Ditemukan 71335 dokumen yang sesuai dengan query
Arsela Surya Andoko
"Penelitian ini bertujuan untuk mendalami topik mengenai diaspora dan krisis identitas budaya pada generasi kedua imigran di novel Mambo in Chinatown (2014) karya Jean Kwok. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menerangkan konstruksi budaya dalam hidup karakter utama, dan untuk membandingkan prosesnya dari waktu ke waktu. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis tekstual menggunakan teori dari Stuart Hall (1990) tentang identitas budaya dan diaspora. Saya akan menganalisis bagian-bagian dari novel yang mengindikasikan pandangan karakter utama mengenai hidupnya sebagai diaspora. Sebagai tambahan, perangkat sastra, seperti penyimbolan, penokohan, alur cerita dan narasi yang berkaitan dengan karakter utama akan dianalisis untuk mengungkapkan berbagai makna atau pesan yang disampaikan oleh penulis novel. Kemudian, kaitan antara kondisi kehidupan, ketercabutan dari asal usul, dan pandangan mengenai identitas karakter utama di awal dan akhir akan dibandingkan untuk mengungkapkan proses pergeseran dalam rasa kepemilikan dan identitas sebelum dan sesudah dia mengadopsi budaya Amerika sepenuhnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa akulturasi dan penerimaan dari negara tuan rumah adalah aspek penting dalam rekonstruksi identitas dan pembentukan rasa kepemilikan identitas dalam generasi kedua imigran. Selain itu, juga ditemukan bahwa kepuasan hidup yang lebih tinggi membantu generasi kedua imigran, dalam kasus ini Tionghoa-Amerika, untuk berasimilasi dan berakulturasi dengan budaya negara tuan rumah, yang selanjutnya berbalik membentuk rasa kepemilikan identitas dan kesadaran bahwa mereka bukan lagi hanya Tionghoa tapi juga adalah seorang Amerika. Pada akhirnya, kesadaran ini membuat Charlie dapat menerima asal usul dirinya dan juga menerima menjadi apa dirinya sekarang. Hal ini membuatnya tidak merasa malu atau benci menjadi bagian dari diaspora Tionghoa, sambil berdamai dengan dirinya sendiri karena tidak menjadi cukup Tionghoa menurut standar tradisional.
The study aims to explore the diaspora and cultural identity crisis of the second generation of immigrants through the novel Mambo in Chinatown (2014) by Jean Kwok. Moreover, this paper aims to elucidate identity reconstruction in the main character's life, and to comprehend the process over time. The method used is qualitative with textual analysis using Stuart Hall’s (1990) theories on cultural identity and diaspora. I will analyse parts in the novel that indicate the main character’s view of her life as a diaspora. In addition to that, the literary devices , like symbolism, characters, and plot, and narration surrounding the main character will be analysed to unwrap the various meanings that the writer of the novel communicates. Then, the relation between the life condition, uprootedness and view of identity of the main character from the beginning and the end will be compared to see the shifting process in her sense of belonging and identity before and after she fully embodies American culture. The result shows that acculturation and acceptance of the host country’s culture are important aspects in identity’s reconstruction and the formation of a sense of belonging in second-generation immigrants. It is also found that better life satisfaction helps the second-generation of immigrants, in this case the Chinese-Americans, to assimilate and acculturate to the host country’s culture that in turn forms their sense of belonging and realisation that they are not just Chinese anymore but also American. In the end, this realisation allows Charlie to accept her origin as well as what she has become in the present, which makes her not feeling ashamed or hatred of being part of Chinese diaspora while making peace with herself for not being Chinese enough according to traditional standard of being Chinese. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Marlina
"[
ABSTRAK Artikel ini mencoba untuk menganalisis hubungan antara perjalanan dan pembentukan identitas, khususnya bagaimana perjalanan berkontribusi dalam pembentukan identitas Elizabeth Gilbert di dalam novel Eat, Pray, Love. Elizabeth Gilbert mengalami krisis identitas yang parah setelah ia bercerai dengan suaminya. Ia tidak lagi tahu apa tujuan hidupnya dan selalu dihantui oleh kemuraman dan kesepian untuk bertahun-tahun lamanya. Di tengah keputus-asaannya, ia akhirnya memutuskan untuk bepergian selama setahun ke Italia, India, dan Indonesia. Interaksinya dengan berbagai macam orang dari negara yang berbeda telah membawa dampak positif pada perkembangan identitasnya. Ia telah berubah menjadi pribadi yang lebih utuh yang memiliki tujuan hidup yang jelas. Artikel ini menyimpulkan bahwa perjalanan memberikan kontribusi yang signifikan dalam membantu pembentukan identitas seseorang melalui perubahan lingkungan dan interaksi dengan beragam nilai yang berasal dari masyarakat yang berbeda-beda.
