Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130536 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benedictus Mardwianta
"Pengolahan limbah bioarang menjadi briket sebagai pengganti biogas untuk mendukung proses roasting pengolahan kopi arabica adalah inovasi energi alternatif sebagai pengganti arang konvensional yang berasal dari kayu dan biogas dari LPG serta untuk mendukung ketahanan energi. Briket merupakan material yang sangat dipengaruhi oleh sifat dan jenis dari bahan yang menjadi penyusun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi briket dengan campuran limbah kulit kopi dan serbuk kayu terhadap nilai kalor, kadar air, kadar abu, dan uji kerapatan. Metode yang digunakan adalah eksperimen. Pada komposisi III nilai kerapatan paling tinggi karena jumlah serbuk kayu paling banyak. karena dengan adanya perlakuan gaya tekan secara manual maka partikel arang akan mengalami pemampatan sesuai dengan gaya tekan yang diberikan. Hasil penelitian komposisi I menghasilkan nilai kalor 6052 kal/gr, komposisi II menghasilkan nilai kalor 6122 kal/gr dan komposisi III menghasilkan nilai kalor 6333 kal/gr. Hasil uji kadar abu SNI 01-6235- 2000 tentang briket arang, kadar abu yang diperbolehkan tidak melebihi nilai 8%. Kadar abu yang dihasilkan pada komposisi III sesuai standar yang ditentukan"
Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (P3M) STTA, 2021
620 JIA XIII:2 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Jimmy Amadeus Palenewen
"Dalam era peningkatan minat terhadap energi terbarukan, pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) telah menjadi alternatif yang menarik untuk menggantikan pembangkit listrik berbasis sumber non-terbarukan, seperti batu bara. PLTBg menggunakan biomassa sebagai bahan baku, seperti limbah pertanian, limbah daun, dan limbah makanan, yang kemudian dikonversi menjadi biogas melalui metode anaerobic digestion. Namun, penerapan PLTBg pada skala yang lebih kecil, seperti lingkungan universitas, masih belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan pembangunan PLTBg di lingkungan Universitas Indonesia. Melalui simulasi di Aspen Plus menggunakan skema model pembangkit semi-kontinu dengan reaktor batch, penelitian ini menunjukkan bahwa PLTBg di lingkungan universitas dapat menghasilkan biogas sebanyak 1097,24 kg per hari dengan tingkat yield 50,4% dari 2177,18 Kg biomassa yang diumpankan. Listrik net yang dihasilkan mencapai 322,27 kWh per hari dengan jumlah total investasi sebesar $185.963. Selanjutnya, dengan metode blended financing antara green sukuk dan pinjaman bank yang dipilih, analisis keuangan menunjukkan hasil positif, dengan nilai Net Present Value (NPV) sebesar $112.137, Internal Rate of Return (IRR) sebesar 12,50%, dan Payback Period (PBP) sebesar 9 tahun. Namun, untuk menjaga keseimbangan antara Levelized Cost of Electricity (LCOE) dan harga listrik yang ditetapkan pemerintah, diperlukan skema subsidi dari pemerintah atau rektorat Universitas Indonesia. Analisis risiko menggunakan metode Monte Carlo menunjukkan tingkat keyakinan yang tinggi terhadap 10,000 variasi skenario jumlah produksi listrik tahunan (AEP) dan LCOE, dengan persentase 85,95% untuk nilai NPV positif dan 86,97% untuk IRR di atas 8%. Hasil ini menunjukkan bahwa pembangunan PLTBg ini memiliki potensi investasi yang menguntungkan berdasarkan hasil analisis finansial dan analisis risiko.

