Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147237 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aziz Fadillah Hidayat
"Local Currency Settlement (LCS) merupakan salah satu kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) di pasar valuta asing Indonesia dalam menekan risiko nilai tukar eksternal berupa penyelesaian transaksi menggunakan mata uang lokal selain Dolar Amerika Serikat (USD). Dalam penelitian ini, diangkat pokok permasalahan, yaitu bagaimana pengaturan dan implementasi hukum dari pelaksanaan LCS dalam mekanisme penyelesaian transaksi valuta asing di Indonesia. Bentuk penelitian dalam skripsi ini bersifat doktrinal dengan didukung oleh alat pengumpulan data berupa bahan pustaka dan wawancara. Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah: 1. pengaturan LCS telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/12/PBI/2020 tentang Penyelesaian Transaksi Bilateral Menggunakan Mata Uang Lokal melalui Bank (PBI LCS); dan 2. Implementasi hak dan kewajiban serta tanggung jawab hukum Pelaku dalam pelaksanaan LCS sudah terlaksana dengan baik sesuai dengan pengaturan induknya. Meski telah menunjukkan perkembangan dalam implementasi LCS, masih ditemukan permasalahan hukum seperti belum diaturnya pelindungan hukum terhadap terjadinya risiko gagal bayar serta keterbatasan cakupan dari pengaturan LCS. Beberapa saran yang diberikan, antara lain: 1. BI harus dapat mengakomodasi pengaturan LCS yang memperluas cakupan transaksi dari sisi produk dan dari sisi pelaku; dan 2. BI bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk tetapi tidak terbatas pada yang tergabung dalam Satuan Tugas Nasional LCS, Bank-Bank ACCD di Indonesia, dan juga otoritas bank sentral Negara Mitra harus secara aktif mensosialisasikan mekanisme LCS dengan menawarkan efisiensi transaksi tanpa harus melakukan konversi ganda ke USD.

Local Currency Settlement (LCS) is one of the monetary policies of Bank Indonesia (BI) in Indonesia's foreign exchange market in suppressing external exchange rate risks in the form of settlement of transactions using local currencies other than the United States Dollar (USD). In this research, the subject matter is raised, namely how the legal arrangements and implementation of the implementation of LCS in the foreign exchange transaction settlement mechanism in Indonesia. The form of research in this thesis is doctrinal in nature supported by data collection tools in the form of library materials and interviews. The conclusions obtained from this research are: 1. the LCS arrangement has been regulated in Bank Indonesia Regulation Number 22/12/PBI/2020 concerning Bilateral Transaction Settlement Using Local Currency Through Banks (PBI LCS); and 2. the implementation of the rights and obligations and legal responsibilities of the Actors in the implementation of LCS has been carried out properly in accordance with the parent regulation. Although it has shown progress in the implementation of LCS, there are still legal problems such as the lack of legal protection against the risk of default and the limited scope of the LCS regulation. Some suggestions are given, among others: 1. BI must be able to accommodate LCS arrangements that expand the scope of transactions in terms of products and actors; and 2. BI together with all stakeholders, including but not limited to those who are members of the LCS National Task Force, ACCD Banks in Indonesia, and also the central bank authorities of Partner Countries must actively socialize the LCS mechanism which offers transaction efficiency without having to do double conversion with USD."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marvella Felicienne
"Sekitar abad ke-20, dolar Amerika Serikat semakin mendominasi karena sering digunakan dan bahkan menjadi mata uang yang paling banyak dipakai dalam transaksi perdagangan antarnegara. Oleh karena itu, dolar Amerika Serikat memiliki nilai yang kuat dan berpengaruh besar terhadap keuangan internasional. Salah satunya implikasinya terlihat ketika Krisis Finansial Global tahun 2008. Krisis ini berkaitan erat dengan kondisi perekonomian buruk yang terjadi di Amerika Serikat dan menyebabkan merosotnya aktivitas ekonomi serta perdagangan dunia. Hal ini kemudian memberikan dampak langsung yang signifikan bagi negara-negara yang perekonomiannya ditopang oleh ekspor, seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia. Berdasarkan hal ini, muncul keprihatinan dari negara-negara di dunia untuk mengambil langkah preventif agar mata uang masing-masing negara tidak terlalu dependen terhadap dolar Amerika Serikat. Salah satu upaya tersebut berbentuk kerja sama penyelesaian transaksi perdagangan menggunakan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS). Indonesia pertama kali menginisiasi LCS pada tahun 2016 dan saat ini telah bekerja sama dengan empat negara, yaitu Thailand, Malaysia, Jepang, dan Tiongkok. Namun, dalam pelaksanaannya, belum ada dampak signifikan yang dibawa oleh perjanjian ini. Oleh karena itu, penelitian ini mempertanyakan inisiatif Indonesia untuk mengadakan kerja sama LCS, meskipun pengaruh yang diberikan tidak signifikan dan kepentingan yang sebenarnya ingin diraih Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan dibalik inisiasi kerja sama LCS. Penelitian ini menggunakan teori rational choice oleh Shannon L. Blanton dan Charles W. Kegley sebagai kerangka analisis dengan analisis empat elemen, yaitu (1) pengenalan masalah dan definisi; (2) pemilihan tujuan; (3) identifikasi alternatif; dan (4) pilihan. