Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181946 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fayez Ghazi Mutasim Adesta
"Metode pendanaan terorisme di Indonesia semakin berkembang menjadi lebih kompleks dan variatif seiring dengan kemajuan zaman. Awalnya, metode yang digunakan bersifat konservatif seperti penggunaan kurir tunai dan melibatkan badan amal. Namun, saat ini teroris telah memanfaatkan kemajuan teknologi keuangan, khususnya dalam ranah perbankan digital. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis strategi lembaga perbankan dalam mengidentifikasi, melaporkan, dan mencegah transaksi pendanaan terorisme di Indonesia. Fokus penelitian juga mencakup pemahaman tentang upaya perbankan dalam mendukung pencegahan pendanaan terorisme secara keseluruhan, terutama dalam konteks era digitalisasi. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan case-oriented analysis, yang bertujuan untuk memahami satu atau beberapa kasus secara mendalam. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, dengan melibatkan wawancara dengan pihak terkait, seperti AVP AML Development Supervision dan Manager AML Development Supervision dari Compliance Division PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, serta Koordinator Substansi Kelompok Legislasi dari Direktorat Hukum dan Regulasi PT. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran perbankan sangat signifikan dalam mengidentifikasi, melaporkan, dan mencegah transaksi pendanaan terorisme. Bank menggunakan sistem analisis risiko dan pemantauan transaksi secara real-time untuk mendeteksi pola keuangan yang mencurigakan atau anomali yang dapat terkait dengan aktivitas terorisme. Untuk pencegahan pendanaan terorisme, perbankan mengimplementasikan regulasi dan standar internasional seperti Know Your Customer (KYC) dan Anti-Money Laundering (AML). Perbankan juga terlibat dalam kerjasama dengan lembaga pemerintah, seperti PPATK, melalui pembentukan Public Private Partnership (PPP). Selain itu, kerjasama dilakukan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan US OPDAT dengan menyelenggarakan pelatihan bagi Pihak Jasa Keuangan (PJK) terkait Anti-Pencucian Uang (APU), Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), dan Pencegahan Pembiayaan Proliferasi Senjata Massal (PPSPM).

Terrorism financing methods in Indonesia continue to grow increasingly in a complex and varied manner. From initially using conservative methods such as cash couriers, charities, they are now starting to take advantage of advances in financial technology, such as through banking in the era of digitalization. Thus, this research aims to understand and analyze banking institutions in identifying, reporting and preventing terrorist financing transactions, understanding and analyzing the role of banking in supporting efforts to prevent terrorism financing as a whole, as well as analyzing the role of banking in preventing terrorist financing in the context of the digitalization era. The analysis in this research was carried out using case-oriented analysis, namely an analysis method that aims to understand one or several cases in detail and in depth. The research method used is a case study, namely the role of banking in preventing terrorism financing in Indonesia. Research data was obtained by way of interviews with AVP AML Development Supervision, Compliance Division, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Manager of AML Development Supervision, Compliance Division, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk and Substance Coordinator of the Legislation Group of the Legal and Regulatory Directorate of Financial Transaction Reports and Analysis Centre (PPATK). The results of this research show that the role of banks in identifying, reporting and preventing terrorism financing transactions is in identifying suspicious transactions by banks using risk analysis systems and real- time transaction monitoring to detect unusual patterns or financial anomalies that could be related to terrorist activities. To prevent terrorism financing, banks use international regulations and standards such as KYC (Know Your Customer) and AML (Anti-Money Laundering). Banks also collaborate with government institutions in efforts to prevent terrorism funding in the digital era, such as in addition to collaborating with PPATK in establishing PPP (Public Private Partnership) and collaborating with OJK, US OPDAT by holding training for PJK regarding AML CFT and PPSPM."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Sarwoko
Yogyakarta: Genta Publishing, 2018
345.023 DJO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arian Putra Hasyim
