Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182909 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pandya Praharsa
"Keberagaman spesies jamur yang dapat menyebabkan infeksi, serta resistensinya terhadap pengobatan antijamur, bervariasi tergantung terhadap wilayah dan factor lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran spesies dan kerentanan antijamur isolat jamur di Jakarta, Indonesia, untuk membantu membuat diagnosa dan tatalaksana yang personal terhadap pasien. Metode: Penelitian analitik retrospektif ini memanfaatkan data yang dikumpulkan selama periode tertentu. Spesimen jaringan pasien di Jakarta, Indonesia, diperiksa melalui mikroskop langsung dengan metode KOH dan kultur. Uji kerentanan dilakukan terhadap berbagai obat antijamur. Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS. Hasil: Rata-rata usia pasien yang diduga (n= 289) dan terindikasi (n= 130) menderita infeksi jamur adalah masing-masing 39,23 dan 41,09 tahun. Lebih dari setengah jamur tidak terdeteksi pada pemeriksaan KOH, juga tidak tumbuh pada kultur (55%, n=159/289). Sebagian besar spesimen jaringan berasal dari sistem pernapasan (48.8%, n=141), khususnya sinus (21.1%, n= 61). Dari spesies jamur yang terisolasi, Candida muncul sebagai spesies yang paling menonjol (57/119), diikuti oleh Aspergillus (29/119) dan Mucorales (13/119). Pengujian kerentanan kami menunjukkan bahwa Candida menunjukkan pola kerentanan yang sebagian besar konsisten dengan penelitian yang dilakukan di Semarang dan Jakarta (72-100% sensitive); namun, jika dibandingkan dengan data dari berbagai negara lain, pola kerentanannya berbeda. Sebagian besar isolat Aspergillus sensitive (81-100%) terhadap antijamur umum. Namun demikian, profil kerentanannya bergantung pada variabilitas lokal. Kesimpulan: Penelitian ini memberikan data terkini mengenai distribusi spesies dan kerentanan antijamur dari isolat jamur di Jakarta, Indonesia. Studi ini beharap bisa membantu diagnosis dan strategi pengobatan yang ter-personalisasi terhadap masing- masing pasien infeksi jamur.

Background: The diversity of fungal species that can cause infections, along with their resistance to antifungal treatments varies depending on region and other factors. This study aims to investigate species distribution and susceptibility profile of fungals in Jakarta, Indonesia, to provide epidemiological data to develop tailored diagnosis and treatment. Methods: This retrospective analytic study utilized data collected over the specified period. Tissue specimens from patients in Jakarta, Indonesia, were examined through direct microscopy with KOH and culture methods. Susceptibility testing was performed for various antifungal drugs. Data analysis was conducted using SPSS. Results: The average age of patients suspected (n= 289) and indicated (n= 130) to have fungal infections was approximately 39.23 and 40.67 years, respectively. Most fungi that are not detected in direct examination with KOH, does not grow in culture (55%, n=159/289). Most tissue specimens came from the respiratory system (48.8%, n=141) particularly sinus (21.1%, n= 61). Out of the isolated fungal species, Candida emerged as the most prominent (57/119), followed by Aspergillus (29/119) and Mucorales (13/119). Our susceptibility testing revealed that Candida demonstrated susceptibility patterns that were largely consistent with studies conducted in Semarang and Jakarta (72-100% sensitive); however, when compared to regions outside of Indonesia, results differ. Most of Aspergillus isolates were sensitive (81-100%) to common antifungals. Nevertheless, its susceptibility profiles are subject to local variability. Conclusions: This study provides an updated data on the species distribution and antifungal susceptibility of fungal isolates in Jakarta, Indonesia. This study hopes to improve diagnosis and treatment strategies of fungal infections."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Furqan Agussalim
