Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164244 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulistyanti Dian Rachmawati
"Latar Belakang: Tumor sistem saraf pusat (SSP) meningkatkan tekanan intrakranial dan menyebabkan berbagai gangguan neurologis yang dapat memengaruhi status gizi pasien. Status gizi memengaruhi imunitas bawaan dan adaptif. Pada hampir semua jenis keganasan kadar asam amino rantai cabang (AARC) didapatkan rendah. Asam amino rantai cabang meningkatkan imunitas dengan meningkatkan fagositik neutrofil, proliferasi limfosit, sintesis protein, menjaga jalur pensinyalan yang sensitif terhadap nutrisi. Rasio neutrofil limfosit (RNL) menggambarkan keseimbangan sistem imunitas dengan inflamasi. Peningkatan RNL dihubungkan dengan penurunan respon imun tubuh, terapi, harapan hidup dan prognosis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan asupan AARC terhadap RNL pada pasien tumor SSP.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien tumor SSP yang dirawat di RSCM. Karakteristik subjek berupa usia, jenis kelamin, jenis tumor, defisit neurologis, status performa karnofsky, indeks massa tubuh (IMT), status gizi berdasarkan ASPEN, penyakit komorbid, status infeksi, kemoterapi, radiasi, dan atau kemoradiasi, terapi glukokortikoid, asupan energi dan protein, asupan AARC, serta nilai RNL. Dilakukan analisis hubungan antara dua kelompok asupan AARC yang dibagi sesuai median populasi penelitian terhadap RNL.
Hasil: Terdapat 66 subjek penelitian dengan median usia 48 tahun, mayoritas subjek perempuan (56,1%), dengan jenis tumor sekunder sebanyak 38 subjek (57,6%). Defisit neurologis tertinggi berupa nyeri kepala (60,6%), proporsi status performa karnofsky terganggu sedang-berat (60,6%). Proporsi IMT estimasi normal sebanyak 34,8%, rerata IMT 23,46 ± 4,95 kg/m2, dengan mayoritas malnutrisi (54,5%) berdasarkan kriteria ASPEN. Mayoritas subjek tidak memiliki komorbid (65,2%), tidak infeksi (80,3%), tidak menjalani kemoterapi, radiasi dan atau kemoradiasi (84,8%), serta tidak mendapat glukokortikoid (71,2%). Rerata asupan energi 1519 kkal, protein 65 g/hari, median AARC 9 g/hari. Terdapat perbedaan bermakna nilai RNL (p=0,047) pada kelompok asupan AARC <9 g/hari (median RNL 4,9); pada kelompok asupan AARC ≥9 g/hari (median RNL 3,1).

Background: Central nervous system (CNS) tumors increase intracranial pressure and cause various neurological disorders that can affect the nutritional status of patients. Nutritional status influences both innate and adaptive immunity. In almost all malignancies, low levels of branched-chain amino acids (BCAA) are observed. Branched-chain amino acids enhance immunity by increasing neutrophil phagocytosis, lymphocyte proliferation, protein synthesis, and maintaining nutrient-sensitive signaling pathways. The neutrophil lymphocyte ratio (NLR) reflects the balance of the immune system with inflammation. An elevated NLR is associated with decreased body immune response, therapy outcomes, life expectancy, and prognosis. This study aims to determine the relationship between BCAA intake and NLR in CNS tumor patients.
Method: This is a cross-sectional study on CNS tumor patients treated at RSCM. Subject characteristics include age, gender, tumor type, neurological deficits, Karnofsky performance status, body mass index (BMI), nutrition status based on ASPEN, comorbidities, infection status, chemotherapy, radiation, and/or chemoradiation, glucocorticoid therapy, energy, and protein intake, BCAA intake, and NLR values. The analysis examines the relationship between two groups of BCAA intake divided according to the study population's median with NLR.