"Lembaga keuangan khususnya perbankan sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti arus transaksi keuangan di perbankan yang sangat cepat dan terjadi dalam jumlah yang banyak, serta berbagai pilihan transaksi keuangan. Mengingat fungsi dan peran perbankan yang rentan, maka perlu diterapkan prinsip Customer Due Diligence (CDD). Penerapan prinsip Customer Due Diligence merupakan salah satu cara untuk memberantas dan mencegah bentuk-bentuk kejahatan yang berkaitan dengan uang dalam perbankan di Indonesia. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah penerapan prinsip Customer Due Diligence (CDD), pencucian uang di perbankan, dan penerapan prinsip Customer Due Diligence (CDD) pada PT. Bank Mandiri Tbk dalam mencegah pencucian uang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CDD diatur dalam Pasal 11 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.01/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 Tentang Penerapan Anti- Program Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan yang merupakan implementasi standar rekomendasi dari FATF (Financial Action Task Force). Ada tiga tahapan dalam proses pencucian uang di perbankan, yaitu Placement, Layering, dan Integration. Penerapan CDD di PT. Bank Mandiri Tbk tertuang dalam “Kebijakan Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) PT Bank Mandiri (Persero) Tbk”, yang dilakukan dengan melakukan identifikasi nasabah, permintaan informasi & verifikasi data, pemantauan nasabah, EDD (Enhanched Due Diligence), hingga pengkinian data nasabah. Penerapan prinsip Customer Due Diligence (CDD) harus lebih ditingkatkan. Bank harus dapat mengenali nasabahnya dan juga mengetahui transaksi yang dilakukan nasabahnya, sehingga dapat mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang dengan memanfaatkan bank.

Financial institutions, especially banks, are very vulnerable to the possibility of being used as a medium for money laundering and terrorism financing. This is due to various factors such as the flow of financial transactions in banking which is very fast and occurs in large numbers, as well as the various choices of financial transactions. Due to the vulnerable banking functions and roles, it is necessary to apply the Customer Due Diligence (CDD) principle. The application of the principle of Customer Due Diligence is one way to eradicate and prevent forms of crime related to money in banking in Indonesia. The source of data in this research is secondary data consisting of primary legal materials and secondary legal materials. The problems discussed in this study are the application of the principle of Customer Due Diligence (CDD), money laundering in banking, and the application of the principle of Customer Due Diligence (CDD) at PT. Bank Mandiri Tbk in preventing money laundering. The research results indicate that CDD is regulated in Article 11 of Financial Service Authority Regulation No. 23 /POJK.01/2019 concerning Amendment to Financial Services Authority Regulation No. 12/POJK.01/2017 concerning the Implementation of the Anti-Money Laundering Program and the Prevention of the Financing of Terrorism in the Financial Services Sector which is the implementation of standard recommendations from the FATF (Financial Action Task Force). There are three stages in the money laundering process in banking, namely Placement, Layering, and Integration. Application of CDD at PT. Bank Mandiri Tbk is contained in the "Policy for the Implementation of the Anti-Money Laundering (APU) and Prevention of Terrorism Financing (PPT) Programs of PT Bank Mandiri (Persero) Tbk”, which is carried out by customer identification, information request & data verification, customer monitoring, EDD (Enhanced Due Diligence), to customer data updates. The application of the principle of Customer Due Diligence (CDD) must be further improved. Banks must be able to recognize their customers and also know the transactions made by their customers, so as to prevent the occurrence of money laundering crimes by using banks."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Anggun
"Penelitian ini menganalisis tipologi pencucian uang dan pendanaan terorisme yang dilakukan melalui penyelenggara kegiatan penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) di Indonesia, menganalisis mitigasi risiko tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendaaan terorisme (TPPT) pada KUPVA BB yang dilakukan oleh Bank Indonesia serta upaya optimalisasi yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia selaku Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam rangka pencegahan TPPU dan TPPT pada penyelenggara KUPVA BB di Indonesia. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal yang menggabungkan data-data hasil analisis penelitian doktrinal dengan data empiris yang berasal dari hasil penelitian lapangan. Penulis mendapatkan data primer yang bersumber dari wawancara dengan Pengawas KUPVA BB dan Penyusun Kebijakan KUPVA BB dari Bank Indonesia serta FGD antara Bank Indonesia dengan Kementrian/Lembaga terkait serta Bank Indonesia dengan Asosiasi KUPVA BB dan Perwakilan 10 Besar KUPVA BB yang memiliki market share terbesar secara nasional. TPPU dan TPPT menjadi ancaman bagi negara Indonesia baik ancaman terhadap stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, ancaman terhadap kredibilitas Indonesia di mata internasional, ancaman terhadap risiko investasi dan TPPT menjadi ancaman bagi kedaulatan NKRI. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) memberikan legal mandat kepada Bank Indonesia selaku Lembaga Pengawas dan Pengatur bagi Penyelenggara KUPVA BB. Penyelenggara KUPVA BB rentan dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk melakukan TPPU dan TPPT sehingga Bank Indonesia perlu melakukan upaya mitigasi risiko TPPU dan TPPT pada Penyelenggara KUPVA BB. Tingginya risiko TPPU dan TPPT pada KUPVA BB, perkembangan teknologi, implementasi UU P2SK, kondisi geografis negara Indonesia yang berbatasan dengan negara-negara lain serta status keanggotaan negara Indonesia sebagai Full Member FATF perlu ditindaklanjuti dengan upaya optimalisasi pencegahan TPPU dan TPPT pada penyelenggara KUPVA BB oleh Bank Indonesia baik dari sisi pengaturan, perizinan dan pengawasan, maupun kerjasama dengan Kementrian/Lembaga lain

This research analyzes the typology of money laundering and terrorism financing conducted through non-bank foreign exchange providers (KUPVA BB) in Indonesia. It also examines the mitigation of money laundering (TPPU) and terrorism financing (TPPT) risks in KUPVA BB carried out by Bank Indonesia, as well as optimization efforts that can be undertaken by Bank Indonesia as the Supervisory and Regulatory Institution in preventing TPPU and TPPT among KUPVA BB providers in Indonesia. The study is structured using a doctrinal research method, combining data from the doctrinal analysis with empirical data obtained from field research. The primary data is sourced from interviews with supervisors of KUPVA BB and policy makers from Bank Indonesia, as well as Focus Group Discussions (FGD) between Bank Indonesia, relevant Ministries/Agencies, and the Association of KUPVA BB along with the Top 10 Representatives of KUPVA BB with the largest national market share. TPPU and TPPT pose threats to Indonesia, impacting economic stability, the integrity of the financial system, the country's credibility internationally, and investment risks, with TPPT further endangering the sovereignty of the Republic of Indonesia. The Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector (UU P2SK) legally mandates Bank Indonesia as the Supervisory and Regulatory Institution for KUPVA BB providers. KUPVA BB providers are vulnerable to exploitation by criminals engaging in money laundering (TPPU) and terrorism financing (TPPT). Therefore, Bank Indonesia needs to make efforts to mitigate TPPU and TPPT risks among KUPVA BB providers. The high risks of TPPU and TPPT in KUPVA BB, technological advancements, the implementation of UU P2SK, Indonesia's geographical conditions bordering other countries, and Indonesia's status as a Full Member of FATF require follow-up actions to optimize the prevention of TPPU and TPPT among KUPVA BB providers by Bank Indonesia. This optimization includes regulatory measures, licensing and supervision, as well as collaboration with other Ministries/Agencies.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosyada Amiirul Hajj
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kriminalisasi pendanaan terorisme sebagai tindak pidana karena penyandang dana juga termasuk pelaku dari tindak pidana terorisme. Menjerat master mind dalam hal ini penyandang dana sangatlah penting dalam mendukung keberhasilan penanggulangan terorisme. Kasus bermula dari keterlibatan Koswara dalam mendanai kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dengan memanfaatkan Financial Technology. Dengan kehadiran Financial Technology menjadikan bentuk baru dan memberi peluang bagi pelaku terorisme untuk melakukan kejahatan tersebut. Hal ini disebabkan karena adanya celah regulasi di dalam Financial Technology yang mendorong terjadinya pendanaan aksi terorisme. Melalui pendekatan follow the money diharapkan dapat mengungkapkan situasi dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam menganalisis tipologi pendanaan terorisme guna mendukung upaya pencegahan terorisme di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tipologi pendanaan terorisme Koswara terhadap kelompok MIT dilakukan dengan berbagai macam cara baik menggunakan pengiriman konvensional melalui Bank maupun melalui FinTech. Sumber pendanaan diperoleh dari sumber yang legal/sah melalui dana pribadi dan Infaq Simpatisan. Kemudian untuk metode perpindanahan dana tersebut melalui bank konvensional dan pemanfaatan layanan Financial Technology seperti e-wallet, e-commerce dan e-payment. Selanjutnya untuk kegunaan dana tersebut diperuntukan bagi kebutuhan logistik dan sumber daya kelompok MIT berupa 2 unit GPS dan kebutuhan keberlangsungan hidup para anggota kelompok MIT. Selanjutnya terkait penerapan regulasi pengawasan Financial Technology saat ini masih lemah. Perlu langkah komprehensif dari aparat penegak hukum dan sejumlah instansi terkait untuk mematikan sumber daya dari kelompok teroris dengan cara menganalisis tipologi pendanaan kelompok teroris guna memutus jejaring pendanaan kelompok tersebut. Kemampuan menganalisis tipologi pendanaan kelompok teroris diyakini mampu diterapkan untuk menghentikan kegiatan kelompok teroris lainnya di Indonesia.

