Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214870 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Isyah Rahma Dian
"Latar Belakang
Pandemi COVID-19 telah dinyatakan berakhir oleh World Health Organization sehingga anak- anak dengan gangguan neurologis dan neurodevelopmental perlu untuk beradaptasi kembali. Oleh karena itu, penelitian mengenai adaptasi pascapandemi terkait layanan kesehatan, perkembangan masalah medis anak, hubungan anak dengan keluarga dan teman, perilaku anak, dan masalah yang dihadapi oleh orang tua, pengasuh, dan keluarga dalam penanganan anak perlu dilakukan untuk merancang intervensi dan kebijakan yang mendukung mereka dalam menghadapi situasi serupa di masa depan.
Metode
Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada orang tua atau pengasuh pasien Poliklinik Neurologi Anak RSCM Kiara pada Oktober-November 2023 dengan instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi 48 pertanyaan untuk mengetahui adaptasi pascapandemi COVID-19 terhadap anak-anak dengan gangguan neurologis dan neurodevelopmental. Data disajikan dalam N dan persentase serta rerata dan standar deviasi (jika terdistribusi normal) atau median dan nilai minimum-maksimum (jika tidak terdistribusi normal).
Hasil
Jumlah subjek yang terlibat adalah 125 orang, yang didominasi oleh ibu (85,6%), dengan median (min-maks) usia anak 7 (2-17) tahun, dan diagnosis anak didominasi oleh epilepsi (58,3%). Setelah pandemi, sebanyak 54,4% responden mengalami kesulitan layanan kesehatan dalam aspek waktu tunggu rawat jalan dan 56,8% melaporkan adanya perbaikan dalam masalah medis. Mayoritas hubungan anak dengan keluarga adalah baik ketika sebelum dan selama pandemi (48,8%) serta setelah pandemi (49,6%). Terkait hubungan anak dengan teman, selama pandemi, hampir separuh anak tidak melakukan kontak dengan teman-teman mereka (44,8%), tetapi sekarang, mayoritas anak telah kembali bermain secara langsung (62,4%). Terkait perubahan perilaku pascapandemi, sebanyak 43,2% melaporkan relatif sama saja. Sementara terkait masalah yang dihadapi oleh orang tua, pengasuh, dan keluarga dalam penanganan anak, 40,8% menyatakan bahwa tidak ada kesulitan dalam menangani anak-anak mereka setelah pandemi. 
Kesimpulan
Adaptasi pascapandemi COVID-19 memberikan dampak pada layanan kesehatan, perkembangan medis anak, perubahan perilaku, dan hubungan dengan teman terhadap anak-anak dengan gangguan neurologis dan neurodevelopmental, meskipun sebagian besar hubungan keluarga tetap baik, dan sebagian besar orang tua melaporkan tidak adanya perubahan signifikan dalam situasi kerja atau tidak ada kesulitan yang dihadapi dalam menangani anak.

Introduction
The World Health Organization has declared the COVID-19 pandemic over, so children with neurological and neurodevelopmental disorders need to adapt again. Therefore, research on post- pandemic adaptation related to health services, the development of children's medical problems, children's relationships with family and friends, children's behavior, and problems faced by parents, caregivers, and families in treating children needs to be carried out to design interventions and policies that support them in facing similar situations in the future.
Method
This research is a cross-sectional study on parents or caregivers of patients at the Children's Neurology Polyclinic RSCM Kiara in October-November 2023 with a research instrument in the form of a questionnaire containing 48 questions to determine post-COVID-19 pandemic adaptation for children with neurological and neurodevelopmental disorders. Data are presented in N and percentage as well as mean and standard deviation (if normally distributed) or median and minimum-maximum values (if not normally distributed).
Results
The number of subjects involved was 125 people, dominated by mothers (85,6%), with a median (min-max) child age of 7 (2-17) years, and the child's diagnosis was dominated by epilepsy (58,3%). After the pandemic, 54,4% of respondents experienced health service difficulties regarding outpatient waiting times, and 56,8% reported improvements in medical problems. Most children's relationships with their families were good before and during the pandemic (48,8%) and after (49,6%). Regarding children's relationships with friends, during the pandemic, almost half of children had no contact with their friends (44,8%), but now, most children have returned to playing in person (62,4%). Regarding changes in post-pandemic behavior, 43,2% reported that it was relatively the same. Meanwhile, regarding the problems parents, caregivers, and families faced in handling children, 40,8% stated there were no difficulties managing their children after the pandemic.