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan data yang diambil merupakan data sekunder. Data sekunder diambil dari jurnal, buku, situs, portal berita, dan sumber lainnya yang relevan. Berdasarkan data yang ada, penelitian ini menunjukkan bahwa inisiasi kerja sama LCS hanya bersifat komplementer untuk mendukung kebijakan-kebijakan lainnya dalam memperkuat ekonomi nasional. Selain itu, kerja sama ini berpotensi untuk dikembangkan dengan perluasan kerangka dan penambahan negara mitra lainnya di kawasan Asia, sehingga dapat memperkuat stabilitas regional.

Since the 20th century, the United States dollar has increasingly dominated and even become the most used currency in trade transactions between countries. Thus, the United States dollar has a strong value and greatly influences international finance. One of the implications could be seen during the 2008 Global Financial Crisis. This crisis was closely related to the poor economic conditions in the United States that caused a decline in economic activity and world trade. It then directly impacts countries whose economies are supported by exports, such as China, Japan, South Korea, and Indonesia. Based on this issue, there are concerns from countries worldwide to take preventive steps to reduce each country's dependency on the United States dollar. One of these efforts is in the form of cooperation in settlement of trade transactions using local currency or Local Currency Settlement (LCS). Indonesia first initiated the LCS in 2016 and is currently collaborating with four countries: Thailand, Malaysia, Japan, and China. However, in practice, there has been no significant impact brought by this agreement. Therefore, this research questions Indonesia's initiative to establish LCS cooperation, even though the result is insignificant and the interests that Indonesia wants to achieve. This research aims to find out the reasons behind the initiation of LCS cooperation. This research uses the rational choice theory by Shannon L. Blanton and Charles W. Kegley as an analytical framework with an analysis of four elements: (1) problem recognition and definition; (2) goal selection; (3) identification of alternatives; and (4) choice. The research method uses a qualitative approach and the data taken are secondary data from journals, books, websites, news portals, and other relevant sources. Based on the analysis, this research shows that the initiation of LCS cooperation is only complementary to supporting other policies in strengthening the national economy. In addition, this cooperation has the potential to be developed by expanding the framework and adding other partners from neighboring countries to strengthen regional stability."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Lestari Purborini
"Dolar Amerika Serikat (USD) merupakan mata uang yang lazim digunakan dalam transaksi perdagangan internasional. Perjanjian penggunaan mata uang lokal (non-USD) dalam transaksi perdagangan bilateral, atau Local Currency Settlement (LCS) merupakan sebuah anomali dalam konteks aktivitas perdagangan internasional. Dalam kurun waktu 2016-2020, Bank Indonesia (BI) menandatangani kesepakatan LCS dengan otoritas moneter Malaysia, Thailand, Filipina, Jepang, dan Tiongkok. Penelitian ini bertujuan menganalisis kepentingan Indonesia menandatangani kesepakatan LCS tersebut, baik kepentingan material maupun nonmaterial, dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Data diperoleh dari wawancara secara tertulis dengan pihak BI dan studi pustaka yang dikumpulkan dari buku, artikel, laman berita dan laman resmi sejumlah lembaga yang relevan dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepentingan material Indonesia meliputi indikasi awal menurunnya kebutuhan USD dan kebutuhan stabilisasi ekonomi makro di tingkat regional. Untuk kepentingan nonmaterial, kebijakan LCS yang diambil oleh bank sentral negara tidak terlepas dari agenda integrasi kawasan di bidang moneter dan keuangan serta menjadi bagian dari upaya penguatan ketahanan regional yang berada dalam satu koridor dengan ASEAN Cybersecurity Resilience and Information Sharing Platform.

