Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174463 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Steven Immanuel Adhimulia
"Trombositopenia merupakan manifestasi hematologis pada pasien lupus eritematosus sistemik (LES) yang berhubungan dengan prognosis buruk. Kadar C3, C4, dan anti-dsDNA berhubungan dengan aktivitas penyakit pada pasien LES. Peningkatan aktivitas penyakit berhubungan dengan penurunan kadar trombosit pada pasien LES melalui aktivasi komplemen dan interaksi autoantibodi dengan trombosit. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui korelasi kadar serum C3, C4, dan anti-dsDNA terhadap hitung trombosit pada pasien LES dengan trombositopenia. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan desain studi potong lintang. Penelitian ini merekrut subjek LES dengan hitung trombosit <150.000/µL. Kadar C3, C4, dan anti-dsDNA serta hitung trombosit diukur pada awal kunjungan pasien. Didapatkan 41 subjek LES dengan trombositopenia. Hitung trombosit memiliki korelasi yang bermakna terhadap kadar C3 (p=0.004; r=0.445) dan anti-dsDNA (p=0.001; r=-0.481). Namun, tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara hitung trombosit dengan kadar C4 (p=0.052; r=0.306). Terdapat korelasi yang bermakna antara hitung trombosit dengan aktivitas penyakit dan kadar C3 serta anti-dsDNA pada subjek LES dengan trombositopenia. Namun, tidak terdapat korelasi yang bermakna antara hitung trombosit dengan kadar C4.

Thrombocytopenia is a hematological manifestation in systemic lupus erythematosus (SLE) patients that is associated with a poor prognosis. C3, C4, and anti-dsDNA levels have been associated with disease activity in SLE patients. Increased disease activity is associated with decreased platelet levels in SLE patients through complement activation and autoantibody interactions with platelets. The aim of this study was to determine the correlation of serum levels of C3, C4, and anti-dsDNA with platelet counts in SLE patients with thrombocytopenia. This research is an observational analytical study using a cross-sectional study design. This study recruited subjects of SLE patients with platelet counts <150,000/µL. C3, C4, and anti-dsDNA levels and platelet counts were measured at the initial patient visit. This study recruit 41 samples of SLE patients with thrombocytopenia. Platelet count had a significant correlation with C3 levels (p=0.004; r=0.445) and anti-dsDNA (p=0.001; r=-0.481). However, no significant correlation was found between platelet count and C4 levels (p=0.052; r=0.306). There is  a significant correlation between platelet count and disease activity and C3 and anti-dsDNA levels in SLE patients with thrombocytopenia. However, there was no significant correlation between platelet count and C4 levels."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mala Hayati
"Latar Belakang: Anti dsDNA merupakan salah satu faktor risiko aterosklerosis yang berasal dari LES dan belum ada penelitian yang melihat hubungan antara kadar anti dsDNA dengan ketebalan tunika intima-media arteri karotis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara anti dsDNA dengan ketebalan tunik intima-media arteri karotis.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang, melibatkan 84 pasien LES dengan kriteria inklusi adalah pasie LES yang memenuhi kriteria diagnosis sesuai dengan ACR 1997 atau SLICC 2012, dan kriteria eksklusi adalah bila terdapat variasi anatomi pembuluh darah yang tidak dapat dilakukan pengukuran. Anti dsDNA diperiksa dengan menggunakan ELISA dan USG Doppler dilakukan pada pasien untuk mengukur ketebalan maksimal tunika intima media arteri karotis (max-IMT). Analisa statistik dilakukan dengan uji parametrik Pearson dan bila tidak memenuhi syarat dilakukan uji non parametrik Spearman.
Hasil: Delapan empat responden (82 perempuan dan 2 laki-laki) dilakukan analisa. Rerata usia pasien 35,5±8,9 tahun dengan 64,3% berusia di bawah 40 tahun, median anti dsDNA 38,9 IU/L(0,9 ? 750 IU/L) dan Median max-IMT adalah 581 μm (385-1800 μm). Terdapat 43 (51,2 %) pasien dengan ketebalan pada tunika intima-media arteri karotis, 36 (42,9%) pasien dengan ketebalan saja, 6 (7,1%) pasien dengan ketebalan pada tunika intimamedia dan plak dan 1 (1,2%) pasien dengan plak di near wall bulbus kiri tanpa disertai dengan ketebalan pada tunika intima-media. Plak terutama ditemukan pada bulbus karotis kanan dan kiri. Berdasarkan uji korelasi speraman's tidak terdapat korelasi antara ati dsDNA dengan ketebalan maksimal tunika intima media arteri karotis. (r = 0,073, p= 0,520).
Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi antara anti dsDNA dengan ketebalan tunika intima-media arteri karotis pada pasien LES.

Background: Anti dsDNA is considered as one of SLE-related risk factors for atherosclerosis. The evaluation of Carotid intimal-media thickness has recently became one of the surrogate markers for atherosclerosis. Until now, there hasn't been any study relate the level of anti dsDNA antibody with Carotid intimal-media thickness. This study is conducted to determine the correlation between anti dsDNA and Carotid intima-Media Thickness.
Methods: This is a cross sectional study, 84 SLE patients were included. Patients diagnosed as SLE according to ACR 1997 or SLICC 2012 criteria were included in the study, while SLE patients with anatomical variation which difficult to measured were excluded from this study. Doppler ultrasound was carried out for patients and max-IMT was measured. Anti dsDNA was measured with ELISA.
Study results: Eighty four subjects (82 female, 2 male) were included. Mean age was 35,5 ±8,9 years old, 64,3 % between 18-39 years old, median anti dsDNA level 38,9 IU/L (0,9 - 750 IU), and median max-IMT value was 581 μm. There were 43 (51,2 %) patients Carotid intima-media thickness, 36 (42,9%) patients with increased IMT only, 6 (7,1%) patients with increase IMT and Plaque, and 1 (1,2%) patient with plaque in near wall left bulbus without increased IMT. Based on spearman's correlation test there are no correlation between anti dsDNA and max-IMT (r=-0,073, p= 0,520).
Conclusion: There are no correlation between anti dsDNA level and Carotid intimal-media thickness this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Nadim
"Latar Belakang. Depresi sering ditemukan pada pasien lupus eritematosus sistemik (LES) dan berhubungan dengan aktivitas penyakit LES. Kurangnya perhatian klinisi terhadap penapisan hingga tatalaksana depresi pada LES sangat berperan. Hospital Anxiety and Depression Scal (HADS) merupakan salah satu skala pengukuran depresi berbentuk kuesioner yang sering dan mudah digunakan serta memiliki banyak terjemahan yang tervalidasi sedangkan Mexican- Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index (Mex-SLEDAI) merupakan sistem skoring untuk menilai aktivitas penyakit LES dengan biaya minimal namun mempunyai reliabilitas dan validitas yang baik. Rasio neutrofil-limfosit (RNL) merupakan penanda inflamasi sistemik sedangan anti-dsDNA merupakan autoantibodi spesifik pada LES yang kadarnya meningkat seiring dengan aktivitas penyakit. Saat ini di Indonesia, belum ada penelitian yang mengkorelasikan antara skor HADS-D dengan RNL, kadar anti-dsDNA dan skor Mex-SLEDAI pada LES.
Tujuan. Mengetahui korelasi antara skor HADS-D dengan RNL, kadar anti-dsDNA dan skor Mex-SLEDAI pada pasien LES.
Metode. Studi ini menggunakan desain potong lintang, dilakukan analisis data primer pasien LES usia 18-60 tahun. Dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik serta pengisian kuesioner HADS diikuti dengan pengambilan sampel darah untuk menilai kadar anti-dsDNA dan melengkapi perhitungan skor Mex-SLEDAI. Korelasi antara skor HADS-D dengan RNL, kadar anti-dsDNA, dan skor Mex-SLEDAI didapat dengan uji korelasi Spearman menggunakan SPSS.
Hasil. Dilakukan analisis pada 121 subjek. Seluruh sampel adalah perempuan dengan median usia 31 (24-39) tahun. Median skor HADS-D sebesar 6 (4-7), median RNL sebesar 2,64 (1,945-3,91), median anti-dsDNA sebesar 133,5 (29,8-388,5), dan median skor Mex-SLEDAI sebesar 5 (3-10). Terdapat korelasi positif sangat lemah antara skor HADS-D dengan RNL (r 0,18 dan p 0,048). Terdapat korelasi positif lemah antara skor HADS-D dengan Mex-SLEDAI (r 0,244 dan p 0,007). Tidak terdapat korelasi antara skor HADS-D dengan anti-dsDNA.
