Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202029 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ananda Aikaal Aulia Putra
"Penelitian ini fokus pada potensi penggunaan limbah fly ash dan bottom ash (FABA) dari pembangkit listrik tenaga batubara di Indonesia. Meski FABA tidak dianggap sebagai limbah berbahaya, pemanfaatannya masih rendah. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi karakteristik fly ash serta meningkatkan pemanfaatannya dalam industri guna mengurangi dampak lingkungan dan kesehatan. Penelitian mencakup analisis komposisi kimia fly ash dari PLTU XYZ, eksperimen ekstraksi aluminium dengan berbagai metode, dan karakteristik aluminium hasil ekstraksi. Hasil awal penelitian menunjukkan bahwa partikel fly ash dengan ukuran 63 μm memiliki kandungan aluminium terbesar sebesar 20,10%. Proses awal sintering membentuk fasa seperti quartz, mullite, gypsum, dan goethite dengan hasil ekstraksi aluminium tertinggi pada 4M sebesar 14,40%. Proses sintering pada suhu 1150°C selama 180 menit mengubah fasa mullite menjadi gehlenite, sedangkan proses post-sinter menghasilkan fasa quartz, aluminium oxide, anhydrite, dan magnetite dengan hasil ekstraksi aluminium mencapai 88,15%. Kombinasi kedua proses tersebut meningkatkan ekstraksi hingga 89,56%. Dari hasil penelitian, terungkap bahwa fly ash dari PLTU XYZ mengandung mineral seperti quartz, mullite, dan calcite. Proses pelindian dengan H2SO4 (4M) menunjukkan ekstraksi aluminium yang optimal. Sintering juga berpotensi meningkatkan ekstraksi aluminium, terutama dalam mengubah fase mullite menjadi gehlenite dan plagioklas. Saran penelitian termasuk penggunaan peralatan canggih untuk pelindian yang merata serta penelitian lebih lanjut tentang interaksi kimia dalam ekstraksi aluminium.

This research focuses on the potential use of fly ash and bottom ash (FABA) waste from coal-fired power plants in Indonesia. Although FABA is not considered a hazardous waste, its utilization is still low. The objective of the study was to identify the characteristics of fly ash and improve its utilization in industry to reduce environmental and health impacts. The research includes analysis of the chemical composition of fly ash from PLTU XYZ, experiments on aluminum extraction by various methods, and characteristics of extracted aluminum. Preliminary results showed that fly ash particles with a size of 63 μm had the largest aluminum content of 20,10%. The initial sintering process forms phases such as quartz, mullite, gypsum, and goethite with the highest aluminum extraction yield at 4M of 14,40%. The sintering process at 1150°C for 180 minutes changed the mullite phase to gehlenite, while the post-sinter process produced quartz, aluminum oxide, anhydrite, and magnetite phases with an aluminum extraction yield of 88,15%. The combination of the two processes increased the extraction to 89,56%. The research revealed that fly ash from PLTU XYZ contains minerals such as quartz, mullite, and calcite. The leaching process with H2SO4 (4M) showed optimal aluminum extraction. Sintering also has the potential to improve aluminum extraction, especially in changing the mullite phase to gehlenite and plagioclase. Research suggestions include the use of advanced equipment for even leaching as well as further research on chemical interactions in aluminum extraction."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, David Fernando
"Penggunaan batubara sebagai bahan bakar utama di PLTU XYZ menghasilkan limbah berupa abu dasar (bottom ash). Dengan pertumbuhan konsumsi batubara yang signifikan, penanganan limbah ini menjadi krusial. Hingga saat ini pemanfaatan abu dasar di Indonesia masih sangat minim. Penelitian ini menjelaskan tentang peningkatan aluminium dari abu dasar dengan metode hidrometalurgi menggunakan pelindian asam sulfat (H2SO4) pada temperatur 90 oCdengan variasi konsentrasi 4, 6, dan 8 M, dan variasi waktu 2, 4, 6, dan 8 jam untuk mendapatkan kondisi paling efisien. Setelah dilakukan pelindian dilanjutkan ke proses karakterisasi ICP-OES, XRD, dan XRF. Dari karakterisasi didapatkan hasil ekstraksi Al terbesar yaitu 82,63% dan pada variabel konsentrasi 6 M dan waktu 8 jam.

