Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158797 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasibuan, Neva Mayendi
"Penelitian ini dilatarbelakangi dengan tingginya angka kasus kekerasan seksual pada anak di Kota Batam. Upaya lembaga pemerintah dan non-pemerintah dalam perlindungan anak korban kekerasan seksual adalah dengan menyediakan layanan rehabilitasi sosial. Rumah Faye salah satu lembaga independen di Indonesia berfokus isu perlindungan anak menyelenggarakan rehabilitasi sosial sebagai upaya pemenuhan hak anak korban kekerasan seksual. Rumah Faye mendirikan Rumah Aman (Shelter) dijadikan sebagai rumah perlindungan dan tempat tinggal sementara bagi anak korban kekerasan seksual. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan rehabilitasi sosial pada anak penyintas kekerasan seksual di Rumah Faye serta hambatan-hambatan yang dihadapi selama pelaksanaan rehabilitasi sosial di Rumah Faye. Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Desember 2023. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Terdapat 6 informan yang terlibat dalam penelitian ini terdiri dari 1 Manajer Program Pusat, 1 General Supervisor, 2 staf pendamping, dan 2 penerima manfaat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan rehabilitasi sosial di Rumah Faye dimulai dari penerimaan pengaduan, identifikasi awal, rencana intervensi dan pelaksanaan intervensi yang berlangsung di Rumah Aman (Shelter). Adapun pada tahap reintegrasi sosial terdiri dari reunifikasi/pemulangan, monitoring dan terminasi. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan terdiri dari (1) hambatan internal: kondisi penerima manfaat, anggaran lembaga, sarana dan fasilitas lembaga; (2) hambatan eksternal: keluarga, aparat hukum, stakeholder dan jaringan.

This research was motivated by the high number of cases of sexual violence against children in Batam City. The efforts of government and non-government institutions to protect child victims of sexual violence are by providing social rehabilitation services. Rumah Faye, one of the independent institutions in Indonesia, focuses on child protection issues and organizes social rehabilitation as an effort to fulfill the rights of children who are victims of sexual violence. Rumah Faye established a safe house or shelter to serve as a safe house and temporary residence for child victims of sexual violence. The aim of this research is to describe the implementation of social rehabilitation for child survivors of sexual violence at Rumah Faye and the obstacles faced during the implementation of social rehabilitation at Rumah Faye. The research was conducted from March to December 2023. This research used a qualitative approach with descriptive research type. Data collection techniques through in-depth interviews and literature studies. There were 6 informants involved in this research consisting of 1 Central Program Manager, 1 General Supervisor, 2 accompanying staff, and 2 beneficiaries. The research results show that the implementation of social rehabilitation at Rumah Faye starts from receiving complaints, initial identification, intervention planning and implementation of interventions that take place in the Safe House (Shelter). The social reintegration stage consists of reunification/repatriation, monitoring and termination. Obstacles faced in implementation consist of (1) internal obstacles: condition of beneficiaries, institutional budget, institutional facilities and equipment; (2) external barriers: family, legal apparatus, stakeholders and networks."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Durham, Andrew
"Buku ini berisi kisah dan pelajaran mengenai korban kekerasan pada anak."
West Sussex: Wiley Eastern, 2003
616.858 DUR y
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Baker, Christine D.
"buku ini membahas mengenai pengalaman psikologis wanita yang pada masa kecilnya pernah mengalami pelecehan seksual. terdiri atas 15 bab yang disusun dalam 5 bagian, yaitupendahuluan: cerita dan bukti-bukti; integrasi, alienasi, dan terapis; perjalanan menuju penyembuhan; keluarga, disclosure, dan peran ibu, dan topik lainnya."
