Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130810 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safina Aulia Sulistianingtyas
"Adanya dua kewajiban pembayaran pajak dan zakat menimbulkan isu ketidakadilan bagi masyarakat muslim, khususnya di Indonesia. Namun, hal tersebut dinilai kurang tepat karena di Indonesia pembayaran zakat masih bersifat sukarela dan belum ada mandatory dari negara, walaupun terdapat BAZNAS sebagai salah satu badan pengelola zakat resmi yang dibentuk oleh pemerintah. Meskipun begitu, seiring berjalannya waktu, kebijakan existing, yaitu zakat sebagai tax deduction masih kurang dapat dirasakan manfaatnya. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis prospek alternatif kebijakan Pajak Penghasilan atas Zakat Profesi dalam perspektif tax relief bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan mengadopsi paradigma post-positivisme dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alternatif kebijakan zakat sebagai tax credit yang telah diusulkan sejak lama oleh berbagai pihak ini diyakini dapat memberikan dampak yang lebih signifikan dalam mengurangi beban masyarakat, khususnya dalam menjalankan kedua kewajibannya, yaitu pajak dan zakat. Dengan begitu, alternatif kebijakan zakat sebagai tax credit diyakini memiliki potensi untuk meningkatkan kepatuhan muzakki atau Wajib Zakat maupun Wajib Pajak, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan zakat dan pajak di Indonesia. Namun, ada hal-hal yang perlu dipersiapkan kedepannya dalam mendukung dan menunjang keberlangsungan penerapan alternatif kebijakan zakat sebagai tax credit. Hal-hal tersebut disebut sebagai prakondisi-prakondisi yang harus diperbaiki dan dipenuhi agar penerapan alternatif kebijakan zakat sebagai tax credit ini dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yaitu dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan Wajib zakat secara maksimal.

The existence of two obligations to pay taxes and zakat raises issues of injustice for Muslim communities, especially in Indonesia. However, this is considered inappropriate because in Indonesia zakat payments are still voluntary and there is no mandate from the state, even though there is BAZNAS as one of the official zakat management institutions established by the government. However, as time goes by, the benefits of the existing policy, namely zakat as a tax deduction, are still lacking. Therefore, the aim of this research is to analyze the prospects for alternative Income Tax on Income Zakat policy from the perspective of tax relief for Individual Taxpayers. This research uses a qualitative approach and adopts a post-positivism paradigm with data collection techniques from literature studies and field studies through in depth interviews. The research results show that the alternative policy of zakat as a tax credit, which has been proposed for a long time by various parties, is believed to be able to have a more significant impact in reducing the burden on society, especially in carrying out its two obligations, namely taxes and zakat. In this way, the alternative policy of zakat as a tax credit is believed to have the potential to increase compliance with muzakki or Zakatpayers and Taxpayers, which in the end can increase zakat and tax revenues in Indonesia. However, there are things that need to be prepared in the future to support the implementation of alternative zakat policies as tax credits. These things are referred to as preconditions that must be corrected and fulfilled so that the implementation of the alternative zakat as a tax credit policy can run effectively and efficiently in achieving the goal of maximally increasing taxpayers and zakatpayers compliance."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rafiansyah
"Guna mengikis permasalahan kemiskinan di Indonesia, pemerintah berupaya untuk mengintegrasikan zakat dan perpajakan sebagai dua sumber penerimaan. Tujuan penelitian ini ingin mengetahui seberapa besar preferensi Wajib Pajak Orang Pribadi atas penerapan zakat sebagai unsur pengurang pajak dalam sistem Pajak Penghasilan. Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan pengumpulan data secara mix method yang menghasilkan 106 responden yang didapatkan melalui convenience sampling dan 5 narasumber wawancara mendalam. Adapun lokus dari penelitian adalah DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyetujui (~60%) atas penerapan zakat sebagai tax relief, dimana dimensi kepuasan atas pelayanan Lembaga zakat memberikan pengaruh positif yang signifikan sedangkan dimensi motivasi menunjukkan hasil sebaliknya. Meskipun tinggi, realisasi dari penggunaan zakat sebagai tax relief masih terbilang kecil disebabkan beberapa hal, seperti risiko pemeriksaan atas status Lebih Bayar, pengurangan pajak yang dirasa kurang memuaskan, serta pemahaman agama yang berkembang di masyarakat terhadap zakat dan pajak. Upaya perbaikan perlu dilakukan secara bersama, khususnya institusi perpajakan dan zakat sebagai ujung tombak atas pengelolaan dua dana tersebut.