ABSTRACT This article attempts to examine the relation between travel and identity formation, especially in how travel contributes in the formation of Elizabeth Gilbert?s identity in the novel Eat, Pray, Love. After going through a divorce, Elizabeth Gilbert went to a major identity crisis. She did not know the purpose of her life and was always being haunted by depression and loneliness for years. In the midst of her despair, she then decided to go on a journey to Italy, India, and Indonesia for one year. Her interactions with different peoples from diverse societies in various countries have brought positive impacts to her identity. She has changed into a more intact person with a clear purpose of her life. This article concludes that travel gives significant contributions in aiding the formation of one?s identity through changes of environment and interactions with various values in different societies. , This article attempts to examine the relation between travel and identity formation, especially in how travel contributes in the formation of Elizabeth Gilbert’s identity in the novel Eat, Pray, Love. After going through a divorce, Elizabeth Gilbert went to a major identity crisis. She did not know the purpose of her life and was always being haunted by depression and loneliness for years. In the midst of her despair, she then decided to go on a journey to Italy, India, and Indonesia for one year. Her interactions with different peoples from diverse societies in various countries have brought positive impacts to her identity. She has changed into a more intact person with a clear purpose of her life. This article concludes that travel gives significant contributions in aiding the formation of one’s identity through changes of environment and interactions with various values in different societies. ]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Dzakia Permata Hati
"Born Confused adalah novel India Amerika yang merepresentasikan bagaimana kalangan dewasa muda India Amerika generasi kedua yang menghadapi masalah identitas. Dengan menggunakan analisis tekstual yang berfokus pada konflik internal dan eksternal dalam novel tersebut, penulis berpendapat bahwa meskipun orang tua dan teman berperan penting dalam pembentukan identitas, tokoh utama dalam novel ini adalah pelaku yang secara aktif membentuk identitasnya sendiri. Kerangka kerja yang digunakan untuk menganalisis isu tersebut adalah teori identitas hibrid Homi K. Bhabha.
Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap penelitian sebelumnya mengenai identitas hibrid pada novel dewasa muda yang menunjukkan identitas yang kompleks dan tidak statis dan juga membahas kalangan dewasa muda sebagai pelaku yang menegosiasi identitas gandanya sebagai bagian dari proses menuju kedewasaan.
Born Confused is an Indian American novel which represents how second generation Indian American young adult face an identity problem. Through textual analysis focusing on internal and external conflicts in the novel, I argue that although family and peers have roles in constructing a person's identity, the main character is an active agent who shapes her own identity. The framework that is used to analyze the issue is Homi K. Bhabha's hybrid identity.