East Sussex : Brunner-Routledge, 2002
616.858 3 BAK f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Draucker, Claire Burke
London: Sage Publications, 2004
362.76 DRA c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Athiya Raihana
"Kekerasan pada anak merupakan ancaman berskala global dan jumlahnya meningkat setiap tahun di Indonesia. Kekerasan pada anak memiliki konsekuensi psikososial jangka panjang mulai dari konsekuensi fisik, psikologis, perilaku, sampai konsekuensi sosial. Kekerasan pada anak juga merupakan pengabaian terhadap hak-hak anak di mana anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Di Indonesia, perlindungan anak meliputi upaya rehabilitasi yang dilakukan oleh lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA). Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Penelitian ini membahas mengenai kondisi psikososial anak korban kekerasan fisik dan seksual sebelum dan sesudah mendapatkan layanan rehabilitasi sosial serta faktor pendukung dan penghambat proses perubahan kondisi psikososial anak dalam masa rehabilitasi sosial di Sentra Handayani Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan, wawancara mendalam, dan observasi. Informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang yang terdiri dari, 2 pekerja sosial, 2 anak korban kekerasan, 2 pengasuh, dan 1 psikolog. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa gangguan psikososial yang dialami anak korban kekerasan fisik dan seksual sebelum mendapatkan layanan rehabilitasi sosial antara lain: depresi, agresif, menutup diri, tidak percaya diri, ketakutan, dan hiperseks. Namun, setelah mendapatkan layanan rehabilitasi sosial di lembaga, ada beberapa perubahan kondisi psikososial anak dilihat dari aspek psikososial serta aspek fisik. Perubahan aspek fisik seperti kenaikan berat badan dan memudarnya bekas luka anak. Perubahan aspek psikologis seperti kondisi depresi yang membaik ditandai dengan pola tidur yang kembali normal, mimpi buruk yang tidak kembali datang, hilangnya keinginan untuk menyakiti diri sendiri, dan emosi yang lebih stabil. Perubahan lainnya seperti kepercayaan diri yang meningkat dan pulihnya trauma (ketakutan) anak. Sedangkan, perubahan dari aspek perilaku seperti berkurangnya sifat agresif anak dan anak menjadi lebih terbuka. Adapun beberapa upaya yang dilakukan lembaga untuk memulihkan kondisi psikososial anak korban kekerasan adalah melalui layanan seperti konseling dan terapi. Konseling bertujuan untuk memecahkan masalah yang dimiliki anak korban kekerasan selama masa rehabilitasi. Sedangkan, terapi ditujukan kepada anak korban kekerasan yang memiliki trauma dan permasalahan psikologis tertentu yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. Terdapat beberapa faktor pendukung proses perubahan kondisi psikososial anak korban kekerasan di antaranya: dukungan teman sebaya, dukungan keluarga dan dukungan pekerja sosial. Ketiganya telah membantu anak dengan memberikan dukungan emosional sehingga anak tidak lagi merasa sendirian dan kesepian selama menjalani proses rehabilitasi. Namun, terdapat juga faktor yang menghambat proses perubahan dari pihak anak seperti kepribadian anak yang tertutup dan sulit diatur. Faktor penghambat lainnya berasal dari lembaga, yaitu sikap dan perilaku pengasuh dan anak-anak di asrama yang suka berbicara kasar dan kotor.

Violence against children is a global threat and the number increases every year in Indonesia. Violence against children has long-term psychosocial consequences ranging from physical, psychological, behavioral, to social consequences. Violence against children is also a disregard for children's rights where children have the right to protection from violence and discrimination. In Indonesia, child protection includes rehabilitation efforts carried out by child social welfare institutions (LKSA). Social rehabilitation is intended to restore and develop the ability of someone who experiences social dysfunction so that they can carry out their social functions properly. This research discusses the psychosocial conditions of children who are victims of physical and sexual violence before and after receiving social rehabilitation services as well as supporting and inhibiting factors in the process of changing children's psychosocial conditions during the social rehabilitation period at the Handayani Center in Jakarta. This research uses a qualitative approach with descriptive research type. The data collection method in this research was carried out through literature study, in-depth interviews, and observation. The informants in this study were 7 people consisting of 2 social workers, 2 child victims of violence, 2 caregivers, and 1 psychologist. The research results show that there are several psychosocial disorders experienced by children who are victims of physical and sexual violence before receiving social rehabilitation services, including: depression, aggression, withdrawal, lack of self-confidence, fear, and hypersexuality. However, after receiving social rehabilitation services at the institution, there were several changes in the child's psychosocial condition seen from the psychosocial and physical aspects. Changes in physical aspects such as weight gain and fading of children's scars. Changes in psychological aspects such as improved depression are characterized by sleep patterns returning to normal, nightmares not coming back, loss of desire to harm oneself, and more stable emotions. Other changes include increased self-confidence and recovery from children's trauma (fears). Meanwhile, changes in behavioral aspects such as reducing children's aggressive nature and children becoming more open. Some of the efforts made by institutions to restore the psychosocial condition of children who are victims of violence are through services such as counseling and therapy. Counseling aims to solve the problems that child victims of violence have during the rehabilitation period. Meanwhile, therapy is aimed at child victims of violence who have trauma and certain psychological problems that require further treatment. There are several factors that support the process of changing the psychosocial conditions of children who are victims of violence, including: peer support, family support and social worker support. The three of them have helped the child by providing emotional support so that the child no longer feels alone and alone during the rehabilitation process. However, there are also factors that hinder the process of change on the part of the child, such as the child's personality being closed and difficult to manage. Another inhibiting factor comes from the institution, namely the attitudes and behavior of caregivers and children in the dormitory who like to talk rudely and dirty."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Widyaningtyas
"ABSTRAK
Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan antara masa kanak-kanak dan
dewasa yang penuh dengan perubahan-perubahan baik secara fisik maupun
emosional. Terjadinya perubahan-perubahan tersebut membutuhkan
masa
secara
penyesuaian diri baik dari pihak remaja maupun dari pihak orang tua (Papalia &
Olds, 1998). Kegagalan kedua belah pihak dalam menyesuaikan diri mereka
terhadap perubahan yang terjadi, dapat membawa remaja pada tingkah laku yang
beresiko tinggi (Papalia & Olds, 1998; Santrock, 1998; Tumer & Helms, 1995).
