Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143623 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinayah Fitriany Sukma Putri
"Penelitian ini menganalisis pengaruh kolektivisme pada fenomena demam pendidikan di Korea Selatan. Kolektivisme merujuk pada kecenderungan masyarakat untuk mengutamakan kepentingan kelompok daripada individu. Pada masyarakat yang menganut budaya kolektivisme, individu cenderung memiliki konstruksi diri interdependen yang berfokus pada hubungan sosial terutama ingroup. Dalam konteks pendidikan Korea Selatan yang sangat kompetitif, kolektivisme memiliki peran yang signifikan dalam membentuk pola perilaku siswa, tekanan akademik, dan norma sosial terkait pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana budaya kolektivisme diterapkan dalam masyarakat Korea Selatan dan bagaimana perannya dalam unsur-unsur fenomena pendidikan, seperti respons siswa, orang tua, masyarakat, serta sistem pendidikan yang ada. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya kolektivisme memengaruhi sekaligus mendasari sikap dan respons siswa, orang tua, dan masyarakat secara keseluruhan dalam fenomena demam pendidikan.

This study analyzes the influence of collectivism in the education fever phenomenon in South Korea. Collectivism refers to a society's tendency to prioritize the interests of the group over the individual. In societies that embrace a culture of collectivism, individuals tend to have interdependent self-constructions that focus on social relationships, especially the ingroup. In the highly competitive context of South Korean education, collectivism has a significant role in shaping student behavior patterns, academic pressures, and social norms related to education. This research aims to explain how the culture of collectivism in South Korean society and how it plays a role in elements of educational phenomena, such as the response of students, parents, society, and the existing education system. The author uses a qualitative method with a literature study approach. The results of this study show that collectivist culture influences and underlies the attitudes and responses of students, parents and society as a whole in the phenomenon of education fever."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnaz Khalila Najlana
"Skripsi ini membahas perundungan di kalangan pelajar Korea Selatan dan memudarnya nilai-nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perundungan dapat terjadi di kalangan pelajar Korea dan hubungannya dengan memudarnya nilai-nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan menghasilkan data berupa data deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perundungan di kalangan pelajar Korea terjadi akibat beberapa faktor, seperti faktor individu, keluarga, teman, dan pendidikan, serta berhubungan dengan memudarnya nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea, seperti harmoni, jeong, dan woori. Kesimpulan penelitian ini adalah sistem pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter seorang pelajar dan menjadi salah satu faktor utama penyebab terjadinya perundungan di kalangan pelajar Korea. Perundungan tersebut kemudian menyebabkan memudarnya nilai- nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea.

The focus of this study is the bullying culture in South Korean students and the declining collectivism values in the education institution. The purpose of this study is to know how bullying can happen in Korean students and its relation with the declining collectivism values in the education institution. This study is a qualitative research and yield descriptive data. The result of this study shows that bullying in Korean student circle happens because of several factors such as personal, family, peer group, and education factors, and there is a relation with declining collectivism values in education institution, such as harmony, jeong, and woori. The conclusion of this study is the education system has an important role in developing student’s character and become one of the most important factor causing bullying in Korean students. Later, bullying is causing the decline of collectivism values in education institution."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melissa Astrid Wulan Ruru
"Skripsi ini mengeksplorasi bagaimana dampak demam pendidikan terlukiskan melalui pengambilan keputusan dalam pendidikan dan kehidupan pendidikan pelajar sekolah tingkat menengah. Skripsi ini juga membahas lebih dalam mengenai apa yang dimaksud dengan demam pendidikan, bagaimana demam pendidikan muncul di dalam masyarakat Korea Selatan dan pengaruh seperti apakah yang diberikan terhadap pendidikan Korea Selatan.
Berdasarkan wawancara terhadap pelajar sekolah tingkat menengah di daerah Gangnam, skripsi ini mendalami kisah mereka, minat, pandangan dan perasaan mereka terhadap kehidupan sekolah mereka setiap harinya. Penelitian ini menemukan bahwa demam pendidikan menyebabkan dampak negatif terhadap pelajar yang lebih banyak dibandingkan dampak positif. Skripsi ini juga membantu pembaca untuk mengerti lebih dalam mengenai pengaruh seperti apakah yang diberikan terhadap pelajar sekolah tingkat menengah.

