.
This legal research aims to analyze the validity of a license agreement that has legal implications for third parties, which can lead to unlawful acts. An agreement that should provide benefits to the parties bound by the agreement can cause losses in its implementation. Meanwhile, the loss is caused by a third party for unlawful acts. With the enactment of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright ("UUHC 2014"), the parties bound in the license agreement can be better protected, coupled with the enactment of the implementing regulations of the regulation in Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 36 of 2018 concerning Recording of Intellectual Property License Agreements ("PP 36/2018"). In this case, the case study of Semarang District Court Decision Number 4/Pdt.Sus-HKI/2019 Jo. Supreme Court Decision Number 882.K/Pdt.Sus-HKI/2019 is further analyzed, along with the consideration of the Panel of Judges in deciding the case.The type of research used in this legal writing is doctrinal legal research of a descriptive nature. Meanwhile, the types of data used are primary data obtained from laws and regulations and secondary data obtained from studies of legal literature through literature studies and interviews with sources.The results show that there are several conclusions obtained. First, the validity of the license agreement that has legal consequences for third parties is valid and has permanent legal force. Second, the actions of the third party in this case have been qualified as illegal acts based on Article 1365 Civil Code. Third, the judge's consideration in conducting legal discovery because there is still a legal vacuum in deciding the case. In its legal considerations, the Panel of Judges applies Customary Law or Norms to the recording of license agreements as long as there is approval of the registration by the Directorate General of Intellectual Property of the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia, even though there is no norm in writing saying the implementing regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Norista Veronika
"Tesis ini mengemukakan analisis bentuk perlindungan hukum terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) pasca perubahan Pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris berdasarkan Putusan Majelis Pengawas Daerah No.57/UM/MPD/Kab.Bogor/V/2018. Adapun rumusan masalah yang dibahas pada tesis ini adalah mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap PPAT setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah ("Permen ATR No.2 Tahun 2018"), perbandingan perlindungan hukum dan pengawasan antara Notaris dan PPAT dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum, serta upaya hukum pembeli atas Putusan MPD No.57/UM/MPD/Kab.Bogor/V/2018 dan perlindungan hukum terhadap pembeli. Metode penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis, dengan alat pengumpul data studi kepustakaan menggunakan data sekunder dan menggunakan metode analisis kualitatif. Perlindungan hukum terhadap PPAT ini berbeda dengan perlindungan hukum terhadap Notaris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, walaupun dengan telah diterbitkan Permen ATR No.2 Tahun 2018. Profesi jabatan PPAT kurang dilindungi dibandingkan dengan Notaris yang memiliki organ Majelis Kehormatan Notaris dalam memberi keputusan menyetujui atau menolak suatu pemanggilan penyidikan. Belum diterbitkannya petunjuk pelaksana dari Permen ATR No.2 Tahun 2018 membuat perlindungan hukum terhadap PPAT belum terlaksana dengan sempurna sebagaimana halnya terhadap Notaris.
This research reveals an analysis legal protection form for Land Deed Making Officials (PPAT) Subsequent to the Amendment of Article 66 of Law of the Republic of Indonesia No.2 Year 2014 Concerning Notary Profession based on the Decision of the Regional Supervisory Council No.57/UM/MPD/Kab. Bogor/V/2018. The problem construction which discussed in this research is about the form of legal protection against PPAT after the issuance of regulation of the Minister of Agrarian and Spatial/Head of national Land Agency of the Republic of Indonesia Number 2 year 2018 about the Construction and Supervision of land deed official ("Permen ATR No. 2 years 2018"), the discrepancy of legal protection and supervision between notary Public and PPAT in providing the protection and legal certainty, and the buyer's legal efforts on the verdict MPD No. 57/UM/MPD/ Kab. Bogor/V/2018 and legal protection against buyers. This research method uses the normative juridical method, an analytical descriptive, with the library of data collection tools using secondary data and using qualitative analysis methods. The law protection for PPAT is different from the legal protection of the notary as stipulated in the Law of the Republic of Indonesia No. 2 of 2014 on the Amendment to Law No. 30 of 2004, although with the published of Permen ATR No. 2 year 2018. The profession of the PPAT is less protected than the notary public who owns the organs of the notary assembly in making the decision to approve or reject a call of inquiry. Not published instructions for the implementation of Permen ATR No. 2 year 2018 makes legal protection against PPAT has not been carried out perfectly as is the case against notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54810
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Yovita Pradita Abimanyu
"Tesis ini membahas mengenai pembuatan akta wasiat oleh notaris seharusnya memperhatikan ketentuan asas legitime portie yang berlaku sebagai dasar dalam pembuatan akta wasiat tersebut. Hal ini karena setiap ahli waris harus menerima bagian mereka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tanpa ada yang merasa dirugikan sehingga dapat memberikan kepastian bagi para ahli waris dan menghindarkan dampak tuntutan hukum yang dapat timbul dikemudian hari. Permasalahan dalam tesis ini adalah implikasi hukum terhadap bagian mutlak ahli waris legitimaris dari adanya suatu akta wasiat yang dibuat berdasarkan akta kesepakatan bersama dimana isinya melanggar bagian mutlak (legitieme portie) dan notaris yang membuat akta wasiat tersebut dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa akta wasiat yang isinya melanggar bagian mutlak (legitime portie) ahli waris legitimaris tidak serta merta langsung batal atau batal demi hukum, melainkan dapat diajukan gugatan dari ahli waris untuk menuntut bagian mutlaknya sehingga akta wasiat tersebut menjadi tidak dapat dilaksanakan dan bagian mutlak ahli waris legitimaris yang terlanggar akan dikembalikan sesuai dengan besarnya bagian mutlak yang dimiliki oleh ahli waris legitimaris yang menuntut tersebut sedangkan sisanya akan diberikan kepada ahli waris yang sesuai dengan akta wasiat tersebut. Selain itu, dalam pembuatan akta wasiat tersebut, Notaris tidak terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum karena pembuatan akta wasiat tersebut telah memenuhi syarat formil dan syarat materiil sahnya suatu akta sehingga notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban mengenai gugatan tersebut.
