Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151959 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sisilya
"Pengampuan adalah sebuah penetapan yang diberikan terhadap seseorang yang tidak dapat mengurus kebutuhan dan kepentingan dirinya sendiri sebagaimana mestinya, sehingga dianggap tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Orang tersebut diharuskan untuk ditaruh di bawah pengampuan. Namun, dalam pelaksanaannya, adanya sistem pengampuan masih sering disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu, sehingga menyebabkan orang yang akan ditaruh di bawah pengampuan atau sedang berada di bawah pengampuan terlanggar hak-haknya. Pengampuan diatur dalam Pasal 433 KUHPerdata. Namun, semenjak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU- XX/2022, pengampuan bagi orang-orang yang mengalami kondisi dungu, sakit otak dan mata gelap, kini menjadi tidak lagi bersifat sebagai sebuah keharusan, melainkan menjadi bersifat dapat, sepanjang ketiga kondisi tersebut tidak dimaknai sebagai penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual. Penelitian ini menganalisis bagaimana ketentuan-ketentuan penetapan Pengampuan yang sebelumnya diatur di dalam Pasal 433 KUHPerdata berubah semenjak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU- XX/2022 dan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian ini akan menjelaskan kedudukan subjek hukum di bawah pengampuan berdasarkan Hukum Perdata dan Hukum Islam. Selanjutnya, akan terdapat analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-XX/2022 dan permasalahan-permasalahan hukum baru yang timbul akibat adanya putusan tersebut. Kemudian, penelitian ini akan membahas mengenai pengaturan pengampuan bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa di dalam UU No. 17 Tahun 2023, jika dibandingkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-XX/2022 dan UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.

ot take care of his own needs and interests properly and considered incompetent in carrying out legal actions. The person is required to be placed under curatele. However, in its implementation, the existence of the curatele system is still often misused by certain parties, causing people who are under curatele or are currently under curatele to have their rights violated. Curatele is regulated in Article 433 of the Civil Code. However, since the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022, curatele for people who experience the conditions of dungu, sakit otak and mata gelap, is now no longer a necessity, but rather can be, as long as these three conditions are not interpreted as people with mental disabilities and/or intellectual disability. This research discusses how the provisions for determining curatele previously regulated in Article 433 of Civil Code have changed since the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and Law no. 17 of 2023 concerning Health. This research was prepared using doctrinal research methods. This research will explain the position of legal subjects under curatele based on Civil Law and Islamic Law. Then, an analysis will be carried out of the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and new legal problems that arise as a result of this decision. Then, this research will discuss the regulation of curatele for people with mental disorders in Law no. 17 of 2023, when compared with Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and Law no. 18 of 2014 concerning Mental Health."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budy Supriady
