Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51535 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hana Purnomo
"Penetapan subjek pajak badan atas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga negara menimbulkan perdebatan. Kondisi tersebut diakibatkan pada status OJK yang sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai unit lembaga pemerintah yang dikecualikan sebagai subjek pajak badan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 (UU PPh 2008) tentang Pajak Penghasilan. Di sisi lain, OJK menganggap bahwa penghasilan yang diperolehnya bukan merupakan objek pajak walaupun status subjek pajak OJK termasuk dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU PPh 2008. Hal ini berpotensi menimbulkan dispute dalam pemungutan pajak atas OJK khususnya terkait asas ease of administration. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) badan atas OJK ditinjau dari asas ease of administration yang terdiri dari kepastian hukum, efisiensi, dan kenyamanan pembayaran. Pembahasan pada penelitian ini terfokus pada penetapan subjek pajak badan dan objek pajak atas pungutan yang diterima oleh OJK. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan teknik analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini yaitu saat OJK ditetapkan sebagai subjek pajak sudah sesuai dengan asas kepastian hukum, efisiensi, dan kenyamanan pembayaran dalam asas ease of administration. Dari sisi kepastian hukum, secara regulasi sudah pasti namun terdapat ketidaksesuaian definisi pajak yang merupakan pengalihan sumber daya dari sektor privat ke sektor publik pada pemungutan pajak atas OJK. Ditinjau dari asas efisiensi, pada awal proses penetapan subjek pajak badan OJK menimbulkan biaya yang tinggi baik dari sisi OJK maupun DJP. Di sisi lain, pemajakan atas penghasilan OJK dianggap tidak efisien mengingat OJK merupakan bagian dari pemerintah dan merupakan Unit Badan lainnya yang kekayaannya tidak terpisahkan dari kekayaan negara. Terkait dengan asas kenyamanan, adanya dua kewajiban setoran ke kas negara dapat menimbulkan ketidanyamanan.

Determination of the corporate tax subject of the Financial Services Authority (also known as “OJK” in Indonesian) as a state institution caused debate. This condition is caused by OJK status which is no longer qualified as a unit of a government institution that is excluded as a subject of corporate tax as mentioned in Article 2 paragraph (3) of Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh 2008) about Income Taxes. On the other hand, OJK considers that the income it receives is not a tax object even though the OJK tax subject status is included in the provisions of Article 2 paragraph (3) of the UU PPh 2008. This has the potential to cause a dispute in tax collection on OJK especially related to the principle of ease of administration. The purpose of this study is to analyze the Income Tax (PPh) policy of the OJK in terms of the ease of administration principle consisting of certainty, efficiency, and convenience of payment. The discussion in this study focuses on determining the subject of corporate tax and tax objects on levies received by the OJK. The research approach used is a qualitative approach with qualitative data analysis techniques. The results of this study are that when the OJK is introduced as a tax subject is by following the principles of certainty, efficiency, and convenience of payment in the principle of ease of administration. In terms of certainty, the regulation is certain but there is a mismatch in the definition of tax which is the transfer of resources from the private sector to the public sector. In terms of the principle of efficiency, at the beginning of the process of determining the OJK corporate tax subject, it raises high costs both in terms of OJK and DGT. On the other hand, taxation on OJK's income is considered inefficient considering that OJK is part of the government and is another entity unit whose wealth is inseparable from state assets. Related to the principle of convenience, the existence of two deposit obligations to the state treasury can create inconvenience"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Unggul Dwi Sulistiyanto
"Financial Technology atau FinTech dengan model Peer-to-Peer Lending (P2P) adalah salah satu dari metode pembiayaan saat ini yang banyak digunakan oleh industry kreatif hingga perusahaan jasa konstruksi karena didukung oleh keuntungan dari berbagai aspek. Tetapi, walaupun adaptasi terhadap seluruh industry sangat cepat dan besar di dunia, tetapi berbanding terbalik dengan kondisi adaptasinya di Indonesia. Banyak Perusahaan Jasa Konstruksi Kecil dan Menengah mengalami kesulitan keuangan dan akses untuk pembiayaan proyeknya oleh karena permasalahan kompetisi dengan perusahaan yang lebih besar serta pembayaran yang terlambat oleh pemilik proyek. Studi ini memiliki tujuan untuk mengembangkan strategi peningkatan adaptasi dari FinTech P2P Lending agar dapat meningkatkan penggunanya sehingga akses pembiayaan terhadap perusahaan jasa konstruksi kecil dan menengah dapat lebih mudah. Studi ini menggunakan metode TAM untuk mengidentifikasi faktor yang sudah baik, masih kurang, dan perlu peningkatan untuk strategi adaptasi Fintech P2P Lending untuk PUJK. Hasil yang didapat adalah saat ini ekosistem P2P Lending Indonesia masih harus dikembangkan pada beberapa sector seperti kemudahan penggunaan, kemudahan pengendalian, hingga loyalitas. Dari hasil benchmark dengan beberapa negara didapat strategi pengembangan adapasi tersebut. Strategi tersebut ditempuh dengan peningkatan keuntungan yang diharapkan, kustomisasi dashboard, peningkatan garansi serta asuransi, kerja sama eksklusif, maupun pembuatan Platform P2P Lending khusus Perusahaan Jasa Konstruksi.

