Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42393 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Elfian Putra Ifadi
"Akibat program pembangunan bidang kelautan di masa lalu pelaksanaannya menunjukkan hasil yang kurang optimal dan cenderung tidak berkelanjutan (unsustainable), kehidupan perikanan rakyat tetap masih memprihatinkan. Untuk itu pemerintah senantiasa berusaha mengangkat derajat komunitas pesisir tersebut dengan berbagai program pembangunan.
Salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan meluncurkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada tahun 2001. Program yang dibiayai dengan dana subsidi BBM tersebut, fokus utamanya adalah pengembangan kelembagaan masyarakat pesisir berbasis sumber daya lokal serta pengembangan kapasitas kewirausahaan yang terorganisir secara baik. Tujuan program adalah tercapainya pendayagunaan sumber daya pesisir dan lautan secara lestari.
Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan dengan dilaksanakannya Program PEMP tersebut di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Penelitian ini pendekatannya kualitatif dengan dukungan data kuantitatif yang tidak diperlakukan secara statistik. Informan penelitian ditentukan dengan cara purposive sampling yakni sebanyak 20 orang; terdiri dari aparat pemerintah, pihak pengelola program, serta pemuka masyarakat. Sedangkan responden ditentukan dengan cara yang sama yaitu sebanyak 53 orang nelayan penerima manfaat. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in depth interview) langsung dengan informan kemudian dilakukan observasi lapangan. Data kuantitatif dari nelayan pemanfaat dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen atau arsip. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis untuk kemudian dideskripsikan.
Hasil penelitian menemukan pelaksanaan Program PEMP telah meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Meski masih ada kekurangan dalam pelaksanaan yaitu strategi pengelolaan kegiatan yang terlalu berorientasi hasil (out put) bukan pada proses kegiatan, akan tetapi telah cukup merubah pola nelayan mencari ikan di laut.
Sebelumnya mereka selalu dihadapkan pada masalah kekurangan alat (teknologi), tetapi sekarang nelayan memiliki alat tangkap yang dikelola berkelompok sesuai keinginan mereka. Dengan adanya alat tangkap yang lebih baik, walaupun operasionalnya masih relatif konvensional dan cenderung bersifat subsisten, tetapi 34 orang (64,15 persen) penerima manfaat (responden) menyatakan penghasilan mereka bertambah setiap bulan. Pengelolaan usaha dengan cara masih konvensional tersebut adalah akibat tidak diberikannya pelatihan oleh konsultan yang seharusnya dilakukan sebagaimana yang dikehendaki oleh program maupun langkah-langkah pemberdayaan masyarakat.
Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan. Pertama yakni karena pihak luar dalam hal ini aparat Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang serta aparat kecamatan dan kelurahan sangat berperan aktif dalam menyelesaikan persoalan nelayan. Hal ini diakui oleh 24 orang (45,28 persen) responden. Termasuk 21 orang lagi (39,62 persen) responden yang menyatakan bahwa semua pihak termasuk aparat pemerintah terlibat aktif. Kedua; adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Diakui oleh 18 orang (33,96 persen) responden bahwa mereka mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru oleh pelaksanaan program. Ketiga; keikutsertaan dalam organisasi. Dengan dukungan terbiasanya nelayan pemanfaat ikut berorganisasi, maka akan memudahkan bagi pengelola mengorganisir usaha ekonomi produktif mereka. Sebanyak 45 orang (84,91 persen) responden ikut terlibat dalam kegiatan berbagai organisasi dengan berbagai posisi dan kader keaktifan. Keempat; karena pemberdayaan dimulai dari rumah tangga. Eksistensi rumah tangga sangat menentukan dalam pemberdayaan. Karena rumah tangga tidak terlepas dari berbagai tuntutan kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka penghasilan keluarga harus diperbaiki. Sebanyak 52 orang (98,11 persen) responden adalah kepala keluarga yang mempunyai tanggungan rata-rata enam orang setiap keluarga. Kelima, karena baiknya partisipasi. Sebanyak 37 orang (69,81 persen) responden menyatakan bahwa mereka selalu aktif mengikuti kegiatan. Keenam yaitu kerjasama, dimana sebanyak 49 orang (92,45) responden sangat kooperatif. Mereka bersedia membantu setiap kegiatan tanpa perlu diminta. Ketujuh yakni adanya kaderisasi yang ditandai dengan tanggung jawab pengurus kelompok sangat bisa diandalkan untuk memelihara keberlanjutan program, karena senantiasa memotivasi dan mengawasi kegiatan anggota. Sebanyak 10 orang (18,86 persen) responden dianggap bisa diandalkan untuk menjadi kader karena punya motivasi untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuannya kepada masyarakat.