Kesimpulan. Terdapat korelasi positif antara skor HADS-D dengan RNL dan skor Mex-SLEDAI tetapi tidak ada korelasi antara skor HADS-D dengan kadar anti-dsDNA pada pasien dengan LES.

Background. Depression is common in systemic lupus erythematosus (SLE) and can increase SLE disease activity. Lack of clinical attention to screening until the management of depression play an important role. Hospital Anxiety Depression Scale (HADS) is a depression measurement scales that is often and easy to use while Mexican-Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index (Mex-SLEDAI) is a scoring system to asses disease activity at lower cost but has good reliability and validity. Neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) is a systemic inflammation marker whereas anti-dsDNA is a specific antibody for SLE. In  Indonesia, there are no studies that correlate HADS-D score with NLR, anti-dsDNA level, and Mex-SLEDAI score in SLE patients.
Objective. To determine the correlation between HADS-D score with NLR, anti-dsDNA level, and Mex-SLEDAI score in SLE patients.
Methods. This study used a cross-sectional design that analysed the primary data of SLE patients aged 18-60 years. Interviews and physical examinations were carried out as well as filling out the HADS questionnaire followed by blood sampling to assess anti-dsDNA levels and calculate Mex-SLEDAI score. The correlation between HADS-D score with NLR, anti-dsDNA level, and Mex-SLEDAI score were obtained by using the Spearman correlation test using SPSS.
Results. This study analysed on 121 subjects with a median age of 31 (24-39) years. The median HADS-D score was 6 (4-7), median NLR was 2.64 (1.945-3.91), median anti-dsDNA level was 133.5 (29.8-388.5), and median Mex- SLEDAI score was 5 (3-10). There is a very weak positive correlation between HADS-D and NLR (r 0.18 and p 0.048) and weak positive correlation between HADS-D and Mex-SLEDAI (r 0.244 and p 0.007). There is no correlation between HADS-D and anti-dsDNA.
Conclusion. There are positive correlation between HADS-D score with NLR and Mex-SLEDAI score but there is no correlation between HADS-D score with anti-dsDNA level in SLE patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Purnamandala
"Latar Belakang: Ansietas dan depresi merupakan gangguan psikosomatis yang paling banyak ditemukan. Pada pasien Lupus Eritematosus, ansietas merupakan gangguan mood paling banyak ditemukan dibandingkan depresi. Selain bagian dari manifestasi NPSLE, ansietas dan depresi dapat memicu terjadinya inflamasi yang akan memengaruhi aktivitas lupus. Hospital Anxiety dan Depresi Scale (HADS) merupakan salah satu skala pengukuran ansietas dan depresi yang berbentuk kuesioner yang mudah digunakan dan
sudah tervalidasi. Mexican Systemic Lupus Erythemathosus Sistemic Disease Activity (Mex SLEDAI) merupakan sistem skoring untuk pasien LES yang mudah dan lebih murah serta memiliki reliabilitas dan validitas yang baik. Saat ini belum ada yang meneliti perihal hubungan ansietas dan depresi yang menggunakan HADS dengan kadar C3 dan
C4 pada pasien LES.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara ansietas dan depresi dengan kedua kadar C3 dan C4 pada pasien LES di RSCM.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, dilakukan analisis data primer pasien LES usia 18-60 tahun. Dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik serta pengisian kuesioner HADS diikuti dengan pengambilan sampel darah untuk menilai kadar C3 dan C4. Korelasi antara skor HADS ansietas dan depresi dengan kadar C3 dan C4, dan serta Mex-SLEDAI didapat dengan uji korelasi Spearman menggunakan SPSS.
Hasil: Dari 120 sampel dengan median usia 31 tahun (24-37), penggunaan steroid dengan median 16 mg/minggu (0-28), dan aktivitas lupus dengan median 6 (0-11). Didapatkan korelasi antara ansietas dengan kadar C3 dan C4 yang signifikan dengan nilai r = -0,189 dan r = -0,206. Tidak didapatkan korelasi depresi dengan kadar C3 dan C4 ataupun korelasi ansietas dan depresi dengan aktivitas lupus.
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif antara HADS ansietas dengan kadar C3 ataupun C4.

