Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190597 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ichsan Meidito Morama
"Latar Belakang: Isolasi atau karantina pasien selama pandemi COVID-19 merupakan langkah pencegahan persebaran penyakit yang penting. Namun, isolasi pasien COVID-19 mempunyai dampak buruk terhadap kondisi psikologis. Beberapa masalah psikologis seperti kecemasan, depresi, dan masalah kognisi dapat muncul pada pasien yang di isolasi. Tidak hanya itu, isolasi dapat juga memicu perasaan berduka karena pasien tidak dapat bertemu langsung dengan keluarga serta kehilangan kebebasan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari prevalensi masalah psikologis (kecemasan, depresi, dan masalah kognisi), tahapan berduka, dan mencari asosiasi antara faktor demografi (umur, jenis kelamis, dan status pendidikan) dengan kejadian masalah psikologis Metode: Data sekunder yang didapat dari survey pada pasien isolasi COVID-19 yang ditempatkan di Wisma Atlet Kemayoran dan RSCM Kiara pada periode 19 sampai 26 Oktober 2020 digunakan untuk penelitian ini. Analisis univariat dan bivariat dilakukan pada data tersebut menggunakan program SPSS Hasil: Dari 1584 sampel dari data sekunder, 1517 digunakan untuk penelitian ini karena terdapat beberapa sampel dengan data yang tidak lengkap. Ditemukan prevalensi masalah psikologis yang tinggi (77.2%), dimana depresi merupakan masalah yang sering dijumpai (63%). Acceptance (98.1%) merupakan tahapan berduka yang paling banyak dialami partisipan. Kemudian, hanya jenis kelamin dan status pendidikan saja yang memiliki asosiasi yang signifikan dengan masalah psikologis, dimana perempuan dan orang yang beredukasi tinggi memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah psikologis selama isolasi.

Introduction: Patient isolation or quarantine during COVID-19 pandemic was vital in preventing disease transmission. However, it has a negative impact on the psychological state of quarantined people. Depression, anxiety, and cognitive problems are some examples of psychological problems that appear during isolation. Additionally, the inability to meet patient’s family directly and loss of freedom can trigger feelings of grief. Hence, this research aims to find the prevalence of psychological problems (i.e., anxiety, depression, and cognitive problems), stages of grief, and the association between demographic factors (i.e., age, gender, and educational level) with psychological problems Methods: Secondary data that was obtained from a survey on COVID-19 isolated patients in Wisma Atlet Kemayoran and RSCM Kiara between 19 and 26 October 2020 were used in this research. Univariate and bivariate analyses were done on those data using SPSS. Results: Among 1584 samples, 1517 were used due to missing data in some of the samples. A high prevalence of psychological problems (77.2%) was observed, with depression (63%) as the most prevalent. Acceptance (98.1%) was the most prevalent stage of grief experienced by the participants. Only gender and educational level were significantly associated with psychological problems, whereas female gender and high educational people were more prone to experience psychological problems during isolation Conclusion: The high rate of psychological problems found in isolated patients indicates the importance of inserting the management of psychological problems during the future pandemic that requires isolation as a preventive measure."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alek
"Latar Belakang. Hipertensi merupakan salah satu komorbid dari COVID-19 yang diduga dapat menyebabkan meningkatkan keparahan dan kematian pasien COVID-19. penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan hipertensi terhadap tingkat keparahan Covid-19 pada pasien di RS Darurat Wisma Atlit Kemayoran.
Metode. Penelitian menggunakan desain studi Kohort Retrospektif, populasi dalam penelitian ini adalah pasien tekonfirmasi positif COVID-19 dengan Gejala di RS Darurat Wisma Atlit Kemayoran pada bulan Juli-Desember 2021.
