Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140448 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Triani Putri Utami
"Penerapan sistem publikasi negatif bertendensi positif di Indonesia sering kali menimbulkan masalah hukum, seperti sengketa pertanahan, tumpang tindihnya tanah bekas milik adat, konflik pertanahan antara pemerintah dengan swasta, ataupun konflik pertanahan antara pemerintah dengan masyarakat. Beda halnya dengan negara lain, di negara Australia misalnya, sertipikat hak atas tanah di sana merupakan alat bukti yang tidak dapat diganggu gugat atau bersifat mutlak. Hal ini disebabkan Australia menganut sistem Torrens dalam pendaftaran tanahnya. Dengan sistem ini, tidak dimungkinkan dilakukan pengubahan, kecuali apabila sertipikat yang dihasilkan tersebut diperoleh dengan cara pemalsuan atau dengan penipuan. Penelitian menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil penelitian bahwa penerapan sistem publikasi positif di Indonesia perlu untuk segera dilakukan guna dapat menjamin kepastian hukum pemegang hak atas tanah, namun tetap harus melalui berbagai macam penyesuaian dan persiapan, seperti halnya sumber daya manusia dan teknologi yang akan diterapkan dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia ke depannya.

The implementation of a negative-positive publication system in Indonesia often leads to legal issues, such as land disputes, overlapping of customary land, land conflicts between the government and private entities, or land conflicts between the government and the community. In contrast, in other countries, such as Australia, land certificates serve as indisputable and absolute proof. This is because Australia follows the Torrens system in its land registration. With this system, changes are not possible unless the resulting certificate is obtained through forgery or fraud. The research used a doctrinal research method with a comparative approach. The findings suggest that the implementation of a positive publication system in Indonesia is necessary to ensure legal certainty for landholders but requires various adjustments and preparations, including human resources and technology."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Fakhira
"Pemilikan hak atas tanah di Indonesia memandatkan kepada pemiliknya untuk memiliki tanah secara yuridis dan menguasainya secara fisik. Akan tetapi, pada faktanya pemilikan hak atas tanah dan penguasaan secara fisik dapat dilakukan oleh 2 (dua) subjek yang berbeda. Penguasa fisik dalam hal ini memanfaatkan dan menikmati tanah, padahal ia bukanlah pemilik hak atas tanah. Secara normatif, Indonesia tidak mengenal pemisahan pemilikan hak atas tanah secara yuridis dan penguasaan secara fisik. Hal ini berbeda dengan di Inggris yang mengakui pemilikan secara yuridis dan secara fisik tersebut. Inggris menerapkan konsep trust yang membuat pemilikan tanah dapat dipisah, yaitu pemilikan secara hukum (legal right) yang dipegang oleh trustee dan pemilikan manfaat (equitable right) yang dipegang oleh beneficial owner. Hak penguasaan secara fisik oleh beneficial owner ini tidak didaftarkan, namun tetap dilindungi oleh hukum dan equity apabila tanah yang dihuni hendak dijual atau dialihkan. Selain itu, pembeli tanah yang hendak membeli tanah yang di atasnya terdapat beneficial owner pun juga terlindungi melalui konsep overreaching. Skripsi ini membahas 2 (dua) hal, yaitu: (1) pengaturan beneficial owner dalam konteks pertanahan di Indonesia; dan (2) fisibilitas penerapan overreaching untuk melindungi kepentingan pembeli tanah dan penguasa fisik tanah. Penelitian terhadap 2 (dua) masalah tersebut dianalisis menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan hukum. Indonesia pada hakikatnya tidak mengenal konsep beneficial owner dalam konteks pertanahan. Akan tetapi, nuansanya dapat dilihat dari beberapa pengaturan hak terhadap tanah. Terakhir, konsep overreaching dari Inggris dapat diterapkan di Indonesia mengingat diaturnya pranata serupa trust dalam KUHPerdata dan dianutnya asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding beginsel). Perlu adanya penyesuaian apabila konsep overreaching ini diadopsi ke dalam hukum Indonesia sehingga esensi dan semangat perlindungan overreaching dapat tercipta