In an era of increasing interest in renewable energy, biogas power plants (PLTBg) have become an attractive alternative to power generation based on non-renewable sources, such as coal. PLTBg uses biomass as a raw material, such as agricultural waste, leaf waste, and food waste, which is then converted into biogas through the anaerobic digestion method. However, the application of PLTBg on a smaller scale, such as in university settings, has not been widely implemented. This study aims to analyze the feasibility of PLTBg development within the University of Indonesia. Through simulations at Aspen Plus using a semi-continuous generator model scheme with a batch reactor, this research shows that PLTBg in a university environment can produce as much as 1097.24 kg of biogas per day with a yield rate of 50.4% from 2177.18 Kg of biomass feed. The electricity generated reaches 322.27 kWh per day with a total capital investment of $185,963. Furthermore, using the blended-financing method between green sukuk and selected bank loans, financial analysis shows positive results, with a Net Present Value (NPV) of $112,137, Internal Rate of Return (IRR) of 12.50%, and Payback Period (PBP) of 9 years. However, to maintain a balance between the Levelized Cost of Electricity (LCOE) and the set electricity price from the government, a subsidy scheme from the government or the University of Indonesia rectorate is needed. Risk analysis using the Monte Carlo method shows a high degree of certainty in the variability of scenarios of changes in the amount of annual electricity production (AEP) and LCOE by 10,000 times, with a percentage of 85.95% for positive NPV values and 86.97% for IRR above 8%. These results indicate that the construction of PLTBg has a profiTabel investment potential based on the results of financial analysis and risk analysis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andianto
"Pada saat ini, banyak sumber energi alternatif yang murah dan mudah dibuat namun masih kurang optimal dalam pemanfaatan teknologinya. Sehingga perlu adanya kajian mengenai teknologinya secara mendalam untuk mendapatkan cara terbaik dalam penanganan masalah yang dihadapi tersebut. Penelitian mengenai teknologi biogas ini dimulai dari merancang, membuat dan mengoperasikan serta menguji kemampuan prototype-nya kemudian mensimulasikan aliran slurry-nya dengan CFD. Biogas ini menggunakan bahan baku eceng gondok dengan air (perbandingan 1:4). Selama 40 hari (periode Hydraulic Retention Time pertama), slurry difermentasi di dalam digester dan diperoleh output sebesar 3,52 kg (4 liter) berupa biogas dan residu. Berdasarkan hukum kekekalan massa, massa yang masuk sama dengan massa yang keluar. Maka slurry yang harus dimasukkan ke dalam digester setiap hari sebesar 3,52 kg secara kontinyu.
Dari hasil simulasi CFD dengan SolidWorks Flow Simulation didapatkan sudut bukaan katup yang paling mendekati untuk mengalirkan slurry sebesar 3,52 kg per hari yaitu sebesar 0,5°. Namun, sangat sulit diaplikasikan karena sudut bukaan katup itu terlalu kecil sehingga sangat dimungkinkan akan terjadi penyumbatan aliran. Ada solusi yang dapat mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan mendesain saluran keluar digester dengan lubang yang lebih kecil, sehingga slurry tetap akan mengalir di dalam digester. Desain digester dengan saluran keluar berada di bagian bawah adalah desain yang tepat untuk tipe aliran kontinyu. Slurry di dalam digester seluruhnya hampir teraduk karena aliran. Simulasi aliran slurry di dalam digester ini menggunakan SolidWorks Flow Simulation dan CFDSOF.

Nowadays, many alternative energy sources that is cheap and easy to make but still less than optimal in the utilization of technology. So that its necessary to be examined in depth about biogas technology to obtain the best way to solve this problem. This research about biogas technology was started from the design, manufacture, operate and test the prototype ability then simulate the flow of slurry with CFD. This biogas using raw material of water hyacinth is mixed with water (ratio 1:4). For 40 days (the period of the first Hydraulic Retention Time), slurry fermented in the digester and obtained an output of 3.52 kg (4 liters) in the form of biogas and the residual. Based on the law of conservation of mass, the mass of input equal to output. So the slurry with mass of 3.52 kg that must be filled into the digester every day continuosly.