Results: There were 66 study subjects with a median age of 48 years, mostly female subjects (56,1%), with 38 subjects (57,6%) having secondary tumors. The highest neurological deficit was headache (60,6%), and the majority have a moderately to severely impaired Karnofsky performance status (60,6%). The proportion of estimated normal Body Mass Index (BMI) was 34.8%, with a mean BMI of 23,46 ± 4,95 kg/m2, and the majority were malnourished (54,5%) based on ASPEN criteria. Most subjects had no comorbidities (65,2%), no infections (80,3%), did not undergo chemotherapy, radiation, and/or chemoradiation (84,8%), and did not receive glucocorticoids (71.2%). The mean energy intake was 1519 kcal, protein intake 65 g/day, and the median BCAA was 9 g/day. There was a significant difference in the NLR values (p=0,047) between the group with BCAA intake <9 g/day (median NLR 4,9) and the group with BCAA intake ≥9 g/day (median NLR 3,1).
Conclusion: BCAA intake is related to NLR values in CNS tumor patients. Higher BCAA intake is associated with lower NLR values.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Natalia
"ABSTRAK
Latar belakang: Protein merupakan salah satu nutrisi penting dalam pertumbuhan yang kualitasnya dipengaruhi oleh asam amino pembentuknya. Asam amino merupakan bahan baku pembangun semua jenis sel, berperan dalam homeostasis, pertahanan tubuh, pertumbuhan, dan perkembangan. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan gambaran profil asam amino meliputi glisin, alanin, prolin, valin, leusin, ornitin, metionin, fenilalanin, arginin, sitrulin, tirosin, aspartat, dan glutamat menggunakan metode LC-MS/MS pada anak undenutrition dan anak normal di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Metode: Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan 60 subjek, penelitian berlangsung pada bulan Desember 2016 sampai April 2017. Sampel menggunakan dry blood spot dan diperiksa dengan metode LC-MS/MS. Hasil: Hasil penelitian didapatkan 12 anak undernutrition dan 18 anak normal dengan rerata berat badan, tinggi badan dan ketiga z-score BB_TB, BB_U, dan TB_U didapatkan lebih rendah secara bermakna pada kelompok undernutrition. Hasil CV uji ketelitian within run asam amino dengan LC-MS/MS berkisar 1.76 ndash; 12.03 . Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara profil asam amino esensial anak undernutrition dan anak normal, namun didapatkan perbedaan untuk asam amino non esensial kadar glisin dan glutamat lebih tinggi pada kelompok undernutrition dan bermakna secara statistik.

ABSTRACT
Background Protein is one of the nutrients needed for child rsquo s growth, of which quality is affected by its constituent amino acids. Amino acids are essential to all types of cells, playing a role in homeostasis, the body 39 s defenses, growth, and development. This study is a preliminary study that aims to determine the profile of amino acids consisting of glycine, alanine, proline, valine, leucyne, ornithine, methionine, phenylalanine, arginine, citruline, tyrosine, aspartic acid, and glutamic acid using LC MS MS method in normal and undernutrition child at RSUPN CM. Method This was a descriptive analitic study conducted on 60 subjects, the study was held on December 2016 until April 2017. Sample using dry blood spot and analyzed with LC MS MS method. Result Study subjects consisted of 12 undernutrition and 18 normal children with a mean weight, height, and all z score W H, W A, H A are lower in undernutrition group. Within run result demonstrated a CV amino acid with LC MS MS ranged from 1.76 ndash 12.03 . Conclusion There were no difference between normal child rsquo s essential amino acid profile with undernutrition child rsquo s, but there were difference for non essential amino acid glisine and glutamate gives a significantly higher result in undernutrition group. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosua Yan Kristian
"Latar Belakang: Hitung limfosit total berhubungan dengan prognosis serta harapan hidup pasien kanker kepala leher. Regulasi limfosit dipengaruhi berbagai hal termasuk nutrisi. Salah satu zat gizi yang berperan dalam proliferasi limfosit adalah asam amino rantai cabang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara asupan asam amino rantai cabang dengan hitung limfosit total pada pasien kanker kepala dan leher.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada subjek dewasa dengan kanker kepala leher yang belum menjalani terapi di poliklinik radioterapi dan hematologi onkologi medik RSCM. Asupan asam amino rantai cabang dinilai dengan 3 x 24-h food recall dan FFQ semi kuantitatif. Hitung limfosit total diukur dengan differential blood cell counter.