The utilization of coal as the primary fuel in XYZ Power Plant generates waste in the form of bottom ash. With a significant growth in coal consumption, the management of this waste becomes crucial. The utilization of bottom ash in Indonesia remains minimal to date. This research elucidates the enhancement of aluminum extraction from bottom ash using hydrometallurgical methods involving sulfuric acid (H2SO4) leaching at a temperature of 90 °C. The study incorporates variations in acid concentration (4, 6, and 8 M) and leaching duration (2, 4, 6, and 8 hours) to attain optimal conditions. Subsequent to leaching, the material undergoes characterization through ICP-OES, XRD, and XRF analyses. The largest aluminum extraction percentage is achieved at 82,63%, under the conditions of concentration 6 M and duration 8 hours."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mekkadinah
"Pembangunan dan pertambahan penduduk di Indonesia yang meningkat mendorong peningkatan kebutuhan listrik, yang saat ini masih didominasi pasokan dari sumber PLTU batubara hingga lebih dari 50%. Pengoperasian PLTU batubara menghasilkan limbah fly ash dan bottom ash (FABA) dengan volume timbulan yang sangat besar, namun pengelolaan limbah FABA ini belum sesuai dengan prinsip tingkatan pengelolaan limbah industri yang mengutamakan daur ulang (recycle). Pemanfaatan sudah dilakukan oleh PLTU, namun hanya mampu mengolah 0,11%. Penelitian ini menganalisis kandungan radionuklida dan komposisi kimia limbah FABA melalui analisis komparatif deskriptif dan analisis cost effectiveness, untuk mendapatkan jenis pemanfaatan dan biaya pengelolaan yang efektif dan mampu meningkatkan pemanfaatan dengan menerapkan circular economy. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemanfaatan untuk aplikasi sederhana seperti paving block menjadi pilihan paling efektif, dengan biaya pengelolaan Rp295.488,00/ton limbah FABA. Kandungan radionuklida yang kecil dalam FABA, meyakinkan pemanfaatan aman untuk aplikasi konstruksi di masyarakat dengan melibatkan masyarakat, sehingga dapat mendorong pemanfaatan 3.240 ton limbah FABA pertahun yang dikelola oleh 1 kelompok usaha yang beranggotakan 6 orang sebagai penerapan circular economy, dan dapat membuka usaha baru juga peluang kerja bagi masyarakat sekitar PLTU batubara.

Population growth and increased development in Indonesia encourages increased demand of electricity, which is currently still dominated by supply from coal-fired power plants, reaching 50%. The operation of a coal-fired power plant produces fly ash and bottom ash (FABA) waste with a very large volume of generation, but the management of this FABA waste is not in accordance with the principles of industrial waste management that prioritizes recycling. PLTU has recycle the FABA waste, but it is only able to process 0.11%. This study analyses the radionuclide content and chemical composition of FABA waste through descriptive comparative analysis and cost-effectiveness analysis, to obtain the types of utilization and management costs that are effective and able to increase usage by implementing a circular economy. This research reflects the fact that utilization for simple applications such as paving blocks is an effective option, with a management cost of Rp295,488.00/tonne of FABA waste. The small radionuclide content in FABA ensures safe use for construction applications in the community by involving the community, so that it can encourage the use of 3.240 ton per year of FABA with a circular economy and can open new businesses as job opportunities for the community around coal fired power plant. "
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Uiniversitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akmal Fahriza
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efisiensi ekstraksi silika dari abu terbang (fly ash) PLTU menggunakan metode Sequential Acid-Alkaline Leaching (SAAL). Metode ini terdiri dari tiga tahapan utama: pelindian asam dengan HCl, pelindian basa dengan NaOH, dan presipitasi menggunakan H2SO4. Fly ash yang digunakan berasal dari limbah PLTU dengan kandungan silika yang tinggi. Fokus penelitian ini adalah pengaruh variasi konsentrasi NaOH dan H2SO4 terhadap recovery silika.
Pada tahap pertama, pelindian asam menggunakan HCl dilakukan untuk menghilangkan pengotor seperti Fe, Ca, dan Al. Residu yang diperoleh kemudian dilindi dengan NaOH pada konsentrasi yang bervariasi untuk mengekstraksi silika sebagai natrium silikat. Filtrat yang mengandung natrium silikat selanjutnya dipresipitasi menggunakan H2SO4 untuk menghasilkan endapan silika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi konsentrasi NaOH dan H2SO4 memberikan pengaruh signifikan terhadap efisiensi ekstraksi silika. Konsentrasi NaOH yang lebih tinggi meningkatkan jumlah silika yang terlarut dalam larutan natrium silikat, sementara konsentrasi H2SO4 yang optimal diperlukan untuk menghasilkan presipitasi silika yang maksimal. Dengan metode ini, silika dengan kemurnian tinggi dapat diekstraksi dari fly ash, menunjukkan potensi pemanfaatan fly ash sebagai sumber silika yang bernilai tinggi.