To determine the proper valve opening angle, we must used the CFD simulation with SolidWorks Flow Simulation and the result is 0,5 degree. However, it is very difficult to apply because the valve opening angle is too small so it is very possible there will be a blockage of flow. There are solutions that can solve the problem, by designing the digester outlet with a smaller hole, so we can keep the slurry flow in the digester. The design of digester with the outlet located at the bottom is the right design for continuous flow type. Slurry in the digester mixed almost entirely due to the flow. Simulation of the flow of slurry in the digester is using SolidWorks Flow Simulation and CFDSOF.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S707
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Indra Siswantara
"This study uses biogas, an environmentally friendly renewable energy resource, to operate the prototype of a micro-gas turbine (MGT) system called the Proto X-3 Bioenergy Micro-gas Turbine, designed for green building application. The biogas is produced by an anaerobic digester. The aim of this research is to simulate slurry flow in an anaerobic digester as the basis for developing a biogas digester that will produce biogas to meet the requirements of the Proto X-3 Bioenergy Micro-gas Turbine. The digester is a rectangular type with 3.4 m3 capacity. The flow calculations and simulations were done using Computational Fluid Dynamics (CFD) methods in two-dimensional, body-fitted coordinate mesh. The simulations were conducted with various baffle clearances for the digester: 50 mm, 100 mm, and 150 mm. The CFD simulations showed that the recirculation phenomena was found in all flows but that the 50-mm baffle clearance model had the largest recirculation, and it would lead to better mixing of the slurry."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2016
UI-IJTECH 7:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marhento Wintolo
[Place of publication not identified]: Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, 2011
KLET 10:2(2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ismaniari
"Anaerobic digester telah menjadi salah satu metode untuk mengolah limbah organik yang mampu menghasilkan biogas sebagai energi baru dan terbarukan. Namun, operator dan/atau pengguna teknologi anaerobic digester seringkali mengalami kendala teknis. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi perilaku pengguna teknologi anaerobic digester pada tipe pra-fabrikasi dalam operasional dan pemeliharaannya, menganalisis kinerja operasional, serta menganalisis hubungan antara perilaku dan output untuk penetapan prosedur operasional pengolahan limbah organik. Lokasi penelitian dilaksanakan di Banten, Karawang, dan Bandung karena menyesuaikan dengan proyek penempatan instalasi teknologi anaerobic digester tipe pra-fabrikasi yang masing-masing berada di daerah pesisir, pertanian, serta peternakan. Identifikasi mengenai kendala dan perilaku dalam mengoperasikan teknologi anaerobic digester yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu wawancara. Identifikasi tersebut dilakukan terhadap variabel frekuensi feeding; jumlah feeding; volume air tambahan untuk feeding; sumber air untuk feeding yang digunakan; durasi perendaman substrat dalam ember pencampur untuk feeding; pencacahan substrat untuk feeding; serta frekuensi pemeliharaan waterdrain. Sedangkan, metode kuantitatif juga digunakan dengan melakukan pengukuran beberapa parameter lingkungan yaitu pH, temperatur, total solids, volatile solids, chemical oxygen demand, dan pengukuran produksi biogas, serta konsentrasi metana pada biogas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua variabel identifikasi perilaku pengguna unit anaerobic digester pada tipe pra-fabrikasi mampu mempengaruhi kinerja operasional unit anaerobic digester secara signifikan, yakni volume air yang ditambahkan untuk feeding mampu mempengaruhi warna api dan kestabilan tekanan biogas (p<0,05) serta variabel identifikasi durasi perendaman substrat untuk feeding mampu menghasilkan produk biogas lebih banyak ±13,3% (p<0,05). Dengan demikian, penambahan volume air dan durasi perendaman substrat dapat menjadi perilaku yang efektif dalam menghasilkan biogas. Rata-rata hasil kinerja operasional unit anaerobic digester tipe pra-fabrikasi menghasilkan nilai TSR (84,3±48,35%); VSD (61,4±70,62%); dan CODR (75±69,26%). Sementara, pH output sudah optimum sebesar 7,2±0,51. Parameter temperatur sampel input dan output tergolong mesofilik, masing-masing sebesar 28,1±1,990C dan 27,7±2,010C. Sedangkan, produksi biogas dan kadar metana menghasilkan nilai masing-masing sebesar 498±456,36 Lbiogas/kgVS dan 214±183,41 LCH4/kgVS.