In order to eradicate the problem of poverty in Indonesia, the government seeks to integrate zakat and taxation as two sources of revenue. The purpose of this research is to find out how big the preferences of individual taxpayers regarding the application of zakat as a tax deduction element in the income tax system. The researcher used a quantitative approach with mixed method data collection which resulted in 106 respondents who were obtained through convenience sampling and 5 in-depth interviews with informants. The site of this research is DKI Jakarta as the capital city of Indonesia, which is predominantly Muslim. The results of this study indicate that the majority of respondents agree (~ 60%) on the application of zakat as a tax relief, where the dimensions of satisfaction with the services of zakat institutions have a significant positive effect while the dimensions of motivation show the opposite result. Meanwhile, the realization of the use of zakat as a tax relief is still relatively small due to several things, such as the risk of due diligence by tax office to overpayment status, tax deductions that are considered unsatisfactory, and religious understanding in society towards zakat and taxes. Improvement efforts need to be carried out together, especially taxation and zakat institutions as the spearheads of the management of the two funds."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shifa Taranandita
"Dari berbagai sisi, kaum perempuan dan kelompok rentan di Indonesia masih sering mendapat perlakuan yang tidak adil karena kedudukannya, termasuk dalam hal perlakuan dalam kebijakan pajak penghasilan orang pribadi. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perspektif gender dalam kebijakan tax reliefs pada pajak penghasilan orang pribadi yang pada dasarnya dirancang agar kebutuhan dasar wajib pajak telah terpenuhi sebelum membayar pajak dan untuk menggambarkan ability to pay wajib pajak. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis perbandingan konten kebijakan tax reliefs PPh OP di negara Singapura, Malaysia, dan Thailand. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kebijakan PTKP yang saat ini berlaku di Indonesia masih berupa general deduction dengan alasan kesederhanaan dan tidak responsif terhadap kondisi kesenjangan gender. Sementara itu, Singapura, Malaysia, dan Thailand, telah menerapkan kebijakan PTKP dengan tidak hanya melihat dari sisi penghasilan, tetapi juga kondisi sebenarnya dari wajib pajak, seperti kaum disabilitas, ibu melahirkan dan menyusui, dan kelompok lansia. Guna mendorong terwujudnya keadilan gender, pemerintah perlu memberikan ruang dan fleksibilitas dalam perencanaan kebijakan pajak yang mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan dari perempuan dan kaum rentan. Selain itu, diperlukan juga penyesuaian terhadap isi kebijakan yang saat ini berlaku dengan mengubah ketentuan yang cenderung hanya memberatkan satu pihak, yaitu perempuan, mengingat perempuan merupakan pihak yang setara dan memiliki kontribusi yang berharga, bukan hanya sebagai kelompok yang rentan dan tidak mampu mendorong perubahan.