Hasil. Pasien terkonfirmasi COVID-19 di RSDC Wisma Atlit Kemayoran dari bulan Juli sampai dengan 31 Desember 2021 jumlah pasien yang terkonfirmasi COVID-19 berjumlah sebanyak 20.006 pasien Setelah dilakukan eksklusi terhadap pasien dengan usia <18 tahun dan outlier, maka diperoleh total populasi eligible sebanyak 18.070 pasien. Eksklusi dilakukan Kembali terhadap pasien yang tidak ada informasi keparahan di rekam medik (n=369; 2,04%), sehingga diperoleh jumlah data yang layak dianalisis sebanyak 17.701 pasien. Berdasarkan pajanan utama, proporsi kelompok dengan komorbid hipertensi sebanyak 914 dan 16.787 pasien pada kelompok tanpa hipertensi.
Kesimpulan. Proporsi persentase dengan tingkat keparahan berat kelompok yang hipertensi 6,2% dan pada mereka dengan keparahan berat kelompok tidak hipertensi 6,5% di RSDC Wisma Atlet Kemayoran. Hasil bivariat antara hipertensi dengan tingkat keparahan Covid-19 di RSDC Wisma Atlet Kemayoran dengan  nilai RR = 0,961 (p>0,05) artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertensi terhadap tingkat keparahan Covid-19. Resiko pasien mengalami Covid-19 dengan kategori berat tidak berhubungan dengan adanya hipertensi (RR=1). Setelah dikontrol dengan jenis kelamin dan peran hipertensi terhadap keparahan Covid-19 masih sulit ditentukan karena convidence interval yang tidak presisi atau melewati null value yaitu RR=1,038

Background. Hypertension is one of the comorbidities of COVID-19 which is thought to increase the severity and death of COVID-19 patients. This study was to determine the relationship of hypertension to the severity of Covid-19 in patients at the Wisma Atlit Kemayoran Emergency Hospital.
Method. The study used a retrospective cohort study design, the population in this study were patients who were confirmed positive for COVID-19 with symptoms at the Wisma Atlit Kemayoran Emergency Hospital in July-December 2021.
Results. Patients with confirmed COVID-19 at the Wisma Atlit Kemayoran Hospital from July to December 31, 2021, the number of confirmed COVID-19 patients was 20,006 patients. After exclusion of patients <18 years of age and outliers, the total eligible population was 18,070 patients. Exclusion was carried out again for patients for whom there was no severity information in the medical record (n=369; 2.04%), so that 17,701 patients were eligible for data analysis. Based on the main exposure, the proportion of the group with comorbid hypertension was 914 and 16,787 patients in the group without hypertension.
Conclusion. The proportion of the percentage with severe severity in the hypertensive group was 6.2% and in those with severe severity in the non-hypertensive group 6.5% at RSDC Wisma Atlet Kemayoran. The bivariate result between hypertension and the severity of Covid-19 at the Wisma Atlet Kemayoran Hospital with an RR = 0.961 (p>0.05) means that there is no significant relationship between hypertension and the severity of Covid-19. The risk of patients experiencing Covid-19 in the severe category was not related to the presence of hypertension (RR = 1). After controlling for gender and the role of hypertension on the severity of Covid-19, it is still difficult to determine because the confidence interval is not precise or passes the null value, namely RR = 1.038.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfiani Fajrin