Hasil: Sebanyak 85 subjek penelitian dengan rerata usia 53 tahun, dengan sebagian besar laki-laki, terdiagnosis kanker nasofaring dengan jenis karsinoma sel skuamosa dan stadium IV. Rerata subjek memiliki status gizi normal, dengan rerata asupan energi 29,99 ± 0,95 kkal/kgBB dan protein 1,39 ± 0,05 g/kgBB dengan penilaian FFQ semi kuantitatif. Rerata asupan AARC pada subjek sebesar 10,92 ± 0,48 gram dengan FFQ semi kuantitatif. Sebagian besar subyek memiliki hitung limfosit total pada rentang normal. Terdapat sebanyak 17.6% subyek dengan hitung limfosit total yang rendah. Terdapat korelasi lemah antara asupan asam amino rantai cabang dengan hitung limfosit total (r=0,230, p=0,029).
Kesimpulan: Terdapat korelasi bermakna yang lemah antara asupan AARC dengan hitung limfosit total pada subjek kanker kepala leher yang belum menjalani kemoradioterapi.

Background: Total lymphocyte count is related with prognosis and survival rate of head and neck cancer patients. Lymphocyte regulation is affected by multiple factors, including nutrition. One of the nutrients that plays role in lymphocyte proliferation is branched-chain amino acids. This study aims to investigate the correlation between branched-chain amino acid and total lymphocyte count in head and cancer patients.
Method: This cross-sectional study was conducted on adults with head and neck cancer who had not undergone therapy at the radiotherapy and medical hematology oncology clinic at RSCM. Branched-chain amino acid intake was assessed using 3x24-h food recall and semi quantitative FFQ. Total lymphocyte count was measured with differential blood cell counter.
Results: Eighty-five subjects with a mean age of 53 years, mostly are male, diagnosed with nasopharyngeal cancer, with histopathology appearance of squamous cell carcinoma, and stage IV cancer. The average subject had normal nutritional status, with an average intake of 29.99 ± 0.95 kcal/kgBW of energy and 1.39 ± 0.05 g/kgBW of protein with a semi quantitative FFQ assessment. The average branched-chain amino acid intake in subjects was 10,92 ± 0,48 gram with semi quantitative FFQ. There were 17.6% subjects with low total lymphocyte count. There was a low correlation between intake of branched-chain amino acids and total lymphocyte count (r=0,230, p=0,029).
Conclusion: There was a significant low correlation between branched-chain amino acids intake with total lymphocyte count in head and neck cancer subjects who had not undergone chemoradiotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Lactic acid bacteria, mainly lactobacilli, play an important role in cheese making. Their role can be divided into starters and non-starters or secondary microorganisms. Lactobacillus helveticus, an obligately homofermenter ..."
ANNALES 18:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Noviyanti
"
Latar Belakang : Inflamasi kronik berhubungan dengan tumor dan menyebabkan prognosis yang buruk pada pasien kanker. Salah satu penanda inflamasi yang meningkat pada tumor adalah C-Reactive Protein (CRP). Kadar CRP meningkat pada lebih dari 50% pasien keganasan. Peningkatan CRP berhubungan kuat dengan keparahan penyakit pada beberapa kanker. Salah satu zat gizi dalam inflamasi adalah asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 dapat meningkatkan pembentukan specialized pro-resolving mediators (SPM) yang berfungsi meningkatkan mediator antiinflamasi, melindungi blood brain barrier, menurunkan sitokin proinflamasi, menurunkan apoptosis neuron. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan asupan asam lemak omega-3 dengan CRP pada pasien tumor sistem saraf pusat.
Metode : Studi potong lintang ini dilakukan pada subjek berusia 18-65 tahun di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada bulan November hingga Desember 2023. Pengukuran CRP menggunakan metode immunoturbidimetric assay. Pengambilan asupan asam lemak omega-3 menggunakan Food Frequency Questionnaires semikuantitatif. Analisis bivariat digunakan untuk menilai hubungan antara variabel bebas dan terikat.
Hasil : Dari total 63 subjek penelitian, sebanyak 35 subjek (55,6%) pada kelompok asupan asam lemak omega-3 < 2 g/hari dan 28 subjek (44,4%) pada kelompok asupan asam lemak omega-3 ≥ 2 g/hari. Nilai median CRP 8,3 (0,6 – 71,5) mg/L. Tidak terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,714) antara asupan asam lemak omega-3 dengan CRP pada pasien tumor sistem saraf pusat.
Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan bermakna antara asupan asam lemak omega-3 dengan CRP pada pasien tumor sistem saraf pusat.