From various sides, women and vulnerable groups in Indonesia still often receive unfair treatment because of their position, including in terms of treatment in personal income tax policy. Therefore, the purpose of this study is to find out how the gender perspective in the tax reliefs policy on personal income tax is basically designed so that the basic needs of taxpayers have been met before paying taxes and to illustrate the ability to pay taxpayers. In addition, this research also analyzes the comparison of the content of the tax reliefs policy on personal income tax in Singapore, Malaysia, and Thailand. Through a qualitative approach, this research was conducted with literature study data collection techniques and field studies through in-depth interviews. Based on the results of the research, it is known that the PTKP (personal exemption) policy which currently applicable in Indonesia is still in the form of a general deduction for reasons of simplicity and is not responsive to the conditions of the gender gap. To date, Singapore, Malaysia, and Thailand, have implemented PTKP policies by not only looking at the income side, but also the actual conditions of taxpayers, such as people with disabilities, birth and nursing mothers, and the elderly. To encourage the realization of gender-neutral policy, the government needs to provide space and flexibility in tax policy planning that considers the conditions and needs of women and vulnerable people. In addition, it is also necessary to adjust the content of the current policy by changing provisions that tend to only burden one party, namely women, considering that women are equal parties and have valuable contributions, not just as a group that is vulnerable and unable to drive change."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Ayu Lestari
"ABSTRAK
Penerimaan pajak tidak pernah mencapai target sejak sepuluh tahun terakhir ini. Padahal, pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam keuangan negara Indonesia. Berbicara masalah penerimaan pajak, pihak utama yang sangat berperan adalah Wajib Pajak, apakah ia mau membayar pajaknya atau tidak. Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kemauan seseorang untuk membayar pajak adalah kebijakan pajak yang dibuat oleh pemerintah. Kebijakan pajak atas zakat di Indonesia adalah sebagai pengurang penghasilan neto dalam penghitungan pajak penghasilan orang pribadi maupun badan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan kebijakan pajak penghasilan orang pribadi atas zakat dengan moral & rules sentiment. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mix method, yakni melalui survei dengan menyebarkan kuesioner, studi kepustakaan, dan melalui wawancara mendalam. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 100 sampel dengan menggunakan teknik penarikan sampel non-probabilita accidental. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan kebijakan pajak penghasilan orang pribadi atas zakat dengan moral & rules sentiment di DKI Jakarta adalah tidak signifikan, sangat lemah, namun termasuk hubungan yang searah atau positif. Dari hasil penelitian didapati bahwa salah satu penyebab rendahnya pengetahuan Wajib Pajak tentang kebijakan perpajakan atas zakat adalah kurangnya edukasi terkait dengan kebijakan tersebut.

ABSTRACT
Tax revenues have never reached the target for the past ten years. In fact, taxes have a very important role in Indonesias state finances. Talking about the problem of tax revenue, the main party that plays a role is the Taxpayer, whether he wants to pay the tax or not. One external factor that can affect a persons willingness to pay taxes is a tax policy made by the government. The tax policy on zakat in Indonesia is a deduction from net income in the calculation of income tax for individuals and company. The purpose of this study to analyze the relation between knowledge of personal income tax policy on zakat with moral & rules sentiment. The approach used in this study is a quantitative approach. The technique of data collection is done by the mix method, which is through surveys by distributing questionnaires, literature studies, and through in-depth interviews. The number of samples used was 100 samples sing a non-probability sampling technique accidental. The results of this study indicate that the knowledge of personal income tax policy on zakat with moral & rules sentiment in DKI Jakarta is not significant, very weak, but includes a direct or positive relation. From the results of the study it was found that one of the causes of the low knowledge of taxpayers regarding taxation policies on zakat is the lack of education related to the policy."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Ramadhon
"Terjadinya dualisme peraturan antara Pemerintah Daerah Provinsi Aceh dengan Pemerintah Pusat ada pada aturan perlakuan zakat di dalam pajak penghasilan. Muncul beberapa pandangan dari wajib pajak terkait terjadinya dualisme peraturan ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi wajib pajak orang pribadi di Provinsi Aceh terkait perlakuan zakat sebagai kredit pajak penghasilan berdasarkan peraturan daerah dan untuk menganalisis alasan belum diterapkannya perlakuan zakat sebagai kredit pajak penghasilan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan persepsi wajib pajak orang pribadi di Provinsi Aceh belum setuju apabila aturan zakat sebagai kredit pajak penghasilan diterapkan.