Financial Technology (FinTech) with the Peer-to-Peer Lending (P2P) scheme is one of the project financing methods that has been widely utilized by crea-tive industries owing to its benefits in various aspects, particularly the con-struction services companies. However, though its massive adoption in the construction industries in multiple countries, P2P has not been tapped by In-donesia’s construction companies. Many small and medium-sized enterprises (SMEs) working in the construction sector experience financial difficulties and access to capital for their projects, primarily due to competition with larger companies and late payments from the project owners. This Study aims to study the current research on the adoption of P2P lending FinTech in SME construction service companies. Used method is TAM to identify the current situation and determined affected factors. The result of this study shows that factors deemed necessary as well as a new strategy to increase users for FinTech adoption can help foster the development of the business processes compatible with the needs of SME construction companies, subsequently increasing its level of use in the future."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Fahmi Arkanuddin
"Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh risiko serta regulasi arsitektur keuangan terhadap ekosistem fintech pada indutsri fintech P2P lending Indonesia serta menganalisis risiko-risiko mendasar industri fintech P2P lending Indonesia. Penelitian ini untuk menguji dan mengkonfirmasi model, berdasarkan teori ekosistem fintech. Penelitian ini menggunakan paradigma positivis, dan metode kuantitatif. Stabilitas ekosistem fintech P2P lending sangat penting dalam menjaga keberlangsungan bisnis Industri fintech P2P lending Indonesia, sementara itu risiko dan regulasi arsitektur keuangan sebagai variabel eksternal yang dapat mempengaruhi stabilitas ekosistem fintech P2P lending, hal ini tercermin dari hasil penelitian menunjukkan bahwa: (i) Risiko serta regulasi arsitektur keuangan secara bersama-sama dan simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap ekosistem fintech; (ii) Risiko-risiko mendasar pada industri fintech P2P lending, antara lain risiko kredit, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko reputasi serta ada 1 tambahan risiko yaitu risiko pandemik-COVID-19. Risiko memungkinkan dapat dimitigasi melalui penerbitan regulasi, karena kedua variabel ini memiliki korelasi yang sangat kuat, selain itu juga dengan memperkuat ekosistem fintech terutama elemen kunci yaitu fintech start-ups, dengan fokus mengelola, mengendalikan dan memitigasi risiko melekat yang ada. Risiko pandemik-COVID-19, memiliki korelasi terhadap elemen start-up fintech, sehingga adanya pandemik COVID-19, mendorong penggunaan platform digital-mobile application, di mana transaksi dapat dilakukan tanpa harus bertemu dan tetap menjaga social distancing. Dimensi regulasi harus mencakup regulatory, fungsi regulasi dengan menerbitkan aturan-aturan, dan supervisory, fungsi pengawasan terhadap seluruh pelaku fintech P2P lending dan pelaku pendukungnya serta regulasi big data analytics, automation dan robotics. Elemen-elemen baru ekosistem fintech P2P lending Indonesia perlu didukung dan dikembangkan, seperti institusi asuransi kredit dan lembaga perlindungan konsumen fintech.