"Latar Belakang Oculomycosis didefinisikan sebagai infeksi jamur pada mata, dengan Candida albicans, Aspergillus, dan Fusarium menjadi tiga etiologi yang paling umum. Insiden tahunan oculomycosis diperkirakan mencapai 1.000.000 kasus di seluruh dunia, dengan jumlah kasus tertinggi berasal dari Asia dan Afrika. Di Indonesia, lebih dari 7,7 juta orang menderita infeksi jamur, namun sangat sedikit literatur yang meneliti prevalensi oculomycosis secara spesifik. Oleh karena itu, makalah ini mengeksplorasi sebaran spesies jamur yang diperoleh dari sampel mata pasien di Jakarta, Indonesia. Metode Penelitian ini menggunakan desain deskriptif cross sectional study dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis pasien infeksi jamur di rumah sakit di Jakarta pada tahun 2009 hingga 2020. Data tersebut disaring untuk mengetahui oculomycosis, asal sampel, dan hasil uji sensitivitas. Aplikasi program statistik untuk ilmu sosial (SPSS) 20 digunakan untuk menghitung mean, deviasi standar, dan uji-t untuk membuat representasi data secara statistik dan grafis. Hasil Terdapat 161 spesimen jamur yang dikumpulkan, 152 (94%) diantaranya diperoleh dari kornea, 5 (3,1%) vitreous humor, 2 (1,2%) alis, 1 (0,6%) fibrosis intraokular, 1 (0,6%) sekret mata. . Sampelnya adalah laki-laki sebanyak 125 orang, sedangkan perempuan sebanyak 36 orang dengan rata-rata usia 47,92 tahun. Tiga spesies dengan jumlah kasus terbanyak pada tahun 2009-2020 adalah Fusarium (n=48), Aspergillus (56), dan Dematiaceae (14). Uji kerentanan menunjukkan bahwa Fusarium rentan terhadap vorikonazol namun resisten terhadap itrakonazol (P ≤ 0,05). Kesimpulan Fusarium, Aspergillus, dan Dematiaceae sebagai tiga penyebab paling umum infeksi mata. Mayoritas pasien adalah laki-laki dan berada dalam usia produktif. Uji kerentanan menunjukkan kerentanan banyak spesies terhadap azol dan poliena.

Introduction Oculomycosis is defined as a fungal infection of the eye, with Candida albicans, Aspergillus, and Fusarium being the three most common etiologies. The annual incidence of oculomycosis is estimated to be 1,000,000 cases worldwide, with the highest prevalence in Asia and Africa. In Indonesia, over 7.7 million people have fungal infection, yet very little literature have explored the prevalence of oculomycosis specifically. Thus, this paper explores the distribution of fungal species obtained from eye samples of patients in Jakarta, Indonesia. Method The research utilizes an analytical cross sectional study design using secondary data obtained from medical records of patients with fungal infection from hospitals in Jakarta from 2009 till 2020. The records were screened for occulomycosis, the origin of the sample, and results of sensitivity test. The statistical program for social sciences (SPSS) application 20 is used to calculate descriptive statistics and t-test. Results There are 161 fungal isolates collected, 152 (94%) of which were obtained from the cornea, 5 vitreous humor, 2 eyebrow. 125 of samples were male patients, while the remaining 36 were female, with an average age of 47.92 years. The three species with the highest number of cases from 2009-2020 are Fusarium, Aspergillus, and Dematiaceae. Susceptibility tests indicate that Fusarium was susceptible to voriconazole but resistant to itraconazole (P ≤ 0.05). Conclusion Fusarium, Aspergillus, and Dematiaceae as the three most common cause of ocular infection. Majority of patients were male and within the productive age. Susceptibility test shows susceptibility of many species to azoles and polyene."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Inadia Putri Chairista
"Penyakit jamur paru (mikosis) adalah gangguan paru yang disebabkan infeksi atau kolonisasi jamur atau reaksi hipersensitif terhadap jamur. Selama ini permasalahan jamur paru masih terabaikan sehingga data mengenai infeksi jamur paru sangat terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil jamur yang diisolasi dari saluran pernapasan pasien tersangka mikosis paru sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang lebih baik.
Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional. Data diambil dari hasil pemeriksaan mikologi Laboratorium Parasitologi FKUI RSCM dari Januari 2010 hingga Januari 2011.