The dualism regulation between the Provincial Government of Aceh and the Central Government is on the rules of zakat treatment in income tax. There are some views of the taxpayer regarding these dualism. This study aims to analyze the perception of individual taxpayers in the Province of Aceh related to the zakat treatment as income tax credit based on local regulations and to analyze the reasons for not applying zakat treatment as income tax credit. This research uses descriptive quantitative method with data collection through questionnaire and in-depth interview. The result of this research is that based on perception of individual taxpayer in Aceh Province is not yet agree if zakat treatment as income tax credit applied.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Elvia Gemma Widyadari
"Pemerintah dalam upaya meningkatkan investasi mengeluarkan kebijakan pengecualian pajak penghasilan atas dividen yang diterima wajib pajak dalam negeri dengan mengubah ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU Nomor 36 Tahun 2008. Atas perubahan tersebut, dividen yang diterima wajib pajak dapat dikecualikan dari pajak sepanjang diinvestasikan kembali ke Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Kebijakan pengecualian pajak dividen mengubah sistem pemajakan dividen Indonesia dari classical system menjadi dividend exemption system. Dividend exemption system dikatakan dapat meningkatkan netralitas, kesederhanaan dan efisiensi pajak dalam penerapannya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pengecualian pajak dividen ditinjau dari asas perpajakan yang baik (netralitas, kesederhanaan dan efisiensi). Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan paradigma post-positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pengecualian pajak dividen yang diterima wajib pajak orang pribadi telah memenuhi asas netralitas dan efisiensi (biaya kepatuhan), tetapi belum memenuhi asas kesederhanaan. Kebijakan telah memenuhi asas netralitas karena keputusan investasi wajib pajak lebih berdasarkan pertimbangan ekonomi ketimbang pertimbangan pajak. Asas efisiensi (biaya kepatuhan) dapat dipenuhi karena biaya yang dikeluarkan untuk kewajiban perpajakan tidak signifikan dan sepadan dengan manfaat yang didapat. Sedangkan tidak terpenuhinya asas kesederhanaan dikarenakan masih terdapat kesalahpahaman atas persyaratan pelaporan hasil investasi, serta masih rumitnya prosedur pelaksanaan pelaporan hasil investasi. Maka dari itu terdapat rekomendasi untuk meningkatkan sosialisasi di platform media sosial serta bekerja sama dengan manajer investasi, mempertimbangkan prosedur pelaporan investasi hanya pada instrumen SPT Tahunan dan mengeluarkan ketentuan tambahan untuk menunjang pelaksanaan kebijakan

In an effort to increase investment, the government issued an income tax exemption policy on dividends received by domestic taxpayers by amending the provisions of Article 4 paragraph (3) letter f of Law Number 36 of 2008. For these changes, dividends received by taxpayers can be exempt from tax as long as they are reinvested to Indonesia within a certain period of time. The tax dividend policy changed Indonesia's dividend taxation system from a classical system to a dividend exemption system. The dividend exemption system is said to increase neutrality, simplicity and tax efficiency in its application. Therefore, this study aims to analyze dividend tax exemption policies in terms of good tax principles (neutrality, simplicity and efficiency). The research was conducted using a quantitative approach with a post-positivist paradigm and qualitative data collection techniques. The results of the study show that the dividend tax exemption policy received by individual taxpayers has met the principles of neutrality and efficiency (compliance costs), but has not fulfilled the principle of simplicity. The policy meets the neutrality principle because the taxpayer's investment decision is based more on economic considerations than tax considerations. The principle of efficiency (compliance costs) can be met because the costs incurred for tax obligations are insignificant and commensurate with the benefits obtained. While the principle of simplicity is not fulfilled because there are still misunderstandings regarding the requirements for reporting investment results, as well as the complexity of the procedures for implementing investment return reporting. Therefore there are recommendations to increase outreach on social media platforms and work closely with investment managers, considering investment reporting procedures only on the Annual SPT instrument and issuing additional provisions to support policy implementation."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminatun Djuhriah
"Profesi Dokter selain bekerja di Rumah Sakit/Klinik, dokter juga dapat membuka praktik mandiri. Untuk menghitung penghasilan netonya, dokter dapat menggunakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah dengan kebijakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Profesi Dokter yang sudah tidak asing dikenal oleh masyarakat sebagai pekerja yang mayoritas waktunya diberikan untuk pasien membuat para pekerja profesi dokter kurang memiliki waktu untuk mencatat penghasilan dan menghitung pajaknya. Sehingga banyak para dokter yang menyampaikan aspirasinya kepada BKF maupun DJP menginginkan pengenaan PPh Final.. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi prospek skema penerapan PPh Final bagi tenaga ahli profesi dokter untuk dijadikan rekomendasi kebijakan prospektif atas PPh Final bagi tenaga ahli profesi dokter ditinjau dari asas Ease of Administration. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif serta mengadopsi paradigma post-positivisme dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alternatif skema PPh Final bagi Profesi Dokter yang melakukan praktik mandiri memenuhi asas Ease of Administration. Namun, meskipun alternatif skema PPh Final telah memenuhi asas Ease of Administration, skema tersebut bukan menjadi solusi dari permasalahan-permasalahan profesi dokter. Terdapat beberapa alasan skema PPh Final tidak dapat menjadi alternatif dalam penelitian ini, salah satunya yaitu akan terjadi kemunduran hukum pajak dan mencederai asas keadilan yang dalam kebijakan NPPN sudah diakomodir oleh pemerintah.