Conclusion
Post-pandemic COVID-19 adaptation has had an impact on health services, children's medical development, changes in behavior, and relationships with friends for children with neurological and neurodevelopmental disorders; although most family relationships remain good, and most parents report no significant differences in a work situation, or there are no difficulties faced in dealing with children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ercila Rizky Rolliana
"Latar belakang: Hampir 50% epilepsi adalah wanita terjadi pada usia reproduksi 15-49 tahun. Banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat interaksi antara epilepsi dengan hormon reproduksi wanita. Epilepsi temporolimbik dapat mengganggu regulasi aksis hipothalamus- hipofisis-ovarium (HHO) sehingga mengganggu hormon reproduksi dan pada akhirnya menyebabkan gangguan menstruasi. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perubahan hormon reproduksi yang terjadi pada wanita dengan epilepsis. Pada penelitian ini juga akan dilakukan klasifikasi gangguan menstruasi pada wanita dengan epilepsi berdasarkan kriteria The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), dimana kriteria ini merupakan kriteria baru untuk mendefinisikan perdarahan uterus abnormal.
Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional) untuk mengetahui karakteristik hormon reproduksi dan gangguan menstruasi pada wanita dengan epilepsi di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada September hingga Desember 2021. Data primer dan sekunder diperoleh dari rekam medis dan electronic health record (EHR) pada pasien wanita dengan epilepsi dan wanita tanpa epilepsi yang berobat ke RSUPN Cipto Mangunkusumo. Analisis data yang digunakan adalah bivariat Chi Square dan Mann Whitney. Hasil: Pada penelitian ini diperoleh 67 subjek wanita dengan epilepsi dan 50 subjek wanita tanpa epilepsi dengan rata-rata usia wanita dengan epilepsi 29,27  9,26 tahun. Onset terjadinya epilepsi adalah 18,57  9,857 tahun dengan usia menarche adalah 12,85  1,317 tahun. Onset epilepsi setelah menarche banyak terjadi sekitar 70,1%. Epilepsi lobus temporal merupakan sindrom epilepsi terbanyak sekitar 70,8%, dengan sisi kanan terbanyak sekitar 46,8%. Peningkatan hormon reproduksi khususnya hormon luteinizing hormon (LH) 10,1 (0,1-100,3) mIU/mL (p: 0,008) dan hormon estradiol 71,2 (0-3350) pg/mL didapatkan pada wanita dengan epilepsi dibandingkan dengan wanita tanpa epilepsi. Gangguan pada volume darah mentruasi didapatkan pada wanita dengan epilepsi lobus temporal dibandingkan dengan lobus ekstratemporal RR 4,255 (1,188-15,231), dengan nilai p: 0,022.
Kesimpulan: Peningkatan hormon LH dan estradiol pada wanita dengan epilepsi berhubungan dengan bangkitan epileptik yang mengganggu regulasi aksis hipothalamus- hipofisis-ovarium sehingga mengganggu hormon reproduksi.

Background : Approximately 50% of epilepsy occurs in women with the reproductive age of 15-49 years. Many studies said that there is an interaction between epilepsy and female reproductive hormones. Temporolimbic epilepsy can interfere the regulation of the hypothalamic-pituitary-ovarian (HPO) axis so that it interferes reproductive hormones and ultimately causes menstrual disorders. Therefore, this study aimed to determine the changes in reproductive hormones that occur in women with epilepsy. This study will also classify menstrual disorders in women with epilepsy based on the criteria of The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), where this criterion is a new criterion for defining abnormal uterine bleeding.
Method : This study was conducted with a cross sectional study to determine the characteristics of reproductive hormones and menstrual disorders in women with epilepsy at Cipto Mangunkusumo General Hospital from September to December 2021. Primary and secondary data were obtained from medical records and electronic health records (EHR) from women with epilepsy and women without epilepsy who seek treatment at Cipto Mangunkusumo General Hospital. Analysis of the data used Chi Square and Mann Whitney bivariate.