The United States Dollar (USD) is the currency commonly used in international trade transactions. The agreement on the use of local currency (non-USD) in bilateral trade transactions, hereinafter referred to as Local Currency Settlement (LCS), means an anomaly in the context of international trade activities. Within 2016-2020, Bank Indonesia (BI) signed the LCS memorandum with monetary authorities of Malaysia, Thailand, the Philippines, Japan and China that belong to the ASEAN Plus Three. This thesis aims to analyze interests of Indonesia signing the LCS, both material and nonmaterial interests, using qualitative descriptive analysis methods. Data were obtained from written interview with BI and literature studies collected from books, articles, news pages and official websites of several institutions relevant to the research. The results show that Indonesia’s material interests include early indications of declining USD demands and the actual needs of macroeconomic stabilization at the regional level. For non-material interests, the LCS policy made by the central bank is associated with the regional economic integration and part of strengthening regional resilience in the same corridor with the ASEAN Cybersecurity Resilience and Information Sharing Platform."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Asido Septian Martua
"Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan perekonomian yang penting untuk memenuhi kebutuhan ekonomi suatu negara. Dalam melakukan kegiatan perekonomian internasional seperti perdagangan atau investasi, negara-negara di dunia akan menggunakan mata uang US Dollar dalam menyelesaikan transaksi perdagangan. Nilai US Dollar yang semakin tinggi, turut serta meningkatkan resiko terhadap mata uang lokal. Local Currency Settlement (LCS) merupakan salah satu alternatif untuk menggantikan US Dollar. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia telah melakukan implementasi LCS dengan beberapa negara mitra. Penelitian ini berusaha mengidentifikasi dampak penerapan LCS dalam perdagangan Indonesia dengan negara mitra LCS yaitu Malaysia, Thailand, Jepang, dan China. Dengan analisa kuantitatif menggunakan Pooled Ordinary Least Square (POLS), penelitian ini menemukan bahwa penggunaan LCS antara Indonesia dengan negara mitra, akan turut meningkatkan total perdagangan dan ekspor secara bilateral. Walaupun waktu implementasi LCS harus melewati krisis pandemi COVID-19, namun penerapan LCS merupakan kebijakan yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengurangi penggunaan US Dollar.

International trade is a important economic activity for countries economic need. In conducting international economic activities such as trade or investment, countries use the US Dollar to complete transactions. The increasing value of the US Dollar also increases the risk to local currencies. Local Currency Settlement (LCS) is an alternative to replacing the US Dollar. As the monetary authority in Indonesia, Bank Indonesia has implemented LCS with several partner countries. This research seeks to identify the impact of implementing LCS on Indonesia's trade with LCS partner countries, namely Malaysia, Thailand, Japan, and China. Using quantitative analysis through Pooled Ordinary Least Squares (POLS), this research found that the use of LCS between Indonesia and partner countries increases total bilateral trade and exports. Despite the challenges posed by the COVID-19 pandemic, implementing LCS is a policy that Bank Indonesia can adopt to reduce the reliance on the US Dollar.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Sujud Widigda
"Skripsi ini membahas masalah hukum terkait transaksi derivatif valuta asing dalam perbankan di Indonesia. Transaksi derivatif valuta asing mempunyai karakteristik yang khusus jika dibandingkan dengan transaksi derivatif biasa. Transaksi derivatif valuta asing mempunyai kemampuan untuk melakukan lindung nilai terhadap fluktuasi kurs valuta asing guna memperkecil risiko dalam kegiatan dagang ekspor impor. Transaksi Derivatif valuta asing juga berguna untuk meningkatkan potensi keuntungan yang dapat diraih namun disisi lain dalam keadaan tertentu seperti krisis, juga dapat menimbulkan kerugian karena bergantung pada fluktuasi kurs mata uang asing. Hasil penelitian dalam skripsi ini menyimpulkan bahwa kerugian yang diakibatkan ketidakpastian pergerakan ekonomi global dalam transaksi derivatif valuta asing dapat diminimalisir sehingga tujuan lindung nilai dari transaksi derivatif valuta asing dapat terlaksana.