"Infeksi ulang/reinfeksi COVID-19 didefinisikan sebagai seseorang yang telah sembuh dari infeksi COVID-19 kemudian terinfeksi kembali. Banyaknya laporan kejadian reinfeksi dibeberapa negara seperti Hongkong, Nevada, Amerika Serikat, Belgium, Ekuador, India, dan negara lainnya menunjukkan besaran masalah kejadian reinfeksi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang beresiko terhadap kejadian reinfeksi COVID-19. Studi ini menggunakan desain studi cross-sectional dalam mengetahui faktor resiko reinfeksi COVID-19. Subjek penelitian ini adalah pasien dengan Riwayat reinfeksi yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi dari data sekunder (data surveilans epidemiologi) di RSDC Wisma Atlet, Jakarta pada bulan Juli – Desember 2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 7 variabel yang berhubungan dengan kejadian reinfeksi COVID-19 pada pasien RSDC WAK, diantaranya: variabel usia, usia 30-39 tahun (POR: 0.60, 95% CI: 0.47-0.77), usia ≥40 tahun (POR 0.41, 95%CI: 0.32-0.53), variabel pekerjaan; pekerjaan non-nakes (POR: 0.91, 95% CI: 0.68-1.22), pekerjaan nakes (POR: 1.80, 95% CI: 1.32-2.46), riwayat kontak erat (POR: 0.75, 95% CI: 0.59-0.97), penggunaan transportasi umum (POR: 1.36, 95% CI:1.02-1.79), perjalanan ke luar daerah (POR: 0.69, 95% CI: 0.51-0.96), bepergian ke fasilitas umum (POR: 2.01, 95% CI: 1.45-2.78), status vaksin; vaksin dosis 1 (POR: 0.56, 95% CI: 0.42-0.74), dan belum vaksinasi (POR:0.62, 95% CI: 0.48-0.78). Determinan atau faktor prediktor dominan reinfeksi COVID-19 pada pasien rawat inap RSDC WAK adalah variabel bepergian ke fasilitas umum.

COVID-19 reinfection may be defined as a person who has recovered from infection with COVID-19 and then re-infected. The number of reinfection report in several countries such as Hongkong, Nevada, Amerika Serikat, Belgium, Ekuador, India, and the other country shows the magnitude of the reinfection problem. Therefore, this study was conducted to determine risk factor of COVID-19 reinfection. This study is an analytical study with a cross-sectional to determine the risk factors of COVID-19 reinfection. The subjects of this study were patients with a history of reinfection who met the inclusion and exclusion criteria from secondary data (epidemiological surveillance data) at the RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta (RSDC WAK) in July – December 2021. The results showed that there were 7 variables related to the incidence of reinfection of COVID-19 in RSDC WAK patients, including: age; age 30-39 years old (POR: 0.60, 95% CI: 0.47-0.77), age ≥40 years old (POR 0.41, 95%CI: 0.32-0.53), occupation; non-health workers occupation (POR: 0.91, 95% CI: 0.68-1.22), health worker occupation (POR: 1.80, 95% CI: 1.32-2.46), history of close contact (POR: 0.75, 95% CI: 0.59-0.97), public transportation uses (POR: 1.36, 95% CI: 1.02-1.79), travel outside the region (POR: 0.69, 95% CI: 0.51-0.96), visit public facilities (POR: 2.01, 95% CI: 1.45 -2.78), vaccine status; vaccinated doses 1 (POR: 0.56, 95% CI: 0.42-0.74), and unvaccinated (POR:0.62, 95% CI: 0.48-0.78). Predictor of COVID-19 reinfection in inpatients at RSDC WAK is visit public facilities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Ika Hapsari
"Di Indonesia diare masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada balita dengan insidensi mencapai 6.7%. Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku orangtua tentang diare mungkin berhubungan dengan angka kejadian diare pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku, serta mengetahui hubungan antara ketiga variable.
Penelitian potong lintang dengan menggunakan data primer berdasarkan wawancara kuesioner dilakukan di RSCM Kiara pada bulan September 2015 terhadap 102 subjek. Analisis statistik dilakukan dengan metode Chi square atau Fischer. Ditemukan sebanyak 101 subjek (99%) memiliki tingkat pengetahuan baik, 55 subjek ( 53.9%) memiliki sikap positif, dan 55 subjek (53.9%) memiliki perilaku baik tentang diare.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan hampir seluruh orangtua memiliki tingkat pengetahuan yang baik namun hampir setengah orangtua masih memiliki sikap dan perilaku yang kurang. Ditemukan hubungan yang tidak bermakna antara tingkat pengetahuan dengan sikap (p = 0.353) dan antara pengetahuan dengan perilaku orangtua tentang diare. (p=0.29).