Background: Anxiety and depression are the most common psychosomatic disorders. Both of them have the highest prevalence of chronic diseases. In Lupus Erythematosus patients, anxiety is more common compared to depression. They have been widely penelitianed and found to have a clinical relationship. Not only they are one of the manifestations of NPSLE, they can also trigger inflammation that will affect lupus activity. On the other hand, many patients with anxiety and depression are undiagnosed and treated inappropriately. There is a screening tool that can measure both disorders quantitatively, namely the Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS). Mexican Systemic Lupus Erythematosus Systemic Disease Activity (Mex-SLEDAI) can also be used to measure lupus activity. The advantage of this scoring is that it can be tested without measuring complement or anti-dsDNA levels, which is not necessarily available in every hospital. One of the factors that affects the activity of lupus is complement activity. Currently, no one has investigated the relationship between anxiety and
depression using HADS with levels of C3 and C4 in SLE patients.
Objective: To determine the correlation between anxiety and depression with levels of C3 and C4 in SLE patients in RSCM.
Methods: This study used a cross-sectional design, analyzed the primary data of SLE patients aged 18-60 years. Interviews and physical examinations were carried out as well as filling out the HADS questionnaire followed by taking blood samples to assess C3 and C4 levels. The correlation between HADS scores of anxiety and depression with levels
of C3 and C4, and Mex-SLEDAI was obtained using the Spearman correlation test using SPSS.
Results: 120 samples with a median age of 31 years (24-37), with the use of steroid doses with a median of 16 mg/week (0-28) and lupus activity with a median of 6 (0-11), there was a correlation between anxiety HADS and C3 levels and C4 which is significant with a value of r = -0.189 and r = -0.206. However, for HADS Depression with levels of C3 or C4 no correlation was found. In addition, in this study, there was no correlation between HADS Anxiety and Depression with Lupus Mex Sledai activity
Conclusion: There was a negative correlation between HADS Anxiety and levels of C3 or C4.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Perdana Aditya Rahman
"ABSTRAK
Latar Belakang
Kejadian trombosis merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien LES, selain infeksi dan aktivitas penyakit. Faktor risiko trombosis pada LES sangat beragam seperti sindrom antifosfolipid, aterosklerosis dini, autoantibodies dan inflamasi yang akan mengaktifkan trombosit dan jalur koagulasi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara MPV dengan D-dimer dan Mex-SLEDAI dan mencari titik potong dari MPV yang memberikan peningkatan D-dimer.
Metode
Studi potong lintang pada pasien LES yang tidak mengonsumsi antiplatelet/ antikoagulan. Penelitian ini mengeksklusi pasien dengan tuberkulosis/ herpes zoster aktif, wanita hamil, sepsis dan gangguan hati. Seluruh pasien dinilai aktivitas penyakitnya dengan Mex-SLEDAI dan sampel darah diambil untuk pemeriksaan MPV dan D-dimer. Korelasi antara MPV dengan Mex-SLEDAI dan D-dimer dianalisis dengan uji Spearman.
Hasil Penelitian
Enam puluh tiga subyek (62 perempuan, 1 laki-laki), dengan median usia 33 (18-55) tahun. Median durasi terdiagnosis adalah 3 (0-25) tahun. Keterlibatan mukokutan, muskuloskeletal dan nefritis didapatkan pada 82,5%, 79,4%, dan 50,7% berturut-turut. Skor Mex-SLEDAI berentang dari 0 – 13, dengan 60.3% subyek dalam kondisi remisi (< 2) dan 27% berada dalam kondisi aktif (> 5). Median dari MPV adalah 9,9 (8,2-12,9) fL dan median dari D-dimer 365,51 (97,58 – 4938,1) ng/ml. Tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer (r= 0,049, p= 0,700), dan MPV dengan Mex-SLEDAI (r= 0,018, p= 0,888). Tidak didapatkan perbedaan MPV antara kelompok D-dimer normal dan tinggi, yaitu 9,75 (8,6 – 12,9) dan 10,1 (8,2 – 12,8) fL, p = 0,641. Dari kurva ROC, MPV 10,3 fL memiliki sensitifitas 48,1% dan spesifisitas 75% dalam memprediksi peningkatan D-dimer.
Kesimpulan
Tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer dan MPV dengan Mex-SLEDAI. Tidak didapatkan perbedaan MPV antara kelompok D-dimer normal dan tinggi. Titik potong MPV untuk memprediksi peningkatan D-dimer adalah 10.3 fL.