Doctor's profession apart from working in a hospital/clinic, doctors can also open independent practices. To calculate their net income, doctors can use the facilities provided by the government with the Net Income Calculation Norms (NPPN) policy. The medical profession, which is already familiar to the public as a worker whose majority of its time is devoted to patients, makes medical profession workers less time to record their income and calculate their taxes. So that many doctors who convey their aspirations to the BKF and DJP want it to be final. Therefore, the purpose of this study is to explore the prospects for the implementation of the Final Income Tax scheme for medical professional experts to be used as a prospective policy recommendation on Final Income Tax for medical professional experts in terms of the Ease of Administration principle. This study uses a qualitative approach and adopts a post-positivism paradigm with data collection techniques from literature studies and field studies through in-depth interviews. The results of the study show that the alternatif to the final income tax scheme for medical professionals who practice independently fulfills the principle of ease of administration. However, although the alternatif to the Final Income Tax scheme has fulfilled the Ease of Administration principle, this scheme is not a solution to the problems of the medical profession. There are several reasons why the Final Income Tax scheme cannot be an alternative in this study, one of which is that there will be a setback in tax law and will violate the principle of justice, which in the NPPN policy has been accommodated by the government."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Petrus Setuso
"Ketentuan baru dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 menyebutkan adanya perhitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dalam Pasal 25 ayat (7) yang perhitungannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan, terakhir dengan Nomor 8/KMK/03./2002 tanggal 8 Maret 2002 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 171/PJ/2002 tanggal 28 Maret 2002. Dalam ketentuan terakhir tersebut diatur mengenai klasifikasi yang tergolong Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, tarif pajak yang berlaku, perlakuan atas pembayaran PPh Pasal 25, perlakuan kompensasi kerugian dan tindakan pengawasannya.
Tesis ini disusun berdasarkan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Penelitian dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kelapa Gading. Pengumpulan data untuk keperluan analisis diperoleh melalui penelitian dokumen meliputi studi kepustakaan dan penelitian lapangan yang meliputi wawancara dengan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yaitu Kepala Seksi PPh Orang Pribadi KPP Jakarta Kelapa Gading, Kepala Seksi PPh Orang Pribadi I Direktorat Pajak Penghasilan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak serta kuisioner bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Kerangka teori yang digunakan adalah azas-azas dalam pemungutan pajak, prinsip keadilan horizontal dan vertikal dalam perpajakan dan global taxation. Dari penelitian ini diperoleh data yaitu terdapat kendala dalam menetapkan klasifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang masih rendah, kontribusi penerimaannya yang masih rendah, tindakan pengawasan yang masih menghadapi kendala karena kurangnya koordinasi, dan bagi Wajib Pajak ketentuan ini tidak mencerminkan keadilan karena adanya pengecualian jenis usaha, besarnya tarif, perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 sebagai pelunasan.
Analisis terhadap data-data tersebut di atas menghasilkan kesimpulan bahwa ada ketidakadilan horizontal maupun vertikal dalam ketentuan mengenai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Pembedaan jenis usaha dalam klasif kasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tidak sesuai dengan azas globality. Pengenaan tarif sebesar 2 % dan peredaran bruto sebagai dasar pengenaan pajak tidak sesuai dengan prinsip progression dan net income. Perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 sebagai pelunasan tidak sesuai dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 25 UU Pajak Penghasilan yaitu sebagai angsuran pajak. Untuk itu, diharapkan agar ketentuan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dapat ditinjau kembali. Klasifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu hendaknya tidak membedakan suatu jenis usaha tertentu, perlakuan PPh Pasal 25 ayat (7) sebagai pelunasan hendaknya ditiadakan. Perlu diterbitkan aturan pelaksanaan yang lebih jelas dan tugas berkaitan dengan definisi "Penghasilan Lain" dalam pasal perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 dan prosedur dalam tindakan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak.

