Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152542 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Qathrun Nada
"Perempuan ibu kandung kepala keluarga tidak pernah diperhitungkan sebagai wali nikah dalam fikih mainstream dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Perwalian yang termaktub dalam bingkai hukum Islam di Indonesia hanya memberikan otoritas penuh pada ayah atau kerabat dari garis ayah. Permasalahannya adalah pada kasus ibu tunggal yang menghidupi anaknya seorang diri, ia harus tereliminasi daripada perwalian anaknya. Berdasarkan hal ini tentu perlu adanya peninjauan ulang, dengan melihat kembali pengalaman ibu kepala keluarga yang selama ini sosoknya tereliminasi dari peran perwalian. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus dengan perspektif feminis. Penelitian ini menggunakan kajian kepustakaan, wawancara mendalam serta observasi partisipatif untuk menelusuri tiga subjek utama wawancara yang memiliki pengalaman ibu kepala keluarga pada kasus perwalian pernikahan anak perempuan. Penelitian ini menghasilkan tiga hal, pertama, pelaksanaan atas illat (alasan hukum) perwalian memposisikan ketidaksetaraan terhadap perempuan khususnya ibu kepala keluarga, kedua, melalui penelusuran penghayatan pengalaman ibu kepala keluarga proses pengalaman perwalian pernikahan berdampak terjadinya berbagai tindak kekerasan dan kerentanan pada ibu serta anak perempuan, ketiga, pengalaman penghidupan perempuan ibu kepala keluarga sangat ideal untuk direfleksikan menjadi illat hukum fikih alternatif.

The biological mother of the head of the family is never considered as a marriage guardian in mainstream jurisprudence and the Compilation of Islamic Law in Indonesia. Guardianship as stipulated in the framework of Islamic law in Indonesia only gives full authority to the father or relatives from the father's line. The problem is that in the case of a single mother who supports her daughter alone, she must be eliminated from the guardianship of her daughter. Based on this, of course, there needs to be a review, by looking back at the experience of the head of the family whose figure has so far been eliminated from the role of guardianship. This qualitative research uses a case study method with a feminist perspective. This research uses a literature review, in-depth interviews, and participant observation to explore the three main interview subjects who have experiences of mothers as heads of families in cases of guardianship over daughters' marriages. This research produces three things, first, the implementation of illat (legal reasons) for guardianship positions inequality towards women, especially mothers who are heads of families, second, through tracing the appreciation of the experiences of mothers who are heads of families, the process of marital guardianship experiences results in various acts of violence and vulnerability for mothers and daughters. , thirdly, the livelihood experiences of women heads of families are ideal to be reflected into alternative legal jurisprudence."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amir Syarif
Jakarta: Kencana , 2011
297.431 AMI h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rahman Ghazaly
Jakarta: Kencana , 2003
297.4 ABD f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Akhadiat
"Skripsi berjudul "Ijab Kabul Perkawinan Melalui Teknologi Telekomunikasi Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan" ini berlatar belakang adanya praktek perkawinan Islam yang pada ijab kabul-nya dilakukan melalui teknologi telekomunikasi yaitu melalui telepon dan Video Teleconference, yang memicu perdebatan tentang keabsahannya secara hukum. Di Indonesia belum ada ketentuan khusus mengatur akan akad nikah melalui teknologi telekomunikasi. Pokok permasalahan yang dibahas adalah bagaimana pelaksanaan ijab kabul melalui teknologi telekomunikasi serta analisis mengenai keabsahan hukum perkawinan tersebut, disertai akibat hukumnya.
Penelitian dilakukan penulis dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang didahului dengan Penelitian Kepustakaan dan Penelitian Lapangan. Di dalam skripsi ini akan dibahas mengenai pengertian, rukun dan syarat-syarat perkawinan, dan larangan perkawinan, yang terdapat dalam al-Qur?an dan as-Sunnah, ketentuan di dalam Kompilasi Hukum Islam, serta ketentuan menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Kemudian, akan dibahas pula gambaran umum mengenai teknologi telekomunikasi serta contoh kasus perkawinan yang menggunakan perangkat telekomunikasi. Pada bab terakhir, penulis memberi kesimpulan tentang proses akad perkawinan melalui teknologi telekomunikasi baik melalui telepon maupun melalui video teleconference. Kemudian terdapat dua pendapat hukum mengenai perkawinan tersebut, yaitu sah secara hukum dan tidak sah secara hukum.