This Thesis review legal issues on foreign exhange derivative transaction in Indonesia. ini membahas masalah hukum terkait transaksi derivatif valuta asing dalam perbankan di Indonesia. Foreign exhange derivative transaction have more specific characteristic than normal derivative transaction. Foreign exhange derivative transaction have function to hedge exchange rate fluctuation to minimize international trade risk. Foreign exhange derivative transaction can also be used to maximize profit potential. However on certain circumstances, it can cause loss because it depend on exchange rate fluctuation. As a transaction with relatively bigger risk than normal derivative transaction, legal certainty and good law enforcement will be needed to ensure trust for Indonesia Bank. The result of research on this thesis conclude that loss caused by golbal economy uncertainty can be minimized to make the purpose of hedging by foreign exhange derivative transaction can be done succesfully."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmad Widagdo
"RINGKASAN EKSEKUTIF
Bagi perusahaan multinasional salah satu resiko yang dihadapi dalam bidang keuangan adalah adanya fluktuasi nilai mata uang. Perubahan nilai mata uang itu besar sekali pengaruhnya terhadap setiap keputusan yang akan diambil. Walaupun nilai tukar tidak dapat diperkirakan secara akurat, paling tidak perusahaan perlu mengantisipasi dan menyusun strategi untuk menghadapinya.
Exposure karena adanya fluktuasi mata uang dikelompokkan dalam bentuk translation, transaction dan economic exposure. Bila dianalisa dalam kerangka waktu, translation exposure berorientasi pada data masa lampau, transaction exposure lebih menekankan pada transaksi-transaksi yang "outstanding", sedang economic exposure mengarah ke masa mendatang. Perbedaan karakteristik exposure ini berakibat pula pada teknik penanganannya.
Sesuai dengan karakteristik exposure yang dihadapi perusahaan multinasional maka dalam pengelolaan dana valuta asing dapat diterapkan bermacam-macam teknik. Untuk menterjemahkan perubahan nilai tukar pada translation dikenal bentuk Balance Sheet Hedge dan Contractual Hedge yang terdiri antara lain Current/Non-current Method, Closing Rate Method, Monetary/Non-monetary Method dllnya. Sementara itu untuk mengurangi exposure yang terjadi pada transaction dikenal tiga bentuk hedging yakni COntractual Hedge, Operating Strategies dan SWAP Agreement. Bentuk hedging ini antara lain Future Contract, Money Market Hedge, Option Market Hedge, Currency Swap, Parallel Loan dll. Sedangkan dalam pengelolaan economic exposure strategi yang dapat diterapkan ialan dengan pemngimplementasikan diversifikasi operasi dan keuangan.
Pengelolaan valuta asing (foreign exchange) di PT. Rajawali Idnonesia telah dimulai pada tahun 1990. Langkah ini diambil mengingat banyak transaksi dalam valuta asing dilakukan hampir setiap hari. Walaupun penerimaan perusahaan dalam multi currency akan tetapi mata uang asing yang digunakan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban didominasi oleh USD, NLG dan IDR. Adapun teknik-teknik yang digaunakan selama tahun 1991 antara lain dalam bentuk money deposit, arbitrage, swap sell-buy, swap buy-sell, call option yang mencapai nilai kurang lebih USD 249 juta.