Result : In this study, there were 67 female subjects with epilepsy and 50 female subjects without epilepsy with the average age of women with epilepsy is 29,27  9,26 years. The onset of epilepsy was 18,57  9,857 years with the age of menarche is 12,85  1,317 years. The onset of epilepsy after menarche is mostly about 70.1%. Temporal lobe epilepsy is the most common epilepsy syndrome around 70.8%, with the right side being the most common around 46.8%. Increased reproductive hormones, especially luteinizing hormone (LH) 10.1 (0.1- 100.3) mIU/mL (p: 0.008) and estradiol hormone 71.2 (0-3350) pg/mL were found in women with epilepsy compared to women without epilepsy. Disorders of menstrual blood volume were found in women with temporal lobe epilepsy compared with extratemporal lobe epilepsy RR 4.255 (1.188-15.231), with p value: 0.022.
Conclusion : Elevated LH and estradiol hormones in women with epilepsy are associated with epileptic seizures that disrupt the regulation of the hypothalamic-pituitary-ovarian axis, thereby disrupting reproductive hormones.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chakti Ari Swastika
"Latar belakang: Salah satu aspek penting dalam upaya menurunkan angka
kematian dan morbiditas Ibu adalah sistem rujukan yang efektif. Pandemi
COVID-19 memberikan tantangan tersendiri dalam pelaksanaan sistem rujukan.
Belum pernah dilakukan penilaian terhadap penerapan sistem rujukan obstetri di
era pandemi COVID-19.
Metode: Penelitian deskriptif-analitik berdesain potong lintang yang
membandingkan efektivitas rujukan sebelum (Juli-Desember 2019) dan saat di era
pandemi COVID-19 (Maret-Agustus 2020) di Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. Efektivitas rujukan dinilai berdasarkan dua
kriteria, yakni kesesuaian diagnosis rujukan dan ketepatan prosedur yang meliputi
komunikasi melalui sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT),
pengantaran dengan ambulans, dan pelampiran surat rujukan.
Hasil: Penelitian menemukan 198 kasus rujukan dari 464 kasus obstetri (42,67%)
sebelum pandemi dan 231 kasus rujukan dari 486 kasus obstetri (47,53%) di era
pandemi. Kesesuaian diagnosis dan ketepatan prosedur rujukan di era pandemi
COVID-19 secara signifikan lebih tinggi. Kesesuaian diagnosis meningkat dari
57,58% sebelum pandemi menjadi 71,00% di era pandemi (p = 0,004). Ketepatan
prosedur rujukan meningkat dari 28,28% sebelum pandemi menjadi 45,45% di era
pandemi (p < 0,001). Berdasarkan kriteria tersebut, efektivitas rujukan di Rumah
Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo pada era pandemi COVID- 19 ditemukan lebih tinggi secara signifikan, yakni sebelum masa pandemi sebesar 21,72% dan di era pandemi sebesar 40,26% (p < 0,001).
Kesimpulan: Terdapat peningkatan efektivitas rujukan ke Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo berdasarkan kesesuaian diagnosis dan
ketepatan prosedur di era pandemi COVID-19 hingga 2x dibanding sebelum masa pandemi COVID-19."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Shidqul Azmi
"Latar belakang: COVID-19 telah menyebabkan pandemi dengan angka mortalitas yang signifikan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka kematian tertinggi akibat COVID-19. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan kematian pada pasien COVID-19 memiliki kesamaan dengan faktor risiko pada infeksi SARS-CoV dan MERS- CoV, seperti usia, komorbiditas, kadar neutrofil dan limfosit, d-dimer, serta jumlah lobus paru yang terlibat berdasarkan temuan rontgen toraks.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proporsi kematian dan faktor- faktor yang memengaruhi mortalitas pasien COVID-19 dalam perawatan ≤ 14 hari, dengan pendekatan komprehensif yang mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik dasar, dan pemeriksaan penunjang sederhana yaitu pemeriksaan laboratorium darah dan rontgen toraks.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain retrospektif observasional dengan menganalisis rekam medis pasien COVID-19 yang dirawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo dari Januari 2021 hingga Januari 2024. Data dianalisis menggunakan program STATA versi 17.0 melalui metode analisis univariat, bivariat, dan regresi logistik.