In Indonesia, diarrhea is still considered as the main cause of child?s death with numbers of incidence reaching 6.7%. Parental knowledge, attitude, and behavior towards diarrhea is probably associated with the rise of diarrhea incidence in child. This study aims to explore the parental knowledge, attitude, and behavior, also the association between the three variable.
A cross sectional study was conducted in RSCM ? Kiara on September 2015 in 102 subjects. Chi-square / fischer hypothesis testingwass used to conduct bivariate analysis. Among 102 subjects, 101 subjects (99%) had good knowledge , 55 subjects (53.9%) had positive attitudes, and 55 subjects (53.9%) had good behavior regarding childhood diarrhea.
This study confirms that almost all of the parents had a good knowledge, yet almost half of them still had unfavourable attitude and behavior. There was no significant association between parental knowledge towards behaviour (p = 0.353) nor between parental attitudes towards behavior regarding childhood diarrhea (p = 0.29).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inosensia Diajeng Kusumo
"Campak merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada balita. Kematian tersering campak terjadi akibat komplikasi campak seperti pneumonia, diare, dan ensefalitis. Setiap 1 atau 2 dari 1000 anak yang sakit campak akan meninggal. Campak masih menjadi penyebab 4% kematian balita di Indonesia. Pengetahuan, sikap, dan perilaku orangtua tentang campak yang rendah mungkin menjadi penyebab masih tingginya angka kejadian dan kematian campak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku orangtua serta mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku orangtua tentang campak pada balita. Penelitian potong lintang dilakukan di RSCM Kiara pada bulan September 2015. Data demografi, pengetahuan, sikap dan perilaku diambil melalui wawancara berdasarkan kuesioner. Jumlah sampel dihitung dengan rumus survei sederhana. Analisis statistik dilakukan dengan uji Chi Square atau Fischer. Terdapat 91 orangtua balita yang mengikuti penelitian ini. Orangtua yang memiliki pengetahuan baik 31 subjek (34,1%), sikap baik 33 subjek (36,3%), dan perilaku baik 46 subjek (50,5%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku orangtua tentang campak pada balita (p=1,00). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku orangtua tentang campak pada balita (p=0,463). Orangtua yang memiliki pengetahuan dan sikap tentang campak yang baik hanya sepertiga, dan hampir setengah orangtua masih memiliki perilaku yang kurang tentang campak. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku orangtua tentang campak pada balita.

Measles is one of the most leading cause of death among under-five children. Its complication such as pneumonia, diarrhea, and encephalitis be the most causes death of measles. Every one or two of 1000 children with measles will die. Measles contributes 4% in one of the most of death causes among under five children in Indonesia. Low level of knowledge, attitude, and practice of parents regarding measles may contribute in high incidence and mortality of measles. This study was to explore level of knowledge, attitude, and practices, and also the association between knowledge and attitude with parent’s practice regarding measles among under five children.This cross-sectional study was conducted in RSCM Kiara on September 2015. Data of demography, knowledge, attitude, and practice was taken by interview based on questionnaire. Sample was calculated based on survey formula. The data was analyzed by Chi Square or Fischer test. There were 91 under five children parents who joined this research as our research subject. There were 31 subjects had good knowledge (34.1%), 33 subjects had good attitude (36.3%), 46 subjects had good practice (50.5%). There was no significant association between knowledge and practice with p value 1.00 nor significant association between attitude and practice with p value 0.463 regarding measles. Subjects who had good knowledge and attitude were one-third of all subjects, and almost half of the subjects still had bad practice regarding measles among under five children. There was no significant association between knowledge and practice nor significant association between attitude and practice regarding measles among under five children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Prasetio Nugroho
"Latar Belakang: Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) berawal dari Wuhan, Cina sejak Desember 2019. Jakarta menjadi salah satu episentrum pandemic COVID-19 di Indonesia. Data penelitian COVID-19 di Indonesia masih sangat terbatas, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui karakterisik klinis, radiologis, laboratorium dan derajat klinis.