"Dalam Pasal 33 UUD 1945, semangat Koperasi ditempatkan sebagai semangat dasar perekonomian bangsa Indonesia. Melalui Pasal 33 UUD 1945, bangsa Indonesia bermaksud untuk menyusun suatu sistem perekonomian usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Bung Hatta, yang dimaksud dengan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dalam Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 itu, tidak lain adalah Koperasi sebagaimana dikemukakan di dalam penjelasan pasal tersebut. Karena itulah, di dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945, Koperasi dinyatakan sebagai bangun usaha yang sesuai dengan sistem perekonomian yang hendak dikembangkan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dikatakan mengandung kapitalisme dikarenakan prinsip-prinsip yang tertuang dalam undang-undang terbaru mengutamakan modal dan individualisme yang menjadikan ciri utama dari kapitalisme. Ini dapat dilihat dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Penelitian ini akan menguji bagaimana penerapan asas kekeluargaan yang merupakan landasan koperasi dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Koperasi. Penelitian ini juga mengkaji interpretasi asas kekeluargaan hakim dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013. Hasil penelitian Penerapan asas kekeluargaan yang merupakan landasan koperasi dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Banyak pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang bertentangan dengan asas kekeluargaan, yaitu Pasal 1 angka 1, Pasal 55 ayat (1), Pasal 68, Pasal 69, dan Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

In Article 33 UUD 1945, cooperative spirit was placed as the basic spirit of the Indonesian economy. Through Article 33 UUD 1945, the nation of Indonesia intends to draw up a joint venture economic system based on family principles. As noted by Bung Hatta, is a joint venture based on family principles in Article 33, paragraph 1 of the 1945 Constitution, is nothing but a cooperative, as noted in the explanation of the chapter. Therefore, in the explanation of Article 33 UUD 1945, the Cooperative expressed as a wake-up business in accordance with the economic system to be developed in Indonesia. Law No. 17 of 2012 concerning Cooperatives said to contain capitalism because of the principles contained in the latest legislation prioritizes capital and individualism that makes the main characteristic of capitalism. This can be seen in Article 1 paragraph 1 of Law No. 17 of 2012 concerning Cooperatives. This study will examine how the application of the principle of family being the foundation of the cooperative in Law No. 17 of 2012 on Cooperatives. This study also examines the interpretation of the principle of family judges in the Constitutional Court Decision No. 28 / PUU-X / 2013. Application of the principle of family research results that are the foundation of cooperatives in Law No. 17 of 2012 concerning Cooperatives are not as expected by the public. Many articles of the Law No. 17 Year 2012 concerning Cooperatives are contrary to the principle of the family, namely Article 1 paragraph 1, Article 55 paragraph (1), Article 68, Article 69 and Article 78 paragraph (2) of Law No. 17 of 2012 concerning Cooperatives.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Rasya Nadhine
"Tulisan ini menganalisis perbandingan pengaturan terkait rokok dalam Undang-Undang Kesehatan dari masa ke masa beserta peraturan-peraturan pelaksananya. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Fokus utama penelitian ini adalah untuk memahami regulasi mengenai rokok yang berkembang serta implikasi dari setiap perubahan tersebut terhadap kesehatan masyarakat dan industri tembakau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan mengenai rokok di Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan mengatur zat adiktif secara umum tanpa menyebutkan rokok secara spesifik. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memperkenalkan aturan yang lebih spesifik mengenai rokok, termasuk pembatasan pada iklan, promosi, dan kawasan bebas rokok. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memperluas cakupan regulasi dengan memasukkan rokok elektronik dan memperkenalkan aturan-aturan baru. Setiap perubahan regulasi membawa implikasi penting baik untuk kesehatan masyarakat, maupun bagi industri tembakau. Secara keseluruhan, penelitian ini menyimpulkan bahwa regulasi mengenai rokok di Indonesia telah berkembang menuju pendekatan yang lebih komprehensif dan berfokus pada kesehatan masyarakat. Meskipun demikian, tantangan dalam penegakan dan pengawasan tetap ada, terutama dalam menghadapi perkembangan baru seperti rokok elektronik. Upaya lebih lanjut diperlukan untuk menyeimbangkan antara perlindungan kesehatan dan dampak ekonomi pada industri tembakau.