This study aims to evaluate the efficiency of silica extraction from coal fly ash using the Sequential Acid-Alkaline Leaching (SAAL) method. This method comprises three main stages: acid leaching with HCl, alkaline leaching with NaOH, and precipitation using H2SO4. The fly ash used in this study originates from a power plant waste with high silica content. The focus of this research is on the effect of varying concentrations of NaOH and H2SO4on silica recovery.
In the first stage, acid leaching with HCl is performed to remove impurities such as Fe, Ca, and Al. The resulting residue is then leached with NaOH at varying concentrations to extract silica as sodium silicate. The filtrate containing sodium silicate is subsequently precipitated using H2SO4 to produce silica precipitate. The results show that variations in NaOH and H2SO4 concentrations significantly affect the efficiency of silica extraction. Higher concentrations of NaOH increase the amount of silica dissolved in the sodium silicate solution, while an optimal concentration of H2SO4 is required to maximize silica precipitation. Using this method, high-purity silica can be extracted from fly ash, demonstrating the potential of fly ash as a valuable source of silica.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutomo Kusmarnadi B.
"Pada pembuatan komposit dengan matriks aluminium dan dengan abu terbang sebagai penguat digunakan metode stir casting. Pengunaan metode stir casting dilakukan untuk mengurangi terjadinya pembentukan kelompok pada penguat abu terbang. Selain itu, untuk meningkatkan kemampu basahan matriks dengan penguat digunakan penambahan magnesium sebagai agen pembasah. Pada penelitian magnesium menjadi variabel tetap dengan nilai volum fraksi sebesar 3% dan menggunakan abu terbang sebagai variabel pengubah dengan volum fraksi sebesar 2.5%, 4%, 6%, dan 8%. Kemudian dilakukan pengujian untuk mendapatkan data sifat mekanik akibat perubahan volum fraksi penguat. Pengujian mekanik yang dilakukan berupa pengujian tarik, pengujian kekerasan, pengujian densitas dan porositas. Selain itu, pengamatan struktur mikro, X-Ray Diffraction (XRD), dan Scanning Eletron Microscope (SEM) digunakan sebagai pendukung untuk mendapatkan data sifat mekanik yang terjadi pada komposit bermatriks aluminium.

In fabrication of aluminum matrix composite reinforced by fly-ash writer used stir casting method in order to reduce clustering effect of reinforce. Magnesium used in order to increase the wetability of aluminum matrix. As wetability increase, aluminum matrix can bind the reinforce more. Volume Fraction of magnesium used as fixed variable with value of volume fraction of 3% magnesium used. Fly-ash used as variables with variation of volume fraction 2.5%, 4%, 6%, and 8%. After fabrication made, composite is tested by mechanical testing to observe the mechanical properties of composite. The composite tested by using tensile testing and hardness test. Microstructure observation, X-Ray Diffraction (XRD), and Scanning Electron Microscope was used to support the mechanical properties that occured at aluminum composite."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rara Vasya Putri
"Pasca berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PP Nomor 22 Tahun 2021) sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), pengaturan terhadap pengelolaan limbah B3 dan non-B3 mengalami perubahan. Perubahan tersebut salah satunya berlaku terhadap limbah fly ash dan bottom ash (FABA) yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Limbah FABA tersebut yang semula berstatus sebagai limbah B3 berubah menjadi limbah non-B3. Perubahan tersebut diyakini karena ukuran konsentrasi zat pencemar di dalam limbah FABA masih berada di bawah ambang batas yang dipersyaratkan pada PP Nomor 22 Tahun 2021. Selain itu, perubahan status limbah FABA tersebut juga tak lepas dari adanya komparasi yang dilakukan terhadap negara-negara yang tidak mengkategorikan limbah FABA sebagai limbah B3. Akan tetapi, perubahan status limbah FABA tersebut juga perlu ditinjau dari sudut pandang lingkungan hidup sebab perubahan status tersebut berakibat pada perubahan pengaturan pengelolaannya, yang dalam hal ini meninggalkan beberapa catatan penting terkait dampak buruk yang dibawa oleh zat-zat pencemar yang dikandungnya, seperti logam berat. Kandungan logam berat yang berbahaya di dalam limbah FABA akan membawa pengaruh buruk bagi kesehatan dan lingkungan hidup jika tidak dikelola secara layak. Dengan menggunakan metode penelitian yang berjenis penelitian hukum doktrinal dan bersifat normatif, penelitian ini akan memberikan analisis tentang bagaimana perubahan pengaturan atas pengelolaan limbah FABA di Indonesia, akibat hukumnya, serta menawarkan sebuah solusi atas prospek pengembangan pengaturan pengelolaan limbah FABA di Indonesia dengan belajar dari pengaturan di Amerika Serikat dan Afrika Selatan.