This thesis explores how education fever reflected in or influence educational decision and the academic life of South Korean secondary school students. This paper also explains what education fever is, how it emerged in South Korean society and what kind of influenced did it gave to South Korean education.
Based on interviews with secondary school students attending different schools in Gangnam territory, this thesis explores their personal stories of activities, interests, point of views and feelings about their daily school life. The findings revealed that education fever brings much more of a negative influenced towards students rather than positive influences. This paper will help to understand what kind influenced that education fever brought towards students in the secondary school.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Fathiyah
"Penelitian ini menganalisis representasi budaya kolektivisme masyarakat Korea Selatan dalam tren busana musim dingin di Korea Selatan. Kolektivisme merupakan salah satu nilai yang terdapat di tengah masyarakat Korea Selatan yang didasari oleh paham Konfusianisme. Kolektivisme merupakan nilai yang menekankan pada kepentingan dan identitas kolektif di atas individu. Pada masyarakat dengan nilai kolektivisme, individu cenderung memiliki konstruksi diri interdependen yang terfokus pada hubungan dan keselarasan sosial. Nilai kolektivisme yang terdapat di tengah masyarakat Korea Selatan dapat dilihat melalui perilaku mereka terhadap berbagai fenomena sosial, salah satunya tren busana yang berkembang. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah bagaimana tren busana musim dingin menunjukkan kolektivisme masyarakat Korea Selatan. Penelitian ini merupakan studi pustaka dengan menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menguak representasi nilai budaya kolektivisme masyarakat Korea Selatan melalui cara mereka menghadapi tren busana musim dingin. Hasil penelitian memperlihatkan respon masyarakat Korea Selatan terhadap tren busana musim dingin yang menunjukkan adanya nilai budaya kolektivisme yang didasari oleh konstruksi diri interdependen di masyarakat.

This study analyses the representation of South Korean collectivism seen in South Korea’s past winter fashion trends. Collectivism is one of Confucianism-based values that currently exist in the South Korean society. Collectivism is a value that puts an emphasis on collective identity and interests over individual. In a society with collectivistic values, individuals tend to have the interdependent self construal that focuses on social relationships and harmony. Collectivistic values that prevail in the middle of the South Korean society can be seen through the attitude of the people towards numerous social phenomenons, one of them being the fast-growing fashion trends. Therefore, the research question proposed for this study is how the winter fashion trends show the collectivistic values of the South Korean society. This literature study uses qualitative-descriptive method of research. The purpose of this study is to reveal the representation of collectivistic values of South Koreans through their ways of facing winter fashion trends. The results show the South Koreans’ ways of responsing to the winter fashion trends that exhibit collectivistic values as a result of the interdependent self-construal of the people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Tsani Almasah
"Industri budaya populer Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa jika dibandingkan pada awal perkembangannya di tahun 2000-an. Meskipun telah banyak penelitian yang memberikan wawasan mengenai hubungan antara budaya populer dan pariwisata, masih sedikit yang membahas mengenai bagaimana industri budaya populer Korea Selatan berperan dalam membentuk dan mengubah citra negaranya. Penelitian ini kemudian hadir untuk mengonfirmasi hubungan antara budaya populer Korea Selatan (Hallyu) dengan citra negara Korea Selatan dengan menggunakan musik (K-Pop), serial drama (K-Drama), dan film Korea Selatan sebagai objek penelitiannya. Survei diikuti oleh 280 responden usia sekolah menengah atas (perempuan = 66,1%) yang familiar dengan budaya populer Korea Selatan. Temuan menunjukkan bahwa Hallyu berpengaruh terhadap citra negara Korea Selatan. Akan tetapi, hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Hallyu bukanlah faktor pemengaruh satu-satunya dalam pembentukan citra negara Korea Selatan (R2 = 36,8%).

