Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83495 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riko Apriadi
"Studi meneliti dampak sengketa WTO terhadap arus dagang Indonesia dalam kerangka prinsip Most-Favoured Nation, dengan menganalisis seluruh sengketa WTO Indonesia sejak tahun 1996 hingga 2020, serta membandingkan arus dagang Indonesia dengan anggota WTO lainnya. Pendekatan fixed-effects digunakan untuk memperhitungkan pengaruh variabel yang berpotensi mendorong hubungan dagang dalam setiap sengketa. Temuan menunjukkan bahwa Indonesia mendapatkan lebih banyak keuntungan sebagai penggugat dibanding anggota WTO lainnya. Selain itu, hanya ditemukan sedikit bukti bahwa kekuatan pasar memengaruhi impor pasca-sengketa. Selanjutnya, tidak dapat dikonfirmasi bahwa negara demokratis cenderung menghindari penyelesaian diskriminatif. Hasil empiris kami robust melalui hasil bootstrap yang menunjukkan bahwa koefisiennya konsisten dan signifikan.

Analysing all of Indonesia's WTO disputes from 1996 to 2020 and comparing Indonesia's trade flows with other WTO members, this study examines the impacts of WTO disputes on Indonesia's trade flows within the MFN principle framework. FE is utilised to account for the potential influence of unobserved features in each dispute. Our findings indicate that Indonesia gains more compared to other WTO members. Furthermore, we find only limited evidence that market power influences post-disputed imports and cannot confirm that democratic countries tend to avoid discriminatory settlements. Demonstrated by the bootstrap, our outcomes are robust, the coefficients remain consistent and significant."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanty Roma Andilolo
"Tesis ini membahas peran Dispute Settlement Body (DSB) WTO dalam menyelesaikan sengketa dagang di bidang pertanian khususnya sengketa dagang yang terjadi antara AS-Jepang. Liberalisasi perdagangan dalam era globalisasi merupakan satu hal yang tidak bisa dihindari. Tingginya tingkat ketergantungan ekonomi antar negara akan mendorong negara-negara di dunia untuk bekerja sama dan meningkatkan perdagangan secara global.
Karena itu, dalam konteks perdagangan intemasional, hambatan yang diberlakukan oleh satu negara akan menghambat proses liberalisasi perdagangan tersebut. Untuk mencapai liberalisasi perdagangan global tersebut, negara-negara di dunia terus melakukan pembaharuan terhadap sistem perdagangan global tersebut.
Pada tahun 1994, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) resmi digantikan oleh World Trade Organization (WTO). Hasil perjanjian Uruguay Round selama 8 tahun dari 1986-1994 tersebut merupakan awal dari era bare dalam konteks perdagangan dunia. Di samping terbentuknya institusi WTO, Uruguay Round juga telah berhasil membangun sistem dan mekanisme yang lebih komprehensif. Item-item perdagangan yang muncul pada era sekarang diadopsi dalam WTO.
Di samping itu, hal yang sangat penting adalah terbentuknya Dispute Settlement Body (DSB) WTO, badan yang diberi kewenangan dalam menangani sengketa dagang antar negara anggota. Dalam mekanisme penyelesaian sengketa dalam rezim perdagangan WTO, semua negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Harapannya adalah terwujudnya keadilan serta kompetisi yang fair dalam perdagangan dunia.
Penulisan tesis ini menggunakan perspektif Iiberalis dalam ilmu Hubungan Intemasional. DSB sebagai badan yang menangani sengketa dagang antar negara, sangat berperan dalam upaya tersebut. Kasus yang diangkat adalah sengketa dagang yang terjadi antara AS-Jepang di bidang pertanian.
Sengketa dagang antara AS-Jepang diakibatkan oleh penggunaan kebijakan yang dianggap merugikan khususnya dalam bidang pertanian. Sebab Jepang menerapkan kebijakan yang membuat akses pasar bagi produk AS mengalami hambatan.