Hasil penelitian merekomendasikan usulan, pertama; agar disusun program lanjutan oleh Pemerintah Daerah untuk kelanjutan Program PEMP tersebut agar lebih berhasil. Kedua, struktur dan mekanisme kegiatan organisasi LEPP-M3 harus dibenahi cara kerjanya. Ketiga, pemantauan dan pengawasan kegiatan KMP harus lebih optimal oleh Dinas Perikanan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Aisyah
"This paper discusses empowerment program for coastal communities in Cilincing subdistrict,
North jakarta. Basically, the program has been relatively successful in developing coastal
communities’s entrepreneurship. This can be seen from the establishment of cooperatives
and small-scale enterprises in that area. But this paper underlines that grant allocation for
the fisherman is still limited. Otherwise, the merchants received the most amount of grant
allocation. In other word, bias on delivering program has occurred. Furthermore, target
location for this program has not been equal yet. It was concentrated on few villages only.
Low understanding for loan scheme also became crucial problem for the program. This has
refushed for 'bad credit' in a lot of amount"
[Program Pascasarjana Universitas Indonesia, ], 2009
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Endang Setiowati
"ABSTRAK
Upaya pemberdayaan masyarakat pesisir yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul sejak 20 tahun yang lalu masih belum dirasakan secara merata oleh masyarakat di kawasan tersebut. Padahal di wilayah pesisir ini telah terjadi pergeseran dalam mata pencaharian, yaitu peralihan dari petani ke petani-nelayan ataupun nelayan-petani. Peralihan ini mungkin terjadi karena tuntutan keadaan dan dalam batas tertentu akan berdampak pada keberlanjutan sumberdaya daratan dan perairan Upaya pernberdayaan masyarakat pesisir dalam rangkaian pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam masyarakat pesisir inilah yang merupakan permasalahan yang mendasari penelitian.
Tujuan dari pellitian ini adalah untuk rnengetahui sejauh mana pengaruh kegiatan pemberdayaan dalarn peningkatan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat terhadap pelestarian lingkungan masyarakat pesisir, sehingga dapat ditentukan atau disusun strategi pemberdayaan agar diperoleh hasil yang berdaya guna.
Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi masyarakat pesisir di lokasi, baik yang menyangkut ilmu pengetahuan, teknologi maupun kesadaran dalam memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lebih baik. Diharapkan dengan adanya pembahan tersebut akan terjadi peningkatan kesejahteraan serta tingkat partisipasi atau kepedulian dalam pelestarian lingkungan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan menekankan pada pendekatan kualitatif disertai dengan data dan analisis statistik (kuantitatif) sebagai penunjang. Penelitian ini mengambil kasus pemberdayaan sekelompok masyarakat di pesisir Kecamatan Tepus dan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam daratan, pesisir dan laut, yang mencakup wilayah Pantai Baron, Drini, Sundak dan Siung. Upaya pernbcrdayaan nelayan di pesisir Kabupaten Gunungkidul ini pertama kali dilakukan di Pantai Baron pada tahun 1980 yang kemudian diikuti oleh keetiga pantai lainnya.
Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa upaya pemberdayaan berupa peningkatan kesejahtraan masyarakat belum dapat menjangkau seluruh rnasyarakat nelayan disebabkan seluruh rangkaian kegiatan pemberdayaan yang terdiri lima upaya pemberdayaan tampak tidak terpola dan terkesan tidak ada perencanaan yang matang, baik untuk cara, waktu dan tempat pemberdayaan. Kemelimpahan sumberdaya laut pada umumnya belun dapat dimanfaatkan secara optimum oleh penduduk setempat, antara Iain disebabkan oleh keterbatasan teknologi dan kondisi sosiokultural yang menjadi kendala dalam adopsi dan keberlanjutan pemanfaatan teknologi mengingat pembinaan sosial budaya masih sangat kurang dibandingkan dengan upaya pemberdayaan lainnya.
Partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan sebagai hasil dan program pemberdayaan juga menunjukkan hasil yang belum optimal. Kepedulian masih ditunjukkan dalam pemahaman saja bukan pada suatu tindakan atau perbuatan yang nyata dengan tujuan yang lebih mengarah kepada pemenuhan kebutuhan ekonomi. Tujuan utarna dari pemberdayaan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat belum dapat tercapai secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Konsep keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat pesisir harus memperhatikan 5 (lima) upaya pemberdayaan yang terdiri atas upaya memotivasi masyarakat (motivasi), pembinaan ketrampilan, pembinaan dalam bidang pengelolaan (manajemen), pembinaan dalam usaha pelestarian lingkungan dan pembinaan sosial budaya, dimana faktor sosial budaya merupakan bagian penting dmi kelima upaya tersebut seluruh rangkaian, proses dan hubungan antar upaya pemberdayaan tersebut adalah proses pemberdayaan lanjutan dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan sehingga tujuan dari pemberdayaan masyarakat pesisir dapat tercapai baik dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan yang Iestari baik daratan, pesisir dan laut.
Program pemberdayaan lanjutan hendaknya dimasukkan dalam kerangka perencanaan yang matang dan lebih menekankan pada bidang sosial budaya khususnya pendidikan mengingat masih diperlukan sumberdaya manusia (SDM) masyarakat pesisir yang tanggap terhadap inovasi dan perubahan baru.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam kajian dan analisis mengenai upaya pemberdayaan masyarakat pesisir, terutama untuk daerah yang mempunyai karakteristik hampir sama dengan Iokakaji, dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam (daratan, pesisir dan laut) serta perubahan kondisi ekonomi, sosial dan budaya petani serta partisipasinya (petani-nelayan) dalam pengelolaan sumberdaya alam sebagai dampak adanya kegiatan pemberdayaan (diversitikasi mata pencaharian) tersebut. Dari penelitian ini dapat tergali dan terungkap pola kehidupan masyarakat setelah adanya upaya pemberdayaan yang menyangkut pola sosial, ekonomi dan budaya setempat dan dihubungkan dengan upaya mereka untuk melestarikan sumberdaya alam yang menjadi sumber kehidupannya untuk mendapatkan keseimbangan dan kesinambungan.

Abstract
Efforts to empower people living in coastal areas made by the regional govemment of Gunungkidul over the past 20 years have produced results although these are not enjoyed by all the people. The region has seen people in coastal areas change jobs. The shifts from farmers to farming-fishermen and fishing-farmers may be due to the current circumstances, and to a certain extent will affect the sustain- ability of land and marine resources. The coastal community empowerment program to enable them to use and manage marine resources is the issue on which this research was based on.
The research aimed at finding out how the empowerment activities affect the promotion of the people?s welfare and their participation in conservation the coastal environment so that efficient empowennent strategies can be set up or devised.
The community empowerment basically aimed at developing the potentials of the studied coastal communities with respect to scientific knowledge, technologies and awareness of using the available resources so that their quality of life could improve. These changes were expected to promote people?s welfare and their level of participation in or concern for environmental protection.
