Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53877 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Dwi Irmawati
"Wayang kulit purwa merupakan produk budaya Jawa yang mengandung tontonan, tuntunan, dan tatanan. Lakon pada pertunjukan wayang kulit purwa terbagi dalam lima zaman, yakni mitos awal zaman, Lokapala, Arjunasasrabahu, Ramayana, dan Mahabharata. Lakon Dumadine Sanjata Cakra termasuk ke dalam mitos awal zaman. Pada pertunjukkan wayang kulit purwa selalu menyajikan pertarungan antara keutamaan dan keangkaramurkaan. Penyebab pertarungan keduanya ialah berhubungan dengan perebutan harta, tahta, dan wanita. Dalam lakon Dumadine Sanjata Cakra dikandung etika kekuasaan. Penelitian ini membahas etika kekuasaan melalui deskripsi pertarungankeutamaan dengan keangkaramurkaan, mitos dan kekuasaan, dan simbol dan kekuasaan  dalam lakon Dumadine Senjata Cakra. Untuk menjawab permasalahan, penelitian ini menerapkan metode deskriptif kualitatif dari Creswell (2010), transkripsi lisan ke tulis, kerangka konseptual etika kekuasaan dari Franz Magnis Duseno (1984), kerangka konseptual mitos dari Van Peursen (1989), dan kerangka teori simbol dari Turner dalam Disesrtasi Woro Aryandini (1998). Penelitian ini menyajikan hasil pembahasan yang signifikan bahwa etika kekuasaan melalui kajian tentang senjata cakra mampu memberikan pedoman dan tuntunan spiritual bagi masyarakat. Etika kekuasaan dikonstruksi melalui pertarungan kekuatan keutamaan dengan keangkaramurkaan, mitos, dan simbol. Senjata Cakra sebagai manifestasi dari spiritualitas kekuasaan manusia memberikan motivasi terhadap keberlangsungan keharmonisan dan keselarasan alam semesta.

Wayang kulit purwa is a Javanese cultural product that contains spectacle, guidance and order. The plays in the Purwa shadow puppet show are divided into five eras, namely the myth of the beginning of the era, Lokapala, Arjunasasrabahu, Ramayana, and Mahabharata. Dumadine Sanjata Cakra’s play is included in the myth of the beginning of time. Purwa shadow puppet shows always present a battle between virtue and cruelty. The cause of the fight between the two is related to the struggle for wealth, throne and women. In Dumadine Sanjata Cakra's play, the ethics of power is contained. This research discusses the ethics of power through descriptions of the struggle between virtue and wrath, myth and power, and symbols and power in Dumadine's play Weapon Cakra. To answer the problem, this research applies Creswell's(2010) qualitative descriptive method, oral to written transcription, the power ethics conceptual framework of Franz Magnis Suseno (1984), Van Peursen's conceptual framework of myth (1998), and Turner's symbol theory framework in a Dissertasion byWoro Aryandini (1998). This research presents significant discussion results that the ethics of power through the study of chakra weapons are able to provide spiritual guidance and guidance for society. The ethic of power is constructed through a struggle between the power of primacy and terror, myth and symbols. Chakra weapons as a manifestation of the spirituality of human power provide motivation for the continued harmony and harmony of the universe."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dhianita Kusuma Pertiwi
"ABSTRAK
Indianisasi yang berlangsung kira-kira semenjak abad ke-2 Masehi di beberapa daerah di Nusantara, termasuk Jawa, menyebabkan akulturasi antara kebudayaan India dan Jawa. Cerita lakon wayang purwa sebagai salah satu bentuk dalam karya sastra Jawa yang sampai hari ini masih mengadaptasi narasi yang terdapat dalam Mahābhārata dan Ramayana. Tesis ini difokuskan untuk mengkaji transformasi tekstual dan ideologis dalam adaptasi Sabha-parva, kitab kedua Mahābhārata (hipoteks), ke lakon wayang purwa Sesaji Raja Suya (2013) karya Ki Purbo Asmoro (hiperteks). Dengan menggabungkan kajian tekstual, adaptasi, dan studi lapangan, serta penerapan teori intertekstualitas oleh Gerard Genette, ditemukan tiga teknik transformasi yang terdapat dalam adaptasi hipoteks ke hiperteks, yakni pengembangan, pengeditan, dan pengurangan. Ketiga teknik tersebut diterapkan untuk mentransformasi sejumlah unsur naratif, yakni bentuk dan struktur fisik teks, alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan; serta penggunaan kata dan istilah. Berdasarkan analisis tekstual, ditemukan bahwa hiperteks menunjukkan kecenderungan untuk mengglorifikasikan kekuatan dan keunggulan Pandawa dengan menerapkan teknik-teknik transformasi tersebut. Hasil kajian tekstual dianalisis lebih lanjut menggunakan konsep kekuasaan tradisional India Kuno oleh Jan Gonda dan konsep kekuasaan Jawa yang dielaborasikan oleh Benedict Anderson, Koentjaraningrat, dan Soemarsaid Moertono. Analisis ideologis menemukan adanya transformasi konsep kekuasaan yang direpresentasikan oleh masing-masing teks. Tesis ini menyimpulkan bahwa aspek dari konsep kekuasaan Jawa yang ditekankan dalam hiperteks adalah gagasan Jawa-sabrang yang memercayai identitas ke-Jawa-an merupakan nilai ideal bagi seorang raja atau pemimpin.