ABSTRACT
Background
Thrombotic event is one of mortality cause in SLE patients beside infection and disease activity. Thrombotic risk factors in SLE consist of antiphospholipid syndrome, accelerated atherosclerosis, autoantibodies and inflammation that will activate platelet and coagulation cascade. This study aimed to determine the correlation between MPV with D-dimer and Mex-SLEDAI as parameter of disease activity, and to find the cut-off value of MPV that correlate with D-dimer levels.
Methods
A cross sectional study of SLE patients who do not consume antiplatelet/ anticoagulant medication. Active tuberculosis/ herpes zoster, pregnant woman, sepsis, and liver disorders were excluded. All patients were assessed for Mex-SLEDAI score and blood sample for MPV and D-dimer was taken. Correlation between MPV with Mex-SLEDAI and D-dimer was analyzed using Spearman’s analysis test.
Study Results
Sixty three subjects (62 females, 1 male), with median age 33 (18-55) years old. Median duration of diagnosis is 3 (0–25) years. Mucocutaneous, musculoskeletal and nephritis were found in 82.5%, 79.4% and 50.7% subjects respectively. Mex-SLEDAI score ranging from 0–13, 60.3% subjects are in remission (<2) and 27% in active disease (>5). Median of MPV 9.9 (8.2–12.9) fL and median of D-dimer 365.51 ng/ml (97.58–4938.10). There were no correlation between MPV with D-dimer (r=0.049, p=0.700), and MPV with Mex-SLEDAI (r=0.018, p=0.888). There is no difference of MPV among groups with normal or high D-dimer, which are 9.75 (8.6 – 12.9) and 10.1 (8.2 – 12.8) fL, p = 0.641. From ROC curve, MPV 10.3 fL had 48.1% sensitivity and 75% specificity in predicting D-dimer increment.
Conclusions
There are no correlation between MPV with D-dimer level and MPV with Mex-SLEDAI score. There is no difference of MPV among group with normal and high D-dimer levels. Cut-off value for MPV to predict increased D-dimer level was 10.3 fL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwitya Elvira
"Latar Belakang: Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun
dengan penyebab multifaktorial. Ketidakseimbangan sitokin Th17 (Interleukin-17; IL-
17) dan T-regulator (Transforming Growth Factor-; TGF- and Interleukin-10; IL-10)
diduga terlibat dalam patogenesis LES yang mempengaruhi aktivitas penyakit.
Tujuan: Penelitian dilakukan untuk menguji perbedaan rerata IL-17, TGF- dan IL-10
dengan aktivitas penyakit LES dan menguji korelasi sitokin Th17/T-regulator.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang melibatkan 68 pasien LES
berdasarkan kriteria inklusi MEX-SLEDAI <2 untuk LES inaktif dan >=2 untuk LES
aktif. Kriteria eksklusi adalah pasien LES dengan riwayat autoimun lain, inflamasi
kronik; infeksi akut secara klinis; serta asma bronkial, dermatitis atopi dan urtikaria
didasarkan pada catatan rekam medis. Serum IL-17, TGF-, IL-10 diperiksa dengan
metode ELISA. Data dianalisis dengan perangkat lunak SPSS 20 menggunakan uji-T
independen untuk data berdistribusi normal dan uji Mann-Whitney untuk data tidak
normal.
Hasil: Rerata IL-17 serum adalah 19,67 (1,299) pg/ml. Median TGF- dan IL-10 adalah
175,02 (132-396) pg/ml dan 2,96 (0-11) pg/ml. Tidak terdapat perbedaan rerata yang
signifikan dari kadar IL-17, TGF- dan IL-10 serum pasien LES aktif dan tidak aktif.
Didapatkan korelasi positif sedang yang signifikan antara IL-17 dan IL-10 (p<0,005;
r=0,529) dan korelasi yang tidak signifikan antara IL-17 dan TGF- (p>0,005; r=-
0,142).
Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan rerata yang signifikan sitokin Th17/Treg pasien
LES aktif dan inaktif. Terdapat korelasi positif signifikan sedang antara IL-17 dan IL-
10, sementara tidak terdapat korelasi signifikan antara IL-17 dan TGF-. Penelitian
lanjutan dengan disain kohort prospektif diperlukan untuk mengkonfirmasi peran
sitokin jalur Th17/Treg ini pada pasien LES aktif dan inaktif.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiani
"Latar Belakang: Lupus Eritematosus Sistemik LES adalah suatu penyakit autoimun kronik yang melibatkan multiorgan dan multietiologi. Komplikasi kardiovaskular pada pasien LES merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar. Proses aterosklerosis diketahui terjadi pada pasien LES usia muda dan menjadi salah satu faktor penyebab disfungsi diastolik. Penegakkan diagnosis disfungsi diastolik memerlukan pemeriksaan yang cukup mahal dan tidak merata di setiap fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode diagnostik yang lebih mudah dan murah tetapi tetap dapat diandalkan untuk penegakkan diagnostik tersebut, seperti metode sistem skoring. Umur, lama sakit, komorbiditas hipertensi dan atau diabetes mellitus dan atau dislipidemia , anemia, Index Massa Tubuh IMT , kadar serum kreatinin, dan APS diketahui berhubungan dengan disfungsi diastolik dan dapat menjadi determinan diagnosis disfungsi diastolik pada pasien LES.
Tujuan: Menetapkan sistem skoring diagnosis disfungsi diastolik pasien LES berdasarkan determinan umur, lama sakit, komorbiditas, anemia, IMT, kadar serum kreatinin, dan APS.
Metode: Penelitian uji diagnostik potong-lintang cross sectional terhadap 127 pasien LES di RSCM sejak bulan April 2017 sampai Mei 2017. Data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan ekokardiografi transtorakal, serta data sekunder yang diperoleh dari rekam medis.
Hasil: Terdapat 9 7.08 subjek penelitian yang mengalami disfungsi diastolik. Lima dari tujuh determinan masuk dalam analisis multivariat. Setelah pemodelan, didapatkan APS dengan bobot skor 2 dan komorbiditas dengan bobot skor 1 yang selanjutnya menjadi bagian dari sistem skoring diagnosis disfungsi diastolik pasien LES. Sistem skoring ini kemudian di uji dengan kurva ROC dan didapatkan AUC sebesar 80.3 95 IK 62.7-97.8 dengan titik potong terbaik adalah lebih sama dengan 2. Skor ge;2 memiliki sensitifitas 44 , spesifisitas 94.9 , nilai prediksi positif 60 , dan nilai prediksi negatif 95.7 . Uji validasi interna dan eksterna menghasilkan nilai yang baik.
Simpulan: Proporsi disfungsi diastolik pasien LES di RSCM adalah 7.08 . Determinan diagnosis disfungsi diastolik pasien LES adalah APS dan komorbiditas. Skor ge;2 merupakan titik potong terbaik untuk menentukan bahwa pasien LES mengalami disfungsi diastolik.

Background : Systemic Lupus Erythematosus SLE is a chronic autoimmune disease involving multiorgan and multietiology. Cardiovascular complication in SLE patients is one of the highest causes of morbidity and mortality. It is known that premature atherosclerosis occurs in young SLE patients and related to diastolic dysfunction. The diagnostic of diastolic dysfunction requires a quite expensive and uneven examination at every health facilities. Therefore, it's necessary to have an accessible and inexpensive but reliable diagnostic method, such as a scoring system. Age, duration of pain, comorbidities hypertension and or diabetes mellitus and or dyslipidemia , anemia, Body Mass Index BMI , serum creatinine level, and APS are known to be associated with diastolic dysfunction and can be a determinant diagnostic of diastolic dysfunction in SLE patients.
Objective : Establish a diagnostic scoring system of diastolic dysfunction in SLE patients with determinants of age, duration of pain, comorbidities, BMI, serum creatinine level, and APS.
Methods : A cross sectional diagnostic study with 127 SLE patients in RSCM from April 2017 to May 2017. The data used are primary data such as interviews, physical examination, and transthoracic echocardiography, as well as secondary data was obtained from medical records.
Results : There were 9 7.08 subjects with diastolic dysfunction. Five from seven determinants can be used in multivariate analysis. After modeling, APS was obtained with score of 2 and comorbidities with score of 1, further it becomes a part of diagnostic scoring system of diastolic dysfunction in SLE patients. The scoring system was tested with ROC curve and obtained AUC of 80.3 95 IK 62.7 97.8 with the best cut off point was ge 2. A score of ge 2 had a sensitivity of 44 , specificity of 94.9 , positive predictive value of 60 , and negative predictive value of 95.7 . Internal and external validation test produce a good value.