Hasil yang didapatkan dari 60 sampel yang memenuhi kriteria inklusi, sampel paling banyak adalah laki-laki pada 63,3%, dengan rentang umur terbanyak berkisar antara 30-39 tahun sebesar 30%. Rumah sakit pengirim terbanyak berasal dari Rumah Sakit Persahabatan sebesar 48.3%.Bahan klinis yang paling banyak diperiksa adalah sputum langsung sebesar 78,3%. Hasil pemeriksaan sputum langsung mendapatkan hasil positif terdapat elemen jamur sebesar 63,3% dan pemeriksaan biakan pada 60 pasien yang sama mendapatkan hasil positif lebih tinggi, sebesar 81,7%, yang menunjukkan angka prevalensi keberadaan jamur di paru atau saluran napas pasien tersangka mikosis paru. Spesies terbanyak adalah Candida albicans berjumlah 40,8%,diikuti oleh Candida spp. pada sebesar 32,6%, dan Aspergillus spp. sebesar 6,1%.
Disimpulkan bahwa kasus yang dicurigai mikosis paru terbanyak pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan pada rentang usia 30-39 tahun. Kasus terbanyak dari RSP. Bahan klinis yang paling banyak diperiksa adalah sputum langsung. Prevalensi keberadaan jamur di paru atau saluran napas pasien tersangka mikosis paru sebesar 81,7%. Spesies terbanyak yang ditemukan berdasarkan hasil biakan yaitu Candida albicans.

Lung mycoses is lung disease which caused by fungal infection or colonization or hypersensitivity reaction to fungi. So far, the problem of pulmonary mycosis is still neglected thus data regarding this diseases is limited. Aim. To know the fungal profile that was isolated from respiratory tract of patients suspected of pulmonary mycosis thus better treatment can be achieved. This research use the cross sectional design.
Data is taken from Parasitology Lab FMUI-RSCM examination from January 2010- January 2011.
The result obtained from 60 samples that met the inclusion criteria, the samples mostly come frome men, 63,3%; the age group mostly affected is the 30-39 years group, 30%; most of the samples came from Persahabatan Hospital, 48,3%; the type of clinical samples mostly examined is direct sputum examination, 78,3%. Direct microscopic examination for sputum smear was positive in 63,3% samples, and culture yield 81,7% positive result from the same 60 patients, showing the prevalence of fungal existence in lung or respiratory tract of patients suspected with pulmonary mycosis. The species mostly encountered is Candida albicans, 40,8%, followed by Candida spp 32,6%, and Aspergillus spp, 6,1%.
Patients suspected with pulmonary mycosis are mostly men, with age range around 30-39 years old. Most cases were sent from Persahabatan Hospital. The clinical samples that is mostly being examined is direct sputum examination. The prevalence of fungi in lung or respiratory tract of patients suspected with pulmonary mycosis is 81.7%. The species mostly found is Candida albicans.
"
Jakarta: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu rempah-rempah di Indonesia yang digunakan sebagai bumbu dan juga sebagai obat tradisional adalah biji jinten putih (Cuminum cyminum) yang mengandung minyak atsiri Cumin oil) dan telah dilaporkan memiliki silat antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antifungal minyak atsiri biji jinten putih terhadap empat spesies khamir hasil isolasi dari produk pangan dan diidentifikasi pada daerah ITS yaitu Candida parapsilosis SS25, C. orthopsilosis NN14, C. metapsilosis MP27, C. etchellsii MP18. Pengujian aktivitas anti fungal dilakukan menggunakan metode difusi medium padat dengan cakram dan metode kontak langsung, nistatin digunakan sebagai kontrol positif. Minyak atsiri yang diperoleh dari distilasi uap biji jinten putih memiliki rendemen 2,5-3,0%, tidas berwarna atau berwarna kuning muda. Hasil analisis GC-MS dari minyak atsiri jinten putih menunjukkan 12 puncak yang terdiri dari benzaldehida/kuminaldehida (35,44%), ρ -simen (34,77%), β -pinen (15,08%), γ -terpinen (8,15%). Beberapa monoterpen lainnya terdeteksi sebagai α -thujen/ α -pelandren, α-pinen, trans-limonen, cis-limonen, dan senyawa golongan alkena seperti pentilsikloheksena dan sikloheksena serta eter (apiol). Hasil pengamatan uji antifungal menunjukkan bahwa seluruh khamir uji memberikan respon sensitif terhadap minyak atsiri jinten putih dengan radius zona hambat 13,4-16,5 mm. Minyak atsiri jinten putih dapat menghambat pertumbuhan khamir uji dengan nulai MIC 0,028-0,042% dan nilai MFC 0,09%-0,14%. Minyak atsiri jinten putih memiliki aktivitas antifungal yang mangat kuat dibandingkan dengan nistatin, nilai MIC dan MFC nistatin yaitu 0,40-0,50% dan 3,0-4,0%.