South Korea's popular culture industry has seen tremendous growth compared to its early development in the 2000s. While studies have provided many insight into the relationship between popular culture and tourism, little has been discussed about how South Korea's popular culture industry plays a role in shaping and changing its country's image. This research is then aimed to confirm the relationship between South Korean popular culture (Hallyu) and the country image of South Korea by using music (K-Pop), drama series (K-Drama), and South Korean films as the research objects. Valid survey responses were collected from 280 high school students respondents (female = 66,1%) who are familiar with South Korean popular culture. The findings showed that Hallyu has an effect on the country's image of South Korea. However, the coefficient of determination analysis test shows that Hallyu is not the only influencing factor that could contribute to South Korea's country image (R2 = 36,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Tsani Almasah
"Industri budaya populer Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa jika dibandingkan pada awal perkembangannya di tahun 2000-an. Meskipun telah banyak penelitian yang memberikan wawasan mengenai hubungan antara budaya populer dan pariwisata, masih sedikit yang membahas mengenai bagaimana industri budaya populer Korea Selatan berperan dalam membentuk dan mengubah citra negaranya. Penelitian ini kemudian hadir untuk mengonfirmasi hubungan antara budaya populer Korea Selatan (Hallyu) dengan citra negara Korea Selatan dengan menggunakan musik (K-Pop), serial drama (K-Drama), dan film Korea Selatan sebagai objek penelitiannya. Survei diikuti oleh 280 responden usia sekolah menengah atas (perempuan = 66,1%) yang familiar dengan budaya populer Korea Selatan. Temuan menunjukkan bahwa Hallyu berpengaruh terhadap citra negara Korea Selatan. Akan tetapi, hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Hallyu bukanlah faktor pemengaruh satu-satunya dalam pembentukan citra negara Korea Selatan (R2 = 36,8%).

South Korea's popular culture industry has seen tremendous growth compared to its early development in the 2000s. While studies have provided many insight into the relationship between popular culture and tourism, little has been discussed about how South Korea's popular culture industry plays a role in shaping and changing its country's image. This research is then aimed to confirm the relationship between South Korean popular culture (Hallyu) and the country image of South Korea by using music (K-Pop), drama series (K-Drama), and South Korean films as the research objects. Valid survey responses were collected from 280 high school students respondents (female = 66,1%) who are familiar with South Korean popular culture. The findings showed that Hallyu has an effect on the country's image of South Korea. However, the coefficient of determination analysis test shows that Hallyu is not the only influencing factor that could contribute to South Korea's country image (R2 = 36,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenica Katya Az Zahra
"Fenomena molka merupakan kasus kekerasan berupa foto atau rekaman video tanpa izin dengan menggunakan kamera berukuran kecil dan tersembunyi. Sementara itu norma Konfusianisme sebagai norma yang mengatur hubungan antarmanusia termasuk hubungan antara laki-laki dan perempuan di Korea Selatan dianggap turut andil dalam berkembangnya fenomena molka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak norma Konfusianisme pada penyebaran luas fenomena molka di Korea Selatan, dengan fokus pada perempuan sebagai objek utama. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan memanfaatkan teknik studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa norma Konfusianisme berkontribusi pada pembentukan budaya patriarki yang kuat di struktur sosial Korea Selatan. Budaya patriarki ini, secara erat terkait dengan fenomena molka karena memicu ketidaksetaraan gender. Perempuan menjadi objek dalam fenomena molka karena didukung oleh pandangan masyarakat yang menempatkan perempuan dalam hierarki yang lebih rendah dan posisi subordinate.