ABSTRACT
Indianization that occurred approximately since the 2nd century in several regions of Nusantara, including Java, had triggered cultural acculturation. Wayang act maintains the tradition of adapting Mahābhārata and Ramayana. This research is aimed at analyzing textual and ideological transformation in the adaptation of Sabha-parva, the second book of Mahābhārata (hypotext), to Sesaji Raja Suya wayang act by Purbo Asmoro (hypertext) by combining textual and literary adaptation analysis, and field study. Textual analysis identified three techniques: amplification, editing, and reduction, to transform the narrative elements, including: form and structure, sequence of events and plot, characterization, settings, and also specific terms. The textual transformation techniques are used to glorify the power and sovereignty of Pandawa as the main protagonists. The results of textual analysis were further studied by implementing the concept of power in Ancient India by Jan Gonda and the concept of power in Javanese culture by Benedict Anderson, Koentjaraningrat, and Soemarsaid Moertono. Ideological analysis has proven the transformation of the concept of power in the adaptation of the hypotext to hypertext. This research concludes that the hypertext underlines the idea of Jawa-sabrang, or the ethnocentric view which believes Javanese identity as the ideal value for a king or ruler."
2019
T52758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emerson, Kathryn Anne
Surakarta: ISI Press, 2017
791.5 EME p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Ramadhani Saputri
"Tulisan ini membahas etika keselarasan dalam lakon wayang kulit purwa lakon Bagong Mbangun Pabrik karya Ki Seno Nugroho. Lakon wayang kulit purwa dengan tokoh utama Bagong banyak ditemukan, seperti Bagong Mbangun Deso, Bagong Ratu, Bagong Duto, dan lain-lain. Lakon Bagong Mbangun Pabrik menjadi pertimbangan dalam melakukan penelitian ini karena lakon ini mengandung nilai moral yang berkaitan erat dengan zaman sekarang. Masalah utama dalam penelitian ini bagaimana etika keselarasan digambarkan dalam lakon Bagong Mbangun Pabrik karya Ki Seno Nugroho. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan strategi penyelarasan yang dilakukan oleh tokoh Bagong. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu video pagelaran wayang kulit purwa lakon Bagong Mbangun Pabrik karya Ki Seno Nugroho yang diunggah di Youtube Ki Dalang Seno. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan objektif serta menggunakan kerangka konseptual teoritis Etika Jawa dari Franz Magnis Suseno. Hasil yang ditemukan adalah etika keselarasan yang digambarkan oleh tokoh Bagong berkaitan dengan strategi penyelarasan dengan menggunakan kekuasaan, eksistensi kayu dewandaru dan jayandaru, serta diplomasi dan negosiasi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai keselarasan hidup perlu adanya etika dalam berinteraksi, mengutamakan prinsip rukun dan hormat serta mengusahakan perdamaian.