Land ownership in Indonesia mandates the owner to own the land juridically and possess it physically. However, in fact the ownership of land rights and physical possession can be vested in 2 (two) different subjects. The subject who is vested the physical right utilizes, benefits, and enjoys the land, notwithstanding s/he is not the legal owner of the land. By law, Indonesia does not recognize the separation of the land ownership which is different in the UK that is recognized the land ownership legally and physically. The UK applies the concept of trust that makes land ownership separateable, i.e. legal rights held by trustees and equitable rights held by beneficial owners. The right of physical possession by the beneficial owner is not registered but is still protected by law and equity if the land occupied is to be sold or transferred. In addition, land buyers who want to buy land on which there is a beneficial owner are also protected through the concept of overreaching. This thesis discusses 2 (two) things, namely: (1) beneficial owner arrangements in the context of land in Indonesia; and (2) the feasibility overreaching to protect the interests of land buyers and physical landlords. Research on these 2 (two) problems was analyzed using normative juridical methods with a comparative legal approach. Indonesia basically does not recognize the concept of beneficial owner in the context of land. However, the nuances can be seen from several arrangements for land rights, considering that Indonesia adheres to the principle of horizontal separation (horizontale scheiding beginsel). Lastly, the concept of overreaching from the UK can be applied in Indonesia taking into account the regulation of trust-like is stipulated in the Civil Code. An adjustment is needed if the concept of overreaching is adopted into Indonesian law so that the essence and spirit of overreaching protection can be created."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dewa Ayu Sinddhisar Smaratungga
"Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu diantaranya adalah dengan melakukan jual beli. Peralihan tanah dengan jual beli dapat dilakukan dengan membuat akta jual beli atau dengan membuat perjanjian dihadapan Notaris. Salah satu kewajiban dari Notaris dalam membuat akta perjanjian pengikatan jual beli adalah perlu melalukan pemeriksaan atas keabsahan dari surat-surat yang diperlukan. Apabila Notaris tidak memperhatikan dan menerapkan prinsip kehati-hatian disini, akan menimbulkan kerugian bukan hanya bagi para pihak terkait, melainkan terhadap akta yang dibuatnya, yaitu dapat batal demi hukum atau dapat dibatalkannya akta tersebut. Penelitian ini membahas bagaimana akibat hukum yang timbul dari perjanjian pengikatan jual beli dengan objek tanah negara yang dilakukan oleh perseorangan dan bentuk pertanggungjawaban dari Notaris atas batalnya perjanjian pengikatan jual beli yang dibuatnya berdasarkan Putusan Nomor 760/Pdt.G/2020/PN. Sby. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitik, dan bersumber pada data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, bahwa ditemukan adanya tanah negara yang dijual oleh perseorangan, atau terdapat tanah yang dijadikan objek dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut merupakan tanah negara, sehingga perjanjian pengikatan jual beli tersebut dinyatakan batal demi hukum. Notaris sebagai pihak yang diberi wewenang dapat dikenakan sanksi yaitu sanksi administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Sanksi yang dikenakan kepada Notaris dalam penelitian ini berupa sanksi perdata dengan mengembalikan uang jasa yang diterimanya. Untuk menghindari kesalahan yang dibuat oleh notaris, sebaiknya sebelum membuat akta perjanjian pengikatan jual beli, notaris memastikan bahwa tanah yang menjadi obyek dalam perjanjian tersebut tidak bermasalah, di kantor Badan Pertanahan Nasional setempat.