Anaerobic digester is getting widely known for its capability to treat organic waste into renewable energy. However, its operators and/or users often experienced technical problems. Therefore, this study aimed to identify the pre fabricated anaerobic digester users behaviour in operational and maintenance context, analyze operational performance, as well as establish basic operational concept of organic waste treatment. The study was carried out installed anaerobic digester in Banten, Karawang, and Bandung because they were following the pre fabricated type of anaerobic digester installation project, which were located in coastal area, agriculture, and animal husbandry. The identification of pre-fabricated anaerobic digester users behaviour in operational and maintenance context used qualitative methods by means of interview. Several variables were observed and analysed in terms of feeding frequency; the total amount of feeding; additional water input and its sources; the duration of substrate immersion; pre-treatment substrate for feeding; and the frequency of waterdrain maintenance. Meanwhile, quantitative methods were also used by measuring several environmental parameters, such as pH, temperature, total solids, volatile solids, chemical oxygen demand, and measuring biogas production, as well as the concentration of methane in biogas. The results showed that the additional water and the duration of substrate immersion significantly affected the performance of anaerobic digester. Added water could influence the color of the fire and the stability of the biogas pressure p<0,05, while the duration of the substrate immersion increased biogas production by up to ±13,3% p<0,05. The measurement of anaerobic digester showed TSR values ​​84,3±48,35%; VSD 61,4±70,62%; and CODR 75±69,26%. The optimum pH of effluent was 7,2+0,51, while the temperature of substrate input and effluent were classified as mesophilic, with value of 28,1±1,990C and 27,7±2,010C, respectively. Whereas, biogas and methane were produced by up to 498±456,36 Lbiogas/kgVS and 214±183,41 LCH4/kgVS, respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indang Dewata
"Kegiatan pembangunan yang paling banyak menimbulkan pencemaran adalah limbah industri, limbah permukiman dan kota, limbah kendaraan bermotor, limbah pertanian dan pariwisita. Akibatnya lingkungan hidup yang tercemar adalah adalah perairan, sungai, danau, pesisir, udara dan tanah.
Untuk mengurangi tingkat pencemaran, maka yang harus dilakukan adalah meningkatkan efisiensi pengolahan bahan dalam setiap kegiatan pembangunan, dan pengembangan teknologi daur ulang limbah dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Selain dari pada itu perlu pula dikembangkan industri hilir yang menggunakan limbah dari industri hulu sebagai bahan bakunya, serta dikembangkan pengaturan nilai ambang batas limbah maksimum yang masih dibolehkan dibuang ke dalam lingkungan hidup, yaitu limbah yang tidak melebihi kemampuan lingkungan alam untuk mencernanya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka jelaslah bahwa pengolahan dan daur ulang limbah wajib dilakukan oleh setiap industri. Dari kajian yang telah dilakukan mengenai sampai seberapa jauh pihak industri telah melaksanakan kewajiban tentang pengolahan limbah, diketahui bahwa ada industri yang telah melaksanakan sistem pengolahan daur ulang limbah, tetapi masih banyak yang belum melaksanakan.
Berdasarkan hal tersebut diatas permasalahan yang perlu diperhatikan antara lain pemanfaatan limbah untuk pengolahan limbah terhadap dua industri, yaitu industri pulp dan kertas serta industri lapis listrik yang melakukan proses pelapisan logam.
Industri pulp dan kertas telah melakukan proses daur ulang dan pengolahan limbah cair, tetapi pada akhir proses masih ada limbah padat berupa serat yang perlu dicari pemanfaatanya. Industri lapis listrik melakukan daur ulang hanya pada sebagian kecil limbah padatnya, sedangkan limbah cairnya yang sangat berpotensi mencemari lingkungan karena mengandung B3 yaitu logam berat dan sianida masih banyak yang belum diolah.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Masri (1974), kemudian Larsen (1981), ternyata bahwa bahan-bahan alamiah seperti limbah padat proses lumpur aktif, limbah dari kulit kayu, merang, padi-padian. dapat mengikat kation logam berat di dalam larutan. Kemampuan ini teriadi karena bahanbahan tersebut mempuyai gugus aktif seperti polifenolik dalam tannin atau amida dalam chitin. Limbah pulp dan kertas antara lain mengandung lignin, selulosa dan hemiselulosa yang juga mengandung gugus aktif polihidroksil dan polifenolik. Di samping itu limbah beberapa kulit kayu mengandung tannin yang juga mampu mengikat logam berat karena juga mengandung gugus polifenolik. Berdasarkan pertimbangan tersebut dilakukan penelitian untuk menyelidiki pemanfaatan limbah serat dari unit pengelolaan limbah (UPL) limbah padat industri pulp dan kertas untuk menurunkan kadar logam berat dalam air limbah industri lapis listrik.