The research was conducted using the analytical-descriptive method with emphasis on the qualitative- approach; supporting data and statistical (quantitative) analysis were also furnished It studied the case of the empowerment program targeted at a group of people living in the coastal districts of Tepus and Tanjungsari in the regency of Gunungkidul, the program of which was supposed to enable them to use and manage the land, coastal and marine resources in the coasts of Baron, Drini, Sundak and Siung. The efforts to empower Eshennan in coastal of Gtmtmgkidul has been done for the Erst time in the coast of Baron in 1980 and then followed by the other coasts.
Research results showed that the empowemient program to promote people?s welfare had not been enjoyed by all the fishing communities because the empowerment program which consisted of tive activities was not properly outlined and carefully planned, in terms of method, time and place. Local communities had not been able to use the abundant marine resources because of tl1e lack of technological advances. Socio-cultural conditions also hampered the adoption and sustained use of technology be use training on socio-cultural was very limited compared with the other more iiequent empowennent activities.
Community participation in the environment conservation following the empowerment program was also not encouraging. People showed only awareness rather than actual steps or real actions toward fulfilment of economic requirements. The main objective of the program - promoting people?s welfare ~ had not been fully and sustainably achieved.
The concept of a continued coastal community empowerment program should take into account live empowering activities: motivating the communities (motivation), skills training, management training, environment conservation training and socio-culture. In all these five activities, the socio-cultural element plays an important part. The whole program, processes and interconnected activities are part of a follow-up empowerment process within the framework of sustainable development to achieve the goal of the coastal people empowerment program to promote people?s welfare and to protect land, coastal and marine environments.
Further programs should be carefully planned and emphasize on the socio-cultural aspect, particularly education, considering that coastal community members who are responsive to changes and innovations are vital to the programs.
This research were expected can be used as reference in find out and analysis about the coastal community empowerment program, specially for region that almost have similar characteristics, in use and manage natural resources (land, coastal and marine) and the changes of economic, social and culture condition of farmer also the participation (farmer-iisherman) in manage natural resources following the empowerment progam (diversification of employment) implementation From this research can be excavate and reveal the pattern of communities life after the empowerment activities with respect to local social, economic and cultural patterns and related with their effort to the natural resources conservation to get the balancing and contiously of their sources of life.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
D646
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnadiati
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai Pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan.
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah melaksanakan beberapa program. Salah satu program penanggulangan kemiskinan masyarakat miskin khususnya di perkotaan adalah Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) yang dibiayai dari Anggaran Biaya Pendapatan Daerah (APBD) pemerintahan Daerah DKI Jakarta. PPMK. dilaksanakan dengan pendekatan tribina yaitu bina ekonomi, bina sosial dan bina fisik. Bina ekonomi dalam bentuk pinjaman dana bergulir dengan bunga 1% yang diperioritaskan untuk penambahan modal dalam Skala kecil. Bidang sosial dalam bentuk kegiatan dalam rangka peningkatan SDM misalnya pelatihan dan kursus. Sedangkan bidang fisik untuk pembangunan sarana dan prasarana lingkungan di tingkat kelurahan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi tentang program melalui informan. Pemilihan informan dilakukan dengan purposive sampling yang meliputi penanggung jawab program di tingkat kodya yaitu Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM), pelaksana program di tingkat kelurahan (Dewan Kelurahan), LSM Pendamping, Unit pengelola Keuangan Masyarakat Kelurahan (UPKMK) dan Unit Pelaksana Kegiatan Rukun Warga (TPKRW), tokoh masyarakat serta penerima pelayanan atau sasaran program. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut, digunakan teknik indepth interview, observasi dan studi komunikasi. Ketiga Cara ini dilakukan sebagai mekanisme triaungulasi atas jawaban masing-masing informan.
Penelitian ini dilakukan diwilayah sasaran PPMK Kelurahan Grogol Utara dengan difokuskan di RW 04, 05, 13, dan RW 14. Adapun alasan pemilihan wilayah tersebut karena dari 16 RW wilayah sasaran program di Kelurahan Grogol Utara, wilayah 4 RW tersebut merupakan wilayah yang paling padat penduduknya serta paling kumuh.