Metode Penelitian: Penelitian ini diambil dari 1070 pasien yang dirawat di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet yang menjalani skrining gejala klinis, radiologi toraks, laboratorium dan serologi SARS-CoV-2kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan swab RT-PCR. Hasil skrining swab RT PCR pada 1070 pasien terdapat 836pasien terkonfirmasiCOVID-19, lalu diskrining dari 836 pasien yang memiliki radiologi toraks dan laboratorium lengkap ada 413 pasien.
Hasil Penelitian: Pasien terkonfirmasi COVID-19 derajat ringan-sedang didominasi oleh pasien laki-laki(55,4%) dengan kelompok usia < 60 tahun (91,8%) dan rerata umur 39,94±14,17 tahun. Sebagian besar pasien tidak memiliki komorbid, tetapi komorbid paling banyak adalah hipertensi (4,1%). Derajat klinis pasien yang dirawat paling banyak kasus asimtomatik (46%), sedang (31,5%) dan ringan (22,5%). Gejala yang sering muncul adalah batuk (22,5%), demam (14,3%),sesak napas (6,5%), nyeri tenggorok (5,3%) dan pilek (4,8%). Gambaran radiologis sebagian besar pasien normal (41,9%), sesuai pneumonia (31,5%) dan corakan meningkat (26,6%). Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan limfopenia (10,9%), trombositopenia (1,7%) dan peningkatan NLR (18,4%). Serologi SARS-CoV-2sebagian besar pasien reaktif (48,8%). Sebagian besar pasien dirawat ≥20 hari (63,9%), masa konversi ≥14 hari (52,5%) dan luaran akhir pasien sembuh (99,3%). Terdapat hubungan bermakna antara komorbid dengan lama rawat (p= 0,03) dan lama konversi (p= 0,03), status awal masuk RS dengan lama konversi (p= 0,00) dan lama rawat (p= 0,00).
Kesimpulan: Proporsi pasien terkonfirmasi COVID-19 dari keseluruhan pasien yang dirawat sebesar 78,13%, sebagian besar laki-laki dan gambaran radiologis normal. Terdapat kenaikan NLR dan kebanyakan serologi SARS-CoV-2reaktif. Sebagian besar pasien yang dirawat kasus asimtomatik dan luaran akhir perawatannya sembuh.

Background: Coronavirus disease 2019 (COVID-19) is an ongoing pandemic caused by severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) originated from Wuhan, China since December 2019. Jakarta is among of the epicenter of COVID-19 pandemic in Indonesia. Research data on COVID-19 in Indonesia is still very limited while there is an urgent need of disease characterization from the perspective of clinical features, radiological finding, laboratory profile, and severity.
Methods: This retrospective cohort study involved 1070 patients treated at an emergency hospital in Jakarta, Indonesia. Patients were screened for their clinical symptoms, radiological finding, laboratory profile, including the SARS-CoV-2 immunoserology, and then proceed with the SARS-CoV-2 RT-PCR examination. The screening resulted in 836 patients were confirmed COVID-19, and 413 patients had a complete medical record to be further studied.
Results: The mild-moderate cases were dominated by males (55.4%) of age groups <60 years-old (91.8%). The mean age was 39.94±14.17 years-old. Most subjects presented without comorbidities, although hypertension was common (4.1%). Most subjects were asymptomatic (46%) followed by moderate case (31.5%), and mild case (22.5%). Symptoms were cough (22.5%), fever (14.3%), shortness of breath (6.5%), sore throat (5.3%), and runny nose (4.8%). Radiological findings were normal (41.9%), pneumonia (31.5%), and increased opacity (26.6%). Laboratory tests showed lymphopenia (10.9%), thrombocytopenia (1.7%), and increased NLR (18.4%). The SARS-CoV-2 immunoserology was mostly reactive (48.9%). Length of stay (LoS) was ≥20 days (63.9%), conversion period was ≥14 days (52.5%), and most were recovered (99.3%). There were correlations between existing comorbidities and LoS (p=0.03) and conversion time (p=0.03). There were correlations between initial condition during hospital admission with conversion time (p=0.00) and LoS (p=0.00).