Transfer of land rights can be done in various ways. One of them is by buying and selling. The transfer of land by buying and selling can be done by making a deed of sale or by making an agreement before a notary. One of the obligations of a notary in making a deed of sale and purchase agreement is the need to check the validity of the required documents. If the Notary does not pay attention to and apply the precautionary principle here, it will cause harm not only to the parties concerned, but also to the deed he made, which can be null and void by law or the deed can be canceled. This study discusses how the legal consequences arising from the Sale and Purchase Binding Agreement with the State Land object are carried out by individuals and the form of liability from the Notary for the cancellation of the Sale and Purchase Binding Agreement made based on Decision Number 760/Pdt.G/2020/PN. Sby. To answer these problems, this research uses a normative juridical method with descriptive analytical research type, and is sourced from secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials with a qualitative approach. Based on the research that has been done, it is found that there is state land sold by individuals, or there is land that is used as the object in the sale and purchase agreement which is state land, so that the sale and purchase binding agreement is declared null and void. Notaries as authorized parties can be subject to sanctions, namely administrative sanctions, civil sanctions and criminal sanctions. Sanctions imposed on Notaries in this study are in the form of civil sanctions by returning the service fees they receive. To avoid mistakes made by a notary, preferably before making a deed of binding sale and purchase agreement, the notary ensures that the land is the object of the agreement is not problematic, at the local National Land Agency Office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Lestarina
"Jual beli tanah merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan adanya peralihan hak atas tanah, sehingga dalam proses jual beli dibutuhkan suatu akta yang dibuat oleh PPAT yang berguna sebagai syarat dapat dilakukannya proses peralihan hak atas tanah. Dalam kenyataannya masih banyak jual beli tanah yang tidak dilakukan di hadapan PPAT. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pertimbangan hakim dalam pengesahan jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT dan pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan bentuk penelitian eksplanatoris analitis. Hasil analisa adalah pertimbangan hakim mengesahkan jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT telah memenuhi syarat materiil. Bahwa penjual benar pemegang hak yang menjual dibuktikan dengan sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama penjual dan pembeli sebagai subyek telah memenuhi syarat sebagai pemegang hak serta tanah yang diperjual belikan merupakan tanah yang tidak dalam sengketa. Pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat dalam hal jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT, harus menggunakan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Untuk mempermudah peroses pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat, dapat diselesaikan dengan jalur litigasi guna memperoleh ijin dan kuasa bertindak atas nama penjual dan bertindak atas dirinya sendiri.

Buying and selling is a legal act that results in the transfer of land rights, so that in the process of buying and selling a deed made by ppat that is useful as a condition of the transfer of land rights. In reality there are still many land trades that are not done in the presence of PPAT. The issue raised in this study is about the consideration of judges in the legalization of the sale and purchase of Building Rights that are not carried out before ppat and maintenance of registration data with the recording of the transfer of rights due to buying and selling at the local land office. To answer the problem, normative juridical research methods are used with analytical explanatory research forms. The result of the analysis is the consideration of the judge to authorize the sale and purchase of Building Rights that are not carried out before the PPAT has qualified materially. That the seller is the true holder of the right to sell is evidenced by the certificate of Building Rights on behalf of the seller and the buyer as the subject has qualified as the rights holder and the land sold is land that is not in dispute. Maintenance of registration data with the recording of the transfer of rights due to the sale and purchase at the local land office in the case of the sale and purchase of Building Rights that are not carried out in the presence of PPAT, must use the deed of sale and purchase made by PPAT. To facilitate the maintenance of registration data peroses with the recording of the transfer of rights due to sale and purchase at the local land office, it can be resolved by litigation to obtain permission and power of action on behalf of the seller and act on his own."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sally Joana
"Tesis ini membahas adanya penyangkalan terhadap keabsahan perjanjian dibawah tangan untuk menjual bersama atas objek bidang tanah milik pihak yang digugat wanprestasi. Pelaksanaan perjanjian dibawah tangan ditentukan oleh keabsahan perjanjiannya. Sahnya perjanjian dibawah tangan dalam putusan ini menimbulkan sengketa baik antara para pihak maupun pihak ketiga. Permasalahan yang diangkat tentang keabsahan dan akibat hukum perjanjian dibawah tangan. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif, menggunakan studi kepustakaan, berupa penelusuran literatur atas data sekunder. Adapun analisis menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pihak yang menyangkal keabsahan perjanjian dibawah tangan dan digugat wanprestasi tersebut tidaklah melakukan wanprestasi. Berdasarkan Putusan PN Gianyar No. 4/Pdt.G/2019/Pn.Gin: keabsahan atas pernjanjian adalah sah, akibat hukumnya prestasi harus diwujudkan oleh para pihak. Namun terkendala atas objek yang sudah terjual. Pembeli yang beritikad baik harus dilindungi. Untuk akta jual tetap ada dan tidak dibatalkan walaupun ada perjanjian dibawah tangan untuk menjual bersama atas objek tanah salah satu pihak. Dalam putusan ini: Notaris/PPAT ikut terkena untuk beban biaya perkara, padahal seharusnya tidak ikut dalam perkara tersebut, karena yang dilakukan telah sesuai dengan jabatan sudah mengikuti prosedur penerbitan sertipikat dan akta jual beli atas objek tanah tersebut.