This thesis analyzes how the comparison of smoking-related regulations in the Health Act from time to time along with its implementing regulations. This paper is prepared using the doctrinal method. The focus of this study is to understand how the regulation of smoking has developed and the implications of any changes to public health and the tobacco industry. The results show that the regulation of smoking in Indonesia has undergone significant development. Law No. 23 of 1992 on Health regulates addictive substances in general without mentioning cigarettes specifically. Law No. 36 of 2009 on Health introduced more specific regulations on smoking, including restrictions on advertising, promotion, and smoke-free areas. Law No. 17 of 2023 on Health expanded the scope of regulation to include electronic cigarettes and introduced new rules. Each regulatory change has important implications for both public health and the tobacco industry. Overall, this study concludes that smoking regulation in Indonesia has evolved towards a more comprehensive and public health-focused approach. Nonetheless, challenges in enforcement and supervision remain, especially in the face of new developments such as electronic cigarettes. Further efforts are needed to strike a balance between health protection and economic impact on the tobacco industry."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warri Utami Tarike Faukal Hakiki
"ABSTRAK
Persoalan pelarangan termasuk pembatalan larangan memang jarang terdengar oleh masyarakat di Indonesia, masyarakat tidak mengetahui tentang larangan. Sedangkan pengaturan kuratele sendiri dalam KUH Perdata diatur dalam Bab XVII Pasal 433 yang kemudian diturunkan dalam Pasal 434 sampai dengan 462 KUH Perdata. Dalam tesis ini permasalahan pokoknya adalah bagaimana seseorang dianggap layak menjadi pengawas dan disertai dengan analisis pertimbangan hukum hakim dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 297 / Pdt.G / 2012 / PN.Jkt. Sel dan Putusan Banding Nomor 13 / PDT / 2014 / PT.DKI. mengenai pembatalan gugatan pembatalan sebagai contoh kasus. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif dengan jenis penelitian deskriptif analitik. Kesimpulan dari tugas akhir ini adalah bahwa seseorang yang dianggap memenuhi syarat untuk menjadi supervisor, haruslah orang yang cakap dan berwenang menjadi supervisor dari calon yang akan dibina. Setiap permintaan pelarangan harus diajukan ke Pengadilan Negeri tempat orang yang diminta tinggal (Pasal 436 KUH Perdata). Penulis menyarankan untuk mengadakan seminar dan sosialisasi tentang larangan. Poster tentang larangan juga perlu dibuat. Penulis berharap semoga seminar dan sosialisasi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu hukum Indonesia kedepannya.
ABSTRACT
The issue of prohibition, including the cancellation of the ban, is rarely heard by people in Indonesia, the public does not know about the prohibition. Meanwhile, the curatele arrangement itself in the Civil Code is regulated in Chapter XVII Article 433 which was later derived in Articles 434 to 462 of the Civil Code. In this thesis the main problem is how a person is deemed worthy of being a supervisor and accompanied by an analysis of the judges' legal considerations from the decision of the South Jakarta District Court Number 297 / Pdt.G / 2012 / PN.Jkt. Cell and Decision on Appeal Number 13 / PDT / 2014 / PT.DKI. regarding the cancellation of the cancellation lawsuit as an example case. This research method is normative juridical with analytic descriptive research type. The conclusion of this final project is that someone who is considered qualified to be a supervisor, must be someone who is competent and authorized to be the supervisor of the candidate to be coached. Every request for prohibition must be submitted to the District Court where the person requested to live (Article 436 of the Civil Code). The author suggests holding seminars and socialization about prohibitions. Posters about prohibitions should also be made The author hopes that this seminar and socialization can be useful for the development of Indonesian legal science in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanry Ichfan Adityo
"ABSTRAK
Adanya Ruang lingkup yang sangat luas terhadap pengertian keuangan negara, menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap pengelolaan dan pertanggungjawaban BUMN Persero. Di antaranya hilangnya prinsip badan hukum yang membedakan status uang dan kepemilikan suatu badan usaha. Hal ini mendorong pemeriksa dan penuntut umum mengategorikan semua perbuatan melanggar hukum dalam bidang hukum publik maupun bidang hukum privat sebagai kerugian negara. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah keuangan BUMN Persero termasuk ke dalam keuangan negara dan bagaimana implikasi status hukum keuangan BUMN Persero setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi. Metode penulisan skripsi ini menggunakan yuridis normatif dan bertumpu pada data sekunder yang disajikan secara deskriptif analisis. Hasil penulisan menunjukkan bahwa berlakunya pengawasan dan pemeriksaan negara terhadap BUMN Persero dengan prinsip Business Judgment Rules. Badan Pemeriksa Keuangan dinyatakan tetap berwenang memeriksa BUMN Persero oleh karena keuangan BUMN Persero termasuk ke dalam keuangan negara.

ABSTRACT
There is a very broad scope of understanding of finances of the state give rise to legal uncertainty for the management and accountability SOE Persero. Including the loss of the principle of legal entity that distinguish the status of money and possession of a business entity. This prompted the examiner and the public prosecutor categorize all unlawful actions in the field of public law and private law areas as state losses. The writing of this thesis aims to find out whether the financial SOE Persero belong to the finances of the State and how the financial implications for the legal status of SOE Persero after the Constitutional Court decisions. This thesis writing method using the normative juridical and based on secondary data will be presented in descriptive analysis. The results of the writing shows that the enactment of supervision and examination of SOE Persero with the principle of business judgment rules. Badan Pemeriksa Keuangan are declared authorities to check SOE Persero.