Penulis memberikan pendapatnya bahwa dari dua pendapat tersebut, penulis cenderung untuk mensahkan perkawinan tersebut karena telah memenuhi rukun dan syarat-syarat perkawinan menurut Hukum Islam dan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Penulis menyarankan bahwa perkawinan tersebut lebih baik tidak dilakukan kecuali dalam keadaan yang benar-benar darurat. Selain itu, pemerintah Indonesia harus segera membuat aturan yang tegas mengenai masalah ini atau adanya fatwa yang jelas dari Majelis Ulama Indonesia, agar dapat menjadi acuan bagi setiap muslim di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21372
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hamidah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24933
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu rukun perkawinan menurut hukum Islam adalah adanya wali untuk calon pengantin perempuan. ketidakadaan wali bapak kandung bagi anak perempuan yang ingin melangsungkan pernikahan dapat mengakibatkan pernikahan tersebut menjadi tidak dapat dilaksanakan baik menurut hukum Islam maupun Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Agar pernikahan tersebut dapat dilaksanakan perlu adanya penujukan melalui penetapan Pengadilan Agama sebagai pengganti wali bapak kandung. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah (1) alasan apa yang dapat digunakan bapak kandung untuk menolak menjadi wali dalam pernikahan anak kandungnya (2) Bagaimanakah prosedur dan syarat-syarat penunjukan wali hakim,serta kendala atau hambatan dalam penunjukan wali hakim tersebut (3)Apakah bapak dari anak perempuan tersebut, dapat mengajukan pembatalan terhadap pernikahan anak perempuannya yang dilakukan dengan wali hakim, dan bagaimana prosedur permohonannya. Sedangkan penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum Perkawinan Islam mengenai Keberadaan wali Hakim sebagai pengganti wali orang tua yang adhol (enggan) dalam proses permohonan ijin nikah di Pengadilan Agama Depok dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mencari data sekunder dengan melakukan studi dokumen. Secara yuridis penetapan Pengadilan Agama Depok tertanggal 4 Agustus 2003 nomor 01/Pdt.P/2003/PA.Dpk, yang telah dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung nomor: 13 K/AG/2004 telah memiliki putusan hukum tetap atas penetapan wali hakim sebagai pengganti wali bapak kandung yang adhol. Sebagai kesimpulan yaitu (1) orang tua atau bapak kandung berhak menolak menjadi wali apabila anak tersebut telah pindah agama atau calon menantu tidak memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 atau Kompilasi Hukum Islam. Prosedur permohonan wali Hakim di Pengadilan Agama dapat dibagi atas dua tahap, yaitu tahap pendaftaran atau tahap sebelum persidangan dan tahap persidangan, dan orang tua atau wali nasab dari anak perempuan tersebut, dapat mengajukan pembatalan penetapan wali hakim untuk menggantikan wali nasab dengan mengajukan permohonan pembatalan penetapan pengadilan agama."
[Universitas Indonesia, ], 2008
S22131
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amir Syarif
"Implementation of fiqh and national law on marriage within Islamic marriage law in Indonesian legal system."
Jakarta: Kencana, 2014
297.431 AMI h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rahditya Putra
"Skripsi ini membahas tentang beberapa permasalahan terkait dengan pelaksanaan perkawinan melalui telepon yang ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Islam. Penelitian ini menggunakan studi kasus berupa Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No: 1751/P/1989). Penelitian ini berfokus pada dua pokok permasalahan, yakni keabsahan pelaksanaan perkawinan yang dilakukan melalui telepon berdasarkan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan tentang pertimbangan hukum hakim tentang keabsahan pelaksanaan perkawinan yang dilakukan melalui telepon dalam Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No: 1751/P/1989. Penelitian ini bermetodekan yuridis-normatif yang metode pengambilan data berfokus pada studi literatur dan wawancara narasumber. Hasil penelitian berkesimpulan bahwa pelaksanaan perkawinan yang dilakukan melalui media telepon sah untuk dilakukan berdasarkan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan berkesimpulan bahwa pertimbangan hukum hakim pada dalam Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No: 1751/P/1989 sudah tepat. Hasil penelitian ini menyarankan agar pelaksanaan perkawinan metode ini dilaksanakan dalam keadaan mendesak saja dan perlu dilakukannya perbaikan dalam pelaksanaannya.