Background: Chronic inflammation is associated with tumors and causes poor prognosis in tumor patients. One of the inflammatory markers that increase in tumors is C-Reactive Protein (CRP). CRP levels are elevated in more than 50% of patients with malignancies. Elevated CRP is associated with disease severity in some cancers. One of the nutrients in inflammation is omega-3 fatty acids. Omega-3 fatty acids can increase the formation of specialized pro-resolving mediators (SPM) which function to increase anti-inflammatory mediators, protect the blood brain barrier, reduce pro-inflammatory cytokines, reduce neuron apoptosis. This study aims to assess the relationship between omega-3 fatty acid intake and CRP in patients with central nervous system tumors.
Methods: This cross-sectional study was conducted on subjects aged 18-65 years at Cipto Mangunkusumo Hospital from November to December 2023. CRP measurement using immunoturbidimetric assay method. Omega-3 fatty acid intake was collected using semiquantitative Food Frequency Questionnaire. Bivariate analysis was used to assess the relationship between independent and dependent variables.
Results: From the total 63 research subjects, 35 subjects (55,6%) in the omega-3 fatty acid intake group < 2 g/day and 28 subjects (44,4%) in the omega-3 fatty acid intake group ≥ 2 g/day. The median CRP value was 8.3 (0.6 - 71.5) mg/L. There was no significant relationship (p = 0,714) between omega-3 fatty acid intake and CRP in patients with central nervous system tumors.
Conclusion: There is no significant relationship between omega-3 fatty acid intake and CRP in patients with central nervous system tumors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Putri Tungga Dewi
"ABSTRAK
Secondary iron overload pada thalassemia mayor terjadi karena eritropoiesis inefektif dan tranfusi berkala. Besi melebihi transferin sehingga banyak non transferin bound iron NTBI yang mengkatalisasi terjadinya ion radikal bebas yang merusak jaringan. Pengendapan besi pada saluran cerna mengakibatkan perubahan fungsi, kerusakan organ, gangguan ketersediaan asam amino. Iron overload dikurangi dengan kelasi besi. Transferin merupakan kelator alami tubuh terdiri asam amino dominan alanin, leusin, glisin, asam aspartat. Berdasarkan penelitian, pasien iron overload memiliki transferin lebih rendah dibandingkan non iron overload. Penelitian bertujuan mengetahi perubahan status besi, profil asam amino dan hubungan iron overload dengan profil asam amino. Parameter yang diteliti : besi serum, unsaturated iron binding capacity UIBC , total iron binding capacity TIBC , feritin, saturasi transferin, indeks transferin, alanin, leusin, glisin, asam aspartat. Desain penelitian kohort dengan 21 subjek, yaitu 13 thalassemia beta mayor dan 8 thalassemia beta HbE. Hasil penelitian didapatkan perubahan status besi bermakna yaitu peningkatan feritin pasca transfusi, penurunan feritin pasca kelasi 1 bulan, peningkatan kadar besi pasca kelasi 3 bulan. Perubahan asam amino bermakna yaitu penurunan alanin, leusin, serta peningkatan glisin pasca kelasi 1 bulan Terdapat hubungan kuat, bermakna searah antara indeks transferin dan alanin pre transfusi. Terdapat hubungan kuat, bermakna, searah antara indeks transferin dengan alanin dan glisin pasca transfusi.