"
2015
S60265
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Elizabeth Dumora
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memperoleh data mengenai pengaturan koperasi dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang dinilai menyerupai Perseroan Terbatas, berdasarkan analisis terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 yang membatalkan keseluruhan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 dimaksud karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan sumber data sekunder diantaranya perundang-undangan dan bahan pustaka lainnya. Adapun pengaturan koperasi dalam UU Nomor 17 Tahun 2012 yang dinilai menyerupai Perseroan Terbatas diantaranya bentuk koperasi sebagai badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan, pengurus dan pengawas koperasi, serta permodalan koperasi yaitu Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi. Dalam peraturan sebelum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, secara umum koperasi adalah perkumpulan orang atau badan usaha yang dikelola oleh pengurus dengan permodalan berasal dari simpanan pokok dan simpanan wajib. Pengaturan koperasi yang menyerupai Perseroan Terbatas ini sesungguhnya diharapkan membawa koperasi sejajar dengan badan hukum lain dan berdaya saing tinggi, sehingga peran dan fungsi koperasi dapat menjadi lembaga yang profesional, lebih modern, dan dapat dijadikan sumber penghasilan bagi peningkatan kesejahteraan para anggotanya secara khusus dan masyarakat secara umum. Namun, dalam perjalanannya justru membuat koperasi kehilangan karakternya sebagai badan usaha yang berlandaskan asas kekeluargaan dan gotong royong.

ABSTRACT
This research aims to obtain the similarities between the cooperatives regulations in Cooperative Act No. 17 Year 2012 with the Limited Corporation, based on the analysis of Constitutional Court Verdict No. 28/PUU-XI/2013 which cancelled the entire legal validity of Cooperative Act No. 17 Year 2012 because it is contradicted with The 1945 Constitution. This research is a normative research using secondary data, such as legislations and other books. The similar elements of cooperatives regulated in Cooperatives Act No. 17 Year 2012 with the limited corporation such as the legal entity of cooperatives, the executive and supervisor, and the capital source of cooperative which are ?Setoran Pokok? and ?Sertifikat Modal Koperasi?. Before the Cooperatives Act No. 17 Year 2012, the cooperatives regulated as a commercial entity managed by the executive with the capital source came from ?simpanan pokok? and ?simpanan wajib?. The similarity with the limited corporation, expected to bring the cooperatives to the higher level of competition, especially compared to the other legal entities. The cooperatives expected to be professional and as a source of income to its members and society. As the time goes by, the cooperatives lost its characters as an economic entity based on the ?gotong-royong? principle.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasmi Nindita
"Zakat merupakan ibadah wajib umat Islam yang penyelesaian sengketanya adalah di peradilan agama. Namun, penegakan sanksi pidana terhadap perkara zakat belum ditemukan implementasinya pada putusan peradilan agama melainkan ada pada putusan peradilan umum yang tugas dan fungsinya adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata. Penulisan mengenai penegakan sanksi pidana ini dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu mengkaji peraturan dalam perundangan nasional beserta penerapannya ditambah analisis keputusan lembaga peradilan menggunakan teori integratif keislaman. Analisis dari putusan terhadap obyek perkara berupa harta zakat yang dikorupsi dan kajian peraturan yang terkait pengelolaan zakat, menunjukan peluang adanya kesempatan pemidanaan atas perkara zakat untuk diselesaikan di peradilan agama. Peluang ini dapat terlihat pada Pasal 2 UU Nomor 3 tahun 2006, yaitu dihilangkannya kata ‘perdata’ dari perundangan sebelumnya. Selain itu, hal ini berkaitan dengan ketentuan bahwa wewenang peradilan umum dapat dikecualikan dengan adanya wewenang peradilan lain yang diatur khusus dalam UU. Komitmen bersama antara lembaga leglisatif, eksekutif, dan yudikatif, menjadi tantangan untuk merealisasikan peluang diselesaikannya penegakan sanksi pidana mengenai pengelolaan zakat di peradilan agama.