Hasil: Sebanyak 142 subjek direkrut dan dianalisis, dengan angka mortalitas selama perawatan mencapai 29,57%. Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (58,5%) dan berusia >60 tahun (52,8%), serta sebagian besar mengalami ketergantungan total (85,7%). Sebagian besar subjek memiliki status nutrisi obesitas (43%). Komorbiditas terbanyak adalah diabetes melitus (42,3%), hipertensi (39,4%), dan gangguan ginjal kronis (37,3%), sedangkan mortalitas tertinggi ditemukan pada pasien dengan gangguan ginjal kronis (34%), penyakit jantung koroner (33,3%), dan stroke (29,2%). Faktor signifikan yang memengaruhi mortalitas dalam ≤14 hari meliputi usia (OR 3,17, p = 0,016), D-dimer (OR 3,07, p = 0,015), CRP (OR 5,16, p < 0,001), dan SpO2 (OR 8,64, p < 0,001).
Kesimpulan: Proporsi mortalitas pasien COVID-19 dalam perawatan ≤ 14 hari adalah 29,57%. Mortalitas sebagian besar terjadi pada pasien berusia ≥60 tahun dengan ketergantungan total. Faktor usia, D-dimer, CRP, dan SpO2 terbukti sebagai faktor yang memengaruhi mortalitas pasien COVID-19 selama perawatan.

Background: COVID-19 has caused a pandemic with a significant mortality rate. Indonesia is among the countries with the highest death toll from COVID-19. Several risk factors contributing to mortality in COVID-19 patients are similar to those observed in SARS-CoV and MERS-CoV infections, such as age, comorbidities, neutrophil-to- lymphocyte ratio, D-dimer levels, and the number of lung lobes affected as identified through chest X-ray findings.
Aim: This study aims to identify the proportion of mortality and the factors influencing the mortality of COVID-19 patients within ≤ 14 days of care, using a comprehensive approach that includes medical history, basic physical examination, and simple supporting tests, namely blood laboratory tests and chest X-rays
Methods: This study employs a retrospective observational design by analyzing the medical records of COVID-19 patients treated at RSUPN Cipto Mangunkusumo from January 2021 to January 2024. The data were analyzed using STATA version 17.0 software through univariate, bivariate, and logistic regression analysis methods.
Results: A total of 142 subjects were recruited and analyzed, with a mortality rate of 29.57% during ≤14 days of treatment. Most patients were male (58.5%) and aged over 60 years (52.8%), with the majority experiencing total dependence (85.7%). Obesity was the predominant nutritional status among the subjects (43%). The most prevalent comorbidities included diabetes mellitus (42.3%), hypertension (39.4%), and chronic kidney disease (37.3%). The highest mortality rates were found in patients with chronic kidney disease (34%), coronary artery disease (33.3%), and stroke (29.2%). Significant factors affecting mortality within ≤14 days included age (OR 3.17, p = 0.016), D-dimer (OR 3.07, p = 0.015), CRP (OR 5.16, p < 0.001), and SpO2 (OR 8.64, p < 0.001).
Conclusion: The mortality proportion of COVID-19 patients during ≤14 days of treatment is 29.57%. The majority of mortality occurred in patients over 60 years old with total dependence. Age, D-dimer, CRP, and SpO2 were found to be significant factors influencing mortality in COVID-19 patients during treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Syamsuddin
"ABSTRAK
Perawat spesialis neurosains berperan dalam praktik keperawatan berupa pemberi asuhan keperawatan lanjut, melakukan pembuktian ilmiah dan agen pembaharu. Asuhan keperawatan dilakukan pada kasus pasien dengan Tumor Otak dan 30 pasien gangguan neurologis dengan pendekatan Model adaptasi Roy. Perilaku maladaptif paling banyak terganggu pada mode fisologis dengan diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Evidence Based Nursing dilakukan dengan menerapkan thermal tactile stimulation pada 3 pasien stroke yang mengalami disfagia dengan hasil yang signifikan p value 0,038 . Program inovasi menerapkan enam screening tools yaitu Insomnia Severity Index ISI , National Institute Health Stroke Scale NIHSS , 3 Incontinence Question 3 IQ , Berg Balance Scale BBS , Frenchay Aphasia Screening Test FAST dan Adult Non Verbal Pain Scale ANVPS pada pasien dengan gangguan neurologi yang terbukti memudahkan perawat dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat. Model Adaptasi Roy telah berpengaruh besar terhadap profesi keperawatan. Model ini adalah salah satu model yang paling banyak digunakan dalam memandu penelitian, pendidikan dan praktik keperawatan ABSTRACT Neuroscience nurse specialist play role in nursing practice as advanced nursing care providers, conduct scientific evidence and innovator. Roy adaptation model approach was used in the