After the enactment of Government Regulation Number 22 of 2021 on Implementation of Environmental Protection and Management (PP Number 22 of 2021) as the implementing regulation of Law Number 11 of 2020 on Job Creation (UU CK), regulations on hazardous waste and non-hazardous waste management experienced several changes. One of these changes applies to the management of fly ash and bottom ash (FABA) as a waste from coal combustion process in steam power plants. FABA, which originally had the status of hazardous waste, turned into non-hazardous waste. It is believed that this change is because the measure of the concentration of pollutant substances in FABA waste is still below the threshold required in PP Number 22 of 2021. In addition, the change in the status of FABA is also inseparable from the comparisons made to countries that do not categorize FABA as hazardous waste. However, the change in status of FABA also needs to be reviewed from an environmental perspective because the change in status results in a change in its management regulations, which leaves several important notes regarding the adverse effects brought by the pollutant substances it contains, such as heavy metals. The content of dangerous heavy metals in FABA waste will have a negative impact on health and the environment if it is not managed properly. By using research methods that are in the type of doctrinal legal research and normative in nature, this research will provide an analysis about the management regulation changes of FABA in Indonesia, its legal consequences, and offer a solution to the prospects for developing FABA waste management regulation in Indonesia by learning from the regulations in United States and South Africa."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aini Nadhokhotani Herpi
"Fosfat merupakan nutrien pembatas dalam peristiwa eutrofikasi sehingga dibutuhkan sebuah metode untuk menangani kandungan fosfat berlebih dalam sistem akuatik. Penelitian ini menyajikan optimasi penggunaan debu terbang sebagai adsorben. Debu terbang diberikan pra-perlakuan asam, disintesis dengan menggunakan metode hidrothermal untuk menghasilkan zeolit NaP1 kemudian dimodifikasi dengan menggunakan metode ion exchange menghasilkan zeolit LaP1. Pengaruh ketiga material hasil sintesis terhadap kapasitas adsorpsi diuji pada 5 parameter meliputi variasi konsentrasi adsorben, variasi pH, variasi waktu kontak, variasi konsentrasi fosfat dan variasi suhu. Isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich dievaluasi untuk mengetahui mekanisme adorpsi pada ketiga material. Zeolit LaP1 merupakan adsorben paling efektif untuk adsorpsi fosfat dengan kapasitas adsorpsi mencapai 46.582 mg g-1 pada jumlah adsorben 0.025 gram, pH 7 dan konsentrasi fosfat 10 mg L-1. Pola kinetika adsorpsi adsorben LaP1 mengikuti kinetika orde semu kedua, sementara pola adsorpsi mengikuti isoterm adsorpsi Langmuir. Kajian termodinamika adsorpsi menghasilkan nilai ΔG yang meningkat, sementara nilai ΔH dan ΔS berturut-turut sebesar 19.62 kJ mol-1 dan 98.33 J K-1 mol-1 menunjukkan bahwa adsorpsi fosfat bersifat spontan dan endotermik.