This study contributes to previous research on hybrid identity in young adult novel showing the identity which is not static and complex. It also discusses young adults as agents who negotiate their dual identity as part of their process of growing up."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Rizky Aulia Ramadhian
"
ABSTRAKReunifikasi antara Jerman Barat dan Jerman Timur yang disepakati pada 1989, mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan dalam berbagai macam aspek kehidupan di Jerman, termasuk salah satunya dalam aspek perfilman. Film menjadi salah satu media yang dapat dianalisis melalui berbagai perspektif. Pada tahun 90-an dunia perfilman Jerman mulai dibanjiri dengan munculnya sejumlah film Jerman yang mengangkat cerita mengenai kehidupan di Jerman Timur. Fenomena ini kemudian dikenal dengan ldquo;Ostalgie rdquo;. Ostalgie sendiri merupakan kerinduan akan kehidupan di Jerman Timur. Ostalgie ternyata tidak hanya sekadar kerinduan, namun juga dapat dimaknai sebagai bentuk satire atau bahkan bertujuan untuk menunjukkan keironian. Film Sonnenallee 1999 karya Leander Hau ?mann merupakan salah satu contoh film Ostalgie yang akan dianalisis pada pembahasan ini.meskipun film ini disutradarai dan ditulis oleh warga eks-Jerman Timur, tetapi pada pembuatannya film ini diproduseri dan dibiayai oleh pihak barat. Hal inilah yang membuat film ini menjadi menarik untuk dianalisis, karena adanya campur tangan pihak barat sangat memengaruhi konstruksi yang dibangun dalam film ini mengenai Jerman Timur, khususnya remaja Jerman Timur sebagai tokoh sentral dalam film. Analisis ini akan dilakukan dengan cara pemilihan adegan-adegan tertentu yang paling menonjol. Melalui analisis ini, dapat dilihat bagaimana remaja Jerman Timur dikonstruksikan sebagai pelanggeng pemerintahan serta posisi film Sonnenallee sebagai film Ostalgie yang menampilkan ironi.
ABSTRACTThe German reunification in 1989 causes some significant changes, which happen in different kind of life aspects. Film is considered to be one of the media that can be analyzed through different perspectives. The German film industry in the 90s was starting to be filled with documentary film about life in East Germany. This phenomenon is known as ldquo Ostalgie rdquo , which is a yearning of life in there. This film also can be interpreted as satire or an irony. Sonnenalle 1999 , the work of Leander Hau mann is one example of Ostalgie film that will be analyzed in this discussion. Although the film was written and directed by an ex of eastern Germany, but it was funded by the western Germany. The western intervention in this film rsquo s construction can be recognized in the story line, which makes the teenagers of eastern Germany as the main character. This analysis will be done through the selection of particular prominent scenes. Through this analysis it can be seen how the eastern German teenagers is constructed as the lasting performer for the government and is positioned as ironic Ostalgie film. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rudwina Indira Deannisa
"Permasalahan pembentukan identitas yang dialami oleh imigran merupakan fenomena yang masih marak terjadi terutama pada imigran yang datang ke Jerman. Salah satu penyebabnya adalah karena pertentangan budaya antara budaya asal dan budaya Jerman. Dilematika pertentangan budaya ini menjadi tantangan bagi para imigran yang ingin berintegrasi dan hidup harmonis bersama masyarakat Jerman. Penelitian ini akan meneliti isu tersebut melalui buku audio Der unglaubliche Lauf der Fatima Brahimi (2017) oleh penulis buku anak-anak Jürgen Banscherus. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan teori Identitas Budaya dan Diaspora oleh Stuart Hall dan teori Status Identitas oleh James Marcia. Penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga Fatima dan tokoh Jakob memberikan pengaruh besar yang menjadi faktor dilematika pembentukan identitas baru tokoh Fatima sebagai remaja muslim moderat Aljazair-Jerman. Keluarga Fatima menjadi hambatan proses integrasi Fatima sementara Jakob menjadi faktor akselerasi yang mendorong Fatima mengadopsi budaya Jerman dengan cepat.