This writings discusses the denial of the legality of the underhand agreement to jointly sell the object of the land owned by the party which being accused of default. Implementation of the underhand agreement is determined by the legality of the agreement. The legality of the underhand agreement in this decision raises disputes between both parties and third parties. Issues raised regarding the legality and legal consequences of the contract under hand. This research is in the form of juridical normative, using literature study, in the form of literature search on secondary data. The analysis uses a qualitative approach. The results showed that the party who denied the legality of the underhand agreement and was sued for default did not commit default. Based on the Gianyar District Court Decision No. 4 / Pdt.G / 2019 / Pn.Gin: the legality of the agreement is valid, the legal consequence is that the parties have to achieve achievement. However, constrained by objects that have been sold. Buyers in good faith must be protected. The sale deed remains and is not canceled even though there is an underhand agreement to sell together the land object owned by one of the parties. In this decision: Notary / PPAT is also affected for the cost of the case, even though he should not have participated in the case, because what has been done in accordance with the position has followed the procedure for issuing certificates and deeds of sale and purchase over the land object."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedik
"Tanah adalah sumber daya alam yang dibutuhkan oleh banyak aspek dalam kehidupan. Sebagai salah satu landasan untuk terpenuhinya kebutuhan manusia, Tergugat I mengajukan penetapan menjadi pengampu dan ijin jual ke PN Ngawi dengan alasan untuk biaya hidup maupun perawatan. Kedua objek tanah tersebut termasuk merupakan harta warisan yang didapatkan oleh Endang Hariwarti melalui waris berdasatkan Surat Keterangan Waris tanggal 21-10-2013 atas nama Endang Hariwarti yang dibenarkan Kepala Desa Gelung Tanggal 21-10-2013 no. 1327/404.314.12/2013 dan dikuatkan Camat Paron tanggal 16-12-2013 no. 594.4/01.02/WRS/404.314/2013. Oleh karena itu permasalahan yang akan diteliti adalah keabsahan jual beli hak atas tanah bawaan oleh pegampu berdasarkan penetapan pengadilan dan bagaimana tanggung jawab PPAT terhadap Akta Jual Beli Tanah yang dibatalkan dalam hal tanah bawaan. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis Penulis diketahui bahwa Majelis Hakim mengabulkan gugatan dari Penggugat I untuk membatalkan jual beli yang dilakukan Tergugat I dengan Tergugat II dan Tergugat III dan menyatakan sertipikat Hak Milik nomor 2201 dan Hak Milik 2202 berikut juga menyatakan jual beli yang dilakukan adalah cacat hukum. Peran aktif dari Balai Harta Peninggalan untuk memonitor pelaksanaan dari penetapan hakim yang meletakkan seseorang berada di bawah pengampuan.