Phosphate is a limiting nutrient in the eutrophication process, so a method is needed to reduce phosphate excess in the aquatic system. This study presents an optimization of the use of fly ash as an adsorbent. Fly ash was treated by acid then synthesized using the hydrothermal method to produce NaP1 zeolite and then using the ion exchange method produce LaP1 zeolite. The effect of the three synthesized materials on the adsorption capacity was tested on 5 parameters including variations in the concentration of adsorbent, variations in pH, variations in contact time, variations in phosphate concentration, and variations in temperature. Langmuir and Freundlich adsorption isotherms were evaluated to determine the mechanism of adsorption in the three materials. Zeolite LaP1 is the most effective adsorbent for phosphate adsorption with an adsorption capacity of 46.582 mg g-1 at 0.025 gram of adsorbent, pH 7, and 10 mg L-1 concentration of phosphate. The adsorption kinetics of LaP1 followed the pseudo-second-order kinetics, while the adsorption pattern followed the Langmuir adsorption isotherm. Thermodynamic studies of adsorption resulted in an increased ΔG value, while the ΔH and ΔS values were 19.62 kJ mol-1 and 98.33 J K-1 mol-1, respectively, indicating that phosphate adsorption was spontaneous and endothermic.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erfira
"ABSTRAK
Pada sektor pertambangan, dihasilkan dua timbulan yang terdiri dari air asam tambang dan abu layang. Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis karakteristik koagulan hasil aktivasi dan pengaruh waktu pengendapan, pH dan dosis koagulan untuk menurunkan kekeruhan dan logam seng. Proses aktviasi koagulan dilakukan dengan kalsinasi abu layang pada suhu 550o C selama 3 jam kemudian dicampurkan dengan asam sulfat 2 M untuk selanjutnya dipanaskan dengan kondensor pada suhu 200o C selama 1 jam. Karakteristik koagulan diuji melalui tes XRD dan XRF sedangkan konsentrasi kekeruhan diukur menggunakan turbidimeter dan konsentrasi logam seng diukur menggunaakan uji AAS. Jar test dilakukan dilakukan dengan pengadukan 200 rpm selama 5 menit dan 45 rpm selama 10 menit. Dalam proses jar tes dilakuakan variasi waktu pengendapan pada menit ke 5, 15, 30 dan 45, pH pada pH 4,6, dan 8 dan dosis koagulan pada dosis 50 mg/L, 100 mg/L, 500 mg/L dan 1400 mg/L. Berdasarkan hasil aktivasi, didapatkan koagulan dalam bentuk lumpur padat dengan kandungan Fe sebesar 24,73% dan kandungan mineral procoqumbite yang mendominasi. Hasil dari jar test yang dilakukan memperlihatkan waktu pengendapan optimum berada pada 30 menit dengan pH optimum 8 dengan efisiensi penyisihan berturut-turut sebesar 99,5% pada dosis 100 mg/L dan sebesar 14% pada dosis 50 mg/L.

ABSTRACT
In the mining sector, there are two generation consists of acid mine drainage and fly ash. This purpose of this research is to study the characteristics of the coagulant produced from the fly ash activation process and analyze the optimum settling time, pH and coagulant dosages to reduce turbidity and zinc. Coagulant activation process is carried out through the process of calcination of fly ash at 550oC for 3 hours and then mixed with 2 M sulfuric acid which is then heated in condenser at 200oC for 1 hour. The characteristic of coagulant is tested through XRF and XRD after that Turbidity and zinc metal concentration is tested through turbidimeter and zinc metal concentration is tested through AAS test. Jar test is carried out by stirring at 200 rpm for 5 minutes and 45 rpm for 10 minutes. In the jar process variations of settling time were carried out at minutes 5, 15, 30 and 45, pH at pH 4.6, and 8 and the dose of coagulant at a dose of 50 mg / L, 100 mg / L, 500 mg / L, 1400 mg / L. Based on the activation process, coagulant was obtained in the form of solid mud with a Fe content of 24.73% and a dominant mineral content is procoqumbite. The results of the jar test showed that the optimum settling time og the coagulant is at 30 minutes with optimum pH at 8 with turbidity removal is 99.5% with dosage 100 mg/L dan zinc removal is 14% with dosage 50 mg/L."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinto Dwihartanto
"Komposit keramik berpori adalah suatu campuran dari dua atau lebih material yang dibuat agar terbentuk pori-pori yang cukup tinggi, dimana ditandai dengan tingginya nilai porositas. Salah satu bahan baku dalam pembuatan keramik berpori tersebut adalah alumina, namun porositas dari alumina memiliki nilai yang sangat rendah. Untuk itulah diperlukan bahan aditif yang berfungsi untuk meningkatkan karakterisasi dari porositas keramik tersebut. Bahan aditif yang digunakan untuk penelitian ini adalah abu terbang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi dari campuran antara alumina dan abu terbang terhadap susut bakar, porositas, kekerasan, konduktivitas elektrik dan luas permukaan spesifik. Penelitian yang dilakukan akan mengetahui pengaruh dari ukuran partikel D50 dari alumina, komposisi antara alumina