Conclusions : The proportion of diastolic dysfunction in SLE patients in RSCM is 7.08 . Diagnostic determinants of diastolic dysfunction in SLE patients are APS and comorbidities. A score of ge 2 is the best cut off point for determining that SLE patients has a diastolic dysfunction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Dewi Satria
"Latar belakang: Lupus eritrematosus sistemik (LES) adalah penyakit yang kompleks dengan manifestasi yang bervariasi. Interleukin-6 (IL-6) merupakan sitokin pleitropik yang mempunyai aktivitas biologis dengan rentang luas yang berperan penting pada regulasi imun dan inflamasi. Saat ini belum ada biomarker yang dapat membedakan kondisi remisi total dengan aktivitas penyakit ringan. Interleukin-6 diharapkan dapat digunakan sebagai parameter aktivitas penyakit terutama pada kasus-kasus dimana antara manifestasi klinis dan skor SLEDAI tidak sesuai yaitu pada pasien LES dengan aktivits ringan dan remisi total.
Tujuan: Mengetahui karakteristik IL-6 pada LES anak dengan berbagai aktivitas ringan dan remisi total.
Metode: Penelitian kasus kontrol dilakukan di poli rawat jalan Alergi-Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta mulai Mei hingga Juni 2019. Pasien anak usia 1-18 tahun dengan diagnosis LES dinilai kadar IL-6 dan aktivitas penyakit yang dinilai dengan skor SLEDAI. Uji korelasi chi square dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dan luaran. Analisis data dilakukan dengan program SPSS for Window ver 20,0
Hasil: Dari 60 subjek penelitian yang terdiri dari 30 pasien LES aktivitas ringan dan 30 remisi total. tidak ada perbedaan kadar IL-6 tinggi pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol dengan p=0,500, OR= 0,483 (95% IK: 0,041-5,628). Terdapat 2 subyek dengan kadar IL-6 tinggi menderita infeksi saluran kencing.
Simpulan: Tidak ada perbedaan aktivitas penyakit pada pasien LES anak dengan aktivitas ringan dibanding remisi total.

Background: Systemic Lupus Erythematosus (SLE) is a complex disease with various manifestations. Interleukin-6 (IL-6) is a pleiotropic cytokine with a wide range of biological activities that plays an important role in immune regulation and inflammation. Recently, there is no other biomarker that could differentiate total remission condition and mild disease activity in juvenile SLE. Interleukin-6 may be used as a parameter of disease activity, especially in the cases with different clinical manifestations and SLEDAI scores among SLE patients with mild activities and total remissions.
Aim: To indentify the characterictics of serum IL-6 concentration in juvenile systemic lupus erythematosus with mild activities and total remissions.
Methods: Case control study was performed at outpatient clinic of allergy-immunology, department of child health dr. Cipto Mangunkusumo hospital, Jakarta and dr. Sardjito hospital, Yogyakarta during May-June 2019. Serum IL-6 consentration and disease activity were assessed in all juvenile SLE patients aged 1-18 year. SLE disease activity was assessed with SLEDAI scores and serum level of IL-6 was measured by enzyme linked immunosorbent assay. Chi square correlation analysis was used to determine the correlation of serum IL-6 concentration with disease activity in juvenile SLE patients. Analyses of data were performed using the SPSS statistical software for windows version 20,0.
Results: Among 60 subjects included in this study, 30 subjects with mild activities in the case group and 30 subjects with total remissions in the control group. There was no differences of serum IL-6 concentration between case and control group (p=0,500, OR= 0,483 (95% IK: 0,041-5,628)). In this study, we found 2 subjects with urinary tract infection have high serum IL-6 concentration.
Conclusion: There was no differences of serum IL-6 concentration between juvenile SLE patients with mild activities compared with total remissions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamid Faqih Umam
"Lupus Eritematosus Sistemik LES merupakan penyakit autoimun kronik yang ditandai dengan adanya autoantibodi yang menyerang antigen sendiri. Kasus LES setiap tahunnya mengalami peningkatan. LES pada anak berkontribusi sebesar 15-20 dari keseluruhan penderita. Penyakit ini dapat menyerang berbagai sistem organ. Komplikasi endokrinopati berupa gangguan pubertas yang cukup sering terjadi pada anak. Hingga saat ini belum ada penelitian mengenai gangguan pubertas pada anak LES di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya amenore pada anak LES. Penelitian dilakukan menggunakan desain potong lintang pada pasien anak perempuan usia 11-18 tahun di Poliklinik Alergi dan Imunologi dan Poliklinik Endokrinologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kiara. Terdapat 25 subjek yang diikutsertakan.