Zakat is a mandatory form of worship according to the Islamic practice which its dispute settlement is conducted in the Islamic court. However, the enforcement of criminal sanctions related to zakat cases has not been found in Islamic court decisions rather in general court decisions whose duties and functions are to examine, decide, and resolve criminal and civil cases. This thesis writing regarding to the enforcement of criminal sanctions is carried out using the normative juridical method, which examines regulations in national legislation and their application as well as analyses the decisions of judicial institutions using Islamic integrative theory. The analysis of the verdict on the object of the case in the form of corrupted zakat assets and review of regulations related to zakat management, shows that there is an opportunity for the punishment of zakat cases to be resolved in the Islamic court. This opportunity can be seen in Article 2 of Law Number 3 of 2006, namely the removal of the word “civil” from the previous legislation. In addition, this is related to the provision that states the powers of the general court can be exempted by the existence of other judicial powers that are specifically regulated in law. Building joint commitment between the legislative, executive, and judicial institutions serve as a major challenge in order to realize the opportunity to resolve the enforcement of criminal sanctions regarding the management of zakat in Islamic courts.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tursucianto Elkian Setiadi
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan, mekanisme, dan pelaksanaan pengangkatan Jabatan Hakim Agung setelah berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2009 Juncto UU Nomor 5 Tahun 2004 Juncto UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung dan Implikasi mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap UUD NRI T 1945. Pengangkatan Jabatan Hakim Agung merupakan unsur penting dalam Hukum Tata Negara, diperlukan pengaturan, mekanisme yang jelas, dan harus terus menerus terjamin pelaksanaannya. Pada Tahun 2013, tiga orang calon hakim agung memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Pasal 8 ayat (2), (3), dan (4) UU Mahkamah Agung dan Pasal 18 ayat (4) UU Komisi Yudisial bertentangan dengan Pasal 24A ayat (3) UUD NRI T 1945, karena kewenangan DPR seharusnya tidak "memilih" akan tetapi "menyetujui" calon hakim agung. Tahun 2014, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Bahan hukum primer yang berupa Putusan Mahkamah Konstitusi dianalisis dengan menggunakan penafsiran. Hasil penelitian menunjukan dalam pengangkatan Jabatan Hakim Agung setelah berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2009 Juncto UU Nomor 5 Tahun 2004 Juncto UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, dalam Pengaturan dan Mekanisme terdapat kekurangan yaitu terjadinya ketidak konsistenan antara Konstitusi dengan Peraturan Perundang-Undangan, serta dalam pelaksanaan pengangkatan sering terjadi permasalahan yaitu tidak terpenuhinya pengusulan calon hakim agung oleh Komisi Yudisial ke DPR. Implikasi Putusan Mahkamah Konsitusi tersebut terhadap pengangkatan Jabatan Hakim Agung adalah adanya perubahan mekanisme pengangkatan hakim agung, yaitu dilakukan pembatasan kewenangan DPR yaitu hanya berhak "menyetujui" calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.