The research is motivated by the criminalization of terrorism financing as a crime because the financial providers are also the perpetrators of terrorism. Capturing the master mind, in this case the fund provider, is very important in supporting the success of countering terrorism. The case begins from Koswara's involvement in funding the East Indonesia Mujahideen (MIT) group by utilizing financial technology. The presence of financial technology has created a new way and provided opportunities for terrorists to commit the crimes. This is due to the presence of regulatory loopholes in financial technology that encourages such financing of terrorism acts. Using the Follow the Money approach, it is expecyted that law enforcement agencies can reveal the situation and problems they face in analysing the typology of terrorism financing in order to support the efforts of preventing terrorism in Indonesia. The study employs the qualitative approach. Data is collected through several tehniques, such as literature study and interviews. The results of the study indicate that the typology of financing terrorism committed by Koswara given to MIT group is carried out in various ways, both using conventional transfers through banks and Fintech. The sources of fund are lega or legitimate through personal funds and symphatizers’contribution (infaq). Meanwhile, the methods of transferring funds are through conventional banks and financial technology services, such as e-wallet, e-commerce and e-payment. The funds are used to pay for logistics and resources of the MIT group, such as two GPS units and survival needs of the members of the MIT group. Due to the fact that the implementation of financial technology supervision regulations is currently still weak, the author recommends the relevant agencies to take comprehensive steps to close the resources of terrorist groups by analysing the typology of terrorist group funding in order to cut off the funding network of the group. The ability to analyse the typology of terrorist group funding is believed to be able to be applied to stop the activities of other terrorist groups in Indonesia."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina
"Penerbitan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ternyata belum dapat membatasi ruang gerak peredaran uang haram melalui perbankan yang beroperasi di Indonesia. Semua pihak masih pesimis apakah undang-undang ini akan mampu mengurangi praktik pencucian uang di Indonesia, sebab penegakan hukum di negara ini masih sangat lemah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apa pengertian dari pencucian uang dan transaksi keuangan mencurigakan, peranan perbankan dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU dan peranan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengembangkan wawasan studi hukum tentang kegiatan pencucian uang (money laundering) dan menyebarluaskan pengetahuan tentang pencucian uang dan penanggulangannya kepada masyarakat luas.
Penulisan ini dilakukan dengan metode penelitian yang bertitik tolak pada penulisan secara deskriptif analitis. Data yang diperoleh meliputi berhagai macam literatur hukum, pendapat ahli hukum yang ditulis dalam buku ataupun majalah serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah ini, khususnya Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan peraturanperaturan mengenai prinsip mengenal nasabah. Selain itu data juga diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pejabat yang berwenang dan ahli di bidangnya di Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Transaksi keuangan mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profit dan karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dan nasabah yang bersangkutan, termasuk transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17038
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E.F. Veniantoro
"Ambruknya para konglomerat dengan mewarisi sejumlah permasalahan kredit macet mewarnai krisis ekonomi yang menimpa Indonesia, sementara sektor usaha kecil termasuk mikro dapat tetap bertahan yang membuktikan bahwa sektor usaha kecil mempunyai daya saing yang tinggi dan dapat membantu sektor perbankan untuk turut berperan aktif mengembangkan sektor real dalam menggerakkan roda pembangunan.