The problem of identity formation experienced by immigrants is a phenomenon that still arise, especially among immigrants who come to Germany. One of the reasons is due to cultural conflicts between the culture of origin and German culture. This dilemmatic cultural conflict is a challenge for immigrants who want to integrate and live in harmony with German society. This research will examine this issue through the audiobook Der unglaubliche Lauf der Fatima Brahimi (2017) by children's book author Jürgen Bancsherus. This research uses descriptive qualitative methods with the theory of Cultural Identity and Diaspora by Stuart Hall and the theory of Identity Status by James Marcia. This study shows that Fatima's family and Jakob have a major influence that becomes a dilemma factor in the formation of Fatima's new identity as a moderate Algerian-German Muslim teenager. Fatima's family became a barrier to Fatima's integration process while Jakob became an accelerating factor that encouraged Fatima to acquire German culture quickly."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Yosephine Gunawan
"
ABSTRAKIsu mengenai migran, terutama dalam proses penyesuaian diri di lingkungan tempat tinggal baru dan konflik kultural yang terjadi sebagai akibatnya, banyak diangkat menjadi tema film Jerman dekade terakhir ini. Salah satunya adalah film berjudul Shahada 2010 karya Burhan Qurbani. Film bergenre melodrama dengan durasi 88 menit ini menceritakan tiga orang anak muda muslim yang tinggal di Berlin dan harus berhadapan dengan hal-hal yang baru sehingga terjadi konflik dalam diri dan identitas mereka. Adegan dalam film akan dianalisis menggunakan konsep mengenai konstruksi identitas dari Stuart Hall. Konstruksi identitas yang dilihat adalah Islam sebagai keyakinan para migran dan pluralitas identitas muslim yang ditunjukkan mengenai Islam dari negosiasi yang terjadi antara ldquo;roots ldquo; dan ldquo;routes ldquo; para migran muslim dalam film ini. Melalui analisis film Shahada 2010 akan dilihat bagaimana konstruksi identitas migran muslim di Jerman ditampilkan.
ABSTRACTThe issues of migrant, mainly on the adaptation process and cultural conflict, have been used as Germany movie themes in the last decades. This undergraduate thesis focus on the identity construction of muslim migrant in a film named Shahada 2010 by Burhan Qurbani. This 88 minute melodrama genre film tells about three young Muslims who are living in Berlin and has to deal with new things, causing inter cultural clashes and causing conflicts within themselves and their identity. Each scene in this film will be analyzed using the concept of identity construction by Stuart Hall. The results of identity construction is pluralism in muslim identity shown by negotiation process between the ldquo roots ldquo and the ldquo routes ldquo of muslim migrant in this film. Through the analysis of Shahada film will be seen how the construction of Muslim migrant identity in Germany is represented."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ishaq Mahmudil Hakim
"Kecurangan merupakan fenomena negatif yang terjadi di berbagai konteks. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan apakah kecurangan dapat dipengaruhi oleh moral disengagement dan pengaruh tersebut dapat dimoderasi oleh identitas moral. Sebanyak 213 orang mahasiswa dari 7 universitas di Indonesia mengikuti penelitian ini. Peneliti mengukur kecurangan dengan Tugas Matriks Angka yang pernah digunakan oleh banyak peneliti-peneliti lain.
Moral disengagement diukur menggunakan adaptasi dari Moral Disengagement Scale yang dirancang oleh Detert, Treviño, dan Sweitzer (2008). Identitas moral diukur dengan hasil adaptasi dari Moral Identity Questionnaire yang dikembangkan Black dan Reynolds (2016).
Penelitian ini menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan moral disengagement terhadap kecurangan (odds ratio = 1,111; n = 213; p > 0,05; two-tailed). Lebih lanjut, identitas moral tidak memoderasi pengaruh moral disengagement terhadap kecurangan (odds ratio = -1,140; p > 0,05; two-tailed). Elaborasi dari hasil penelitian ini dibahas di dalam diskusi.