The purpose of this research was for analyzing the affect risk and financial architecture regulation to fintech ecosystem on P2P lending industry in Indonesia and analyze the fundamental risks of fintech P2P lending Industry in Indonesia. This research was to test and confirm the theory of fintech ecosystem. This research uses positivist paradigm and the quantitative method approach. The stability of fintech P2P lending ecosystem is the most important to keep the business sustainability of fintech P2P lending in Indonesia, in while risk and financial architecture regulation are external variables that can affect the stability of fintech P2P lending ecosystem, which was reflected in the result of of research showed that: (i) from fintech ecosystem perspective view, risk had significant correlations to financial architecture regulation; (ii) in fintech P2P lending industry, risk had effect significantly on fintech ecosystem; (iii) for regulation level in fintech P2P lending industry, financial architecture regulation has no significantly effect on fintech ecosystem; (iv) risk and financial architecture regulation had significant effect simultaneously on fintech ecosystem; (v) The fundamental risks of fintech P2P lending industry are credit risk, operational risk, liquidity risk, reputation risk and 1 addtitional risk, namely pandemic risk-COVID 19. The Risks are probable can be mitigated by making rules in financial architecture regulation and empowered fintech ecosystem, especially main element of fintech ecosystem is fintech start-ups for managing and mitigating inherent risks. Pandemic risk COVID-19 has strong correlations to fintech start-up, the existence of pandemic COVID-19 event can encourage for using digital platform-mobile application, where the transactions can be settled without meeting and still-keep up social distancing. Financial architecture regulation has cover at least the regulatory, issue the rules related with this industry and supervisory, supervise all the actors of this industry and supports as well as regulation of big data analytics, automation and robotics. The new elements of ecosystem of fintech P2P lending in Indonesia needed for supporting this industry, namely: the existance of credit insurance institution element and fintech consumers protection agency."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musthofa Faruq
"Kemajuan teknologi telah memberikan dampak pada banyak sektor, salah satunya pada industri keuangan, instrumen pendanaan yang berbasis teknologi menjadi alternatif penyaluran dana dan akses kepada pembiayaan selain melalui perbankan. Peer to Peer Lending (P2PL) merupakan salah satu platform industri keuangan berbasis Financial Technology (fintech) yang memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses pendanaan. Dari sudut pandang Syariah, melalui Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah menjadi dasar diperbolehkannya secara Syariah praktik P2PL, sehingga industri P2PL yang berlandaskan prinsip Syariah atau P2PL Syariah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Kemudahan akses pendanaan di sisi lain berimplikasi pada meningkatnya risiko pembiayaan macet, sehingga diperlukan suatu sistem yang baik dalam menyelesaikan pembiayaan macet apabila terjadi. Fatwa DSN-MUI sejatinya telah menjelaskan bahwa jika diantara para pihak terjadi perselisihan, maka musyawarah mufakat dilaksanakan sebagai upaya penyelesaian perselisihan, jika mufakat tidak dicapai, maka diselesaikan sengketa tersebut melalui jalan lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada tulisan ini akan mengulas lebih lanjut mengenai mekanisme penyelesaian pembiayaan macet khususnya pada PT Alami Sharia, dimana berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa secara umum terdapat dua jenis metode penyelesaian, yakni litigasi dan non-litigasi. Penggunaan metode non-litigasi diutamakan dan dilakukan sebelum metode litigasi, beberapa metode non-litigasi yang dapat dilakukan antara lain adalah musyawarah berupa mediasi, negosiasi, arbitrase serta melalui Lembaga Perlindungan Konsumen, apabila metode non-litigasi sudah ditempuh dan tidak berhasil, maka metode litigasi melalui pengadilan dapat dilakukan. Pada kasus Alami, mekanisme yang dapat ditempuh diatur dalam perjanjian pemberian kuasa antara Alami sebagai penyelenggara P2PL Syariah dengan pemberi pembiayaan sebagai pengguna adalah sejalan dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 yakni melalui musyawarah dan apabila tidak berhasil maka diselesaikan melalui pengadilan agama. Namun karena Tingkat Keberhasilan pembiayaan Alami masih 100% maka belum pernah ada kasus penyelesaian perselisihan atau sengketa di Alami.