Land is a natural resource that is needed by many aspects of life. As one of the foundations for the fulfillment of human needs, Defendant I submitted a determination to be a Curator and permission to sell to the Ngawi District Court on the grounds of living expenses and maintenance. The two land objects are inherited assets obtained by Endang Hariwarti through an inheritance based on a Certificate of Inheritance dated 21-10-2013 in the name of Endang Hariwarti which was confirmed by the Head of Gelung Village on 21-10-2013 no. 1327/404.314.12/2013 and strengthened by the Head of Paron District on 16-12-2013 no. 594.4/01.02/WRS/404.314/2013. Therefore, the problems that will be investigated are the legality of the sale and purchase of inherited land rights by the curator based on a court ruling and how Land Deed Official is responsible for the canceled Land Sale and Purchase Deed in the case of inherited land. Thus, based on the results of the author's analysis, it is known that the Panel of Judges granted the claim of Plaintiff I to cancel the sale and purchase carried out by Defendant I with Defendant I and Defendant II and Defendant III and stated that the certificate of Property Rights number 2201 and Property Rights number 2202 also stated that the sale and purchase carried out was legally flawed. The active role of the Heritage Hall is to monitor the implementation of judges' orders that place a person under interdiction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Wongso
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai tukar menukar hak atas tanah berdasarkan ketentuan Hukum Tanah Nasional dan peraturan-peraturan terkait (Studi Putusan PN Depok No. 211/Pdt.G/2018/Pn.Dpk). Pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah mengenai keabsahan tukar menukar hak atas tanah secara umum dan keabsahan tukar menukar hak atas tanah yang dilakukan secara lisan oleh penggugat dan tergugat dalam Putusan PN Depok No. 211/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa tukar menukar hak atas tanah adalah sah, apabila memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian akan tukar menukar menurut Hukum Perjanjian dan memenuhi syarat sahnya suatu perbuatan hukum pemindahan hak menurut Hukum Tanah Nasional. Penulis tidak setuju dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok yang menyatakan bahwa tukar menukar hak atas tanah yang dilakukan pihak Penggugat dan pihak Tergugat adalah sah. Menurut Penulis tukar menukar hak atas tanah yang dilakukan pihak Penggugat dan pihak Tergugat adalah tidak sah, hal ini dikarenakan tukar menukar hak atas tanah tersebut hanya dilakukan secara lisan saja dan karena tukar menukar hak atas tanah tersebut tidak memenuhi sifat tunai, terang dan riil suatu perbuatan hukum pemindahan hak. Sebaiknya tukar menukar hak atas tanah dibuktikan Akta PPAT karena tanpa Akta PPAT para pihak akan mengalami kesulitan dalam pendaftaran peralihan haknya di Kantor Pertanahan dan mengingat sifat tanah sebagai benda tetap yang harus didaftarkan (asas publisitas).

ABSTRACT
This thesis discusses the exchange of land rights based on national Land Law and related regulation (Study of the Decision of The Depok Disctrict Courts No.211/Pdt. G/2018/Pn.Dpk). The subject matter in writing this thesis is about the validity of the exchange of land rights in general and the validity of the exchange of land rights which is done verbally by the plaintiff and defendant in the verdict of PN Depok No.211/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. This thesis uses normative juridical research method with a type of research that is descriptive analytic. From the results of the research can be noted that the exchange of land rights is valid, if it qualifies as a treaty will be exchanged according to the law of the Agreement and qualifies as a legal act to transfer rights under the law of the national land. The author disagrees with the consideration of the Tribunal of the District Court of Depok stating that the exchange of land rights made by the plaintiff and the defendant party are valid. According to the author exchange of land rights carried by the plaintiff and the defendants party is not valid, this is because the exchange of land rights is only done orally and because the exchange of land rights does not fulfill the nature of cash, light and real a legal action of the transfer of rights. The exchange of land rights should be carried out with the PPAT Deed because without the PPAT deed the parties will have difficulty in registering its rights in the land office and considering the nature of the land as a fixed object that must be registered (the principle of publicity)."
2020
T55041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meta Nadia
"Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini mengenai kedudukan tanda bukti hak lama sebagai petunjuk kepemilikan hak atas tanah. Mengacu pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah. PP No. 18 tahun 2021 ini menanggapi kedudukan hukum tanda bukti hak lama saat ini hanya merupakan petunjuk untuk kepentingan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan derajatnya lebih rendah daripada alat buktiuntuk melakukan perbuatan hukum. Keberadaan tanda bukti hak lama menjadi dasar penerbitan sertifikat. Dengan adanya PP ini pemerintah secara tidak langsung memaksa masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya, agar terhindar dari permasalah seperti tumpang tindih alat bukti dalam suatu bidang tanah. Untuk mengurangi timbulnya berbagai permasalahan terkait pembuktian hak lama, sebaiknya Pemerintah memfasilitasi dan memberikan kemudahan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah. Badan Pertanahan Nasional sebaiknya memberikan penyuluhan dan mendampingi masyarakat terkait pendaftaran tanah untuk pertama kali. Kepada masyarakat agar lebih meningkatkan kesadaran untuk mendaftarkan tanahnya untuk pertama kali agar mendapat kepastian hukum pemegang haknya.