Peran DSB dalam penyelesaian sengketa dagang ini adalah sebagai badan yang mempertemukan kedua belah pihak untuk menyelesaikan sengketa dagang yang terjadi. Namun dalam kenyataannya DSB tidal( memiliki kekuasaan yang dapat memaksa kedua belah pihak untuk merubah kebijakan masing-masing negara dalam perdagangan internasionalnya khususnya perdagangan di bidang pertanian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frida Maria
"ABSTRAK
Tesis ini membahas masalah penyelesaian sengketa dagang antara
negara-negara maju dengan negara-negara berkembang sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam World Trade Organization (WTO).
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah menyetujui tentang
perjanjian WTO tersebut dan menjadikannya sebagai hukum positif yaitu UU
No. 7 Tahun 1994. Pada tahun 1996, pemerintah Orde Baru mengeluarkan
Instruksi Presiden tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional yang
dikenal dengan Inpres No. 2 Tahun 1996. inpres inilah yang memicu
terjadinya sengketa dagang dalam bidang industri otomotif. Tiga negara
prinsipal yaitu Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa menggugat Indonesia
karena telah melakukiin tindakan diskriminatif dan melanggar ketentuan
yang diatur WTO. Indonesia harus menghadapi gugatan tersebut dan
sebelum panel WTO dibentuk, pemerintah telah berusaha menyelesaikan
sengketa tersebut dengan cara bilateral kepada masing-masing negara.
Indonesia gagal dan ketiga negara tersebut mengadukan masalah ini ke
Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) untuk membentuk panel. Dalam forum
WTO, Indonesia menyampaikan argumentasi, bahwa kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah adalah untuk membangun industri otomotif yang "murni". Sebagai negara berkembang Indonesia memanfaatkan hal tersebut
dengan subsidi yaitu memberikan kebebasan kepada PT Timor Nasional
untuk mendatangkan produk otomotif dalam bentuk utuh (siap pakai),
. komponen-komponen dari Korea Selatan tanpa dibebani pajak barang
mewah dan bea masuk. Argumentasi Indonesia ditolak oleh ketiga negara
prinsipal. Panel menyimpulkan bahwa kebijakan otomotif dan subsidi jelas
melanggar ketentuan "Non Discrimination" dan "National Treatment" dari
GATT serta TRIM's. konsekuensinya DSB mengharuskan Indonesia
mencabut kebijakan tersebut pada bulan Januari 1998 dan diberi batas waktu
selama 12 bulan sampai tgl. 23 Juli 1999. Pemerintah harus menerima
kenyataan ini dan mencabut hal tersebut pada tanggal 23 Juli 1998."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T36463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priskila Pratita Penasthika
"Prinsip national treatment merupakan prinsip dasar yang diamanatkan Persetujuan TRIPS kepada negara-negara anggota WTO dalam pelaksanaan usaha perlindungan HKI. Sebagai negara anggota WTO, Indonesia terikat untuk menerapkan prinsip national treatment Persetujuan TRIPS ini dalam usaha perlindungan HKInya. Sejumlah putusan DSB-WTO memperlihatkan terjadinya perkembangan pemahaman prinsip national treatment dalam penyelesaian Sengketa merek di DSB- WTO. Meskipun Indonesia tidak terikat dengan putusan-putusan DSB-WTO yang tidak melibatkannya sebagai pihak, Indonesia tetap perlu untuk mempertimbangkan putusan-putusan tersebut dalam usaha perlindungan merek yang dilakukannya. Sejumlah putusan Pengadilan Niaga terkait Sengketa merek telah menunjukkan bahwa prinsip national treatment Persetuj uan TRIPS ini telah diterapkan. Kata kunci: prinsip national treatment, penyelesaian Sengketa, merek.

National treatment principle is the basic principle mandated by TRIPS Agreement to the member countries of WTO in their IPR protection. AS the member of WTO, Indonesia is bound to implement the TRIPS Agreement`s national treatment principle in its IPR protection. Some DSB-WTO`s decisions show the development of understanding of national treatment principle in trademark`s dispute Settlement in DSB-WTO. Although Indonesia is not bound by DSB-WTO`S decisions in which Indonesia is not a party to, Indonesia still needs to consider those decisions for its IPR protection. Some of the Commercial Court of IndoneSia`s decisions confirm that the national treatment principle of TRIPS Agreement has been implemented in trademark`s dispute settlement."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31048
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Masilihati Nur Hidayati
"Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu metode penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat pada perjanjian internasional dan putusan-putusan penyelesaian sengketa dagang WTO. Adapun penelitian yang dilakukan adalah doktrinal dengan optik preskriptif yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. Analisis yang digunakan adalah analisis dengan pendekatan kualitatif. Yang menjadi permasalahan bagaimanakah pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO yang bermanfaat bagi negara-negara berkembang dan bagaimanakah seharusnya pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO dan manfaatnya bagi kepentingan nasional Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO yang bermanfaat bagi negara-negara berkembang dan untuk mengetahui pengaturan khusus yang seharusnya mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO dan manfaatnya bagi kepentingan nasional Indonesia.