Many kinds of spices are used in Indonesia, one of them is white cumin seed. This spice is used not only for cooking, but also for traditional medicine. This study reported of antifungal activity from white cumin`s essential oil. Extraction and identification of Cumin oil were carried out. We obtained 2.5-3.0% of white essential oil which was colorless or light yellow color. GCMS analysis revealed that there were 12 peaks. Based on peak`s intensity the oil were dominated by 4 compound i.e. cuminaldehide (35.44%), ρ-cymene (34.77%), β-pynene (15.08 %) and γ-terpinene (8.15%). Growth inhibition zone determination has been carried out by diffusion disc and direct method against yeast i.e. C. parapsilosis SS25, C. orthopsilosis NN14, C. metapsilosis MP27, and C. etchellsii MP18. The results showed that all of the yeasts were sensitive to cumin oil. The inhibition zone radius were 13.4-16.5 mm. The cumin oil showed the inhibition of yeast growth with MIC values of 0.028%-0.042% and MFC values 0.09%- 0.14%, while nystatin had MIC values 0.40%-0.50% and MF C values 3.0%-4.0%. The activity of cumin oil was very strong as antifungal."
Depok: [Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI, Institut Pertanian Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian], 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Tjintya Sarika
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan menilai perbandingan efektivitas terapi adjuvan injeksi kombinasi intrastromal IS dan intrakameral IK vorikonazol VCZ dengan intrastromal IS VCZ pada ulkus kornea jamur derajat sedang akibat Aspergillus fumigatus. Uji eksperimental tersamar acak dilakukan pada 11 kelinci albino New Zealand white yang terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu kontrol, injeksi intrastromal, serta intrastromal dan intrakameral. Parameter yang dinilai adalah perubahan klinis, mikologis, dan histopatologik kornea. Sebagian besar subjek pada grup kombinasi memperlihatkan kecendrungan perbaikan klinis dibandingkan kelompok kontrol namun tidak bermakna secara statistik p>0,05 . Pemeriksaan histopatologik memperlihatkan kecenderungan peningkatan jumlah sel radang pada kelinci yang dilakukan inokulasi pada kedua matanya.

ABSTRACT
The purpose of this study was to compare the efficacy of intrastromal IS and combined with intracameral IK voriconazole VCZ therapy in moderate keratomycosis caused by Aspergillus fumigatus in rabbits. A randomized, masked, controlled experimental study was administered on 11 albino New Zealand white rabbits, which latter allocated into three different treatment groups of control, intrastromal VCZ and combinations. Clinical grading was performed at multiple times, while mycology analysis and histopathological examination were performed after treatment. All subjects in combination groups demonstrated a tendency of better clinical response with decreasing size of epithelial defect and infiltrate but statistically not significant p 0,05 . "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Interactions of yeasts, moulds, and antifungal agents : how to detect resistance covers the available antifungal agents, how to perform in vitro testing and how those results should be interpreted for the most common fungal pathogens."