Dalam karya akhir ini akan dievaluasi salah satu kegiatan pengelolaan dana valuta asing berupa transaksi swap mengingat transaksi ini nilainya lebih kurang 32% dari total nilai pengelolaan dana valuta asing yang ada di PT. Rajawali Indonesia dan sering pengelolaannya dilakukan secara sederhana. Sebagai contoh kasus dikemukakan dua transaksi yakni swap sell-buy tgl 13 Mei 1991 dan swap buy-sell tgl 20 Desember 1991. Pada transaksi MEi 1991 sesuai dengan perhitungan yang dilakukan oleh Seksi Pengelolaan Dana Luar Negeri PT. Rajawali Indonesia memperoleh keuntungan sebesar YSD 1.690,43 dan terhindar dari rugi kurs sebesar USD 18.551,43. Sementara itu pada transaksi Desember 1991 perusahaan mencatat total penghematan sebesar 154.533.053,19.
Dalam menentukan apakah transaksi swap perlu dilakukan atau tidak perusahaan harus dapat memperkirakan spot rate akhir yang akan terjadi. Apabila spot rate akhir lebih besar daripada rate yang ditawarkan maka transaksi swap bisa diterima. Untuk melaksanakan teknik ini nilai spot rate harus di-forecast dengan sebaik-baiknya.
Dua teknik peramalam nilai tukar yang dikemukakan dalam pembahasan dimaksudkan untuk memberikan gambaran bagaimana prosedur permalan nilai tukar dilakukan. Secara keseluruhan dari evaluasi tentang uji teknik peramalan nilai tukar, Technical Forecasting merupakan teknik yang baik digunakan untuk memprediksi nilai tukar mata uang dibandingkan dengan Fundamental Forecasting. Dengan hasil prediksi yang bagus ini, maka PT. Rajawali Indonesia disarankan untuk mempergunakan Technical Forecasting khususnya dalam melakukan swap jangka pendek untuk meminimumkan resiko kerugian karena fluktuasi nilali mata uang. Sedangkan untuk peramalan jangka panjang dapat digunakan Fundamental Forecasting. Nilai tukar yang dihasilkan dari forecasting ini akan menentukan apakah transaksi swap perlu dilakukan atau tidak. Selanjutnya disimpulkan bahwa transaksi swap tgl 13 Mei 1991 dapat dilakukan oleh PT. Rajawali Indonesia sedang untuk tgl 20 Desember 1991 sebaiknya tawaran transaksi swap tidak perlu diterima."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiyaa Ananda Khoirunnisaa
"Pesatnya aktivitas transaksi jual beli yang berlangsung melalui e-commerce tentunya berbanding lurus dengan peluang terjadinya sengketa antara pihak konsumen dengan pelaku usaha. Transaksi ini pun kerap kali melibatkan pelaku usaha dan e-commerce asing yang memiliki perbedaan dari segi yurisdiksi dengan konsumen Indonesia. Melalui metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan komparatif penulis memperoleh jawaban bahwa mekanisme penyelesaian sengketa lintas batas negara melalui e-commerce pada akhirnya diatur melalui klausula baku yang tercantum dalam syarat dan ketentuan penggunaan e-commerce tersebut. Hanya saja terhadap transaksi yang berlangsung pada e-commerce asing tentu umumnya juga menggunaan pilihan hukum dan pilihan forum asing. Kondisi-kondisi di atas tentu mampu memperlemah kedudukan konsumen Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Belum lagi dibutuhkan biaya yang sangat besar untuk pergi dan berperkara di luar negeri yang belum tentu sebanding dengan kerugian yang diderita oleh konsumen. Seiring perkembangan teknologi, terdapat penyelesaian sengketa secara daring yang dikenal dengan istilah Online Dispute Resolution (ODR). Sejauh ini, Indonesia masih dalam tahap awal pengembangan ODR pasca berkomitmen melalui ASEAN Strategic Action Plan on Consumer Protection (ASAPCP) 2016-2025 untuk mewujudkan ASEAN Regional Online Dispute Resolution (ODR) Network bersama negara-negara ASEAN lainnya. Sebelum mewujudkan ODR dalam skala regional, Indonesia harus terlebih dahulu mewujudkan ODR tersebut dalam lingkup nasional. Kehadiran proyek Digital Trading Online Dispute Resolution (DODR) Indonesia merupakan peluang besar atas kehadiran ODR berskala nasional ini. Proyek ini juga dibiayai oleh China Silk Road Group (CSRG) dan dikelola oleh UNCTAD. Dalam melakukan pengembangan ODR ini, Indonesia masih harus berkaca dari pengalaman negara-negara lainnya yang telah berhasil mewujudkan ODR, sehingga Penulis juga melakukan studi komparatif dengan Negara China dan Uni Eropa. Tak hanya itu, Indonesia juga perlu menentukan model ODR apa yang hendak diimplementasikan dengan mempertimbangan kelebihan dan kelemahannya disertai peluang dan tantangan yang terjadi. ODR ini juga masih perlu dikembangkan lebih jauh agar tidak hanya bersifat regional saja tetapi bersifat internasional.