One of the new provisions in The Law Number 7 of 1983 concerning Income Tax, as been amended finally to Law Number 17 of 2000 namely concerning calculation of tax installment for any Particular Individual Entrepreneur in Article 25 paragraph (7) whose calculations is further regulated through The Decree of The Minister of Finance, finally into Number: 8/KMK/03. /2002 dated March 8, 2002 in conjunction with The Decree of Director General of Tax number: 171/PJ/2002 dated March 28. 2002. In such final provision, it is regulated on classification of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer, the prevailing tax tariff, application on payment of income tax Article 25, loss compensation application and its control action.
This thesis is drawn up pursuant to research by using policy research with analyzes descriptive method. The Research was made at Kelapa Gading Jakarta Tax Service Office. Data collection for the purpose of analyzes was obtained through document evaluation comprising bibliography study and site research that shall cover interview with officials in vicinity of Directorate General of Tax and questioner distributed to Particular Individual Entrepreneur Taxpayer.
Theoretical reference applied is the principles in tax collection, horizontal and vertical justice principle within general taxation and global taxation. In this research, data obtained comprises hindrance in stipulating classification of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer, compliance rate of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer which is still low, control action still face hindrances due to poor coordination, and for Taxpayer, this provision does not reflects justice aspects due to exception of business type, rate, application of Article 25 Income Tax payment as the settlement.
Analyzes against such aforementioned data has resulted in conclusion that there is vertical and horizontal injustice in provision concerning Particular Individual Entrepreneur Taxpayer. Unequal treatment of business type of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer Classifications is not in accordance with global principles, rate of 2% and gross circulation as the base of tax impose is not in accordance with the principle of unequal treatment for the unequal and net income. Payment treatment of Tax Income Article 25 as the settlement is not conforming to basic principles set forth in Article 25 Law of Income Tax namely as the tax installment. Therefore it is advisable that provision on Tax Income Article 25 for Particular Individual Entrepreneur Taxpayer is to be re-evaluated. Classifications of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer shall not treat unequally on the particular type of business, application of Income Tax Article 25 paragraph (7) as the settlement shall be revoked, more transparent and confirmed implemental regulation is to be applied concerning other income definition in treatment of Article 25 Income Tax payment and procedure in controlling the compliance aspect of Tax Payer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervin Tryaztama Fahlevie
"Skripsi ini menganalisis alternatif kebijakan pajak penghasilan yang paling tepat untuk diterapkan atas penghasilan transaksi mata uang kripto khususnya bitcoin. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif untuk menganalisis faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam desain kebijakan pajak penghasilan atas mata uang kripto khususnya bitcoin dan alternatif kebijakan pajak penghasilan atas transaksi mata uang kripto di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam desain kebijakan pajak penghasilan atas transaksi mata uang kripto khususnya bitcoin terdiri atas faktor-faktor adopsi mata uang kripto dan faktor- faktor desain kebijakan pajak. Faktor-faktor adopsi mata uang kripto terdiri atas faktor technical, economy, social, dan personal. Faktor-faktor desain kebijakan pajak terdiri atas faktor pendapatan, biaya perpajakan, keadilan, dan administratif. Menganalisis kelebihan dan kekurangan alternatif kebijakan pajak penghasilan atas transaksi mata uang kripto di Indonesia yaitu pengenaan pajak penghasilan final dan pajak penghasilan normal atau tidak final. Dalam desain kebijakan pajak penghasilan atas transaksi mata uang kripto di Indonesia harus mementingkan kesejahteraan dan peningkatan kehidupan sosial masyakat Indonesia serta harus mengembangkan industri mata uang kripto di Indonesia.