New York: Springer, 2012
e20401556
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Soraya Amanda Setiawan
"Pendahuluan: Infeksi HIV menyebabkan penurunan imunitas, sehingga meningkatkan risiko terjadinya penyakit penyerta, seperti infeksi oportunis. Salah satu organisme penyebab infeksi oportunis yang sering ditemukan adalah Candida sp., yang sering ditemukan pada rongga mulut, disebut juga dengan kandidiasis oral. Dengan banyaknya komplikasi yang dapat menyertai kandidiasis oral, pengobatan oleh antijamur sangat diperlukan. Amphotericin B, fluconazole, itraconazole, nystatin, dan ketoconazole merupakan beberapa obat yang dapat digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan suseptibilitas Candida sp. terhadap antijamur tersebut. Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan metode deskriptif. Sampel didapat dari koleksi kultur Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, dari pasien HIV dengan suspek kandidiasis oral. Uji kepekaan jamur menggunakan metode difusi cakram pada agar Müeller-Hinton mengunakan antijamur amphotericin B, fluconazole, itraconazole, nystatin, dan ketoconazole. Hasil: Sebanyak 23 sampel menunjukkan 6 jenis jamur, yaitu C. albicans (43%), C. krusei (4.3%), C. tropicalis (13%), C. glabrata (26%), C. parapsilosis (8%), dan Rhodotorula (4.3%). Mayoritas jamur menunjukkan hasil sensitif terhadap kelima antijamur yang digunakan, dengan pengecualian Rhodotorula terhadap fluconazole. Kesimpulan: Mayoritas jamur menunjukkan hasil sensitif terhadap antijamur yang digunakan. Urutan antijamur dengan sensitivitas yang paling tinggi hingga rendah adalah amphotericin b, nystatin, ketoconazole, fluconazole, dan itraconazole.

Introduction: HIV infection causes immune declining, thus increasing the risk of accompanying diseases, including opportunistic infection. One of the commonly found organism to cause opportunistic infection is Candida sp., which often found in the oral cavity, known as oral candidiasis. With the many complication that may follow oral candidiasis, antifungal medication is highly needed. Amphotericin B, fluconazole, itraconazole, nystatin, and ketoconazole are a few antifungal agents that can be used. This research aims to determine Candida sp. susceptibility towards these antifungals. Methods: This research is a cross-sectional study with descriptive method. Samples were obtained from the culture collection of the Department of Parasitology, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia, from HIV patients with suspect of oral candidiasis. The susceptibility test uses disc diffusion method with Müeller-Hinton agar, with the antifungal agents that are amphotericin B, fluconazole, itraconazole, nystatin, dan ketoconazole. Results: There were found 6 types of fungi, that are C. albicans (43%), C. krusei (4.3%), C. tropicalis (13%), C. glabrata (26%), C. parapsilosis (8%), dan Rhodotorula (4.3%). The majority of the fungi are sensitive towards all of the antifungal agents being tested, with the exception of Rhodotorula towards fluconazole. Conclusion: The majority of the fungi are sensitive towards the antifungal agents being tested. The order of the antifungal agents with the highest to the lowest sensitivity are amphotericin B, nystatin, ketoconazole, fluconazole, dan itraconazole."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Ardiansyah
"Telah dilakukan uji aktivitas antifungi partikel nano seng oksida (NP ZnO) terhadap isolat kapang A1P dan A2C, yang di isolasi dari plafon rumah. Metode uji yang dilakukan adalah plate agar menggunakan PDA yang ditambahkan NP ZnO pada konsentrasi 0,1%; 0,25%; 0,5%; atau 1%. Pengamatan pertumbuhan kedua isolat kapang dilakukan dengan metode hanging drop menggunakan medium PDA yang mengandung NP ZnO sebesar 0,1%; 0,25%; 0,5%; 1%, 1,5%; atau 2%. Konsentrasi minimum hambatan (KMH) ditentukan dengan metode tube dilution menggunakan medium PDB dengan konsentrasi NP ZnO 0,5%; 1%; 1,5%; atau 2%. Konsentrasi minimum fungisidal (KMF) ditentukan berdasarkan jumlah sel hasil total plate count (TPC) dari perlakuan tube dilution. Hasil plate agar dan hanging drop menunjukan bahwa NP ZnO memiliki sifat fungistatik yang meningkat seiring besarnya konsentrasi. Hal tersebut diindikasikan dengan tetap adanya pertumbuhan A1P dan A2C walaupun mengalami perlambatan germinasi spora dan penurunan diameter koloni. Pada tube dilution, isolat kapang juga mengalami perlambatan pertumbuhan yang signifikan dibandingkan dengan kontrol, sesuai dengan hasil plate agar maupun hanging drop. Kedua isolat kapang tidak mengalami pertumbuhan pada cat yang ditambah NP ZnO walaupun telah di inkubasi melebihi waktu inkubasi tube dilution, selama 2 minggu.