Untuk itu telah diselidiki kemampuan penyerapan limbah dari UPL pulp dan kertas untuk menyerap limbah krom, nikel dan seng dari limbah industri lapis listrik (electroplating). Kondisi optimum percobaan didapatkan dengan memvariasikan pH, kadar awal limbah cair dan waktupenyerapan limbah serat terhadap limbah cair industri lapis listrik."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T1593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novalia
"Berbagai cara yang dilakukan untuk meningkatkan penyehatan dan pemeliharaan lingkungan Bandara Soekarno Hatta, salah satunya dengan konsep eco-airport. Komponen yang patut diperhatikan pada konsep eco-airport yaitu pada pengolahan limbah. Tujuan penelitian ini yaitu menggambarkan kualitas parameter limbah cair hasil olahan Instalasi Pengolahan Air Limbah Bandara Soekarno Hatta. Penelitian ini mengunakan desain studi kualitatif menggunakan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukan Pengolahan Air Limbah Bandara soekarno Hatta melalui tahap Pengolahan Pendahuluan, Pengolahan Tahap pertama, Pengolahan Tahap Kedua dan Pengolahan Tahap Ketiga. Karakteristik limbah cair yang dihasilkan yaitu karakteristik fisik terdapat padatan tersuspensi.
Karakteristik kimia yaitu terdapat bahan organik seperti protein, lemak, minyak, ditemukan pula kandungan logam berat, nitrogen dan fosfor pada limbah Bandara Soekarno Hatta. Parameter yang tidak memenuhi syarat sepanjang tahun 2015 yaitu parameter pH pada bulan April dan November, nilai pH dibawah baku mutu < 6 bersifat asam, serta parameter Nitrit pada bulan Agustus diatas nilai baku mutu yaitu 7,38 mg/L, maka perlu adanya peninjaun kembali kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah, memperbaiki saluran pipa IPAL, penambahan larutan kapur, soda kostik serta memperlama waktu tinggal limbah di kolam pengendapan.

Various ways in which to improve sanitation and environmental preservation Soekarno Hatta Airport, one of them with the concept of eco-airport. Components that should be considered at the concept of eco-airport is on the processing of waste. The purpose of this study is to describe the quality parameters of wastewater processed Wastewater Treatment Soekarno Hatta Airport. This research uses qualitative study design using primary data and secondary data.
The results showed Wastewater Treatment Soekarno Hatta Airport through the processing stage introduction, the first stage of processing, the processing of the second stage and third stage processing. Characteristics of wastewater produced that contained the physical characteristics of the suspended solids.
Chemical characteristics of which are organic materials such as proteins, fats, oils, also found heavy metals, nitrogen and phosphorus in wastewater Soekarno Hatta Airport. Parameters that do not qualify throughout 2015 that the parameters pH in April and November, the pH value below the quality standard <6 acidic, as well as the parameters of Nitrite in August on the quality standard value is 7.38 mg / L, it is necessary to re peninjaun Wastewater Treatment performance, improve pipeline WWTP, the addition of a solution of Gentiles, caustic soda and lengthen the residence time of sewage in settling ponds.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S61956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Setyaningsih
"Industri mempunyai pengaruh besar kepada lingkungan, karena mengubah sumber alam menjadi produk baru dan menghasilkan limbah produksi yang mencemari lingkungan. Limbah produksi bisa mencemarkan bahkan merusak lingkungan, baik untuk jangka waktu .yang pendek maupun untuk jangka waktu yang panjang. Karena itu, perlu diusahakan teknik dan cara produksi yang memperkecil bahkan meniadakan dampak negatif terhadap lingkungan dalam proses produksi yang menghasilkan produk sampingan. Untuk memudahkan pengendalian pencemaran industri, maka pemusatan industri pada kawasan industri akan sangat membantu.