This thesis analyzes the most appropriate alternative income tax policies to apply to cryptocurrency transaction earnings, especially bitcoin. The approach used in this study is qualitative to analyze the factors considered in the design of income tax policy on cryptocurrencies, especially bitcoin and alternative income tax policy on cryptocurrency transactions in Indonesia. The results of this study show that the factors considered in the design of income tax policy on cryptocurrency transactions especially bitcoin consist of factors of adoption of cryptocurrencies and design factors of tax policy. Cryptocurrency adoption factors consist of technical, economic, social, and personal factors. Tax policy design factors consist of income, taxation costs, fairness, and administrative factors. Analyzing the advantages and disadvantages of alternative income tax policies on cryptocurrency transactions in Indonesia, namely the imposition of final income tax and normal or non-final income tax. In the design of income tax policy on cryptocurrency transactions in Indonesia should attach importance to the welfare and improvement of social life of the Indonesian people and should develop the cryptocurrency industry in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renita Ayu Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan perhitungan PPh secara proporsional bagi suami isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah serta menganalisis faktor penghambat dalam pengimplementasiannya.  Kondisi saat ini, masih banyak WP dengan status Memilih Terpisah yang belum menjalankan perhitungan dan pelaporan PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penelitian ini dilakukan metode post-positifisme dan dengan studi pustaka dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan pertama, belum terpenuhinya indikator implementasi dengan kriteria evaluasi kebijakan William N. Dunn terkait efektivitas, efisiensi, perataan, kecukupan, responsivitas dan ketepatan pada kebijakan PPh atas penghasilan OP bagi suami isteri yang menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah. Hal ini dikarenakan masih terdapat gap antara teori terkait perhitungan PPh dengan kebijakan perhitungan PPh secara proporsional untuk WP suami isteri yang memiliki NPWP terpisah. Kebijakan tersebut justru membuat WP harus mengeluarkan biaya tambahan karena terdapat potensi kurang bayar pada perhitungan PPh secara proporsional. Selain itu kebijakan tersebut juga memberatkan WP untuk melakukan perhitungan PPh kembali secara proporsional meskipun setiap bulannya pemberi kerja sudah melakukan pemotongan PPh 21. Kedua, faktor penghambat yang dihadapi oleh WP dan fiskus dalam implementasi ketentuan perhitungan PPh secara proporsional untuk WP suami isteri yang menjalankan kewajiban perpajakan sendiri-sendiri yaitu terbatasnya pengetahuan WP terkait kebijakan perhitungan PPh secara proporsional, keraguan untuk mengajukan penghapusan karena adanya konsekwensi penelitian, dan adanya tambahan biaya kepatuhan untuk menjalankan ketentuan tersebut. Sementara itu, faktor penghambat dari sisi fiskus yaitu keterbatasan sistem IT untuk mengawasi dan mengintegrasikan data suami isteri, jumlah SDM yang tidak sebanding dengan jumlah WP serta penyelarasan ketentuan di setiap KPP.

This research aims to evaluate income tax calculation policy regarding maried filing separately and to analyze the obstacles in its implementation. At the present time, there are still many maried filing separately taxpayers that have not conduct their tax payment and submission based on the prevailing regulations. This research is post-positivisme method and conducted through literature review and in-depth interview. The results show that first, the indicator of implementation with evaluation criteria by William Dunn related to Effectiveness, Efficiency, Adequacy, Equity, Responsiveness, Appropriateness on tax income policy on married filing separately have not been found due to the gap between proportional tax calculation on married filing separatlely. This policy tends to cause the taxpayers to spend additional costs due to potential underpayment on the proportional income tax calculation. Furthermore, this policy will cause the taxpayers to recalculate their income tax proportionally even though their monthly income tax article 21 have been withheld by their employers. Secondly, the obstacles faced by taxpayer and tax official in the implementation of proportional income tax calculation on married filing separately are insufficient knowlegde of the taxpayers, the uncertain feeling of submitting cancellation due to the fear of being observed, and additional compliance cost to comply with the regulation. Meanwhile, the challenges found in tax official's side are the limit of IT System to control and integrate data regarding married taxpayers, insufficient number of tax personnels compared to the number of taxpayers and the harmonization of many regulations in every small tax office."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T55390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>