Salah satu sebab yang selalu dipertimbangkan sebagai penyebab remaja terlibat
dalam perilaku beresiko tinggi adalah faktor keluarga, yaitu keluarga yang dipenuhi
dengan konflik, parenting practice yang kurang atau tidak konsisten, dan
hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis.
Beberapa ahli mengatakan bahwa ketidakharmonisan orang tua dapat
digolongkan sebagai tahap awal dari suatu proses perceraian (Hohannon dalam
Tumer & Helms, 1995; Ahrons dalam Carter & McGoldrick, 1989). Tahap
tersebut meliputi perceraian emosi di antara pasangan suami-istri. Dari banyak
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa
ketidakharmonisan hubungan orang tua membawa dampak yang negatif bagi anak.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti
lebih lanjut tentang masalah-masalah yang dihadapi remaja sehubungan dengan
ketidakharmonisan hubungan orang tua serta dukungan sosial yang dibutuhkan
oleh remaja agar akibat negatif yang diasosiasikan dengan ketidakharmonisan
hubungan orang tua, dapat dihindari.
Penelitian ini menggabungkan kedua pendekatan yang biasa digunakan
dalam penelitian-penelitian psikologi, yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Metode pengambilan data yang digunakan pun mencerminkan kedua pendekatan yang digunakan, yaitu melalui kuesioner dan wawancara mendalam yang ditunjang
dengan observasi.
Dari penyebaran kuesioner diperoleh hasil bahwa masalah utama yang
sering menyebabkan konflik diantara ayah dan ibu subyek adalah masalah ideologi
peran jender dan diikuti dengan masalah keuangan. Selain itu juga ditemukan
bahwa pasangan yang mempunyai masalah perselingkuhan, biasanya juga
mengalami masalah lain yang cukup banyak dalam dimensi-dimensi yang lain.
Sedangkan dari wawancara dan observasi kepada 3 orang subyek yang orang
tuanya mengindikasikan ketidakharmonisan hubungan orang tua, diperoleh hasil
bahwa masalah yang dihadapi remaja sebagai implikasi ketidakharmonisan
hubungan orang tua meliputi rentang yang cukup luas, seperti pergaulan yang
salah, ketergantungan yang berlebihan pada pacar, keraguan dalam membangun
hubungan intim dengan lawan jenis, kesadaran akan penderitaan ibu, sering
bertengkar dengan ayah, kebingungan dalam memihak, ibu sering melampiaskan
rasa frustasinya kepada anak-anaknya, dan hubungan dengan ayah yang semakin
menjauh. Dukungan emosional dan dukungan jaringan sosial merupakan dukungan
yang paling banyak diterima oleh subyek, sedangkan dukungan instrumental hampir
tidak didapatkan oleh subyek. Selain itu juga ditemukan bahwa sebagian besar
subyek wawancara mengaku belum cukup puas terhadap dukungan sosial yang
sudah diberikan oleh orang-orang di sekitar mereka. Subyek mengharapkan
dukungan yang tidak hanya bersifat menenangkan tetapi juga dukungan berupa
tindakan yang dapat membuat orang tuanya harmonis kembali. Subyek juga
mengharapkan dukungan orang-orang terdekat mereka, terlebih lagi orang-orang
yang tinggal satu rumah dengan mereka yang mengalami langsung
ketidakharmonisan hubungan orang tuanya, misalnya kakak.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar dilakukan penelitian
yang sama terhadap remaja laki-laki. Remaja laki-laki cenderung enggan bercerita
tentang hal-hal yang menggelisahkan hatinya dan justru keengganannya itulah yang
potensial menimbulkan tingkah laku yang agresif. Selain itu penulis juga
menyarankan keterlibatan orang tua subyek dalam penelitian selanjutnya. Hal
tersebut dilakukan perlu sebagai upaya untuk mengerti permasalahan dari berbagai
sudut pandang."