The rapid activity of buying and selling transactions that take place through e-commerce is certainly directly proportional to the opportunity for disputes between consumers and business actors. These transactions also often involve foreign business actors and e-commerce actors who have differences in terms of jurisdiction with Indonesian consumers. Through juridical-normative research methods with a comparative approach, the author obtained the answer that the mechanism for resolving disputes across national borders through e-commerce is ultimately regulated through the standard clauses contained in the terms and conditions of use of the e-commerce. It's just that transactions that take place in foreign e-commerce, of course, generally also use legal choices and foreign forum options. The above conditions are certainly able to weaken the position of Indonesian consumers in fighting for their rights. Not to mention that it takes a huge amount of money to go and litigate abroad, which is not necessarily worth the losses suffered by consumers. Along with the development of technology, there is online dispute resolution known as Online Dispute Resolution (ODR). So far, Indonesia is still in the early stages of ODR development after committing through the ASEAN Strategic Action Plan on Consumer Protection (ASAPCP) 2016-2025 to realize the ASEAN Regional Online Dispute Resolution (ODR) Network with other ASEAN countries. Before realizing ODR on a regional scale, Indonesia must first realize the ODR in the national scope. The presence of the Digital Trading Online Dispute Resolution (DODR) Indonesia project is a great opportunity for the presence of this national-scale ODR. The project is also financed by China Silk Road Group (CSRG) and managed by UNCTAD. In developing this ODR, Indonesia still has to reflect on the experiences of other countries that have succeeded in realizing ODR, so the author also conducted a comparative study with China and the European Union. Not only that, Indonesia also needs to determine what ODR model to implement by considering its strengths and weaknesses along with the opportunities and challenges that occur. This ODR also still needs to be developed further so that it is not only regional but international."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Whenny Maranata Isabella
"Pada tesis ini, disampaikan mengenai Urgensi Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan Dalam Sistem Peradilan Indonesia. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan ini ialah dalam kurun waktu lima puluh tahun terakhir, tanah sebagai bagian krusial dalam kehidupan masyarakat, memiliki permasalahan yang semakin lama semakin tidak dapat dihindari dan semakin kompleks serta banyak yang belum dapat terselesaikan.
Metode penelitian yang digunakan untuk penulisan ini adalah Yuridis Normatif dengan pokok permasalahannya yaitu pertama Apakah Urgensi Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan Dalam Sistem Peradilan Indonesia dan kedua bagaimanakah penerapan peradilan tanah yang berlaku di negara lainnya New South Wales, Australia dan Afrika Selatan serta apa saja gambaran yang dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan pengadilan khusus pertanahan sesuai dengan keadaan di Indonesia.
Penulisan ini mendapatkan simpulan sebagai berikut: pertama pembentukan sebuah pengadilan baru bukanlah sebuah tugas yang ringan, bahkan untuk memunculkannya, yang dalam hal ini di bidang pertanahan, merupakan sesuatu yang paling sulit dilakukan dan kedua sebagaimana New South Wales dan Afrika Selatan yang berani memulai apapun kondisi mereka dahulunya, Indonesia juga seharusnya memberanikan diri untuk mengambil langkah yang sama, berani mengambil langkah baru akan jauh lebih baik daripada hanya berdiam diri saja dan menerima keadaan yang ada. Melalui pengadilan khusus pertanahan ini kedepannya sebagai harapan dan jawaban atas permasalahan tanah yang sejauh ini belum dapat terakomodir dengan baik penyelesaiannya.