Air buangan bukanlah merupakan masalah yang baru di masa sekarang ini, tetapi meruapakan masalah yang telah ada sejak dulu. Namun, masih ada sebagian masyarakat yang belum atau tidak menyadari akan pengaruh negatif dari adanya pencemaran lingkungan. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya industri-industri dan perusahaan yang membuang air buangannya ke lingkungan sekitar dengan tidak memperhatikan akibat-akibat sampingan yang dapat ditimbulkan oleh air buangan tersebut.
Limbah air yang berasal dari pabrik batik mengandung bahan buangan yang berupa zat warna yang berasal dari proses pencucian kain. Warna merupakan indikator pencemaran air yang sangat mudah terlihat. Pembuangan air limbah berwarna tidak hanya merusak estetika badan air penerima tapi juga meracuni biota air di badan air penerima. Di samping itu adanya warna yang pekat akan menghalangi tembusnya sinar matahari pada badan air, sehingga mempengaruhi proses fotosintesis di dalam air. Akibatnya oksigen yang dihasilkan pada proses fotosintesis yang dibutuhkan untuk kehidupan- biota air akan berkurang. Hal ini akan mengancam-kehidupan makhluk hidup yang ada di badan air tersebut.
Hampir sebagian besar industri batik saat ini membuang air limbahnya langsung ke badan air penerima. Hal ini disebabkan karena belum diketahuinya cara pengolahan limbah yang tepat dan murah dan juga kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan masih rendah.
Dengan adanya relokasi industri batik yang berasal dari pindahan industri batik Karet Setiabudi ke daerah Kompleks Industri Kerajinan batik di desa Pasirbolang Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, maka diperlukan cara pengolahan limbah batik yang tepat dan murah. Dengan didapatkannya cara pengolahan yang tepat dan murah, pihak industri di samping merasa tidak dirugikan, juga limbah yang dikeluarkan sudah memenuhi baku mutu lingkungan.
Untuk mendapatkan cara pengolahan limbah batik yang tepat dan murah, dilakukan percobaan laboratorium dengan mengambil sampel dari pabrik batik Gabatex di Palmerah. pengolahan limbah yang dipilih adalah dengan proses kimia dan fisik, hal ini karena tujuan utama dari pengolahan limbah batik adalah penghilangan warna dari limbah batik. Koagulan yang digunakan adalah FeSO4 dan Ca(OH)z.
Dari percobaan yang dilakukan di laboratorium, didapat dosis optimum koagulan FeSO4 = 300 mg/1 dan Ca(OH)2 = 200 mg/l. Untuk nendapatkan pengolahan limbah yang paling tepat, dilakukan rangkaian percobaan pengolahan limbah : Koagulasi/flokulasi-sedimentasi, Koagulasi-flotasi, koagulasi/flokulasi-sedimentasi-adsorpsi dan proses adsorpsi Baja. Dari rangkaian percobaan tersebut, didapat hasil yang paling optimum adalah proses koagulasi/flokulasi-sedimentasi-adsorpsi, dengan persen pengurangan warna sebesar 100%.
Untuk mengetahui jenis adsorben yang paling bagus, dilakukan percobaan secara batch terhadap jenis karbon aktif tempurung kelapa, karbon aktif sekam padi, karbon aktif batu bara lokal dan karbon aktif batu bara impor. Karbon aktif sekam padi dibuat sendiri di laboratorium, sedang jenis karbon aktif yang lain (tanpa merek dagang) didapat dari toko bahan kimia. Dalam percobaan ini dilakukan pengamatan terhadap perubahan waktu kontak dan konsentrasi dari karbon yang digunakan. Pengurangan warna yang paling besar dicapai dengan menggunakan karbon aktif sekam padi yaitu sebesar 95,16%, sedangkan dengan tempurung kelapa hanya sebesar 75,81%.