Molka phenomenon involves cases of violence where photos or videos are taken without consent using small and hidden cameras. Meanwhile, Confucianism norms which regulate interpersonal relationships, including those between men and women in South Korea are considered to play a role in the development of the molka phenomenon. This study aims to analyze the impact of Confucianism norms on the widespread occurrence of the molka phenomenon in South Korea, with a focus on women as the primary subjects. The method employed in this study is qualitative descriptive using literature review techniques. The research findings indicate that Confucianism norms contribute to the formation of a strong patriarchal culture in the social structure of South Korea. This patriarchal culture is closely linked to the molka phenomenon as it triggers gender inequality. Women become the subjects of the molka phenomenon due to societal perspectives that place them in a lower hierarchy and subordinate position."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dhanisa Kamila
"Skripsi ini membahas tentang pengaruh ajaran Konfusianisme yang berkembang di Korea Selatan terhadap persaingan pemerolehan pendidikan tinggi di masyarakat modern Korea Selatan. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis, hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari ajaran Konfusianisme terhadap persaingan dalam pendidikan di masyarakat modern Korea Selatan melalui nilai-nilai familisme, chemyeon, grupisme, elitisme, dan paternalisme. Nilai-nilai tersebut mendorong masyarakat Korea untuk bersaing dengan ketat demi meraih pendidikan terbaik yang mengindikasikan pada masa depan yang cerah.

This thesis discusses about the influence of Confucianism towards education competitiveness in modern Korea society. Using descriptive analysis method, the analysis focuses on the values of Confucianism and its relation to the phenomenons of education competition in modern Korean Society, particularly in the acquisition of higher education. The result shows that Confucianism gives strong influence on education competition in Korean modern society through its familism, chemyeon, groupism, elitism, and paternalism values. Those values encourage Korean society to strictly compete in order to achieve the best education that indicates a bright future."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S62727
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilla Ratna Febrianti
"Penelitian ini membahas mengenai kekerasan terhadap perempuan yang terjadi secara online (online violence against women (online VAW)) di Korea Selatan, khususnya voyeurisme digital. Korban kejahatan voyeurisme digital mayoritas adalah perempuan, sedangkan pelakunya mayoritas laki-laki, baik yang dikenal korban maupun yang tidak dikenal. Perempuan dalam kasus voyeurisme digital mendapat tekanan tidak hanya dari pelaku, tetapi secara struktural ditekan oleh praktik budaya patriarki oleh petugas polisi, penyidik kasus, dan netizen. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh apa saja yang ditimbulkan dari budaya patriarki dalam perilaku kekerasan terhadap perempuan secara online. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi pustaka dalam lingkup budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warisan budaya patriarki Konfusian menegaskan persistensi dominasi laki-laki terhadap perempuan dan subordinasi perempuan dalam online VAW yang terjadi.

This study discusses online violence against women (online VAW) in South Korea, particularly digital voyeurism. The majority of victims of digital voyeurism are women, while the perpetrators are mostly men, both known to the victim and unknown. Women in digital voyeurism cases are under pressure not only from perpetrators, but structurally by patriarchal cultural practices by police officers, case investigators, and netizens. The purpose of this study is to identify the effects of patriarchal culture on violent behavior against women online. The research method used in this research is descriptive qualitative with a literature study approach within the cultural scope. The results show that the Confucian patriarchal cultural heritage confirms the persistence of male domination over women and female subordination in the online VAW that occurs in South Korea.;Penelitian ini membahas mengenai kekerasan terhadap perempuan yang terjadi secara online (online violence against women (online VAW)) di Korea Selatan, khususnya voyeurisme digital. Korban kejahatan voyeurisme digital mayoritas adalah perempuan, sedangkan pelakunya mayoritas laki-laki, baik yang dikenal korban maupun yang tidak dikenal. Perempuan dalam kasus voyeurisme digital mendapat tekanan tidak hanya dari pelaku, tetapi secara struktural ditekan oleh praktik budaya patriarki oleh petugas polisi, penyidik kasus, dan netizen. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh apa saja yang ditimbulkan dari budaya patriarki dalam perilaku kekerasan terhadap perempuan secara online. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi pustaka dalam lingkup budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warisan budaya patriarki Konfusian menegaskan persistensi dominasi laki-laki terhadap perempuan dan subordinasi perempuan dalam online VAW yang terjadi.