nursing care of the tumor brain patients and 30 patients of neurological disorders cases. Risk of cerebral tissue perfusion ineffectiveness was the most often of nursing diagnosis enforced which was caused maladaptive behavior in physiological mode. Evidence based nursing was implemented by thermal tactile stimulationin 3 stroke patients with disfagia with significant results p value 0.038 . The Innovation program application six screening tools are Insomnia Severity Index ISI , National Institute of Health Stroke Scale NIHSS , 3 Incontinence Questions 3 IQs , Berg Balance Scale BBS , Frenchay Aphasia Screening Test FAST and Adult Non Verbal Pain Scale ANVPS in neurological disorders patients proven to facilitate nurses in establishing nursing diagnoses. Roy Adaptation Model has greatly influenced the profession of nursing. It is one of the most frequently used models to guide nursing research, education and practice"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Alyaa Salma Ghozali
"Pengetahuan mengenai PD memainkan peran penting dalam mempengaruhi sikap pengasuh. Diketahui bersama bahwa meningkatkan taraf pengetahuan dapat membantu pengasuh mengatasi beban tertentu yang berkaitan dengan perawatan Pasien PD. Penelitian ini membahas tentang mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan dan perilaku di antara para perawat pasien PD. Delapan belas sampel diambil dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Setiap individu telah diwawancara melalui panggilan suara dan pembagian kuesioner. Di awal pengambilan survei, pihak yang diwawancara diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan biodata pengasuh dan informasi pasien; usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, hubungan dengan pasien, stadium PD Hoehn & Yahr, dan tanggal diagnosis PD. Diikuti dengan 10 pertanyaan benar atau salah tentang pengetahuan dasar PD dan diakhiri dengan 10 pertanyaan empat-skala Likert yang mencakup sikap dari para perawat pasien PD. Secara keseluruhan, para pengasuh mendapatkan hasil yang cukup tinggi (> 40%) di kedua kuesioner yang telah diberikan. Tidak ada signifikansi statistik dalam kaitannya dengan hubungan antara pengetahuan dan sikap. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap pengasuh. Namun, hal itu bertentangan dengan penelitian lain. Perbedaannya mungkin karena ukuran sampel. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengidentifikasi hubungan dan dampak Pendidikan.

Knowledge may play an important role in influencing the caregivers’ attitudes and the overall quality of care towards PD patients. It was known that improving knowledge can help caregivers overcome certain burdens, relative to PD care. This study identifies and discusses the relationship between knowledge and the attitude amongst caregivers of PD patients in RSCM. 18 samples were collected from Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital. Individuals were interviewed with a questionnaire via voice call. Caregivers were initially asked for their biodata and patient’s information; age, gender, occupation, education level, relationship to the patient, patient’s Hoehn & Yahr PD stage, and date of onset PD diagnosis. Afterward, they have given 10 true or false questions about basic PD knowledge and 10 four-point Likert Scale questions that covered the attitudes of the caregivers. Caregivers overall mostly achieved “moderate-high” (>40%) levels from both attitude and knowledge questionnaires given. It was found that there no statistical significance in the relationship between knowledge and attitude (p=0.316). The study shows that there is no significant relationship between knowledge and attitude of caregivers. The distinction may be due to the sample size. Further studies in regards to identifying the relationship and well the impact of education are needed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Octaviana Widianti
"Peran perawat spesialis diperlukan untuk peningkatan kualitas pelayanan asuhan keperawatan yang kompleks dan akurat sebagai pemberi asuhan keperawatan tingkat lanjut kasus neurosain, pendidik, advokat, serta agen pembaharu melalui penerapan evidence based nursing (EBN) dan proyek inovasi. Asuhan keperawatan tingkat lanjut menggunakan teori Adaptasi Roy yaitu pengelolaan pasien meningitis tuberkulosis sebagai kasus utama dan 30 resume gangguan sistem neurologi. Teori Roy banyak bertujuan meningkatkan perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif. Diagnosis keperawatan yang paling banyak ditemukan pada pasien gangguan sistem neurologi adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan hambatan mobilitas fisik.