Conclusion: The proportion of patients with COVID-19 confirmed from all patients treated was 78.13%, whom male, normal radiological finding, increased NLR, reactive SARS-CoV-2 immunoserology, and asymptomatic predominated. Most of the patients were moderate cases and well recovered.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T57628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ece Yurika Wulandari
"Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak pada balita di Indonesia. Tingginya tingkat kejadian pneumonia pada balita dapat berhubungan dengan rendahnya pengetahuan, sikap serta perilaku orangtua terhadap pneumonia dan pencegahannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku orangtua balita tentang pneumonia. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional. Data diambil dari wawancara berdasarkan kuesioner terhadap orangtua pasien balita berusia 9 bulan - 5 tahun tahun di RSCM Kiara tahun 2015. Analisis data dilakukan menggunakan uji Chi Square atau Fisher. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional. Data diambil dari wawancara berdasarkan kuesioner terhadap orangtua pasien balita berusia 9 bulan - 5 tahun tahun di RSCM Kiara tahun 2015. Analisis data dilakukan menggunakan uji Chi Square atau Fisher. Dari 96 subjek didapatkan 51 orang (53,1%) memiliki kategori pengetahuan cukup baik, 74 orang (77,1%) memiliki sikap positif, dan 49 orang (51%) berperilaku baik terhadap pencegahan pneumonia. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku orangtua tentang pneumonia (p= 0,712). Hubungan tidak bermakna juga didapatkan antara sikap dengan perilaku orangtua (p=0,649). Lebih dari setengah subjek memiliki pengetahuan dan perilaku yang baik, sedangkan tiga perempat subjek memiliki sikap postitif tentang pneumonia. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku orangtua tentang pneumonia.

Pneumonia is one of the most leading causes of death among under 5 children in Indonesia. The high incidence of pneumonia among under 5 children might be related to parents low level of knowledge, attitude, and behavior regarding pneumonia and its prevention.. This study was a cross-sectional study. Data was collected from parents of children aged 9 months - 5 years, using guided questionnaire, in RSCM Kiara during September 2015. The data was analyzed by Chi Square or Fisher test. There were 96 subjects recruited and 51 subjects (53,1 %) had fair knowledge, 74 subjects (77,1 %) had positive attitude, and 49 subjects (51 %) had good behavior regarding pneumonia. There were no significant associations between the level of knowledge toward parents’ behavior (p = 0,712), nor between the level of attitude toward parents’ behavior (p = 0,649) regarding pneumonia. Based on the research, more than a half of the subjects had good knowledge and behavior, while three quarters of the subjects had positive attitude regarding pneumonia. There were no significant associations between knowledge and attitude toward parents’ behavior regarding pneumonia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosita Saumi Imanta Putri
"Latar Belakang: Transfusi darah masih sering dilakakukan sekarang. Transfusi darah yang aman dan steril seharusnya dilakukan untuk mencegah reaksi yang tidak diinginkan untuk ada. Transfusi sel darah merah mempunyai insiden yang paling rendah. Walaupun dorongan dan praktik untuk memeriksa darah sebelum donor sudah dilakukan, reaksi transfusi tetap menunjukan angka kejadian yang tinggi terutama di negara dengan berpenghasilan rendah. Walaupun sebagian besar reaksi transfusi tidak mengancam, namun reaksi transfusi tetap menambah ketidaknyamanan pasien.
Metode: cross-sectional digunakan dalam riset ini. Data diambil secara primer dengan kuesioner yang diberikan kepada pasien anak berumur 0-18 tahun yang sedang di transfusi dengan sel darah merah. Kuesioner tersebut di isi sendiri oleh orang tua atau wali pasien. Kuesioner mencakupi ada atau tidaknya reaksi transfusi, diagnosis pasien, dan frekuensi transfusi pasien dalam satu bulan. Dibutuhkan 81 subyek untuk riset ini.