Untuk mendapatkan pembangunan unit pengolah limbah yang murah, dilakukan penbandingan antara sistem kelompok dan sistem individu. Dari perhitungan biaya pembuatan pengolahan limbah, didapat biaya yang paling murah, jika industri batik melakukan pengolahan secara berkelompok, yaitu didapat penghematan sebesar 24 juta. Angka ini didapat dari perhitungan total 4 pabrik bila melakukan pengolahan secara individu dan bila ke empat pabrik melakukan pengolahan secara berkelompok. "
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulidina Putri Utami
"Spent coffee ground atau SCG adalah limbah yang dihasilkan dari proses brewing kopi dan merupakan jenis limbah yang paling banyak dihasilkan dari proses pembuatan minuman kopi. Bila tidak dikelola dengan baik, limbah ini dapat menjadi permasalahan lingkungan karena mengandung beberapa senyawa bersifat toksik seperti kafein dan tanin serta dapat memperbesar masalah timbulan sampah. Dengan estimasi produksi kopi sekitar 650.000 ton pada tahun 2018, limbah kopi yang dihasilkan di Indonesia sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai refuse derived fuel RDF dalam bentuk pelet karena ukurannya yang kecil namun kerapatannya sangat tinggi sehingga membuat penyimpanan dan penanganannya lebih mudah dan efisien. Namun belum ada penelitian yang membahas mengenai perbedaan karakteristik jenis kopi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk membuat pelet SCG dari dua jenis kopi robusta dan arabica dengan variasi penambahan binder masing-masing 0, 2 dan 5. SCG dikeringkan dan diayak untuk mendapatkan partikel berukuran maksimum 0,85 mm. Pelet dibuat dengan diameter 8 mm menggunakan alat cetak yang ditekan dengan extruder bertekanan maksimum 4 ton. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa SCG robusta memiliki kerapatan yang lebih tinggi karena kandungan lignin yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan arabica. Penambahan binder meningkatkan kadar air dan daya tahan serta menurunkan kadar volatil dan kadar abu pelet. Berdasarkan pengujian terhadap beberapa variasi penambahan binder, kualitas pelet SCG arabica dan robusta terbaik adalah tanpa penambahan binder. Pelet arabica dan robusta masing-masing memiliki nilai kalor sebesar 4772 dan 4342 kkal/kg. Berdasarkan hasil perhitungan potensi energi, pemanfaatan SCG robusta dan arabica sebagai RDF di Indonesia menghasilkan energi sebesar 7,81 juta GJ/tahun.

Spent coffee ground or SCG is waste generated from brewing process and is the most generated type of coffee waste from coffee drink production. If it is not treated well, waste generation in landfill will increase and environmental problems may occur because of its toxic content. With 650.000 tonnes estimation of total coffee production in 2018, coffee waste in Indonesia is very potential to be utilized as refuse derived fuel RDF . Among various forms of solid RDF, pellet has the smallest particle size and biggest bulk density so it can be easier and more efficient to be handled and stored. However, limited research work has been conducted on pellet according to its type of bean. Hence, this study will investigate the properties of SCG as a potential feedstock for refuse derived fuel RDF according to two types of coffee beans robusta and arabica with 0, 2 and 5 binder addition to each type of bean. The SCG have been dried and sieved to obtain particles of maximum size 0,85 mm. Each blending variations of binder and type of bean constructed as a cylindrical pellet with a diameter of 8 mm using a pelletizer pressed with an extruder. SEM analysis shows that robusta has more density than arabica because of its higher lignin content. Binder addition to the SCG increased moisture content and durability as well as decreased volatile and ash content of the pellet. The result shows both arabica and robusta pellet has better quality without binder addition. Calorific value of arabica and robusta pellets are 4772 and 4342 kcal kg, respectively. The energy that can be generated from utilization of robusta and arabica SCG as RDF in Indonesia is 7,81 million GJ year."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>