Penerapan EBN dilakukan pada pasien stroke yang mengalami disfagia. Pasien diberikan latihan menelan shaker exercise hasilnya menunjukkan peningkatan kemampuan menelan dan tidak terjadi aspirasi. Proyek inovasi kelompok menerapkan Pengembangan Media Edukasi Perawatan Pasien Brain Tumor Craniotomy. Penerapan proyek inovasi meningkatkan pengetahuan pasien, keterampilan pasien latihan napas dalam dan mobilisasi setelah operasi, dan menambah kepercayaan diri perawat saat memberikan edukasi. Pengalaman praktik residensi diharapkan menambah kompetensi dan peran perawat spesialis di lahan klinik.

The role of nurse specialists is needed to improve the quality of complex and accurate nursing care services as providers of advanced nursing care in cases of neuroscience, educators, advocates, and agents of reform through the application of evidence based nursing (EBN) and innovation projects. Advanced nursing care uses Roy's Adaptation theory, which is the management of meningitis tuberculosis patients as the main case and 30 resumes of neurological system disorders. Roys theory aims to improve adaptive behavior and change ineffective behavior. The most common nursing diagnoses found in patients with neurological system disorders are ineffective perfusion of cerebral tissue and barriers to physical mobility.
EBN application is performed on stroke patients who have dysphagia. The patient is given training to swallow the exercise shaker, which results in increased swallowing ability and no aspiration. The group innovation project applies Development of Educational Media for Nursing Brain Tumor Craniotomy Patients. The application of innovation projects increases patient knowledge, the skills of patients in deep breathing exercises and mobilization after surgery, and increases nurse confidence when providing education. The residency practice experience is expected to increase the competency and role of specialist nurses on the clinic grounds.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie
"Meskipun inovasi kesehatan dan perawatan gizi telah maju, penurunan pertumbuhan tetap menjadi masalah penting pada bayi prematur selama perawatan di NICU. Demi mencegah terjadinya dampak merugikan di masa depan, faktor risiko dari penurunan pertumbuhan perlu dianalisis agar dapat meningkatkan kewaspadaan dan membantu petugas kesehatan dalam memberikan perawatan terbaik untuk pasien neonatus rawat inap.
Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengidentifikasi korelasi antara berat lahir, usia gestasi, durasi untuk mencapai pemberian full enteral feeding, dan lama rawat inap terhadap penurunan pertumbuhan pada pasien neonatus rawat inap. Sebanyak 47 rekam medis neonatus (berat lahir 1000-2500, usia gestasi 28-35 minggu) yang lahir di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo antara Januari hingga Desember 2018 dikumpulkan. Data kemudian diolah dengan SPSS Statistics 20. Dari 47 subjek, 18 (38.3%) mengalami penurunan berat badan, 4 (8.5%) mengalami penurunan tinggi badan, dan 3 (6.4%) mengalami penurunan lingkar kepala.
Dalam analisa bivariat, tidak ada faktor risiko (berat lahir, usia gestasi, durasi untuk mencapai pemberian full enteral feeding, dan lama rawat inap) yang secara signifikan berhubungan dengan penurunan berat badan, tinggi badan, ataupun lingkar kepala (p > 0.05). Hal ini dikarenakan pertumbuhan subjek dalam penelitian ini hanya diikuti selama dua minggu. Namun demikian, penurunan pertumbuhan paling banyak terlihat pada berat badan, diikuti oleh tinggi badan dan lingkar kepala. Penjelasan logis untuk ini adalah karena penurunan pertumbuhan individu sendiri dimulai dengan berat badan, lalu tinggi badan, dan dalam kondisi yang parah juga melibatkan lingkar kepala. 

Despite modern health innovations and nutritional care, growth deterioration remain as a significant issue in preterm neonates treated in the NICU. To prevent adverse long- term consequences, risk factors of growth deterioration should be analyzed to increase vigilance and assist health workers in providing the best care for neonatal inpatient.
This cross-sectional study aims to identify the correlation between birth weight, gestational age, duration to achieve full enteral feeding, and length of hospitalization with growth deterioration in neonatal inpatient. A total of 47 medical records of neonates (birth weight 1000-2500, gestational age 28-35 weeks) born in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital between January to December 2018 were collected. Data were then processed with SPSS Statistics 20. Out of 47 subjects, 18 (38.3%) experience weight deterioration, 4 (8.5%) experience height deterioration, and 3 (6.4%) experience head circumference deterioration.