This thesis discusses the making of a will by a notary who should pay attention to the provisions of the legitime portie principle that apply as the basis for making the will. This is because each heir must receive their share in accordance with statutory provisions without anyone feeling disadvantaged so as to provide certainty for the heirs and avoid the impact of lawsuits that may arise in the future. The problem in this thesis is the legal implications for the absolute part of the legitimacy of the heirs from the existence of a will made based on a deed of mutual agreement where the contents violate the absolute part (legitieme portie) and the notary who made the will is declared to have committed an unlawful act. The research method used is doctrinal by using secondary data in the form of literature studies and qualitative approaches. The results of this study reveal that wills whose contents violate the absolute part (legitime portie) of legitimacy heirs are not immediately null and void, but a lawsuit can be filed from the heirs to demand their absolute part so that the will becomes unenforceable and part absolute legitimacy heirs who are violated will be returned in accordance with the size of the absolute share owned by the legitimacy heirs who claim it while the rest will be given to the heirs in accordance with the deed of will. In addition, in making the will, the Notary was not proven to have committed an unlawful act because the making of the will had fulfilled the formal and material requirements for the validity of a deed so that the notary could not be held responsible for the lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fadila Amelia Muhammad
"Notaris adalah pejabat umum yang melaksanakan jabatannya dalam memberikan pelayanan jasa hukum dibidang keperdataan dalam hal pembuatan akta otentik memerlukan perlindungan hukum. Perlindungan hukum bagi Notaris adalah apabila Notaris itu sendiri telah berada dijalur yang tepat yaitu dengan memperhatikan semua dokumen-dokumen asli dalam proses pembuatan akta untuk para pihak yang bersangkutan dan menaati pelbagai peraturan perundang-undangan yang ada, maka tindakan Notaris tersebut sudah melindungi dirinya sendiri secara hukum meskipun terdapat gugatan dari pihak ketiga (bukan pihak dalam akta). Menyangkut gugatan pihak ketiga ini secara otomatis akan berpengaruh terhadap akta yang dibuat Notaris tersebut. Dalam hal ini, akta otentik tersebut mempunyai Asas Praduga Sah dimana akta tersebut tetap dianggap sah dimuka pengadilan sampai ada pihak yang membuktikan yang sebaliknya. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Notaris mendapatkan Perlindungan Hukum karena Notaris itu sendiri telah menaati aturan hukum yang berlaku pada saat proses pembuatan akta sekalipun ada gugatan dari pihak ketiga dan akta otentik yang dibuatnya mempunyai Asas Praduga Sah.
Notary is a public official who implement the occupation in providing legal services in private law of the creation of an authentic deed requires legal protection. Legal protection for notary is in Notary itself had been in the right track that having regard to all the original documents in the process of making the deed to the parties concerned and comply with the various laws and regulations that exist, so that the Notary’s act has already been protect legally while there may be a lawsuit from a third party (not a party in the deed). A lawsuit from the third-party will automatically affect the Notarial deed made. In this case, the authentic deed had a Legitimate basis for the presumption of an act which still considered valid upfront court until there is the party that proves the opposite. This thesis is using the method of research juridical normative with analysis of data in a qualitative manner. From the results of an analysis of the conclusions, may be drawn that a notary get the legal protection because the notary itself has obey the rule of law prevailing at the process of making the deed although there's a lawsuit from the third party and the authentic deed which has been made have the principle of presumption valid."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32921
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Idham Muhammad Aulia
"Hak tanggungan merupakan salah satu jenis jaminan yang digunakan sebagai jaminan pada pemberian fasilitas kredit, yang ketentuannya dituangkan dalam perjanjian jaminan. Dalam hal ini, aset debitur yang digunakan sebagai jaminan adalah hak atas dan dapat berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang sudah ada ataupun akan ada yang merupakan satu kesatuan pada tanah tersebut. Ketentuan mengenai bangunan, tanaman, dan hasil karya di atas tanah milik debitur harus dinyatakan dengan tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut. Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk meninjau lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk perlindungan dan upaya hukum bagi debitur dalam permasalahan terkait lelang eksekusi yang dilakukan oleh kreditur sebagai penjual dengan penetapan nilai limit yang tidak wajar atau rendah, sebab dengan adanya ketentuan mengenai nilai limit dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Nomor 122 Tahun 2023 dan ketentuan eksekusi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, bisa memberikan kedudukan yang seimbang dan adil dalam pelaksanaan lelang eksekusi.
Mortgage is one type of collateral used as security for the provision of credit facilities, the provisions of which are set out in a security agreement. In this case, the debtor's assets used as collateral are rights to and can be in the form of existing or future buildings, plants, and works that form an integral part of the land. The provisions regarding buildings, plants, and works on the debtor's land must be expressly stated in the Deed of Granting Mortgage. In this study, the author aims to further review how the form of protection and legal remedies for debtors in problems related to execution auctions conducted by creditors as sellers with the determination of unreasonable or low limit values, because with the provisions regarding the limit value in the Minister of Finance Regulation concerning Auction Implementation Guidelines Number 122 of 2023 and the provisions of execution in Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, can provide a balanced and fair position in the implementation of execution auctions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library