This thesis discusses the regulation, mechanism, and implementation the appointment of Supreme Court Judge Position after Law No. 3 of 2009 Juncto Law No. 5 of 2004 Juncto Law No.14 of 1985 concerning The Supreme Court and the Implication of the Constitutional Court Decision No. 27/PUU-XI/2013 about case Consitutional Review of Law No. 3 of 2009 about on the Second Amendment Law No. 14 of 1985 concerning The Supreme Court and the Law No. 18 of 2011 concerning Amendment to Law No. 22 of 2004 concerning The Judicial Commission to UUD NRI T 1945. The Appointment Supreme Court Judge Position is an important element in Constitutional Law, is needed regulation, clear mechanism, and should be guaranteed continuous in implementation. In The Year 2013, the three Candidates for Supreme Court Judge appealed to the Constitutional Court to declare Article 8 paragraph (2), (3), and (4) the Supreme Court Act and Article 18 paragraph (4) of the Judicial Commission contrary to Article 24A paragraph (3) UUD NRI T 1945, because of the authority of the Parliament should not "choose" but "approve" Candidates for Supreme Court Judge. In 2014, the Constitutional Court granted the petition of the applicant in its entirety. This study examines the use of normative legal research methods. Primary legals materials that Constitutional Court Decision are analyzed by using interpretation. The results showed in the appointment of Supreme Court Judge Position after Law No. 3 of 2009 Juncto Law No. 5 of 2004 Juncto Law No.14 of 1985 concerning The Supreme Court, in the regulation and the mechanism there is the deficiency that happened inconsistency between the Constitution with Regulations State Institusions, and the implementation of appoinment there are problems of the non-fulfillment of the nomination of Supreme Court Judge by the Judicial Commission to the Parliament. Implications of the Decision of the Constitutional Court against the appointment of Supreme Court Judge Position is a change in the mechanism of appointment of Supreme Court Judge, limiting the authority of Parliament is only entitled "approve" candidate for Supreme Court Judge proposed by the Judicial Commission.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sipayung, Iwan Yohannes
"ABSTRAK Adanya kegiatan organisasi kemasyarakatan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 membuat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dirasa tidak lagi memadai untuk mencegah kegiatan Organisasi Kemasyarakatan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 memiliki banyak kelemahan substansial dalam pembentukannya Pertama, tidak adanya check and balances dalam penerapan sanksi pembubaran organisasi kemasyarakatan yang tanpa prinsip due process of law. Kedua, argumentasi penggunaan asas contrarius actus oleh pemerintah yang menganggap penerapan asas contrarius actus yang ditujukan kepada suatu ormas seharusnya tidak sekedar berhubungan dengan keabsahan administratif, tetapi juga membentuk subyek hukum baru Ketiga, pembatasan terhadap kemerdekaan berserikat kontradiktif dengan jaminan dalam deklarasi universal hak asasi manusia, undang-undang hak asasi manusia, dan konstitusi. Mekanisme Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan dalam UU Nomor 16 Tahun 2017 yang tanpa melalui due process of law menciderai prinsip negara Indonesia sebagai negara yang berdasaran atas hukum dan pada gilirannya dapat mengganggu bukan saja relasi eksekutif dan legislatif tetapi juga penyalahgunaan kekuasaan dan kualitas putusan yang merugikan rakyat.

ABSTRACT
The existence of social organization activities that contradict Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia made the Government issue Law Number 16 of 2017 concerning the stipulation of Government Regulation in Lieu of Law Number 2 Year 2017 concerning Amendments to Law Number 17 of 2013 concerning Community Organizations. Law Number 17 of 2013 is deemed no longer sufficient to prevent the activities of social organizations that are in conflict with Pancasila and the 1945 Constitution. Law Number 16 of 2017 has many substantial weaknesses in its formation. First, the absence of checks and balances in the application of dissolution sanctions. community organizations without the principle of due process of law. Secondly, the argumentation of the use of the contrarius actus principle by the government which considers the application of the contrarius actus principle addressed to a mass organization should not only relate to administrative validity, but also form the subject of a new law. human rights law, and constitution. Mechanism for Dissolution of Community Organizations in Law Number. 16 of 2017 which without due process of law violates the principle of the Indonesian state as a state that is based on law and in turn can disrupt not only the executive and legislative relations but also the abuse of power and quality of decisions that are detrimental to the people.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Cintya Theresia A. M.