Penelitian ini memberikan saran untuk segera dibentuknya peradilan khusus pertanahan mengingat kebutuhannya dalam penyelesaian sengketa berkenaan dengan tanah sekalipun dalam pembentukkannya nanti pemerintah dan negara harus memberikan effort yang lebih dari segala aspek.

This thesis is tell about Judicial Analysis of The Urgency of Dispute Settlement for Land Through Special Court Justice System in Indonesia. The thesis background is in the last fifty years, land as a crucial part in the life of society, has the problems that are increasingly unavoidable and increasingly complex are yet to be resolved.
This thesis used normative juridical for the method with two subject matter as explained the first is about what is The Urgency of Dispute Settlement for Land Through Special Court Justice System in Indonesia and secondly how the application of justice as apply in other countries New South Wales, Australia and South Africa also whats condition that can become a reference for the implementation this special court in accordance with the state land in Indonesia.
This Thesis is getting conclusion as follows first, to establish the new court is not easy task to bring it up especially for land court and as like as New South Wales and South Africa, who dared to start whatever their condition previously , Indonesia should be take similar step, writer prefer to Indonesia will take a new resolution than accept the existing situation. In the future, this special court as hope can be an answer for all land matter, so land matter can be accommodate in good solution.
This research provides suggestion for establish a special land court immediately considering the necessity for dispute resolution in the connection with land although in the founding process, goverment and country must give extra effort in many aspect.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Cahaya Sistanry
"Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara yang menjanjikan dalam membuka transaksi elektronik. Tingginya angka partisipasi masyarakat di Indonesia atas penggunaan transaksi elektronik (e-commerce), sehubungan dengan perkembangan dari fitur transaksi elektronik yang memungkinkan memberi perlindungan bagi pengguna layanannya, dengan adanya fitur e-wallet dan perkembangan fitur lainnya. Namun seiring dengan perkembangan teknologi tersebut, tidak hanya menghasilkan peningkatan peradaban, namun juga menghasilkan itikad buruk dengan memanfaatkan celah yang terdapat dalam teknologi tersebut. Dalam rangka menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban bagi pelaku usaha dan konsumen, selain dengan mengandalkan fitur-fitur yang telah memberikan perlindungan bagi pengguna layanan pada transaksi elektronik, perlindungan hukum menjadi suatu hal yang penting untuk dapat menjamin pelaksanaan transaksi elektronik. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan transaksi elektronik menurut peraturan perundang- undangan, permasalahan yang sering dijumpai dengan berkembangnya transaksi elektronik, dan bagaimana perlindungan hukum apabila terjadi permasalahan dalam transaksi elektronik. Peraturan perundang-undangan menjadi salah satu sarana yang penting dalam menjamin perlindungan hukum. Perlindungan hukum atas terselenggaranya perjanjian jual beli terwujud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Namun dengan adanya perbedaan antara perjanjian jual beli konvensional dengan transaksi elektronik, membuat KUHPerdata dan UUPK saja dirasa tidak cukup untuk mengikuti perkembangan Transaksi Elektronik. Hasil dari penelitian ini adalah perlindungan hukum terhadap para pihak dalam transaksi elektronik, tertera dalam peraturan tersendiri dalam penyelenggaraan transaksi elektronik, yang terwujud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, dan untuk pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).