This study discusses online violence against women (online VAW) in South Korea, particularly digital voyeurism. The majority of victims of digital voyeurism are women, while the perpetrators are mostly men, both known to the victim and unknown. Women in digital voyeurism cases are under pressure not only from perpetrators, but structurally by patriarchal cultural practices by police officers, case investigators, and netizens. The purpose of this study is to identify the effects of patriarchal culture on violent behavior against women online. The research method used in this research is descriptive qualitative with a literature study approach within the cultural scope. The results show that the Confucian patriarchal cultural heritage confirms the persistence of male domination over women and female subordination in the online VAW that occurs in South Korea.;Penelitian ini membahas mengenai kekerasan terhadap perempuan yang terjadi secara online (online violence against women (online VAW)) di Korea Selatan, khususnya voyeurisme digital. Korban kejahatan voyeurisme digital mayoritas adalah perempuan, sedangkan pelakunya mayoritas laki-laki, baik yang dikenal korban maupun yang tidak dikenal. Perempuan dalam kasus voyeurisme digital mendapat tekanan tidak hanya dari pelaku, tetapi secara struktural ditekan oleh praktik budaya patriarki oleh petugas polisi, penyidik kasus, dan netizen. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh apa saja yang ditimbulkan dari budaya patriarki dalam perilaku kekerasan terhadap perempuan secara online. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi pustaka dalam lingkup budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warisan budaya patriarki Konfusian menegaskan persistensi dominasi laki-laki terhadap perempuan dan subordinasi perempuan dalam online VAW yang terjadi.

This study discusses online violence against women (online VAW) in South Korea, particularly digital voyeurism. The majority of victims of digital voyeurism are women, while the perpetrators are mostly men, both known to the victim and unknown. Women in digital voyeurism cases are under pressure not only from perpetrators, but structurally by patriarchal cultural practices by police officers, case investigators, and netizens. The purpose of this study is to identify the effects of patriarchal culture on violent behavior against women online. The research method used in this research is descriptive qualitative with a literature study approach within the cultural scope. The results show that the Confucian patriarchal cultural heritage confirms the persistence of male domination over women and female subordination in the online VAW that occurs in South Korea.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Nurandianti
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh kognitif dan afektif dari country image kepada repurchase intention konsumen terhadap produk skin care dari Korea Selatan. Beberapa tahun belakangan ini dunia Korea semakin dikenal dan mendunia, khususnya dibidang entertainment. Banyak pengaruh yang datang dari musiknya yaitu melalui boyband dan girlband nya, serta drama Korea yang sangat menarik perhatian berbagai orang. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat adanya pengaruh dari demam Korea atau Hallyu Wave, yang masuk ke Indonesia dan mempengaruhi pembelian dari konsumen-konsumennya terkait dengan produk skin care. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa yang dapat mempengaruhi repurchase intention dari produk skin care Korea Selatan ternyata bukan hanya dari country image, melainkan dari beberapa variabel juga seperti product image, word of mouth, dan perceived price.

This study is intended to see if there are cognitive and affective infulences from country image to repurchase intention of customers toward skin care product from South Korea. A few years back in the beauty world of korea, it is getting more well known globally, especially in the entertainment field. A lot of influences are coming from the music through their boybands and girlbands, also the famous Korean Drama that attracts a lot of intention from the people. The purpose of this study is to see if there is an influence from Korean Fever or Hallyu Wave, that goes into Indonesia and the effect of buying from the custumers regarding the skin care product. The results of this study proves the one who can influence repurchase intention for skin care product from South Korea is not just from country image itself, however through several variables like product image, word of mouth, and perceived price.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>