"Tesis ini membahas program penjaminan polis asuransi berdasarkan peraturan perundang-undangan perasuransian dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU P2SK”) yang telah memberikan fungsi baru untuk melakukan penjaminan polis nasabah asuransi, yang harus dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diundangkan. Permasalahan yang dibahas dalam Tesis ini adalah bagaimana pengaturan program penjaminan polis asuransi dalam peraturan perundang-undangan perasuransian dan UU P2SK serta bagaimana kesiapan Lembaga Penjamin Simpanan untuk melaksanakan fungsi program penjaminan polis asuransi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan bahan hukum primer dan sekunder, dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan analisis data secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa sebelum diterbitkannya UU P2SK, pengaturan terkait program penjaminan polis hanya diatur secara singkat berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dalam Pasal 53 ayat (1) sampai ayat (4), namun semenjak diundangkannya UU P2SK, pengaturan program penjaminan polis menjadi semakin lengkap. Kesimpulan lain adalah Lembaga Penjamin Simpanan telah melaksanakan persiapan program penjaminan polis yaitu menyusun roadmap yang memuat hal-hal yang harus dilaksanakan dengan target pelaksanaan dibagi per-tahun; melakukan beanchmark atau studi banding ke negara- negara lain yang telah memiliki lembaga penjamin polisnya sendiri; merancang RPP Program Penjaminan Polis, RPLPS tentang Pelaporan Perusahaan Asuransi, RPLPS tentang Penjaminan Polis Asuransi, dan RPLPS tentang Likuidasi Perusahaan Asuransi untuk selanjutnya akan diterbitkan di awal tahun 2024; melakukan pembentukan grup untuk menangani pelaksanaan program penjaminan polis; melakukan penyesuaian susunan dewan komisioner; dan melakukan program rekrutmen pegawai yang terdiri atas penerimaan lulusan baru dan penerimaan pegawai yang telah memiliki pengalaman kerja minimal 5 (lima) tahun. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah agar partisipasi dari ahli-ahli di bidang perasuransian dapat ditingkatkan dalam internal Lembaga Penjamin Simpanan melalui pelaksanaan rekrutmen terbuka agar pelaksanaan program penjaminan polis ditangani oleh individu-individu yang berpengetahuan baik di bidang perasuransian. Saran lainnya yakni agar persiapan yang dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan diawasi dengan baik oleh Otoritas Jasa Keuangan selaku lembaga yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan terhadap lembaga- lembaga keuangan termasuk perasuransian.

This thesis discusses the insurance policy guarantee program based on insurance laws and regulations and Law no. 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector ("P2SK Law") which has provided a new function for underwriting insurance customer policies, which must be implemented by the Deposit Insurance Corporation within a period of 5 (five) years from its promulgation. The problems discussed in this thesis are how the insurance policy guarantee program is regulated in insurance laws and regulations and the P2SK Law and how prepared the Deposit Insurance Agency is to carry out the function of the insurance policy guarantee program as regulated in the P2SK Law. The research method used is juridical-normative using primary and secondary legal materials, with data collection techniques through literature study and interviews with qualitative data analysis. Based on the research results, it was concluded that before the issuance of the P2SK Law, regulations related to policy guarantee programs were only briefly regulated based on Law no. 40 of 2014 concerning Insurance in Article 53 paragraph (1) to paragraph (4), but since the promulgation of the P2SK Law, the regulation of policy guarantee programs has become more complete. Another conclusion is that the Deposit Insurance Corporation has carried out preparations for a policy guarantee program, namely preparing a roadmap containing things that must be implemented with implementation targets divided per year; carry out benchmarking or comparative studies to other countries that have their own policy insurance institutions; draft RPP Policy Guarantee Program, RPLPS concerning Insurance Company Reporting, RPLPS concerning Insurance Policy Guarantee, and RPLPS concerning Liquidation of Insurance Companies to be subsequently issued in early 2024; establishing a group to handle the implementation of the policy guarantee program; make adjustments to the composition of the board of commissioners; and carrying out an employee recruitment program consisting of accepting new graduates and recruiting employees who have a minimum of 5 (five) years of work experience. Suggestions that can be given in this research are that the participation of experts in the insurance sector can be increased internally at the Deposit Insurance Agency through open recruitment so that the implementation of the policy guarantee program is handled by individuals who have good knowledge in the insurance sector. Another suggestion is that the preparations carried out by the Deposit Insurance Agency be properly supervised by the Financial Services Authority as an institution that has functions, duties and supervisory authority over financial institutions including insurance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>