ABSTRACT
Secondary iron overload in thalassemia major occurs due to ineffective erythropoiesis and periodic transfusions. The excess of iron exceed transferrin so there are many non transferrin bound iron NTBI that induce tissue damaging free radical ion. Accumulation of iron in intestine can lead to changes in the function, organ damage, lack of amino acid availability. Iron overload can be reduced by iron chelation. Transferrin is the body 39 s natural chelator comprising of dominant amino acid alanine, leucine, glycine, aspartic acid. Research found that transferrin were lower in iron overload patients. This study aims to acquire the changes of iron status, amino acid profile, and correlation between iron overload and amino acid profile. Studied parameter were serum iron, unsaturated iron binding capacity UIBC , total iron binding capacity TIBC , ferritin, transferrin saturation, transferrin index, alanine, leucine, glycine, aspartic acid. The study design were cohort with 21 subjects consisted of 13 beta major thalassemia and 8 beta Hbe thalassemia. The result showed significant iron status changes ferritin increased post transfusion, ferritin decreased after 1 month chelation and serum iron increased after 3 months chelation. Significant amino acid profile changes decreased of alanine and leucine, and glycin increased after 1 month chelation. There rsquo s significant correlation between transferrin index and alanine pre transfusion. There rsquo s significant correlation between transferrin index and alanine, glycine after 3 month chelation. "
2017
T55642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wella Angelia
"Tumor sistem saraf pusat (SSP) dapat menurunkan massa otot dan massa bebas lemak akibat defisit neurologis yang terjadi serta efek sistemik karena keganasan. Penurunan massa bebas lemak dan massa otot dengan inflamasi saling memengaruhi serta dikaitkan dengan prognosis yang buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi indeks massa bebas lemak (FFMI) dengan indeks inflamasi imun sistemik (SII) pada pasien tumor SSP. Studi ini merupakan studi potong lintang pada pasien dewasa dengan diagnosis tumor SSP di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pengukuran FFMI menggunakan bio impedance analysis (BIA). Nilai SII didapatkan dari hasil pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap. Terdapat 74 pasien tumor SSP dengan mayoritas perempuan (59,5%) dan lokasi tersering adalah tumor di otak (79,7%). Proporsi jenis tumor primer maupun sekunder adalah sama (50%). Median indeks massa tubuh (IMT) yaitu 22,85 kg/m2 (11,99–37,60 kg/m2) dengan kategori IMT terbanyak adalah berat badan normal (33,8%). Rerata FFMI yaitu 16,05±3,12 kg/m2 dengan 51,4% pasien memiliki FFMI yang rendah. Median SII sebesar 1140,9 (103,6–8745,6). Tidak didapatkan korelasi antara FFMI dengan SII pada pasien tumor SSP. Pada analisis tambahan didapatkan korelasi negatif bermakna antara FFMI dengan SII pada wanita (r=- 0,351; p=0,019), sebaliknya pada pria tidak ditemukan adanya korelasi (r=-0,096; p=0,613).

Central nervous system (CNS) tumors can reduce muscle mass and fat-free mass due to neurological deficits and systemic effects of malignancy. Decreased fat-free mass and muscle mass with inflammation are mutually influential and associated with poor prognosis. This study aimed to determine the correlation between fat-free mass index (FFMI) and systemic immune inflammation index (SII) in patients with CNS tumors. This is a cross-sectional study of CNS tumors adult patients at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. FFMI measurements were obtained using bioimpedance analysis (BIA). SII values obtained from complete peripheral blood laboratory examination results. There were 74 patients with CNS tumors, with the majority being female (59.5%), and the most common location was brain tumors (79.7%). The proportion of primary and secondary tumor types was equal (50%). The median body mass index (BMI) was 22.85 kg/m2 (11.99– 37.60 kg/m2), with the majority falling under the normal weight category (33.8%). The mean FFMI was 16.05±3.12 kg/m2, with 51.4% of patients having a low FFMI. The median SII was 1140.9 (103.6–8745.6). There was no correlation between FFMI and SII in patients with CNS tumors. In additional analysis, a significant negative correlation was found between FFMI and SII in women (r=-0.351; p=0.019), whereas in men, no correlation was found (r=-0.096; p=0.613)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Audria Graciela
"Latar Belakang: Tumor sistem saraf pusat (SSP) merupakan salah satu penyebab utama morbiditas di seluruh dunia yang menyebabkan disabilitas dan penurunan kualitas hidup. Tumor SSP menyebabkan defisit neurologis dan berisiko terjadinya kaheksia. Kaheksia dihubungkan dengan penurunan respons pengobatan dan penurunan kesintasan. Peradangan sistemik merupakan ciri khas kaheksia. Rasio neutrofil limfosit (RNL) merupakan penanda inflamasi sistemik yang mudah dan rutin diperiksa dengan harga yang tidak mahal. Belum diketahui hubungan antara RNL dengan kejadian kaheksia pada tumor SSP.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada subjek berusia 18–65 tahun di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, yang dirawat dengan diagnosis tumor SSP pada bulan November hingga Desember 2023. Nilai RNL diambil dari pemeriksaan darah perifer lengkap dan dilakukan penegakan diagnosis kaheksia berdasarkan kriteria Evans. Dilakukan analisis hubungan RNL dengan kejadian kaheksia.