Penelitian ini bermaksud menganalisis kondisi pemasaran lingkungan eksternal dan internal yang dihadapi oleh Unit Bank Mikro PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dengan menggunakan teori Matriks General Electric sehingga dapat memetakan posisi persaingan/competitive position PT Bank Negara indonesia (Persero) Tbk dalam perbankan mikro (micro banking). Kemudian dilanjutkan dengan dilakukan pengembangan strategi pemasaran berbasis sistem informasi pemasaran daiam elemen-elemen pengembangan informasi yang dimiliki oleh PT Bank Negara indonesia (Persero) Tbk dalam strategik bisnis perbankan mikro sehingga dapat dijadikan sebagai arahan dan petuniuk dalam pengembangan strategi pemasaran. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitis. Populasi penelitian adalah para karyawan yang dinilai ahli dan berkompeten. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara riset pustaka dan Iapangan melalui daftar formulir pertanyaan tertutup, dilanjutkan dengan menggunakan wawancara tidak terstruktur.
Hasil Analisis strategi mengenai lingkungan pemasaran eksternal dan internal menggunakan basis pasar/market based dengan memetakan Matriks General Electric. Berdasarkan pemetaan tersebut, didapatkan posisi bersaing Unit Bank Mikro PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berada pada sel V yang berani posisi bersaing Unit Bank Mikro PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk adalah sedang cenderung kuat. Sedangkan pada tahap pengembangan strategi pemasaran diharapkan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dapat menggunakan secara optimal sistem informasi pemasaran pada PT Bank Negara lndonesia (Persero) Tbk."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linah Handayani
"Tindakan efektif dalam mencegah dan memberantas aksi terorisme adalah memutuskan mata rantai pendanaan terorisme. Tesis ini membahas bagaimana informasi intelijen bermanfaat dalam mencegah pendanaan terorisme oleh Bank. Konsep yang dibahas dalam tesis ini adalah terorisme, dan pendanaan terorisme, sedangkan pembahasan teori meliputi teori organisasi, manajemen dan pengawasan, dan teori maupun konsep lain yang mendukung tulisan. Penelitian menggunakan paradigma postpositivisme dengan metode penelitian kualitatif.
Hasil penelitian menemukan bahwa bank dapat menggunakan informasi intelijen yang bersumber dari pemerintah ataupun lembaga internasional, asosiasi perdagangan dan industri, media massa, perusahaan riset swasta, maupun lembaga kajian dan riset. Selain itu integrasi informasi intelijen ke dalam sistem informasi manajemen dapat membantu Bank mencegah transaksi pendanaan terorisme. Maka pencegahan pendanaan terorisme pada bank dapat menjadi efektif apabila didukung oleh pengelolaan informasi intelijen yang tepat pada sistem informasi manajemen dan sumber daya manusia yang kompeten.

Effective action in preventing and combating acts of terrorism is to break the financing chain of terrorism. This thesis discusses how intelligence information is useful in preventing the terrorism financing by the Bank. The concepts discussed in this thesis are terrorism, and terrorism financing, while theoretical discussions include organizational, management and supervision, and other theories and concepts that support writing. The research used postpositivism paradigm with qualitative research method.
The results of the study found that banks may use intelligence information sourced from governments or international agencies, trade and industry associations, mass media, private research firms, as well as research institutions. In addition, integration of intelligence information into management information systems can help the Bank prevent terrorism financing transactions. So the prevention of terrorism financing in banks can be effective if supported by proper management of intelligence information on competent management information systems and human resources.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Indra
"Dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, Indonesia termasuk diantara negara yang terburuk dalam hal implementasi corporate governance, karena itu tidak mengherankan jika krisis ekonomi di Indonesia termasuk yang paling berat.
Perbankan nasional sebagai garda terdepan dalam menghadapai volatilitas nilai tukar justru telah menjadi pendorong memburuknya perekonomian akibat sangat minimnya penerapan prinsip - prinsip corporate governance terutama dalam pengelolaan risiko.