Kesimpulan hasil penelitian bahwa terdapat ketentuan khusus yang berlaku mengenai prosedur penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh Dispute Settlement Body yang telah disempurnakan dari sistem GATT 1947 dengan disahkannya Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes dan merupakan satu paket ketentuan yang wajib ditaati dan diikuti serta dilaksanakan bagi para anggota WTO dan setiap keputusannya wajib diikuti tanpa terkecuali. Namun demikian, disisi yang lain ditengah berbagai kekurangan yang dimiliki dalam DSU, diharapkan negaranegara berkembang khususnya pihak Indonesia mampu mengambil manfaat sesuai dengan kepentingan nasional. Indonesia sendiri telah mengambil manfaat atas keberadaan sistem ini.
Berdasarkan kasus yang menghadapkan Indonesia dalam forum penyelesaian sengketa WTO, diharapkan adanya penyempurnaan pengaturan dalam DSU antara lain waktu yang lebih singkat dalam tiap tahapan dalam sistem penyelesaian sengketa WTO, pengaturan pelaksanaan putusan DSB agar lebih efektif, perlunya pengaturan khusus mengenai mekanisme retaliasi dalam DSU, perlunya pengaturan khusus dalam rangka meningkatkan peran WTO Secretariat dalam membantu menyelesaian sengketa yang menghadapkan antara negara maju dan negara berkembang dan perlunya pengaturan khusus dalam meningkatkan fungsi dan peranan DSB pada setiap tahapan proses penyelesaian sengketa (terutama dalam pelaksanaan rekomendasi DSB yang diberikan).

This study applied normative legal research method, i.e. a method which refers to the legal norms as stated in international treaties and resolution of trade dispute settlement under WTO. The study was also conducted using optical prescriptive doctrinal method aiming to obtain suggestions on what to do to overcome certain related issues. Analysis applied in this study is qualitative approach. The main issue here is on how the special arrangement applied on the settlement of dispute system under WTO may be beneficial to developing countries and what is the ideal special arrangement on settlement of dispute system under WTO for Indonesia, and how it may benefit the interest of Indonesia.
Objective of the study is to understand how the settlement mechanism under WTO can be beneficial for developing countries and in particular, what is the ideal special arrangement on settlement of dispute under WTO for Indonesia, and its benefit to the national interest of Indonesia.
The conclusion of the study shows that there are special arrangements on procedures of settlement of dispute applied by the WTO's Dispute Settlement Body as refinement of the GATT 1947 mechanism, with the ratification of the Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes, and this becomes part of requirement packages which must be followed and adhered to by all members of WTO without exception. However, on the other side, with some of identified weakness of DSU, it is expected that developing countries, particularly Indonesia, shall be able to get the benefit of it for our national interest. Indonesia has indeed used the system to support its own interest.
Based on some case studies where Indonesia had to seek settlement in the forum of dispute of WTO, it is expected that there will be refinement of on the DSU mechanism, inter alia, shorter time in each stages of settlement process, arrangement of DSB resolution implementation to make it more effective, special arrangement to prevent retaliation mechanism in DSU, and special arrangement needed to increase the role of WTO Secretariat in the support of dispute settlement case which involve advanced countries versus developing countries and the need to have special arrangement to increase the function and role of DSB on each stages of dispute settlement process (especially in the DSB recommendation to be implemented as provided here).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25966
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maslihati Nur Hidayati
"This study applied normative legal research method, i.e. a method which refers to the legal norms as stated in international treaties and resolution of trade dispute settlement under WTO. The study was also conducted using optical prescriptive doctrinal method aiming to obtain suggestions on what to do to overcome certain related issues. Analysis applied in this study is qualitative approach. The main issue here is on how the special arrangement applied on the settlement of dispute system under WTO may be beneficial to developing countries and what is the ideal special arrangement on settlement of dispute system under WTO for Indonesia, and how it may benefit the interest of Indonesia. Objective of the study is to understand how the settlement mechanism under WTO can be beneficial for developing countries and in particular, what is the ideal special arrangement on settlement of dispute under WTO for Indonesia, and its benefit to the national interest of Indonesia.