Hasil penelitian dilakukan analisis statistik menggunakan uji Chi-square dan uji Fisher. Prevalensi pubertas terlambat terjadi pada satu subjek 4 ; IK95 = -0,04-0,12 dan amenore terjadi pada dua belas subjek 48 ; IK95 = 0,27-0,69. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara amenore dengan durasi penyakit p=1,000; PR=1,05, aktivitas penyakit p=1,000; PR=0,86, durasi kortikosteroid p=0,673; PR=1,23, dan jenis terapi p=0,198; PR=0,55.
Hasil penelitian tidak bermakna karena besar sampel tidak memenuhi jumlah minimal. Dari hasil tersebut, belum dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara amenore terhadap durasi penyakit, aktivitas penyakit, durasi kortikosteroid, dan jenis terapi.

Systemic Lupus Erythematosus SLE is a chronic autoimmune disease characterized by autoantibodies that attack self antigen. The case of SLE each year has increased. SLE in children contributes 15 20 of all patients. This disease can attack various organ systems. Complications of endocrinopathy in the form of pubertal disorders are quite common in children. Until now, there has been no research on pubertal disorders in children with SLE in Indonesia.
This study aims to determine the prevalence and associated factors of amenorrhea in children with SLE. This study was a cross sectional study in girls aged 11 18 years at Allergy and Immunology Polyclinic and Endocrinology Polyclinic of Cipto Mangunkusumo Kiara Hospital. There are 25 subjects included.
The result of the research was statistical analysis using Chi square test and Fisher test. The prevalence of delayed puberty occurs in one subject 4 IK95 0,04 0,12 and amenorrhea occurs in twelve subjects 48 IK95 0,27 0,69. There was no significant association between amenorrhea with disease duration p 1,000 PR 1,05, disease activity p 1,000 PR 0,86, corticosteroid duration p 0,673 PR 1,23, and type of therapy p 0,198 PR 0,55.
The results were not significant because the sample size did not meet the minimum amount. From these results, it can not be concluded yet that there is no association between delayed puberty and amenorrhea with disease duration, disease activity, corticosteroid duration, and type of therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Putu Putra Suryana
"Background. Systemic lupus erythematosus (SLE) has diverse clinical manifestations, including renal and non-renal. Renal manifestation is related to significant morbidity and mortality. SLE is also characterized by serological aberrations, including levels of complement C3, C4 and anti-dsDNA, but the association of them with clinical manifestations including renal and non-renal is unclear. This study investigated the associations of C3, C4 and anti-dsDNA levels with renal and non-renal manifestations in SLE patients.
Method. A cross-sectional study was conducted in the Polyclinic of Rheumatology, Dr. Saiful Anwar Hospital Malang. A number of 43 subjects fulfilled the 1997 American College of Rheumatology criteria participated in this study, that consisted of 11 patients with renal manifestation and 32 patients with non-renal manifestations. Serum C3 and C4 levels were measured using immunoturbidimetry, and serum anti-dsDNA levels were measured using enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA). The independent T-test was used to compare C3 levels and the Mann-Whitney U test was used to compare C4 and anti-dsDNA levels between groups.
Result. SLE with renal manifestation had significant lower levels of serum C3 compare to non-renal manifestations (mean ± SD: 71.27 ± 32.65 mg/dL and 94.47 ± 26.29 mg/dL respectively, p=0.022). SLE with renal manifestation also had significantly lower levels of serum C4 compare to non-renal manifestations (mean ± SD: 14.55 ± 8.20 mg/dL and 25.50 ± 11.05 mg/dL respectively, p=0.002). Conversely, SLE with renal manifestation had significantly higher levels of serum anti-dsDNA compare to non-renal manifestations (mean ± SD: 249.27 ± 240.34 IU/mL and 109.91 ± 166.11 IU/mL respectively, p=0.014).
Conclusion. SLE patients with renal manifestation have significantly lower levels of serum C3 and C4 and a higher level of serum anti-dsDNA than SLE patients with non-renal manifestations."
Jakarta: University of Indonesia School of Medicine, 2019
616 IJR 11:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>