Hasil: Terdapat 50 subjek dengan diagnosis tumor SSP. Median RNL adalah 4,13 (1,26; 23,22). Nilai RNL secara signifikan lebih tinggi pada kelompok subjek yang mengalami kaheksia (median RNL 7,19 (1,26; 23,22)) dibandingkan tanpa kaheksia (median RNL 3,10 (1,40; 8,48)) (p<0,001).
Simpulan: RNL berhubungan dengan kejadian kaheksia pada tumor SSP. Subjek yang mengalami kaheksia memiliki RNL yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak kaheksia.

Background: Central nervous system (CNS) tumors are one of the leading causes of morbidity worldwide, causing disability and decreased quality of life. Central nervous system tumors cause neurological deficits and are at risk of developing cachexia. Cachexia is associated with decreased treatment response and reduced survival. Systemic inflammation is the hallmark of cachexia. Neutrophil lymphocyte ratio (NLR) is a systemic inflammation that included in routine laboratory examination and inexpensive. The association between NLR and the incidence of cachexia in CNS tumors remain unknown.
Methods: This cross-sectional study was conducted on subjects aged 18–65 years old at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, who were admitted with CNS tumor diagnosis from November to December 2023. The NLR value was taken from the complete peripheral blood examination and the diagnosis of cachexia was based on Evans criteria. The relationship between NLR and the incidence of cachexia was analyzed.
Results: There were 50 subjects with CNS tumor diagnosis. The median NLR was 4,13 (1,26; 23,22). The mean NLR was significantly higher in the group of subjects with cachexia (median NLR 7,19 (1,26; 23,22)) than without cachexia (median NLR 3,10 (1,40; 8,48)) (p<0,001).
Conclusion: NLR is associated with the incidence of cachexia in CNS tumors. Subjects with cachexia had higher NLR compared to those withoit cachexia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Halim
"ABSTRAK
Pada lanjut usia terjadi penurunan massa dan kekuatan otot yang memengaruhi
kapasitas fungsional sehingga meningkatkan risiko sarkopenia. Salah satu faktor yang dinilai dapat memengaruhi penurunan massa dan kekuatan otot pada lansia adalah menurunnya asupan protein dan asam amino rantai cabang (AARC) sehingga akan memengaruhi status protein viseral terutama prealbumin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara asupan protein, AARC dan kadar prealbumin dengan kekuatan otot pada lansia. Metode penelitian ini adalah studi potong lintang pada 52 lansia dari bulan April-Mei 2016. Data asupan makanan yang meliputi asupan energi, kalori non protein, protein dan AARC didapatkan dari food record 2x24 jam. Pengambilan darah dilakukan setelah subjek berpuasa ± 8 jam dan pengukuran kekuatan otot dengan handgrip dynamometer merk Jamar. Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kekuatan genggam tangan dengan asupan protein (r=0,21 dan p=0,11), asupan AARC (r=0,18 dan p=0,19), dan kadar prealbumin serum (r=-0,05 dan p=0,69). Kesimpulan dari penelitian ini didapatkan bahwa asupan protein yang rendah tetapi disertai dengan asupan energi dan AARC yang cukup akan memengaruhi kadar prealbumin serum dan kekuatan otot tetap berada pada nilai normal, walaupun tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik.