This paper discusses the ethics of harmony in the wayang kulit purwa play Bagong Mbangun Pabrik by Ki Seno Nugroho. There are quite a number of wayang kulit purwa plays with the main character Bagong, such as Bagong Mbangun Deso, Bagong Ratu, Bagong Duto, and others.play Bagong Mbangun Pabrik is considered in conducting this research because this play contains moral values ​​that are closely related to today's era. The main problem in this research is how the ethics of harmony is described in the play Bagong Mbangun Pabrik by Ki Seno Nugroho. This study aims to describe the alignment strategy carried out by the Bagong character. The data used in this study is a video of the wayang kulit purwa play Bagong Mbangun Pabrik by Ki Seno Nugroho uploaded on YouTube Ki Dalang Seno. The method used in this research is descriptive qualitative with an objective approach and uses the theoretical conceptual framework of Javanese Ethics from Franz Magnis Suseno. The results found are the ethics of harmony described by the Bagong figure related to the alignment strategy using power, the existence of Jayandaru and wood, as well as diplomacy and negotiation. Based on the results of the study, it can be concluded that in achieving harmony in life, it is necessary to have ethics in interacting, prioritizing the principles of harmony and respect and seeking peace.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Dian Lestari
"Tulisan ini membahas tentang hakikat kekuasaan tokoh Semar dalam pagelaran wayang lakon Bathara Kala Tundhung-Surya Ndadari karya Ki Manteb Sudarsono. Lakon Bathara Kala Tundhung-Surya Ndadari menjadi pertimbangan dalam melakukan penelitian ini karena merupakan lakon yang unik yaitu lakon ruwat dan lakon cerita Mahabharata yang disatukan melalui kehadiran kuasa tokoh Semar dalam satu pagelaran wayang oleh Ki Manteb Sudarsono. Masalah utama dalam penelitian adalah bagaimana hakikat kekuasaan tokoh Semar dirumuskan dalam lakon Bathara Kala Tundhung-Surya Ndadari. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan hakikat kekuasaan Semar sebagai pemegang kuasa keutamaan dalam lakon Bathara Kala Tundhung-Surya Ndadari. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan objektif yang bertujuan untuk menggali dan menguraikan hakikat kekuasaan tokoh Semar, dengan peneliti sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data penelitian. Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerangka konsep menurut Etika Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakikat kekuasaan tokoh Semar adalah kekuasaan yang melekat pada status dan perannya sebagai pamong Pandawa, status sebagai danyang tanah Jawa melalui perannya dalam melakukan ruwatan, serta peran sebagai dewa yang menggagalkan ujian Batara Guru terhadap Pandawa dalam perang Baratayuda. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat kekuasaan tokoh Semar berkaitan dengan status dan perannya sebagai upaya untuk menghilangkan segala ancaman dari kekuasaan keangkaramurkaan, mengembalikan kuasa keburukan pada tempatnya, dan menjaga kestabilan dunia serta alam semesta, Memayu hayuning bawana.

This paper discusses the essential of Semar Power in the wayang play entitled Bathara Kala Tundhung-Surya Ndadari. The play Bathara Kala Tundhung-Surya Ndadari was taken into consideration in conducting this research because it is a unique play, namely the Ruwat play and the Mahabharata story play which were united through the experience of the presence of Semar characters in a wayang play by Ki Manteb Sudarsono. The main problem in this research is how the essence of Semar Power is formulated in Batara Kala Tundhung-Surya Ndadari. This study aims to formalize Semar's power as the holder of the superiority of power in the play Bathara Kala Tundhung-Surya Ndadari. This research is a qualitative descriptive study with an objective approach that aims to explore and describe the essential of Semar power by the researcher as the main instrument in data collection. The conceptual framework used in this research is a conceptual framework according to Javanese Ethics. The results of this study indicate that essence of Semar Power is power attached to the status and role above as a pamong of Pandawa, the status as danyang of the land of Java through assistance in carrying out ruwatan, and the role of a god who thwarts the Batara Guru test for Pandawa in Baratayuda. Based on this research, it can be stated that the power of Semar is related to the status and role to eliminate all threats over the power of rage, restore the evil power to its place and maintain the stability of the world and the universe, Memayu hayuning bawana."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Mas Christian Briliyandi Pramaditra
"Dalam budaya Jawa wayang purwa dibagi menjadi beberapa zaman, yaitu mitos mengenai dewa-dewa, Lokapala, Arjunasasrabahu, Ramayana, dan Mahabharata. Lakon Kembang Dewa Retna digubah dari kisah yang bersumber dari masa Ramayana. Pertarungan keutamaan dan keangkaramurkaan dalam kisah dibangun melalui lakon-lakon yang ditampilkan oleh dalang.Lakon Kembang Dewa Retna menggambarkan pertarungan antara kekuasaan, keutamaaan dan keangkaramurkaan.Kekuasaan Rama sebagian didukung oleh kekuatan kera, yang disimbolkan dengan pusaka Kembang Dewa Retna.Unsur magi dalam Kembang Dewa Retna diproduksi melalui tutur kata, sikap, dan perilaku tokoh di dalamnya.Penelitian ini membahas relasi antara simbol, kekuasaan, dan magi dalam lakon tersebut.Penelitian ini difokuskan pada pusaka Kembang Dewa Retna itu sendiri yang merupakan simbol kekuasaan kera. Penelitian ini bertujuan menjelaskan Kembang Dewa Retna sebagai representasi sebagian dari kekuasaan Rama dalam peperangan melawan Rahwana. Penelitian ini menggunakan pendekatan objektif, metode deskriptif kualitatif, dan kerangka konseptual teoritis etika Jawa dari Franz Magnis Suseno. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Kembang Dewa Retna merupakan symbol kekuasaan kera yang memiliki kekuataan magi dan berjuang memerangi keangkaramurkaan. Kekuasaan Kembang Dewa Retna dianugrahkan dewata untuk menegakkan keutamaan, kebenaran, dan keadilan yang digambarkan pada tokoh Rama.