Technological advances have had an impact on many sectors, one of which is the financial industry, technology-based funding instruments have become an alternative for channeling funds and access to financing other than through banking. Peer to Peer Lending (P2PL) is a Financial Technology (fintech) based financial industry platform that makes it easy for the public to access funding. From a Sharia point of view, through the DSN-MUI Fatwa No. 117/DSN-MUI/II/2018 concerning Information Technology-Based Financing Services Based on Sharia Principles is the basis for the regulation of P2PL practices in Sharia, so that the P2PL industry based on Sharia principles or Sharia P2PL grows and develops in Indonesia. Ease of access to funding, on the other hand, has implications for increasing the risk of bad financing, so that a good system is needed to resolve bad financing when it occurs. The DSN-MUI fatwa has actually explained that if there is a dispute between the parties, consensus deliberation (musyawarah mufakat) is carried out as an effort to resolve the dispute, if consensus is not reached, then the dispute is resolved through a sharia-based dispute resolution institution in accordance with applicable laws and regulations. This paper will further review the mechanism of settlement of bad financing, especially at PT Alami Sharia, based on the results of the research it was found that in general there are two types of settlement methods, namely litigation and non-litigation. The use of non-litigation methods is prioritized and carried out before litigation methods, several non-litigation methods that can be carried out include deliberations in the form of mediation, negotiation, arbitration and through consumer protection agencies, if non-litigation methods have been tried and are not successful, then the litigation method through the courts can be done. In the Alami case, the mechanism that can be followed is regulated in the power of attorney agreement between Alami as the organizer of the Sharia P2PL and the financier as the user is in line with the provisions of the DSN-MUI Fatwa No. 117/DSN-MUI/II/2018 namely through deliberation and if it is not successful then it is resolved through a religious court. However, because the Success Rate of Alami's financing is still 100%, there has never been a case of dispute resolution or dispute at Alami."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidina Diniarti Hanifa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan Pajak Penghasilan atas Financial Technology ndash; Peer to Peer Lending P2P Lending . Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dan termasuk dalam penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan peraturan yang ada, terdapat kewajiban perpajakan yang muncul baik atas fee yang diterima oleh platform maupun bunga pinjaman yang dibayarkan oleh borrower kepada lender. Namun, ditemukan adanya ketidaksenambungan antara peraturan yang ada dan fakta lapangan yang terjadi, sehingga dibutuhkan adanya suatu terobosan baru dalam mekanisme perpajakan atas transaksi p2p lending khususnya atas penghasilan bunga yang dibayarkan oleh borrower.

This research aims to determine the treatment of Income Tax on Financial Technology Peer to Peer Lending P2P Lending . This research was conducted using qualitative approach based on literature study and interview with the relevant sources. The results of this research is that based on existing tax regulations, there is a tax obligation that arises both on fees that received by the platform and the interest income from the lender side. However, there is a discrepancy between existing regulations and field facts, so that a new breakthrough in the taxation mechanism of p2p lending transaction, especially on interest income paid by borrower is needed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duran, Randall E.
"Reviews key financial services business areas, technologies, and trends. Covers current trends and emerging concerns in financial services industry, including cloud computing, big data, business process management, microfinance, mobile banking, algorithmic trading, and ongoing regulatory changes. Reviews how financial services processes and practices vary between North America, Asia, and Europe."