The conclusion of the study shows that there are special arrangements on procedures of settlement of dispute applied by the WTO?s Dispute Settlement Body as refinement of the GATT 1947 mechanism, with the ratification of the Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes, and this becomes part of requirement packages which must be followed and adhered to by all members of WTO without exception. However, on the other side, with some of identified weakness of DSU, it is expected that developing countries, particularly Indonesia, shall be able to get the benefit of it for our national interest. Indonesia has indeed used the system to support its own interest. Based on some case studies where Indonesia had to seek settlement in the forum of dispute of WTO, it is expected that there will be refinement of on the DSU mechanism, inter alia, shorter time in each stages of settlement process, arrangement of DSB resolution implementation to make it more effective, special arrangement to prevent retaliation mechanism in DSU, and special arrangement needed to increase the role of WTO Secretariat in the support of dispute settlement case which involve advanced countries versus developing countries and the need to have special arrangement to increase the function and role of DSB on each stages of dispute settlement process (especially in the DSB recommendation to be implemented as provided here).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif* yaitu metode penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat pada perjanjian internasional dan putusan-putusan penyelesaian sengketa dagang WTO. Adapun penelitian yang dilakukan adalah doktrinal dengan optik preskriptif yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. Analisis yang digunakan adalah analisis dengan pendekatan kualitatif. Yang menjadi permasalahan bagaimanakah pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO yang bermanfaat bagi negara-negara berkembang dan bagaimanakah seharusnya pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO dan manfaatnya bagi kepentingan nasional Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO yang bermanfaat bagi negara-negara berkembang dan untuk mengetahui pengaturan khusus yang seharusnya mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO dan manfaatnya bagi kepentingan nasional Indonesia.
Kesimpulan hasil penelitian bahwa terdapat ketentuan khusus yang berlaku mengenai prosedur penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh Dispute Settlement Body yang telah disempurnakan dari sistem GATT 1947 dengan disahkannya Understanding On Rules and Procedures Goveming The Settlement of Disputes dan merupakan satu paket ketentuan yang wajib ditaati dan diikuti serta dilaksanakan bagi para anggota WTO dan setiap keputusannya wajib diikuti tanpa terkecuali. Namun demikian, disisi yang lain ditengah berbagai kekurangan yang dimiliki dalam DSU, diharapkan negara-negara berkembang khususnya pihak Indonesia mampu mengambil manfaat sesuai dengan kepentingan nasional. Indonesia sendiri telah mengambil manfaat atas keberadaan sistem ini. Berdasarkan kasus yang menghadapkan Indonesia dalam forum penyelesaian sengketa WTO, diharapkan adanya penyempurnaan pengaturan dalam DSU antara lain waktu yang lebih singkat dalam tiap tahapan dalam sistem penyelesaian sengketa WTO, pengaturan pelaksanaan putusan DSB agar lebih efektif, perlunya pengaturan khusus mengenai mekanisme retaliasi dalam DSU, perlunya pengaturan khusus dalam rangka meningkatkan peran WTO Secretariat dalam membantu menyelesaian sengketa yang menghadapkan antara negara maju dan negara berkembang dan perlunya pengaturan khusus dalam meningkatkan fungsi dan peranan DSB pada setiap tahapan proses penyelesaian sengketa (terutama dalam pelaksanaan rekomendasi DSB yang diberikan)."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T36725
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Parulian, Jonathan Kaleb
"Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai organisasi internasional didirikan dengan tujuan mencapai perdagangan internasional yang bebas dan adil. Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap pelanggaran ketentuan yang telah dilakukan ditetapkan dalam perjanjian default dari Perjanjian Pembentukan Dunia Organisasi Perdagangan dapat dibawa ke Dispute Settlement Body (DSB) dari WTO. Negara anggota WTO terdiri dari negara maju dan negara berkembang dimana setiap anggota memiliki kapasitas yang berbeda untuk memenuhi ketentuan WTO. Hal ini menyebabkan terciptanya Perlakuan Khusus dan Diferensial (SDT), yang bertujuan membantu negara berkembang menjadi anggota WTO
meningkatkan kemampuannya. Dalam penelitian ini akan dibahas ketentuan-ketentuannya SDT dalam mengakomodasi kepentingan Indonesia dalam memenuhi ketentuan peraturan perdagangan dalam perjanjian WTO. Selain penelitian ini juga akan membahas manfaat dari ketentuan SDT yang sedang berjalan kasus DS478. Penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian yuridis-normatif yaitu penelitian berdasarkan norma hukum. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa SDT seharusnya memberikan manfaat bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk memenuhi regulasi perdagangan sekaligus menjadi kompetitif dengan negara maju, itu tidak diimplementasikan dan dilindungi implementasi oleh WTO yang mengakibatkan kerugian bagi Indonesia di Resolusi sengketa DS478.