Dishonest behavior is a negative phenomenon that occurs in various contexts. This study aims to find out whether dishonest behavior can be influenced by moral disengagement and whether that influence can be moderated by moral identity. 213 students from 7 universities in Indonesia participated in this study. Dishonest behavior was measured by the Number Matrix Task that had been used by many other researchers. Moral disengagement was measured using adaptations from the Moral Disengagement Scale designed by Detert, Treviño, and Sweitzer (2008). Moral identity was measured by the adaptated Moral Identity Questionnaire developed by Black and Reynolds (2016). This study found no significant effect of moral disengagement on dishonest behavior (odds ratio = 1.111; n = 213; p> 0.05; two-tailed). Furthermore, moral identity did not moderate the effect of moral disengagement on dishonest behavior (odds ratio = -1,140; p> 0.05; two-tailed). The elaboration of these results was discussed."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
M. Amien Rahman Mahendra
"Dinamika kehidupan masyarakat Dusun Poncol telah lama berkait erat dengan Arak Jowo yang telah menjadi identitas dan komoditas. Proses konstruksi identitas Arak Jowo di Dusun Poncol yang berlangsung dalam waktu lama tidak hanya melibatkan pemasak Arak Jowo sebagai produsen tetapi juga masyarakat Dusun Poncol dan masyarakat lain di sekitar Kabupaten Ngawi. masyarakat Dusun Poncol dan masyarakat lain terjadi dalam praktik konsumsi dan jual beli Arak Jowo yang diproduksi oleh pemasak Arak Jowo di Dusun Poncol. Namun, pemasak Arak Jowo sebagai bagian masyarakat Dusun Poncol ini terpaksa harus kehilangan pekerjaannya karena terbitnya Perda nomor 10 tahun 2012 Kabupaten Ngawi dan implementasinya dengan bentuk penertiban gabungan yang berlangsung pada tahun 2018. Pasca penertiban berlangsung, pemasak Arak Jowo merasa bimbang karena keahlian utama yang mereka kuasai dilarang untuk dilakukan lagi berdasarkan peraturan hukum formal yang berlaku. Pasca penertiban, pemasak Arak Jowo mengalami dilema dalam memahami identitas sosial mereka dan cara memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka. Penertiban juga meninggalkan trauma dan bagi ketakutan pemasak Arak Jowo Dusun Poncol terlebih tentang kekacauan terhadap orang luar. Kondisi liminal memaksa pemasak Arak Jowo merasakan kondisi yang serba sulit baik untuk tetap melakukan aktivitas produksi Arak Jowo maupun meninggalkan aktivitas tersebut dan memulai aktivitas baru pengganti Arak Jowo.
The dynamics of the life of the Dusun Poncol people has long been closely related to Arak Jowo which has become an identity and a commodity. The process of constructing the identity of Arak Jowo in Dusun Poncol which took a long time did not only involve the cooks of Arak Jowo as producers but also the people of Dusun Poncol and other communities around Ngawi Regency. The people of Dusun Poncol and other communities are involved in the practice of consuming and buying and selling Arak Jowo produced by Arak Jowo cooks in Dusun Poncol. However, the cooks of Arak Jowo, as part of the Dusun Poncol community, were forced to lose their jobs due to the issuance of Regional Regulation number 10 of 2012 of Ngawi Regency and its implementation in a combined form of control which took place in 2018. After the control took place, the cooks of Arak Jowo felt confused because the main expertise they mastery is prohibited from being carried out again based on the applicable formal legal regulations. After the control, the cooks of Arak Jowo experienced a dilemma in understanding their social identity and how to meet their family's economic needs. The control also left trauma and fear for the cooks of Arak Jowo Dusun Poncol especially about chaos towards outsiders. This liminal condition forced the cooks of Arak Jowo to experience difficult conditions both to continue to carry out Arak Jowo production activities and to leave these activities and start new activities to replace Arak Jowo."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ama Galiana Ramadhani