Indonesia is one of the countries that promises to electronic commerce. The high number of people's participation in Indonesia in the use of electronic commerce (e-commerce), is due to the development of electronic commerce features that allow protection for service users, with the e-wallet feature and the development of other features. However, along with the development of this technology, it not only resulted in an increase in civilization, but also resulted in bad faith by exploiting the loopholes contained in the technology. In order to guarantee the fulfillment of rights and obligations for business actors and consumers, in addition to relying on features that have provided protection for service users in electronic commerce, legal protection is an important matter to be able to guarantee the implementation of electronic commerce. This research is intended to find out how electronic commerce are carried out according to laws and regulations, problems that are often encountered with the development of electronic commerce, and how legal protection is when problems occur in electronic commerce. Legislation is one of the important means of guaranteeing legal protection. Legal protection for the sale and purchase agreement is embodied in the Civil Code (KUHPerdata) and Law of Consumer Protection. However, with the difference between conventional buying and selling agreements and electronic commerce, it is felt that the Civil Code and UUPK are not enough to keep up with the development of electronic commerce. The results of this study are legal protection for parties in electronic commerce, stated in separate regulations in the implementation of electronic commerce, which are embodied in Law of Information and Electronic Transactions (UU ITE) which has been updated, and its implementation is regulated in Government Regulation of Implementation of Electronic Systems and Transactions (PP PSTE)."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reina
"Kepastian hukum dalam upaya penyelesaian sengketa merupakan faktor terpenting dalam terciptanya perlindungan konsumen. Awal pergerakan perlindungan konsumen di dunia salah satunya berkaitan dengan adanya revolusi industri yang mengubah kedudukan konsumen dan pelaku usaha, perkembangan industrialisasi dan globalisasi yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa dilakukan dengan sengketa alternatif. Permasalahan dalam penelitian ini dimulai dari bagaimana perbandingan proses penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia dan bagaimana proses penyelesaian sengketa konsumen melalui penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia dilaksanakan untuk memperoleh kepastian hukum bagi konsumen di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal yang menggunakan pendekatan komparatif. Hasil dalam penelitian ini adalah Perbandingan penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia, dalam hal penyelesaian sengketa melalui sengketa alternatif, baik di amerika dan di Indonesia tidak ditemukan perbedaan yang mendasar yang mengkhususkan terhadap konflik antara konsumen dan pelaku usaha. Di Indonesia khususnya penyelesaian sengketa konsumen melalui alternatif dilaksanakan oleh BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan diberikan kewenangan yudikatif untuk menyelesaikan sengketa konsumen berskala kecil dan bersifat sederhana. Secara kelembagaan BPSK dibentuk berdasarkan adopsi dari model small claim tribunal, seperti yang ada di Amerika Serikat namun pada akhirnya pembentukan BPSK didesain dengan memadukan kedua model small claim tribunal diadaptasikan dengan model pengadilan dan model penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute resolution-ADR) yang menggunakan ciri khas penyelesaian sengketa alternatif khas Indonesia. Namun pada pelaksanaannya keputusan BPSK belum dapat mewujudkan kepastian hukum pada Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “Putusan Majelis bersifat final dan mengikat”, yakni dengan menambahkan ketentuan bahwa Putusan BPSK wajib memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan lain sebagainya

Legal certainty regarding dispute resolution is the most important factor in the creation of consumer protection. One of the early movements of consumer protection in the world was related to the industrial revolution which changed the position of consumers and business actors, the development of industrialization and globalization that occurred in the United States and Europe which in resolving dispute resolution carried out with alternative dispute. The problem in this research starts with how the consumer dispute resolution process in the United States and Indonesia compares and how the consumer dispute resolution process in Indonesia is implemented to obtain legal certainty for consumers in Indonesia. The research method used in this research is doctrinal research that uses a comparative approach. The results in this study are a comparison of consumer dispute resolution in the United States and in Indonesia, in terms of dispute resolution through the courts, both in America and Indonesia there are no fundamental differences that specialize in conflicts between consumers and business actors. In Indonesia, especially through alternative consumer dispute resolution implemented by BPSK as an alternative dispute resolution institution outside the court, it is given judicial authority to resolve small-scale and simple consumer disputes. Institutionally BPSK was formed based on the adoption of the small claim tribunal model, as in the United States but in the end the formation of BPSK was designed by combining the two small claim tribunal models adapted to the court model and the alternative dispute resolution (ADR) model which uses typical Indonesian alternative dispute resolution characteristics specifically in relation to the law assurance, Article 54, paragraph (3) of Law on Consumer Protection that reads “The decision of Assembly shall be final and binding”, and adding the provision that the decision of BPSK shall contain the heading “For the sake of Justice under the One Almighty God”, and others."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>