The World Trade Organization (WTO) as an international organization was founded with the aim of achieving free and fair international trade. To achieve this objective, any breaches of the provisions that have been committed in the default agreement of the World Trade Organization Formation Agreement may be brought to the Dispute Settlement Body (DSB) of the WTO. WTO member countries consist of developed and developing countries where each member has different capacities to fulfill WTO provisions. This has led to the creation of Special and Differential Treatment (SDT), which aims to help developing countries become members of the WTO increase his abilities. This research will discuss the provisions of SDT in accommodating Indonesia's interests in fulfilling the provisions of trade regulations in the WTO agreement. Apart from this research, it will also discuss the benefits of the SDT provisions that are currently underway in the DS478 case. This research was conducted by means of juridical-normative research, namely research based on legal norms. In this study, it can be seen that SDT should provide benefits for developing countries like Indonesia to fulfill trade regulations while being competitive with developed countries, it is not implemented and protected by the implementation of the WTO which results in losses for Indonesia in the DS478 dispute resolution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Franzeska Lasma A
"Dalam era globalisasi, pertumbuhan perdagangan internasional semakin pesat, namun sengketa makin sering terjadi. Salah satu sengketa tersebut disebabkan karena praktik dumping yang dapat merugikan negara lainnya, dan untuk mengantisipasi kerugian tersebut, negara yang dirugikan dapat melakukan tanggapan ataupun kontra sebagai tindakan anti dumping. Tindakan anti dumping yang dilakukan pada umumnya berupa pemberlakuan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk impor yang terbukti dumping. Namun, BMAD ini sering disalahgunakan sebagai bentuk proteksi terhadap produksi dalam negeri. Untuk menyelesaikan sengketa dagang tersebut, World Trade Organization (WTO) telah menetapkan seperangkat prosedur dan forum penyelesaian sengketa perdagangan, yaitu Dispute Settlement Body (DSB).
Salah satu contoh sengketa dagang karena kesalahan penerapan anti dumping adalah kasus antara Indonesia dengan Korea Selatan. Sengketa ini bermula pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan penyelidikan dumping terhadap perusahaan-perusahaan eksportir produk kertas Indonesia. Atas penyelidikan KTC tersebut, maka Pemerintah Korea Selatan telah memberlakukan BMAD kepada produkproduk kertas PPC (plain paper copier or business information paper used on copies in business and home offices) dan WF (uncoated wood-free printing paper used for printing) kepada SMG (Sinar Mas Group), yaitu sebesar 8,22 persen untuk Indah Kiat, Pindo Deli, dan Tjiwi Kimia, sedangkan April Fine dan eksportir kertas Indonesia lainnya sebesar 2,80 persen, melalui Regulation No. 330 of The ministry of Finance and Economy tertanggal 7 November 2003.