The main problem in this paper is regarding the position of the old rights evidence as an indication of ownership of land rights. Referring to the provisions of Government Regulation Number 18 of 2021 concerning Management Rights, Land Rights, Apartement and Land Registration. PP No. 18 of 2021, responding to the legal position of the old right evidence that currently is only a guide for the interests of land registration for the first time and is of a lower degree than evidence for carrying out legal actions. The existence of proof of old rights becomes the basis for issuing certificates. With this PP, the government indirectly forces the community to register their land, in order to avoid problems such as overlapping evidence in a plot of land. To reduce the emergence of various problems related to proving old rights, the Government should facilitate and provide convenience in the implementation of land registration. The National Land Agency should provide counseling and assist the community regarding land registration for the first time. To the community to increase awareness of registering their land for the first time in order to obtain legal certainty for the holder of the right."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdausi Alamari
"Tesis ini membahas tentang kedudukan surat keterangan tanah (SKT) yang dijadikan dasar perbuatan hukum dalam peralihan hak atas tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Namun demikian, terdapat pejabat pembuat akta tanah yang tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. Dalam penelitian ini, PPAT telah membuat Akta Penyerahan Hak dengan menggunakan SKT dalam peralihan hak atas tanah sebagai dokumen hukum dan bukti hak atas tanah.
Pokok permasalahan yang akan dibahas yaitu 1) bagaimana bentuk dan substansi dokumen hukum yang termasuk dalam perjanjian kebendaan dan menjadi dasar perbuatan hukum dan pendafataran hak atas tanah, serta 2) kedudukan dan kekuatan bukti SKT dan Bagaimana implikasi hukum terhadap perbuatan hukum yang didasarkan pada SKT dengan objek hak atas tanah dan tanggung jawab Notaris/PPAT berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis, dianalisa dengan metode kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data sekunder.
Hasil dari penelitian ini adalah peralihan hak atas tanah dengan menggunakan SKT tidak bentuk dan substansi dokumen hukum yang termasuk dalam perjanjian kebendaan dan tidak memiliki kedudukan dan kekuatan hukum sebagai dasar perbuatan hukum dan pendaftaran hak atas tanah. Akta yang dibuat berdasarkan SKT berimplikasi batal demi hukum. PPAT selaku pihak yang membuat dan mengeluarkan Akta Penyerahan Hak bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan dari akta yang dibuatnya kepada para pihak yang merasa dirugikan dan dapat dikenakan pertanggungjawaban secara administratif, dan perdata.

This thesis discusses the position of the latter of land which is the basis for legal actions in the transfer of land rights. The official land deed official (PPAT) is a public official who is given the authority to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights. However, there are officials who make letter of land that do not carry out their duties and obligations properly. In this study, the PPAT has made a Deed of Transfer of Rights using SKT in the transfer of land rights as a legal document and proof of land rights.
The main issues to be discussed are 1) how the form and substance of legal documents are included in the material agreement and become the basis for legal actions and registration of land rights, and 2) the status and strength of SKT evidence and how the legal implications for legal actions based on SKT with the object of land rights and the responsibility of the Notary/PPAT relating to the deed he made. This study uses normative juridical research methods with analytical descriptive research types, analyzed by qualitative methods using secondary data collection techniques.
The result of this research is the transfer of land rights using SKT does not have legal position and power as the basis of legal documents included in the material agreement and becomes the basis for legal actions and registration of land rights. Deed that is made based on SKT has implication null and void. The PPAT as the party that makes and issues the Deed of Transfer of Rights is responsible for the losses incurred from the deed he made to the parties who feel disadvantaged and may be subject to administrative, and civil liability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>