Antifungal activity test of zinc oxide nanoparticle (ZnO) against molds A1P and A2C, which were isolated from ceiling, has been carried out. Agar plate method test was done using PDA added with 0,1%; 0,25%; 0,5%; or 1% ZnO. Growth of the molds on PDA medium added with 0,1%; 0,25%; 0,5%; 1%, 1,5%; or 2% ZnO was observed using hanging drop method. Minimum inhibition concentration (MIC) was determined by tube dilution method in PDB medium which contains 0,5%; 1%; 1,5%; or 2% ZnO. Minimum fungicidal concentration (MFC) was determined based on cells count from total plate count (TPC) of tube dilution. Results from plate agar and hanging drop showed that ZnO worked as fungistatic which escalated along its increased concentration. This was indicated by the growth of A1P and A2C although the spore germination was slow down and also decrease on the colony diameter. Growth of molds in tube dilution was slow down significantly compared to control, which correspond to result of plate agar and hanging drop. Both isolates did not grow on the paint test which was added with ZnO, although the incubation time has been prolonged to more than 2 weeks."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chloe Shada Nareswari
"Latar belakang: Resistensi flukonazol pada Candida krusei semakin menjadi perhatian dalam pengobatan kandidiasis superfisial dan kandidemia. Propolis Lombok yang kaya akan flavonoid merupakan alternatif yang memiliki potensi. Penelitian ini mengeksplorasi aktivitas antijamur propolis Lombok terhadap pertumbuhan Candida krusei. Metode: Eksperimen in vitro ini menggunakan metode difusi agar sumuran (untuk pengukuran diameter zona hambat), dan mikrodilusi (untuk perubahan densitas optik) yang dilanjutkan dengan kultur jamur (untuk penentuan nilai KHM). Kelompok perlakuan pada metode difusi agar sumuran terdiri dari ekstrak etanol propolis Lombok pada konsentrasi 500.000 ppm, 700.000 ppm, dan 1.000.000 ppm, flukonazol (kontrol positif), dan DMSO 10% (kontrol negatif), serta penambahan kontrol pertumbuhan dan kontrol media pada metode mikrodilusi. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok pada metode difusi agar sumuran (p = 0,025) dan mikrodilusi (p = 0,001), dengan rata-rata zona hambat terbesar pada 700.000 ppm (9,67 mm) dan rata-rata penurunan densitas optik terbesar pada 500.000 ppm (0,2308). Tes post hoc untuk metode difusi agar sumuran tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Untuk metode mikrodilusi, perbedaan densitas optik secara signifikan lebih rendah untuk 500.000 ppm dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol medium, serta untuk 700.000 ppm dibandingkan dengan kontrol positif, kontrol pertumbuhan, dan kontrol medium. Kultur jamur menunjukkan pertumbuhan Candida krusei pada semua konsentrasi propolis. Kesimpulan: Propolis Lombok yang didapatkan dari Trigona clypearis berpotensi menghambat pertumbuhan Candida krusei. Namun, untuk dapat dijadikan sebagai pengobatan alternatif, efeknya harus dioptimalkan. Nilai KHM tidak dapat ditentukan.