Tidak berbeda dengan bank lainnya, implementasi corporate governance dalam pengelolaan Bank BNI juga lemah. Karena itu dalam proses rekapitalisasi Bank BNI, negara-negara donor yang diwakili oleh IMF sangat concern akan pelaksanaan implmentasi corporate governance di Bank BUMN tersebut.
Bahkan akibat ketidak sepahaman antara Bank BNI di satu pihak dan IMF di pihak lain dalam mendefinisikan corporate governance secara operasional, Rekapitalisasi Bank BNI sempat mengalami beberapa kali penundaan. Hal ini dapat terjadi akibat belum adanya rumusan ideal dari implementasi corporate governance di Indonesia serta berbagai kendala lapangan yang dihadapi.
Luasnya cakupan yang dapat dikatagorikan kedalam corporate governance, menyebabkan sudut pandang masing-masing pihak terhadap implementasi corporate governance juga berbeda-beda. Oleh karena itu guna memudahkan manajemen perusahaan di Indonesia dalam merumuskannya dipandang perlu untuk membuat pendekatan yang mudah di pahami.
Salah satu pendekatan yang cukup representatif dan telah teruji baik secara teori maupun praktek dalam manajemen perbankan intemasional adalah melalui pendekatan peran stakeholders.
Untuk itu, dengan fokus penelitian pada peran masing-masing stakeholders dalam pengelolaan risiko di Bank BNI, penulis mencoba untuk merumuskan bagaimana sebenarnya implementasi corporate governance di Indonesia, serta berbagai kendala yang dihadapi jika peran tersebut diimplementasikan. Pemilihan pengelolaan risiko sebagai area implementasi di dasari oleh pengalaman perbankan dalam menghadapi volatilitas pasar pada tahun 1997.
Untuk memudahkan pelaksanaan analisa, maka terlebih dahulu dirumuskan seperti apa peran yang dianggap ideal. Perumusan ini dilakukan dengan mencontoh pelaksanaan corporate governance pada perbankan di negara-negara maju dengan melakukan berbagai penyesuaian agar sesuai dengan infrastruktur yang ada di Indonesia. Pelaksanaan analisa sendiri dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah membandingkan partisipasi stakeholders di Bank BNI dengan peran ideal seperti yang telah dirumuskan sebelumnya, sedangkan berikutnya di analisa bagaimana sebaiknya pengambilan keputusan dilaksanakan agar sesuai dengan prinsip-prinsip corporate governance.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa di samping faktor yang controlable oleh manajemen, masih terdapat banyak kendala/permasalahan yang diluar kemampuan perusahaan untuk mengatasinya, kondisi ini tentunya tidak hanya menghambat pelaksanaan corporate governance di Bank BNI namun juga seluruh perbankan. Sebagai contoh misalnya adalah permasalahan perundang-undangan. Guna memperbaiki posisi Indonesia agar tidak lagi menjadi negara yang buruk dalam implementasi corporate governance maka diharapkan pemerintah (eksekutif, legeslatif dan yudikatif) dapat mendorong terciptanya infrastruktur seperti yang dibutuhkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Kurniawan
"Penelitian ini membahas strategi anti fraud Bank Indonesia dan peranan internal audit Bank X dengan menggunakan metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan atas strategi anti fraud Bank Indonesia terkait dengan manajemen risiko dan sistem pengendalian intern. Internal Audit Bank X telah memiliki peran penting dalam strategi anti fraud, terutama pada: pilar II (surprise audit dan surveillance system); pilar III (investigasi, pelaporan,dan sanksi); pilar IV (pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut); dan dalam proses manajemen risiko dengan penerapan risk-based audit. Terakhir, Internal Audit Bank X juga memiliki peran sebagai fungsi koordinasi strategi anti fraud.

This research analyze anti fraud strategy set by Bank Indonesia and the role of Bank X internal audit function by using a case study method. Based on the research results, anti fraud strategy needs to be evaluated and improved in respect to risk management dan good corporate governance. Internal Audit Bank X has played an important role in anti fraud strategy, especially on: pillar II (surprise audit and surveillance system); pillar III (investigations, reporting, and sanctions); pillar IV (monitoring, evaluation, and follow-up); and in the risk management process with the implementation of risk-based audit. Internal Audit also plays a role as coordination function of anti fraud strategy."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>