Oleh karena itu, atas permintaan Indonesia, DSB membentuk sebuah Panel. Kemudian, Panel DSB memutuskan bahwa pemerintah Korea Selatan telah melanggar ketentuan yang berkenaan dengan penentuan dumping dan penentuan kerugian dalam mengenakan BMAD terhadap produk kertas Indonesia. Untuk itu, DSB merekomendasikan agar pemerintah Korea Selatan melakukan perhitungan kembali atas keputusannya dan melakukan penyesuaian sesuai dengan kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Perjanjian WTO. Akan tetapi, hingga saat ini pemerintah Korea Selatan belum melaksanakan Putusan tersebut. Hal ini sangat merugikan para produsen kertas, dan secara tidak langsung dapat menghambat pertumbuhan perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu melakukan tindakan lanjut agar pemerintah Korea Selatan melaksanakan Putusan DSB tersebut.

In the globalization era, the growth of international trades increases rapidly, but dispute often occurs. One of the disputes are dumping practice that could inflict loss to other country, to prevent such loss, inflicted country might impose action called anti dumping measure. Usually the anti dumping measure taken are Anti Dumping Import Duty (ADID) or Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) to import products which proven to be dumping. Nonetheless, ADID is mostly misused as a protection measure to local products. To settle the dispute, World Trade Organization (WTO) has provide procedures and dispute settlement forum, namely Dispute Settlement Body (DSB).
One example of trade disputes caused by faulty implementation of anti dumping is the case between Indonesia and South Korea. The dispute started when Korean Trade Commission (KTC) filed anti-dumping petition and conducted dumping investigation to Indonesian paper products export companies. Based on KTC investigation, South Korea government imposed ADID to PPC (plain paper copier or business information paper used on copies in business and home offices) and WF (uncoated wood-free printing paper used for printing) paper products to SMG (Sinar Mas Group), namely 8,22% to Indah Kiat, Pindo Deli, and Tjiwi Kimia, while April Fine and other Indonesian exporting paper as 2,80%, through Regulation No. 330 of The ministry of Finance and Economy dated 7 November 2003.
Referring to the situation, based on Government of Indonesia?s (GOI) request, DSB assemble a Panel. Afterwards, the DSB Panel decided that South Korean government has violated the provision to determine dumping and loss in imposing ADID to Indonesian product paper. In result, DSB recommends the South Korea Government to conduct recalculation over its decision and conducted adjustment pursuant to obligations regulated under the WTO Agreement. However, up to now Korean Government has not execute the decision. Such thing are unprofitable to paper producers, and indirectly would impede the growth of Indonesian economy. Following to it, GOI needs to conduct further actions, in order to force South Korean Government to execute DSB decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T26774
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Padmadriya Anggraita Citramannoharra
"Amicus curiae atau friends of court merupakan praktek yang sudah ada sejak jaman Romawi Kuno dan dalam sistem common law. Atas persetujuan pengadilan, amicus memberikan informasi mengenai area-area hukum di luar keahlian pengadilan atau informasi hukum tidak memihak yang tidak diketahui oleh pengadilan, sehingga hakim dapat memberikan putusan yang berkualitas. Sekarang ini, amicus curiae juga berpartisipasi dalam proses pemeriksaan di pengadilan-pengadilan internasional, seperti ICJ, ITLOS, ICC, NAFTA, ICSID dan WTO, juga pengadilan-pengadilan dalam negeri dengan sistem civil law. Masuknya amicus curiae dan diterimanya amicus brief dalam proses penyelesaian sengketa di WTO, menuai protes keras dari negara-negara berkembang anggota WTO. Amicus curiae dianggap telah mengganggu hak negara anggota, dalam hal sebagai pihak berperkara pada proses penyelesaian sengketa. Amicus curiae juga dianggap mempengaruhi kedaulatan negara anggota. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya posisi amicus curiae dalam penyelesaian sengketa di WTO dan terhadap negara-negara berkembang anggota WTO. Dari hasil penelitian diketahui bahwa amicus curiae dalam penyelesaian sengketa di WTO, semata-mata merupakan pemenuhan kebutuhan Panel untuk melaksanakan objective assessment dalam proses pemeriksaan setiap kasus yang diajukan kepadanya. Hak negara anggota sebagai pihak berperkara tidak akan terganggu karena amicus curiae bukan pihak dan tidak akan pernah dapat menjadi pihak dalam proses penyelesaian sengketa di WTO. Berkaitan dengan hal tersebut, amicus curiae juga tidak berpengaruh terhadap kedaulatan negara anggota. Diketahui juga bahwa dengan perkembangan amicus curiae yang ada sekarang, ternyata amicus curiae tidak memberikan banyak manfaat dalam proses penyelesaian sengketa di WTO.