2001
S3053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grant, James P.
Jakarta : UNICEF, 1990
362.7 GRA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Grant, James P.
Jakarta : Unicef, 1994
362.7 GRA s (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mulia Astuti
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial Departmen Sosial RI, 1993
362.7 MUL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Frilya Rachma Putri
"ABSTRAK
Pendahuluan
Didapatkan peningkatan kasus kekerasan pada anak. Pemahaman tentang efek
kekerasan pada perkembangan anak masih sangat terbatas. Sebagian disebabkan
karena terbatasnya penelitian dalam bidang ini. Penelitian sebelumnya hanya
berdasarkan pada studi-studi deskriptif yang berbasis klinis dan juga survey
retrospektif dari orang dewasa yang mempunyai riwayat kekerasan ketika masa
kanak. Maka penelitian pada anak dengan kekerasan yang berkunjung ke Pusat
Krisis Terpadu RSUPN Cipto Mangukusumo ini perlu untuk dilakukan.
Tujuan
Mengetahui gambaran dan proporsi gangguan jiwa pada anak dengan kekerasan
yang berkunjung ke Pusat Krisis Terpadu RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Metode
Penelitian ini merupakan studi cross sectional. Pengambilan sampel ditetapkan
secara consecutive sampling. Subyek adalah anak berusia 6-18 tahun yang
mengalami kekerasan di Pusat Krisis Terpadu RSUPN Cipto Mangunkusumo
sebanyak 185. Penegakkan diagnosis gangguan jiwa dengan wawancara
menggunakan instrumen MINI KIDS (Mini Internationale Neuropsychiatry
Interview) ICD-10. Data demografi diperoleh dari wawancara dan data kekerasan
diperoleh dari data sekunder.
Hasil
Jenis kekerasan terbanyak yang dialami oleh anak adalah kasus kekerasan seksual
sebesar 78,46%. Ditemukan 3 gangguan jiwa terbanyak pada subyek penelitian
sebanyak 185 responden berupa Gangguan Penyesuaian sebesar 41,84%,
Gangguan Stress Pasca Trauma sebesar 17,35% dan Episode Depresi Berat
sebesar 15,31%.
Kesimpulan
Pada penelitian ini menunjukkan 42,16 % anak-anak dengan kekerasan
mengalami gangguan jiwa. Dengan demikian, data-data yang diperoleh pada
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun,
mengimplementasikan dan mengevaluasi intervensi lanjut guna menurunkan atau
mencegah terjadinya gangguan jiwa pada anak.

Abstract
Background
Increase in child abuse is accompanied by increasing concerns in its effect on
child's development. Although concerns keep arising, understanding on effect on
child abuse to child's development is limited. It is partly due to limited studies in
this field. Up to now, understanding on child abuse on child's development has
been based on descriptive clinical studies and retrospective studies on adults with
history of child abuse. Therefore, there is a need to do this research on child abuse
in RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Aim
To describe mental disorder and proportion in children with history of abuse at
Pusat Krisis Terpadu ( One Stop Crisis Center) RSCM.
Method
This is a cross sectional study using consecutive sampling. Subject population is
185 children aged 6-18 years old who suffered from abuse at Pusat Krisis Terpadu
(One Stop Crisis Center) RSCM. Diagnosis of mental disorder is made using
MINI KIDS (Mini International Neuropsychiatry Interview) ICD-10. Demografi
data collected by interview and violence data collected by secondary data.
Result
Type of child abuse suffered were mainly sexual abuse (78.46%). Three most
common mental disorder suffered by the subject population were adjustment
disorder (41.84%), Post Trauma Stress Disorder (17.35%) and Severe Depression
(15.31%).
Conclusion
The study shows that 42.16% children with history of abuse suffered from mental
disorder. It is expected that further intervention to minimize or avoid mental
disorder in children should be set up, implemented and evaluated."
2012
T31432
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>