In the Javanese culture puppet Purwa is divided into several eras, namely myths about gods, Lokapala, Arjunasasrabahu, Ramayana, and Mahabharata. This is a story based on the Ramayana era. The Battle of Virtue and elegance in the story is constructed through the plays performed by the puppeteer. It depicts the fight between power, finance and the Awrath of God. Rama's power is partly supported by the power of the ape, symbolised by the heirloom of the gods of Retna. The Magi in the fireworks of Retna is produced through the words, attitudes, and behavior of the character in it. This study discusses the relationship between symbols, Powers, and Magi in the plays. This research is focused on the inheritance of the God's own flower, which is a symbol of ape power. This study aims to explain the flower of the Lord Retna as a representation of Rama's power in the battle against Rahwana. The study used an objective approach, qualitative descriptive methods, and a theoretical conceptual framework of Javanese ethics from Franz Magnis Suseno. The results of this research show that KembangDewa Retna is a symbol of the ape power that has the strength of the Magi and fights the Battle of Awrath. The power of the deity Retna was awarded the deity to uphold the virtue, truth, and Justice depicted on the character of Rama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ardesita Yuli Kristiana
"ABSTRAK
Ardesita Yuli Kristiana, Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang amanat yang terkandung dalam lakon Pakem Makutharama baik secara implisit maupun eksplisit. Dalam mendeskripsikan amanat tersebut dengan menggunakan unsur-unsur yang membangun cerita seperti alur dan tokoh penokohan. Data yang digunakan adalah buku Pakem Makutharama anggitan Ki Siswoharsojo. Penelitian ini menggunakan langkah kerja dari buku Memahami Cerita Rekaan yang ditulis oleh DR. Panuti Sudjiman. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa amanat dapat ditemukan melalui keterkaitan alur dan tokoh penokohan baik makna itu secara implisit maupun eksplisit.

ABSTRACT
Ardesita Yuli Kristiana, This research is intended to explain about the moral messages in the lakon Pakem Makutharama, whether it is implicit or explicit messages. The description of the moral messages is using the elements that built the story such as the storyline and the characteristics of the characters. The data that being used is the book of Pakem Makutharama anggitan Ki Siswoharsojo. The research used working procedures from the book of Memahami Cerita Rekaan (Understanding Fiction) written by DR. Panuti Sudjiman. The result of the research shows that the moral messages can be found through the relation between the storyline and the characteristics of the characters, whether they are implicit or explicit messages.
"
2015
S61075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi dialog antara seorang guru dengan muridnya di sekolah dasar, membahas tentang belajar menulis dan membaca huruf Jawa, serta cara memahami teks bahasa Jawa. Pada naskah ini banyak catatan-catatan dari penyalin yang isinya tidak ada hubungannya dengan naskah ini, yaitu istilah-istilah atau sebutan-sebutan yang ada di lingkungannya, seperti bumi, jelaga, nama-nama windu, tahun, bulan Jawa, hari serta pasaran. Pada halaman verso terdapat semacam surat yang ditujukan kepada Tuan Dr. H.A. van Andel, seorang pandita yang bertempat tinggal di desa Menes, Surakarta, yang isinya bahwa ia mengirimkan sebuah tembang macapat (dhandhanggula 30 bait) kepada beliau agar dapat dimuat di Mardiraharja, tetapi surat ini tidak ada nama terang. Penyunting menduga naskah ini adalah tulisan Raden Pujaharja sendiri. Dugaan ini didasarkan pada bentuk tulisan dan kebiasaan Raden Pujaharja yang menggunakan buku tulis bekas tulisannya yang terdahulu (satu buku tulis berisi dua teks). Diperkirakan juga naskah ini ditulis pada tahun 1930an, di Surakarta."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
PW.84-B 12.15
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Sinung Widagdo