Result: Dari 83 pasien, ditemukan prevalensi reaksi transfusi di RSCM Kiara adalah 39.8%. Data yang diperolah sebagian besar adalah perempuan dan umur paling tinggi adalah 5-10 tahun. Hubungan signifikan antara diagnosis pasien dengan kemunculan reaksi transfusi ditemukan. Namun, signifikansi antara frekuensi transfusi dan reaksi transfusi tidak ditemukan di riset ini.
Kesimpulan: reaksi transfusi yang paling sering terjadi adalah gatal, kemerahan, dan nyeri. Dari penelitian, ditemukan bahwa pasien dengan diagnosis keganasan 6 kali lebih mungkin untuk mengidap reaksi transfusi dikarenakan keadaan kesehatan pasien tersebut. Frekuensi transfusi tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan reaksi transfusi.

Background: Blood transfusion is a common practice done nowadays. Safe and sterile practice should be done to avoid any unwanted reaction that could happen. Red blood cell transfusion has the lowest incidence of transfusion reaction compared to other blood product. However, transfusion reaction is still happening despite the endorsement and practice of blood screening especially in some low income countries. The most common transfusion reactions are usually benign, however, it still adds to the patient’s discomfort.
Methode: This is a cross-sectional study. Primary data by a questionnaire given to pediatric patient undergoing RBC transfusion between 0-18 years old in RSCM Kiara transfusion ward. The questioner was completed by the parents or guardian of the patient. The questionare include the presence of transfusion recation, patient’s diagnosis, and the frequention of transfusion in one month. 81 subjects are needed for this research.
Results: From 83 patients that was included in this research, it was found that prevalence of transfusion reaction in pediatric patient is 39.8%. Most of the data was taken from female and most were between age 5-10 years old. There is a significant correlation between the recepient underlying diagnosis and the presence of transfusion reaction. However, there is no significant results in transfusion frequency.
Conclusion: The most common transfusion reactions found in this study are urticarial, rash, and pain. From this research, it was proven that patient with malignancy is 6 times more prone to transfusion reaction due to the patient’s condition. The frequency of transfusion does not significantly effect the possibility of developing transfusion reaction.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Franciskus
"Tujuan penelitian ini adalah membuat pengukuran dan mendapatkan hasil tingkat pelaksanaan komitmen manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di Proyek Pembangunan Wisma Atlit Kemayoran Adhi - Jaya - Penta Tahun 2016 dengan mempertimbangkan kewajiban peraturan SMK3 dari pemerintah Indonesia dan persyaratan standar yang berlaku. Penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dan mempergunakan tabel proporsi untuk pengolahan data. Secara fisik hasil data penelitian adalah kualitatif.
Pengukuran komitmen aplikasi manajemen K3 menggunakan variabel identifikasi komitmen perusahaan dalam kebijakan perusahaan, kemauan manajemen teratas untuk mematuhi peraturan manajemen K3 dari pemerintah atau standar yang berlaku, komitmen membentuk organisasi pengelola manajemen K3, implementasi menjalankan komitmen manajemen K3.
Hasil pengukuran tingkat komitmen pengaplikasian manajemen K3 di proyek pembangunan Wisma Atlit Kemayoran Adhi-Jaya-Penta tahun 2016 sudah standar dengan proporsi data baik 68%, cukup 24% dan perlu tindakan kontrol 8%. Kategori standar dengan hasil pengukuran berdasarkan pada proporsional data baik yakni 68% dari kisaran standar 67% - 100%.

The research purpose is to make a measurement and to find the result of OHS management commitment rate in Kemayoran Athlete`s Apartement Construction Project Adhi-Jaya-Penta in year 2016 with considering to obligation of regulation OHSMS from Indonesia government and valid standard requirements. This research is descriptive exsplorative and this research use proportion table to processing data. Physically the data result is qualitative.