Introduction: Candida krusei’s fluconazole resistance is a growing concern in superficial candidiasis and candidemia treatment. Lombok propolis, rich in flavonoids, is a potential alternative. This research explores the antifungal activity of Lombok propolis against Candida krusei growth. Method: In vitro experiments used Agar well diffusion (for inhibition zone diameter measurement), and Broth microdilution (for optical density changes) followed by fungal culture (for MIC determination). Groups in Agar well diffusion included Lombok propolis ethanol extracts at concentrations of 500.000 ppm, 700.000 ppm, and 1.000.000 ppm, fluconazole (positive control), and 10% DMSO (negative control), with the addition of growth control and medium control in Broth microdilution. Result: This study found significant between-group differences in Agar well diffusion (p = 0,025) and Broth microdilution (p = 0,001), with the largest average inhibition zone at 700.000 ppm (9,67 mm) and the greatest average optical density decrease at 500.000 ppm (0.2308). Post hoc tests for Agar well diffusion revealed no significant difference and for Broth microdilution the optical density difference was significantly lower for 500.000 ppm compared to negative control and medium control, as well as for 700.000 ppm compared to positive control, growth control, and medium control. Fungal culture showed Candida krusei growth at all propolis concentrations. Conclusion: Lombok propolis collected from Trigona clypearis has the potential to inhibit the growth of Candida krusei. However, to be established as an alternative treatment, its effect has to be optimized. MIC value determination was inconclusive."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jararizki Budi Subasira
"Indonesia adalah negara tropis yang memiliki kelembaban tinggi, kondisi ini memudahkan manusia untuk mengalami infeksi akibat jamur. Salah satu jamur yang dapat menginfeksi manusia adalah Candida albicans. C. albicans dapat menyebabkan kandidiasis yang merupakan infeksi jamur dengan insiden tinggi. Perawatan antijamur dapat dilakukan dengan menggunakan obat antijamur. Infeksi jamur sering terjadi yang menyebabkan penggunaan obat antijamur mengalami resistensi, oleh karena itu, kebutuhan untuk memeriksa senyawa aktif dari bahan alami yang memiliki aktivitas antijamur perlu ditingkatkan. Salah satu tanaman yang tersebar di Indonesia yang dikenal memiliki berbagai manfaat kesehatan adalah Tanduk Cananga (Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari). Tanduk Cananga telah diketahui memiliki aktivitas antijamur dalam ekstrak metanol dari daun. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antijamur ekstrak dan fraksi diklorometana dari kulit tanduk Kanenanga. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi menggunakan pelarut heksana dan diklorometana. Diikuti dengan fraksinasi menggunakan metode kromatografi kolom. Tes aktivitas antijamur dilakukan secara in vitro dengan metode mikrodilusi. Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak diklorometana kulit tanduk Cananga memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 200 μg/mL. Fraksi Dichloromethane I dan II memiliki aktivitas antijamur Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 50 μg/mL, fraksi diklorometana III, IV, V, VI, VII, dan VIII memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 100 μg/mL mL. Disimpulkan bahwa ekstrak dan fraksi diklorometana memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans.

Indonesia is a tropical country that has high humidity, this condition makes it easy for humans to experience infections due to fungi. One fungus that can infect humans is Candida albicans. C. albicans can cause candidiasis which is a fungal infection with a high incidence. Antifungal treatment can be done using antifungal drugs. Fungal infections often occur causing the use of antifungal drugs to experience resistance, therefore, the need to examine active compounds from natural substances that have antifungal activity needs to be increased. One of the plants that are spread in Indonesia that is known to have various health benefits is the Cananga Horn (Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari). Cananga horn has been known to have antifungal activity in methanol extracts from the leaves. This research was conducted to examine the antifungal activity of extracts and dichloromethane fraction from the horn bark of Kanenanga Horn. The extraction method used in this study is the maceration method using hexane and dichloromethane solvents. Followed by fractionation using column chromatography methods. Antifungal activity tests were carried out in vitro by the microdilution method. The results of this study indicate dichloromethane extracts of the skin of the Cananga Horn horn have antifungal activity against Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 200 μg/mL. Dichloromethane fractions I and II have antifungal activity Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 50 μg/mL, dichloromethane fractions III, IV, V, VI, VII, and VIII have antifungal activity against Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 100 μg/mL mL. It was concluded that dichloromethane extracts and fractions had antifungal activity against Candida albicans."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>