This thesis discusses some problems related to the implementation of marriage through phone which reviewed based on The Law No. 1 Year 1974 about Marriage and The Islamic Law. This research using the case study from South Jakarta Religious Court, The Decision No: 1751/P/1989. This study focuses on two main issues, namely: the validity of marriages performed over the phone based on The Islamic Law and The Law No. 1 of 1974 and the consideration from the South Jakarta Religious Court Decision No: 1751/P/1989 judge about the validity of the marriage conducted by phone. This study focus on juridical normative study. The data retrieval methods focus on the study of literature and informant interviews. The results concluded that the implementation of marriage throught phone is legitimate to be done based on The Islamic Law and The Law No. 1 of 1974. Moreover that the legal reasoning of the consideration from judge at the South Jakarta Religious Court Decision No: 1751/P/1989 are correct. The results of this study suggest that the implementation of marriage with this method must beimplemented in a pinch and needed to do repairs in the implementation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53672
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhafirah Zhafarina
"Di Indonesia terdapat perkawinan di mana antara suami dan istri tidak saling memenuhi kewajiban pemberian nafkah batin. Hal tersebut terjadi dengan berbagai alasan antara lain seperti ketidakcocokan dan dapat berujung pada perceraian qobla al dukhul (perceraian tanpa didahului hubungan badan antara suami istri). Permasalahan yang timbul dalam kasus ini adalah bagaimana hak-hak istri qobla al dukhul setelah perceraian menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI serta analisis putusan nomor: 0212/Pdt.G/2011/PA.Sbg. dan putusan nomor: 164/Pdt.G/2010/PA.JP.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui hak-hak istri qobla al dukhul setelah perceraian dan apakah putusan pengadilan tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan sumber data sekunder dan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak-hak yang diperoleh istri qobla al dukhul setelah perceraian yang diatur oleh Kompilasi Hukum Islam adalah hak atas sebagian mahar dan ketiadaan masa ?iddah, sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur hal tersebut. Hasil dari analisis putusan nomor: 0212/Pdt.G/2011/PA.Sbg. dan putusan nomor: 164/Pdt.G/2010/PA.JP. menunjukkan bahwa terdapat beberapa pertimbangan dan diktum putusan yang kurang tepat karena tidak sesuai dengan ketentuan KHI.

In Indonesia there are some marriages between a husband and wife that does not mutually fulfill the obligation to provide spiritual sustenance. That happens for various reasons such as incompatibility and can lead to qobla al dukhul divorce (divorce without any prior sexual relations between husband and wife). The problems that arise in this case is how the rights of the qobla al dukhul wife after divorce according to Act Number 1 of 1974 about Marriage and KHI and analysis of decision number: 0212/Pdt.G/2011/PA.Sbg. and decision number: 164/Pdt.G/2010/PA.JP.
The purpose of this paper is to determine the rights of qobla al dukhul wife after divorce and whether the court's decision was in accordance with Indonesian laws and regulations. This study uses a normative analytical descriptive with secondary data, and analyzed qualitatively.