Singapore: Cengage Learning, 2013
332 DUR f (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Purnama
"ABSTRACT
Dalam mendesain aplikasi yang akan digunakan sebuah kelompok, dibutuhkan analisis apa yang dianggap berguna dan mudah digunakan bagi kelompok tersebut. Hal ini sesuai dengan Technology Acceptance Model, dimana terdapat dua faktor utama yang mendorong motivasi bagi suatu kelompok untuk menggunakan teknologi baru, kedua hal itu adalah Perceived Usefulness, dan Perceived Ease of Use. Untuk mengidentifikasi apa yang berguna/bermanfaat, penelitian ini berusaha menelusuri kegiatan aktivitas sehari-hari usaha, permasalahan yang dihadapi, dan kebutuhan usaha tersebut dari permasalahan yang ada. Untuk mengidentifikasi apa yang mudah digunakan, penelitian ini berusaha menelusuri budaya dari kelompok tersebut dengan mengidentifikasi budaya tersebut lewat enam dimensi Hofstede (2013) karena budaya menentukan cara berpikir suatu kelompok. Sesuai penelitian oleh Marcus (2013) ditemukan hubungan yang kuat antara budaya kelompok yang dituju dan prinsip desain yang sesuai. Dari hasil wawancara mengenai kebutuhan responden dan prinsip budaya kelompok yang menjadi subjek penelitian, dan hasil analisis dari kuesioner mengenai prinsip budaya mereka yang menjadi subjek penelitian, penelitian ini berusaha mendapatkan sebuah desain, sistem dan fitur aplikasi sistem informasi keuangan yang cocok dengan kebutuhan dan budaya pemilik dan pengelola usaha.

ABSTRACT
In designing applications that will be used by a particular group, an analysis of what is considered to be useful and the ease of use quality for the group is needed. This is in accordance with the Technology Acceptance Model, where there are two main factors that will motivate a group to use the proposed new technology, which are both perceived to be useful and easy to use. In identifying what is useful, this study seeks to trace the activities of daily business activities, problems faced, and the needs that arise from the problems that exist. In identifying what is easy to use, this study seeks to trace the culture of the group by identifying them through the Hofstedes six dimensions (2013), this is because a culture will determine the group set of thinking. In accordance with the research done by Marcus (2013) a strong relationship is found between design principles and the culture of the intended group. From the results of interviews regarding their problems and needs, and from the result of the analysis of the questionnaire regarding their group cultural principles that are the subject of research, this study seeks to obtain a financial information application design, systems and features that fits their needs and culture."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Noor Azzahra
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari inklusi keuangan yang didukung oleh perkembangan teknologi digital terhadap ketidakmerataan pendapatan, kemiskinan dan stabilitas perbankan pada negara-negara berkembang di ASEAN. Penelitian ini menggunakan metode Generalized Method of Moment GMM dan Generalized Least Square GLS dengan data tahunan selama 10 tahun yaitu pada periode 2007 hingga 2016. Penelitian ini menemukan bahwa perkembangan teknologi digital yaitu penggunaan mobile phone dapat meningkatkan inklusi keuangan karena teknologi tersebut mempermudah akses layanan keuangan kepada masyarakat yang sulit dijangkau. Selanjutnya, inklusi keuangan memiliki pengaruh negatif terhadap ketidakmerataan pendapatan, namun bukti empiris lainnya menunjukkan bahwa inklusi keuangan tidak memiliki pengaruh terhadap kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa layanan keuangan formal saat ini belum dapat menjangkau masyarakat miskin. Penelitian ini kemudian menunjukkan bahwa inklusi keuangan dapat meningkatkan stabilitas perbankan, namun ketidakmerataan pendapatan juga memiliki pengaruh positif terhadap stabilitas perbankan. Hal ini semakin mempertegas pernyataan bahwa pemanfaatan sistem perbankan atau layanan keuangan formal masih didominasi oleh masyarakat yang tergolong mampu.

ABSTRACT
This study aims to examine the effect of financial inclusion that supported by digital technology development on income inequality, poverty and banking stability in ASEAN rsquo s emerging countries. This study uses Generalized Method of Moment GMM and Generalized Least Square GLS methodology, using annual data for a 10 year period from 2007 to 2016. The results of the study show that digital technology development usage of mobile phone can improve financial inclusion because the technology makes it easier to access financial services to people who are difficult to reach. Furthermore, financial inclusion has negative effect on income inequality, but financial inclusion has no impact on poverty. This finding indicates that formal financial services seems to be unable to reach the poor. Finally, the empirical evidence shows that financial inclusion contributes positively to banking stability, but income inequality also has a positive impact. This reinforce the statement that the usage of banking and formal financial services still dominated by middle and upper society.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Dong Ah
"Karena adanya teknologi finansial yang semakin berkembang, yang berarti perpaduan keuangan dan teknologi, telah menyebar di industri keuangan, berbagai perubahan telah diantisipasi, seperti munculnya jenis layanan keuangan dan perusahaan keuangan. Menyediakan layanan keuangan, seperti pembayaran, pengiriman uang, dan pialang, perusahaan pembiayaan itu telah menyediakan, kepada perusahaan telekomunikasi dan perusahaan IT baru dengan cara baru. K-bank, Bank Kakao, dll. Kami telah bekerja pada pengembangan teknologi baru, bentuk-bentuk baru dari jasa keuangan dan produk seperti bio-sertifikasi, robot-penasihat, internet banking. Di seluruh dunia, PinTech menarik perhatian sebagai mesin pertumbuhan baru industri keuangan bersama dengan revolusi industri ke-4 dan pasar diperkirakan akan tumbuh menjadi sekitar 800 triliun won pada 2017 Gartner, 2016. Namun, konvergensi teknologi dan keuangan berarti bahwa layanan keuangan secara dramatis.