ABSTRACT
The decrease of muscle mass and strength in elderly people will affect the
functional capacity and increase the risk of sarcopenia. One factor that can affect the loss of mass and muscle strength in elderly is the decrease in protein and branched chain amino acids (BCAA) intakes. This will affect the visceral protein status, especially prealbumin. The purpose of this study is to assess the association between intake of protein, BCAA and serum prealbumin level with muscle strength in elderly people. The methodology of this research is a cross-sectional study with 52 elderly people from April-May 2016. Food intake include energy, non-protein calorie (NPC), protein, and BCAA which is obtained from 2x24 hours food records. Blood sampling was performed after the subjects fasted for ± 8 hours, and muscle strength was measured with a Jamar's handgrip dynamometer. The results show there are no correlation between protein intake with the hand grip strength (r = 0,21 and p = 0,11), as well as AARC intake (r = 0,18 and p = 0,19) and prealbumin serum level (r = -0,056 and p = 0,69). This study concludes that low protein intake but accompanied with sufficient energy intake and BCAA will affect serum prealbumin level and muscle strength will be remained at normal values, however a statistically significant relationship is not found."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Eka Widya Saraswati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asupan asam amino taurin dan korelasinya dengan aktivitas superoksida dismutase pada darah pasien osteoartritis lutut. Pada osteoartritis terjadi ketidakseimbangan antara prooksidan dengan antioksidan sehingga menimbulkan keadaan yang disebut stres oksidatif. Antioksidan enzimatik superoksida dismutase berperan dalam mencegah terjadinya stres oksidatif dengan cara memutus reaksi berantai radikal bebas sejak awal. Superoksida dismutase bekerja dengan cara mengkatalisis superoksida menjadi hidrogen peroksida. Pada osteoartritis diketahui terjadi peningkatan superoksida dan penurunan aktivitas superoksida dismutase. Asam amino taurin merupakan asam amino yang terdapat dalam jumlah tinggi di tubuh namun tidak ikut berperan serta dalam sintesis protein. Asam amino taurin banyak terdapat dalam bahan makanan sumber protein hewani terutama ikan, daging dan hasil laut. Asam amino taurin mempunyai beberapa sifat antara lain sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan kondroprotektif. Penelitian ini menggunakan disain potong lintang dengan melibatkan 56 subjek OA lutut yang direkrut melalui consecutive sampling. Asupan taurin diambil dengan metode FFQ semikuantitatif. Sampel aktivitas superoksida dismutase diambil dari darah dan diukur menggunakan RANSOD SD 125 dengan metode spektrofotometri. Uji statistik menggunakan uji korelasi dengan SPSS. Rerata usia adalah 50,75 6,17 tahun, sebanyak 89,3 berjenis kelamin perempuan. Median asupan asam amino taurin adalah 59,77 15,96-278,57 mg per hari. Median aktivitas superoksida dismutase adalah 274,97 152,48-360,97 unit/mL dan didapatkan sebanyak 64,3 subjek dengan aktivitas superoksida dismutase yang meningkat. Pada penelitian ini didapatkan korelasi positif bermakna dengan kekuatan lemah p = 0,034, r = 0,284 antara asupan asam amino taurin dengan aktivitas superoksida dismutase pada pasien osteoartritis lutut. Kesimpulan: asupan asam amino taurin mungkin mempunyai peranan dengan aktivitas superoksida dismutase pada pasien osteoartritis lutut.
The aim of this research was to observe the correlation between taurine amino acid intakes and superoxide dismutase activities on knee osteoarthritis patients. In osteoarthritis there is an imbalance state between pro oxidant and anti oxidant causing oxidative stress. The enzymatic anti oxidant superoxide dismutase plays an important role in stopping the occurrence of oxidative stress by cutting off the free radicals rsquo chain reaction from the beginning. Superoxide dismutase works by catalyzing superoxide into hydrogen peroxide. Osteoarthritis cases are known by the increase of superoxide and the decrease of superoxide dismutase activities. Taurine is an amino acid that is found abundant in human body that does not play a role in protein synthesis reaction. Taurine amino acid is found in several food sources including fish, meat, and seafood. Taurine amino acid has several characteristics including anti oxidant, anti inflammatory, and chondro protective. This study used cross sectional design with 56 knee osteoarthritis subjects recruited through consecutive sampling. Taurine intake was obtained by semiquantitative FFQ method. The superoxide dismutase activity sample was obtained from whole blood and measured using RANSOD SD 125 with spectrophotometric method. The statistical test used correlation test with SPSS. The mean age was 50.75 6.17 years old, with 89.3 of them were females. Median for taurine intakes was 59.77 15.96 ndash 278.57 mg per day. Median for the superoxide dismutase activities was 274.97 152.48 ndash 360.97 unit per ml, and 64.3 of the subjects with increasing superoxide dismutase activity. This research found a positive yet low significant correlation p 0,034, r 0,284 between taurine amino acid intakes and superoxide dismutase activity in patients with knee osteoarthritis. Conclusion The taurine amino acid intake may have a role with the superoxide dismutase activity in patients with knee osteoarthritis."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>