Amicus curiae or friends of the court was a practice known in ancient Roman times and in the common law system. The amicus, at the court's discretion, provided information on areas of law beyond the expertise of the court or impartial legal information that was beyond the court?s notice, so for the judge may make a quality judgment. Now, amicus curiae also participated in proceeding before the international courts, such as the ICJ, ITLOS, ICC, NAFTA, ICSID and WTO, as well as the domestic courts with civil law system. The participation of amicus curiae and receipt of amicus briefs in the dispute settlement process in the WTO, has lead the protests from developing countries members of the WTO. Amicus curiae is considered to interfere with the rights of members, in the respect of a party in the dispute settlement proceeding. Amicus curiae is also considered to affect the sovereignty of member states. The purpose of this paper is to determine how the actual position of the amicus curiae in the WTO dispute settlement and toward the developing countries of WTO members. The survey revealed that the amicus curiae in the WTO dispute settlement, merely the fulfillment of the Panel to make the objective assessment of the matters before it. The member states right as the party shall not be interfered because amicus curiae is not the party and will never be as the party to the dispute settlement in the WTO. In this regard, amicus curiae also does not affect the sovereignty of member states. With the development of amicus curiae, amicus curiae turns not provide much benefit in the process of dispute settlement in the WTO. Rights of member states as parties litigant will not be interrupted because an amicus curiae is not a party and will never be a party to the dispute settlement process in the WTO. Please also note that with the development of the present amicus curiae, amicus curiae turns not provide much benefit in the process of dispute settlement in the WTO.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Nuriya Sholikhah
"ABSTRAK
Sistem penyelesaian sengketa merupakan pilar utama dari suatu organisasi
internasional. Tanpa adanya sarana untuk menyelesaikan suatu sengketa, ruledbased
system akan kurang efektif karena aturannya tidak dapat dipaksakan untuk
dilaksanakan. Hal ini yang mendasari pembentukan sistem penyelesaian sengketa
pada World Trade Organization dan ASEAN terkait sengketa di bidang ekonomi.
Selain itu, ASEAN dalam rangka membentuk suatu komunitas ekonomi dan
ASEAN Free Trade Area membutuhkan suatu sistem penyelesaian sengketa
ekonomi yang lebih komprehensif yang banyak mengadopsi dari sistem
penyelesaian sengketa WTO, meskipun didalamnya terdapat beberapa fleksibilitas
yang menunjukkan ASEAN sebagai suatu organisasi regional. Dengan
menggunakan teori perbandingan hukum didapatkan kesamaan dan perbedaan
antara sistem penyelesaian sengketa ekonomi ASEAN dengan WTO terkait
mekanisme serta prinsip-prinsip yang terdapat dalam masing-masing sistem
tersebut serta dasar pemberlakuan masing-masing sistem tersebut. Dengan
perbandingan tersebut dapat disarankan ASEAN untuk menghapus ketentuan
yang membolehkan untuk memilih forum lain, sehingga sistem penyelesaian
sengketa ekonomi ASEAN dapat dijadikan sebagai pilihan utama bagi para
Negara anggota ASEAN.

ABSTRACT
Dispute settlement system is the main pillar of an international organization.
Without dispute settlement system, rule-based system would be less effective and
lack to force of implementation. This is the underlying formation of the dispute
resolution system of the World Trade Organization and the ASEAN economicrelated
disputes. In additional, in order to create an ASEAN Economic
Community and the ASEAN Free Trade Area requires an economic system of
dispute resolution that is much more comprehensive than adopting the WTO
dispute settlement system, although there is some flexibility in it that indicates
ASEAN as a regional organization. By using the theory of comparative law
obtained similarities and differences mechanism and principles between the
dispute settlement system of the WTO and ASEAN, which contained in each of
these systems as well as basic application of each of these systems. Such
comparisons can be advised ASEAN to remove provisions that allow to choose
another forum, so that ASEAN economic dispute settlement system can be used as
the primary choice for ASEAN member countries."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>