OHS management application commitment measurement have some variables, like the company's commitment in the policy of the company, the willingness of top management to comply with OHS management of the government or the applicable standard, commitment to establish the management OHS management, implementation running commitment OHS management.
The measurement results of OHS management application commitment rate in Kemayoran Athlete's Apartement Construction Project Adhi-Jaya-Penta in year 2016 comes standard with data proportion good 68%, adequate 24% and 8% require control action. The standard category with the measurement results based on the data proportionalthat good 68% in standard range of 67% - 100%.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Maya Sandy
"Latar belakang: Limfadenopati servikal merupakan pembesaran kelenjar getah bening >1 cm di regio servikalis. Etiologi bervariasi, di negara maju 70% merupakan kasus limfadenitis reaktif, sedangkan di negara berkembang 56,67% merupakan infeksi tuberkulosis. Belum ada penelitian di Indonesia tentang hal ini.
Tujuan: Mengetahui profil kejadian limfadenopati servikal pada anak di Klinik Rawat Jalan RSCM Kiara, Jakarta.
Metode: Desain potong lintang deskriptif pada 6126 subyek usia 1 bulan – 18 tahun, didapatkan 93 subyek mengalami limfadenopati servikal. Subyek kemudian dianamnesis dan diikuti proses diagnosisnya.
Hasil: Prevalens limfadenopati servikal adalah 1,5%. Dari 93 subyek, 70% limfadenopati servikal bukan sebagai keluhan utama. Gejala konstitusional tersering adalah demam (43%), malaise (37,6%) dan penurunan berat badan (36,5%). Sebagian besar limfadenopati berukuran 1,1-2 cm, jamak, lokasi di anterior, 25,8% teraba berkonglomerasi dan terfiksasi, nyeri tekan hanya 2,1%. Diagnosis medis terbanyak adalah infeksi tuberkulosis (35,5%), keganasan (20,5%) dan hanya 2,1% yang merupakan kasus limfadenitis servikal akut. Biopsi dilakukan pada 28 subyek (FNAB/biopsi jaringan), 35,7% merupakan infeksi tuberkulosis, 25% kasus keganasan dan 14,2% merupakan radang kronik non-spesifik.
Kesimpulan: Prevalens limfadenopati servikal pada anak sebesar 1,5% dengan diagnosis medis dan hasil biopsi terbanyak adalah kasus infeksi tuberkulosis.

Background: Cervical lymphadenopathy is an enlargement of lymph node > 1 cm in the cervical region. Etiology varies, in developed countries 70% are reactive lymphadenitis, whereas in developing countries 56.67% are tuberculosis infections. No studies in Indonesia about this topic.
Aim: To know the profile children with cervical lymphadenopathy in Outpatient Clinic, RSCM Kiara, Jakarta.
Method: Descriptive cross-sectional design on 6126 subjects aged 1 month – 18 years, found 93 subjects experiencing cervical lymphadenopathy. These subjects underwent interviews and the diagnosis process observed.
Result: Prevalence of cervical lymphadenopathy is 1.5%. From 93 subject, 70% cervical lymphadenopathy is not the main complaint. The most often constitutional symptoms are fever (43%), malaise (37.6%) and weight loss (36.5%). Most of the lymphadenopathy are 1.1-2 cm in size, multiple, location in anterior, 25.8% felt to be conglomerated and fixed, only 2.1% are tenderness. Most common medical diagnoses were tuberculosis infections (35.5%), malignancies (20.5%) and only 2.1% are acute cervical lymphadenitis. Biopsy was done to 28 subject (FNAB/open biopsy) 35,7% are tuberculosis infections, 25% are malignancies and 14,2% are non-specific chronic inflammation.
Conclusion: Prevalence of cervical lymphadenopathy in children is 1,5% and the most often medical diagnose and biopsy profile are tuberculous infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>