In bivariate analysis, none of the risk factors (birth weight, gestational age, duration to achieve full enteral feeding, and length of hospitalization) is significantly associated with weight, height, or head circumference (p > 0.05). This is because the growth trajectories of the subjects in this study are only followed up to two weeks. However, it can be observed that growth deterioration was highest seen in weight, followed by height and head circumference. A logical explanation behind this is that a decrease in individual growth trajectory begins with weight, then height, and in severe condition head circumference. 
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Kholifah
"Kebersihan mulut bagi lansia merupakan tindakan keperawatan mandiri yang dimiliki pengaruh penting terhadap status kesehatan lansia. Penerapan kebersihan mulut sering bukan prioritas dalam tindakan keperawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan praktik perawat tentang oral hygiene pada orang tua di ruang rawat inap. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan melibatkan 75 perawat. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner administrasi mandiri. Hasil penelitian ini menggambarkan tingkat pengetahuan perawat 27 (36%) baik, 48 (64%) cukup dan tidak.
Ada perawat yang memiliki pengetahuan kurang, 42 (56%) bersikap buruk dan 33 (44%) baik, dan praktik perawat 51 (68%) buruk dan 24 (32%) baik. Hasil penelitian juga menunjukkan pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja pada level pengetahuan, sikap, dan praktik perawat. Upaya menambah ilmu dan praktik perawat mengenai kebersihan mulut perlu ditingkatkan melalui pelatihan, seminar, dan lokakarya.

Oral hygiene for the elderly is an independent nursing action that has an important influence on the health status of the elderly. The application of oral hygiene is often not a priority in nursing actions. This study aims to describe the knowledge, attitudes, and practices of nurses about oral hygiene in parents in the inpatient room. The research method used is quantitative with a descriptive research design. This research was conducted in the inpatient room of RSUPN Cipto Mangunkusumo involving 75 nurses. The research instrument used was an independent administration questionnaire. The results of this study illustrate that the level of knowledge of nurses is 27 (36%) good, 48 (64%) sufficient and not There are nurses who have less knowledge, 42 (56%) have bad attitude and 33 (44%) are good, and the practice of nurses 51 (68%) is bad and 24 (32%) is good. The results also showed the effect of education and work experience on the level of knowledge, attitudes and practices of nurses. Efforts to increase the knowledge and practice of nurses regarding oral hygiene need to be improved through training, seminars, and workshops."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Dewi
"Praktik klinik lanjut selama praktek residensi keperawatan pada sistem neurologi dimaksudkan untuk mampu memberikan asuhan keperawatan, menerapkan Evidance Based Nursing (EBN) serta mampu berperan sebagai innovator di ruang perawatan. Peran pemberi asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan mode adaptasi Roy pada pasien dengan Guilain Bare Syndrome dan 30 pasien lainnya dengan berbagai gangguan sistem persyarafan. Perilaku maladaptive paling banyak adalah model adaptasi fisiologis, yaitu penurunan kapasitas adaptif intracranial. Intervensi keperawatan berupa manajemen peningkatan tekanan intracranial. Penerapan EBN latihan core stability pada keseimbangan duduk pada pasien stroke menunjukkan pasien dapat memeprtahankan keseimbangan duduk. Program inovasi keperawatan berupa penerapan manajemen ERAS pada pasien pasca kraniotomi diruang ICU, HCU dan rawat inap.

Advance clinical practice during the nursing residency practice in the neurological system is intended to be able to provide nursing care, implement Evidance Based Nursing (EBN) and able to act as an innovator in the treatment room. The role of nursing caregiver was perfomed using Roy’s adaption mode in patients with Guillain-Barre Syndrome and 30 other patients with various nervous system disorders. The most maladaptive behavior is a physiological adaption model, namely a decrease in intracranial adaptive capacity. Nursing intervention in the form of management of increased intracranial pressure. The application of EBN core stability exercises to sitting balance in stroke patients shows the patient can maintain a sitting balance. Nursing innovation program in the form of application of ERAS management to post-craniotomy patients in ICU,HCU and inpatient rooms."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>