dan abu terbang, dan termperatur sinter. Berdasarkan dari pengujian yang dilakukan bahwa dengan penambahan abu terbang dapat meningkatkan porositas menjadi 41,13% pada ukuran partikel D50 alumina 10, 85 μm, komposisi abu terbang 20% dan temperatur sinter 8000C. Untuk persentase susut bakar terendah adalah 3,92% pada ukuran partikel D50 alumina 10, 85 μm, komposisi abu terbang 0% dan temperatur sinter 8000C. Namun dengan adanya penambahan abu terbang, sifat kekerasan dari alumina akan berkurang dimana yang terendah adalah 109 HV pada pada ukuran partikel D50 alumina 10,85 μm, komposisi abu terbang 20% dan temperatur sinter 8000C. Untuk nilai konduktivitas elektrik yang tertinggi adalah 739 μS/cm pada ukuran partikel D50 alumina 0,619 μm, komposisi abu terbang 20% dan temperatur sinter 8000C. Sedangkan hasil pengukuran luas permukaan spesifik menunjukkan bahwa semakin besar ukuran partikel D50 alumina dan meningkatnya kompoisi abu terbang maka luas permukaan spesifik akan semakin besar. Namun, dengan semakin tinggi temperatur sinter maka nilai luas permukaan spesifik akan menurun

Porous ceramic composite is a mixture of two or more materials that are made in order to form quite high pores, which is characterized by high porosities. One of the raw material in the manufacture of porous ceramic is alumina, but the porosity of alumina has very low value. It needs additive that serves to improve the characteristics of the ceramic porosity. The additive used for this test is fly ash. The purposes of this research are to determine the characteristics of a mixture of alumina and fly ash on the shrinkage, porosity, hardness, electrical conductivity and specific surface area. Tests conducted will determine the effects of particle size D50 of alumina, compositions between alumina and fly ash, and sinter termperatures. Based on testing performed by addition of fly ash, the porosity will be increase to 41.13% at particle size D50 alumina 10, 85 μm, 20% fly ash composition and sinter temperatur of 8000C. Lowest shrinkage percentage is 3.92% at particle size D50 alumina 10, 85 μm, 0% fly ash composition and sinter temperatur 8000C. But with the addition of fly ash, hardness properties of alumina will be reduced, where the lowest was 109 HV on the D50 particle size of 10.85 μm alumina, 20% fly ash composition and sinter temperatur 8000C. The highest electrical conductivity is 739 μS / cm at a particle size of 0.619 μm D50 alumina, 20% fly ash composition, and sinter temperatur 8000C. While the specific surface area measurement shows that larger particle size D50 alumina composition and increasing of fly ash composition will cause increasing of the specific surface area. But, the higher sinter temperatur will makes decreasing of the specific surface area.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Saputro
"Dengan semakin meningkatnya pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara di Indonesia, maka akan menghasilkan peningkatan produksi limbah abu terbang. Dengan menurunnya penyerapan abu terbang ke pemanfaat mengakibatkan meningkatnya biaya pengelolaan abu terbang. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki bisnis proses pengelolaan abu terbang dengan pendekatan rekayasa ulang bisnis proses agar mendapatkan hasil yang signifikan. Aspek perbaikan pada bisnis proses yang baru meliputi teknis, peraturan dan finansial. Dengan bisnis proses yang baru ini, abu terbang dikendalikan kualitasnya untuk memenuhi persyaratan pemanfaat, meminimalisir potensi pencemaran dan rata-rata untuk biaya pengelolaan abu terbang mengalami penurunan dari Rp 238.214,-/ton menjadi Rp. 70.869,-/ton dan apabila produk paving blok tersebut laku dipasaran dengan harga 50% dibawah harga pasar maka akan mendatangkan benefit untuk perusahaan untuk pengelolaan abu terbang sekitar Rp 272.131,-/ton. Abu terbang bukan lagi menjadi limbah namun bisa mendatangkan benefit bagi perusahaan yang mendukung keberlanjutan bisnis Pembangkitan.

The increasing development of coal fired power plants in Indonesia, it will be increased production of fly ash. With the decrease in the absorption of fly ash to the beneficiaries, the cost of managing fly ash increases. This study aims to improve the business process of fly ash management by business process re-engineering in order to obtain significant results. Aspects of improvement in the new business process include technical, regulatory and financial. With this new process business, fly ash is controlled by quality to meet user requirements, minimizing potential pollution and the average cost of managing fly ash has decreased from IDR 238,214/ton to IDR 70,869/ton and if the paving block product is sold at the market at a price of 50% below the market price, it will bring benefits to the company for the management of fly ash around IDR 272,131/ton. Fly ash is no longer a waste but it can bring benefits to companies that support the power generation business sustainability."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>