As the Financial technology, which means the fusion of finance and technology, has been spreading in the financial industry, a variety of changes have been anticipated, such as the emergence of new types of financial services and financial companies. Providing financial services, such as payment, remittance, and brokerage, that the finance company has been providing, to telecommunication companies and new IT companies in new ways. With the development of new technology, new forms of financial services and products such as bio certification, robot advisor, internet banking led by non financial companies such as K bank, kakao bank, etc. Worldwide, financial technology is attracting attention as a new growth engine of the financial industry along with the 4th industrial revolution and the market is expected to grow to about 800 trillion Korean won by 2017 Gartner, 2016. However, the convergence of technology and finance generally means that existing services in the financial sector are dramatically streamlining or new financial services are emerging."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ami Fitri Utami
"Perusahaan Teknologi Finansial Pendanaan atau sering disebut sebagai FinTech Peer to Peer Lending di Indonesia memiliki peran penting dalam mendukung pemerataan kebutuhan akses pendanaan secara nasional. Namun, terdapat ketimpangan antara kinerja perusahaan dari sisi jumlah pengguna serta jumlah pendanaan yang terdistribusi dibandingkan dengan potensi pasar yang ada. Hal ini disebabkan banyaknya kompleksitas yang terjadi termasuk adanya kekurangan sumber-daya internal, tekanan dari regulator, hingga tekanan dari keraguan pasar untuk menggunakan produk. Dalam menyingkapi masalah tersebut, para pemain melakukan berbagai macam kolaborasi dengan berbagai pihak untuk dapat menghasilkan inovasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar, regulasi dan perkembangan teknologi. Penelitian ini berforkus pada dinamika dalam kolaborasi antara para FinTech Peer to Peer Lending dengan jejaringnya. Dalam penelitian ini konsep sistem memori transaktif pada level perusahaan dengan rekan kolaborasinya menjadi kunci dalam memahami dinamika yang ada. Diprediksikan bahwa karakteristik rekan kolaborasi dari sisi spesialisasi pengetahuan, kepercayaan perusahaan akan kredibilitas pengetahuan rakennya serta koordinasi dengan rekan rekan yang dimiliki dianggap dapat berperan dalam peningkatan inovasi serta kinerja perusahaan.

Peer to Peer (P2P) lending FinTech firms in Indonesia possess a major role in enhancing the country’s financial inclusion that leads to a better national’s economy condition. Despites of its’ massive growth in terms of players, investors, as well as innovations; number of national’s P2P lending FinTech adopters are still low which pivotal as it resemblance their performance. This occur as P2P lending FinTech firms facing various challenges both internal and externally due to the newness of the industry. To become more effective, current players tend to collaborate with various parties in deciphering the industrial dynamics. This research focusing on how firm might entrench benefits from its’ collaboration through the concept of Transactive memory system in the inter-firm collaboration level. This research argued that the availability of TSM among the P2P lending FinTech firm and its collaborative might enhance the firm’s competitive advantage such innovation which leads to a better performance in the market. This research mainly contributes to the TMS research field where the concept of TMS mainly used in a small group, and never been investigated in the context of inter-firm collaboration. Current study also contributes to the TMS field as it goes to the dimensional level rather than uses TMS as second order factor construct."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>