The result showed that the rights obtained by the qobla al dukhul wife after divorce based on Compilation of Islamic Law are a share of the dowry and the absence of the waiting period, whereas Act Number 1 of 1974 about Marriage does not regulate it. The results of the analysis of decision number: 0212/Pdt.G/2011/PA.Sbg. and decision number: 164/Pdt.G/2010/PA.JP. shows that there are some considerations and dictum of decision which less accurate because it does not suitable with KHI."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusmiati
"Penelitian ini mengkaji kedudukan itsbat nikah dalam perkawinan sirri setelah perceraian perkawinan pertama. Perkawinan sirri yang apabila telah memenuhi rukun dan syarat menurut agama dan kepercayaanya, maka terhadap perkawinan tersebut adalah telah sah menurut hukum agama. Namun demikian perkawinan sirri belum memiliki kekuatan hukum menurut hukum Negara. Untuk memperoleh pengakuan dari Negara, harus memenuhi persyaratan lanjutan yaitu berupa pencatatan perkawinan oleh Pejabat Pencatat Nikah. Terhadap perkawinan sirri tersebut dapat terlebih dahulu mengajukan itsbat nikah melalui Pengadilan Agama. Pertimbangan hukum bahwa saat pengajuan istbat nikah di Pengadilan Agama, para pemohon itsbat nikah tidak memperoleh izin poligami dari Pengadilan Agama, hakim dengan suara terbanyak kemudian menolak itsbat nikah para pemohon. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum atas penolakan itsbat nikah atas perkawinan sirri setelah perceraian perkawinan pertama; dan upaya hukum perkawinan sirri tersebut agar dapat dicatatkan. Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis normatif yakni melakukan pengkajian berdasarkan norma dan kaidan hukum positif di Indonesia. Analisa data dilakukan secara preskriptif yang bertujuan mendapatkan jalan keluar atas permasalahan itsbat nikah yang ditolak oleh Pengadilan Agama dan upaya hukum yang dapat dilakukan agar perkawinan sirri tersebut dapat dicatatkan. Hasil analisis akibat hukum dari penolakan itsbat nikah setelah perceraian perkawinan pertama berdampak pada status perkawinan, anak dan harta perkawinan. Status perkawinan tetap sebagai perkawinan sirri yaitu tidak adanya pengaturan secara tegas mengenai pemberian nafkah dan antara suami istri tidak dapat saling mewaris; terhadap status anak walaupun dapat memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan ayahnya namun tetap dianggap sebagai anak luar kawin; dan tidak dapat dibentuknya harta bersama selama perkawinan sirri berlangsung. Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap pelaku perkawinan sirri setelah penolakan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat berupa upaya Peninjauan Kembali agar perkawinannya dapat diitsbatkan atau kawin ulang di Kantor Urusan Agama atau di hadapan Pegawai Pencatat Nikah.

This study examines the position of itsbat nikah in sirri marriages after the divorce of the first marriage. Sirri marriage, which if it has fulfilled the pillars and conditions according to religion and belief, then the marriage is legal according to religious law. However, according to state law, sirri unions do not yet have legal force. To obtain recognition from the State, it must meet further requirements, namely marriage registration by the Marriage Registrar. Against sirri marriages, they can first apply for a marriage itsbat through the Religious Courts. Legal considerations are that when submitting a marriage certificate at the Religious Courts, the applicants for itsbat marriage did not obtain a polygamy permit from the Religious Court. The judge with the most votes then rejected the applicants' marriage certificate. The problems raised in this study are the legal consequences of refusing itsbat marriage for sirri marriages after the divorce of the first marriage; and legal efforts for the sirri marriage to be registered. To answer these problems, a research method is used in a normative juridical, namely, conducting an assessment based on the norms and rules of positive law in Indonesia. Data analysis was carried out prescriptively to find a solution to the problem of itsbat marriage, which was rejected by the Religious Courts and legal remedies that could be taken so that the sirri marriage could be registered. The results of the analysis of the legal consequences of refusing itsbat marriage after the first marriage divorce impact marital status, children and marital property. The marriage status remains as a sirri marriage, i.e. there is no explicit regulation regarding the provision of a living and between husband and wife cannot inherit each other; on the status of the child even though he may have a civil relationship with his mother and father but is still considered a child out of wedlock, and joint property cannot be formed during a sirri marriage. Legal remedies that can be taken against the perpetrators of unregistered marriages after the refusal of the marriage certificate by the Religious Courts based on a decision that has permanent legal force can be in the form of a judicial review so that the marriage can be legalized or remarried at the Office of Religious Affairs or in the presence of a Marriage Registrar."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>