"Cerita Ramayana tidak hanya berkembang di Indonesia saja, tapi hampir seluruh negara di Asia Tenggara sudah tersebar cerita Ramayana. Salah satu kawasan geografis yang unik dalam budaya Melayu penting mendapatkan perhatian, yakni Malaysia. Wayang kulit Melayu Kelantan tidak dapat dipisahkan dari pengaruh yang melekat di dalamnya yakni Jawa dan Thailand. Cerita Ramayana tidak lepas dari kisah perjuangan Sri Rama dan Rahwana yang ingin mendapatkan atau menikahi Dewi Shinta untuk menjadi istrinya. Realisasi gagasan pada pergelaran meskipun pada umumnya sama pada alur cerita Ramayana yang sudah tersebar luas di Asia Tenggara dan sekitarnya, mengalami perubahan pada masing – masing wilayah. Terbukti dalam alur cerita yang dirangkai dalam pergelaran wayang kulit lakon “Sayembara Sita” yang dipentaskan oleh dalang Pak Nasir Yussof dan dalang Ki Cahyo Kuntadi. Penulis mengambil studi kasus Strategi Naratif dan Kreativitas Teatrikal Citra dan Simbol dalam Pertunjukan Wayang Kulit Lakon “Sayembara Sita” Karya Ki Cahyo Kuntadi (Indonesia) dan Pak Nasir Yussof (Malaysia), untuk mengetahui bagaimana citra dan simbol dari tokoh Sita yang dikemas melalui strategi naratif yang memiliki unsur tokoh penokohan, rangkaian adegan, serta latar tempat, waktu dan social. Selain strategi naratif yang disusun oleh dalang, kreativitas teatrikal juga menentukan bagaimana citra dan symbol itu bisa terlihat pada sebuah karya pertunjukan wayang yang beberapa unsur diantaranya meliputi garap wicara, garap musik, gerak wayang, dan klasifikasi tokoh wayang pada wayang kulit purwa gaya Surakarta dan wayang Kelantan Melayu. untuk meneliti hal tersebut, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif, dan komparasi budaya / sastra, serta melakukan wawancara berbagai narasumber untuk memperkuat informasi terkait permasalahan yang akan diangkat pada tulisan ini.

Ramayana stories are not only developed in Indonesia, but almost all countries in Southeast Asia have spread Ramayana stories. One geographical area that is unique in Malay culture deserves attention, namely Malaysia. Kelantan Malay shadow puppetry cannot be separated from its inherent Javanese and Thai influences. The Ramayana story cannot be separated from the story of the struggle of Sri Rama and Rahwana who want to get or marry Dewi Shinta to become his wife. The realization of ideas in the performance, although generally the same in the Ramayana storyline that has been widespread in Southeast Asia and beyond, has changed in each region. This is evident in the storyline that is assembled in the shadow puppet play "Sayembara Sita" performed by puppeteer Mr. Nasir Yussof and puppeteer Ki Cahyo Kuntadi. The author takes a case study of Narrative Strategy and Theatrical Creativity of Images and Symbols in the Wayang Kulit Play "Sayembara Sita" by Ki Cahyo Kuntadi (Indonesia) and Pak Nasir Yussof (Malaysia), to find out how the images and symbols of the character Sita are packaged through a narrative strategy that has elements of characterization, a series of scenes, as well as place, time and social settings. In addition to the narrative strategy developed by the puppeteer, theatrical creativity also determines how images and symbols can be seen in a puppet performance work, some of which elements include speech work, music work, puppet movements, and the classification of puppet characters in Surakarta style wayang kulit purwa and Malay Kelantan puppets. to examine this, the author uses descriptive qualitative methods, and cultural / literary comparisons, as well as conducting interviews with various sources to strengthen information related to the issues to be raised in this paper."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nuky Noviastiyanti Kristijono
"Masalah tokoh-tokoh dalam karya-karya sastra selalu merupakan masalah yang menarik untuk dibahas. Karena masalah tokoh dalam karya sastra merupakan pencerminan dari kehidupan sosial pada periode dimana tokoh-tokoh itu di-ciptakan. Pencerminan keadaan kehidupan sosial dan pengaruhnya terhadap tokoh-tokoh inilah yang penulis bahas. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk membandingkan kepribadian tokoh-tokoh, khususnya tokoh-tokoh wanita dengan keadaan kaum wanita sesuai dengan latar sejarah lakon-lakon, yaitu abad kesembilanbelas. Sebagai sumber digunakan delapan karya-karya sastra dramawan besar Amerika abad keduapuluh, yaitu Eugene O'Neill yang selalu membentangkan masalah lewat lakon-lakon serta tokoh-tokohnya yang menggambarkan keadaan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S14150
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>