"Makalah ilmiah akhir ini membahas dilema identitas saya sebagai mahasiswa magang dalam program Receh-Coreng yang berdampak pada bagaimana posisi mahasiswa dengan latar belakang jurusan Antropologi ditempatkan oleh warga setempat. Tulisan ini memperlihatkan bagaimana metode penelitian etnografi dengan berfokus pada isu positioning dan isu identitas diaplikasikan dalam melihat realita di lapangan. Program Receh-Coreng yang terintegrasi dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), melibatkan peran aktif mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan untuk berkontribusi secara langsung melakukan pengumpulan data penelitian di Kampung Kota. Dalam proses adaptasi di Kampung Tembok Bolong, saya menemukan konflik internal antara pengurus koperasi dengan warga yang semakin memperlihatkan dilema posisi saya sebagai insider dan outsider. Di satu sisi, posisi mahasiswa magang ditempatkan sebagai insider oleh pengurus koperasi yang memberikan ekspektasi kepada saya untuk berpihak kepada koperasi, membantu menyuarakan permasalahan ke pemerintah dan memberikan bantuan sembako kepada warga. Di sisi lain, posisi mahasiswa magang ditempatkan sebagai outsider oleh warga, sejalan dengan asumsi negatif warga yang menganggap saya sebagai “antek-antek koperasi”. Dilema posisi yang dialami mahasiswa magang disertai munculnya tantangan, mempengaruhi keterlambatan dalam proses pengumpulan data untuk keperluan program Receh-Coreng.
This final scientific paper discusses my identity dilemma as an intern student in the Receh-Coreng program which has an impact on how students with a background majoring in Anthropology are positioned by local residents. This article shows how ethnographic research methods focusing on positioning issues and identity issues are applied in looking at reality in the field. The Receh-Coreng program, which is integrated with the Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) program, involves the active role of students in developing skills to contribute directly to collecting research data in Kampung Kota. During the adaptation process in Walling Bolong Village, I discovered an internal conflict between the cooperative management and the residents which increasingly showed the dilemma of my position as an insider and outsider. On the one hand, the student intern position was placed as an insider by the cooperative management which gave me expectations to side with the cooperative, help voice problems to the government and provide basic food assistance to residents. On the other hand, the position of the intern was placed as an outsider by the residents, in line with the negative assumptions of the residents who considered me a "cooperative lackey". The positional dilemma experienced by intern students is accompanied by the emergence of challenges, affecting delays in the data collection process for the Receh-Coreng program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Sekar Citra Ningrum
"Terdapat beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa emosi moral dan identitas moral memiliki hubungan dengan tindakan moral. Keduanya dianggap memiliki hubungan yang positif dengan tindakan moral. Peran komplementer yang dipegang keduanya dalam membentuk individu yang bertindak sesuai dengan moral memicu asumsi adanya hubungan yang positif antara identitas moral dan guilt. Untuk membuktikan asumsi tersebut penelitian ini dilaksanakan dengan sampel 590 mahasiswa. Identitas moral diukur dengan menggunakan Moral Identity Questionnaire dan emosi moral diukur dengan Test of Self-Conscious Affect. Perhitungan dengan menggunakan pearson correlation menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara identitas moral dan emosi moral, khususnya guilt ( r = 0,502, p < 0,05).
Moral identity and moral emotion are often observed in respect to moral action. Both of them are considered as correlated to moral action to degree which each of them complements motivation to display morally relevant behavior. As they have identical role to moral action, I suggest there is a positive correlation between moral identity and moral emotion. This study aim to see the correlation between moral identity and moral emotion of N = 590 college students. I distributed online and offline questionnaires of Moral Identity Questionnaire to assess moral identity and Test of Self-Conscious Affect to assess moral emotion. In summary, these findings suggest that college students who experienced guilt are more likely to have an importance of being moral and to act accordingly (r = 0,502, p<0,05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64822
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library