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan yaitu Februari - Maret, dan Desember 2004. Dari hasil penelitian terlihat bahwa proses pelaksanaan PPMK terdiri dari proses persiapan, pelaksanaan serta pengawasan dan pelaporan. Proses pelaksanaan PPMK sesuai dengan tahapan konsep pemberdayaan. Kendala yang dijumpai dalam kegiatan Pelaksanaan PPMK adalah masih tingginya tunggakan dana bergulir, rendahnya sanksi hukum kepada penunggak cicilan. Untuk kegiatan sosial dan fisik kendala yang dihadapi adalah masih berjalannya unsur KKN dalam menentukan lokasi kegiatan dan rekruitmen peserta kegiatan.
Selanjutnya peneltian ini menyimpulkan dan merekomendasikan mengenai program yang telah dijalankan. Rekomendasi didasarkan pada permasalahan yang ada kepada pihak terkait dengan pelaksanaan PPMK yaitu kepada Dewan Kelurahan (Dekel} untuk memberikan kepercayaan dan bimbingan kepada UPKMK sebagai pengelola keuangan PPMK dan TPK-RW serta kepada pemerintah (BPM) sebagai penanggung jawab program untuk mengkaji ulang SK Gub 1747/2003 terutama unruk memperjelas sanksi hokum dalam pelaksanaan PPMK serta alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) untuk UPKMK dan TPK RW sebagai lembaga pengelola dana PPMK."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasuglan, Fordolin
"ABSTRAK
Hasil identtfikasi sosial awal yang dilakukan P3M Widuri dengan warga masyarakat Desa Karanggan adalah berbagai permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat, antara lain : rendahnya tingkat sosial ekonomi, terbatasnya lahan pekarangan, rendahnya partisipasi dalam program pembangunan. Untuk membantu memecahkan permasalahan tersebut, maka P3M Widuri bekerjasama dengan pengurus GKP Gunung Putri (sebagai titik masuk) dan pemerintah setempat, menyelenggarakan program-program pemberdayaan. Program-programnya cukup beragam sebagai konsekuensi logis dari beragamnya permasalahan yang ada.
Tesis ini mencoba mengkaji secara deskriptif proses pelaksanaan program-program pemberdayaan tersebut dan hasil-hasil yang telah dinikmati oleh warga masyarakat setempat. Apabila dipandang berhasil ataupun kurang berhasil, faktor-faktor apa yang mendukung atau yang menghambat.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif-deskriptif dengan studi kasus masyarakat Desa Karanggan. Terlebih dahulu dikemukakan proses pelaksanaan program seperti apa adanya, kemudian dianalisis berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan sebelumnya, khususnya variabel-variabel yang dipandang sebagai penentu bagi suatu program pemberdayaan.
Permasalahan dan proses pelaksanaan program-programnya didekati dengan perspektif pembangunan sosial dengan strategi pemberdayaan. Bahwa program-program pemberdayaan bermuara pada 3 bidang, yaitu bidang sosial, pemberian informasi, pengetahuan, keterampilan, penciptaan akses, dan partisipasi, Bidang politik : partisipasi aktif warga dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi masa depan mereka. Bidang psikologis : meliputi penggalian potensi dan kepecayaan diri. Inti ketiga bidang ini adalah proses pendidikan, sebagai upaya penyadaran diri dan menambah pengetahuan, keterampilan dan wawasan. Program-program tersebut dilaksanakan melalui LSM, yang dalam hal ini adalah P3M Widuri.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam proses pemberdayaan sangat memerlukan peran sosial masyarakat, agar mereka mau berpartisipasi dalam penetapan masalah, perencanaan program dan bertanggungjawab atas program yang diselenggarakan. Hal itu telah dapat dilaksanakan oleh P3M bersama-sama dengan warga masyarakat. Selain itu masyarakat juga berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan dan evaluasi program, sebab selama proses berlangsungnya program, warga juga sudah berinisiatif dan memprakarsai, mengusulkan program-program lanjutan. Dalam hal ini warga sudah mulai memiliki kepercayaan diri.
Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa meskipun warga masyarakat sudah disiapkan, berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program, sudah mulai menikmati hasil-hasilnya, namun di dalam perencanaan dan pelaksanaan program mandiri belum dapat dicapai, karena masih ada sifat ketergantungan terhadap P3M. Untuk menunjang keberhasllan program pemberdayaan ini masih perlu diimbangi dengan upaya penciptaan akses terhadap organisasi ataupun instansi lain, sebagai perluasan jaringan pemasaran produk. Perlu pula diupayakan pemberian dana bantuan kepada keluarga, agar pinjaman modal melalui Dana Bergulir dapat mencapai sasaran atau tidak menyalahgunakannya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Masih perlu pula diupayakan perbaikan sikap mental warga agar mau belajar memperbaiki nasib sendiri, tidak pasrah dan apatis, sehingga mampu mandiri atau tidak tergantung pada orang lain ataupun lembaga. Dari semua faktor-faktor tersebut di atas, dan dalam kenyataannya di lapangan, belum lerlihat perbaikan ekonomi rumah tangga secara berarti dan bila dikaitkan dengan tujuan program pemberdayaan, yaitu agar mampu membentuk kelompok usaha bersama, masih belum dapat tercapai. Selama penyelenggaraan program-program pemberdayaan ini, peran yang menonjol dimainkan oleh petugas P3M adalah adalah sebagai guide, enabler, expert mediator, dan fasilitator.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryono
"Program pemberantasan kemiskinan hingga kini terus dilaksanakan dengan dana yang besar dari APBN. Dari berbagai program pemberantasan kemiskinan yang telah dilaksanakan pemerintah, program pengembangan kecamatan atau PPK (sekarang PNPM/program pemberdayaan masyarakat mandiri) dianggap berhasil, sehingga dilaksanakan di seluruh kecamatan di Indonesia. Namun hal ini tidak sejalan dengan hasil evaluasi PPK sebelumnya yang menunjukan: (a) peningkatan partisipasi warga dalam pembangunan tidak meningkat secara signifikan; (b) perubahan struktur secara alamiah berupa peningkatan kemampuan daerah dan kesejahteraan masyarakat secara memadai dan lestari belum terwujud; (c) aspek CDD yang berkenaan dengan demand responsive organization tidak berjalan lancar; dan (d) peningkatan lapangan kerja RTM hanya terjadi ketika ada kegiatan konstruksi dan tidak berlangsung jangka panjang. Adanya perbedaan antara tujuan pelaksanaan PPK dan kondisi riil hasil evaluasi tersebut membuat peneliti ingin mengetahui lebih jauh efektifitas pelaksanaan PPK, yaitu dengan melakukan studi evaluasi program pemberdayaan masyarakat dalam PPK di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.
Menggunakan pendekatan mixed methods dan pengumpulan data secara kuantitatif (angket) dan kualitatif (wawancara mendalam), dengan rancangan penelitian sintesis antara evaluasi program model CIPP dan aspek pemberdayaan Seven E, penelitian ini ingin menjawab dua pertanyaan pokok. Pertama, bagaimana efektifitas pemberdayaan masyarakat dalam PPK di Kabupaten Bogor. Kedua, apa faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan PKK.
Penelitian mendapatkan temuan: Pertama, evaluasi program selama ini lebih pada aspek teknis dan ekonomis dan tidak bermuatan pemberdayaan. Kedua, penetapan jenis program sesuai konteks, input program belum mencukupi kebutuhan, proses pemberdayaan ditekankan pada pembangunan prasarana dan pinjaman modal bagi SPP, serta terjadi peningkatan penghasilan bagi anggota SPP. Ketiga, faktor penghambat pemberdayaan seperti penggunaan evaluasi non pemberdayaan, sosialisasi program terbatas, tidak adanya pendampingan khusus bagi keluarga miskin, dan tidak adanya jaminan keberlanjutan program. Keempat, untuk mencapai hasil pemberdayaan maksimal perlu penerapan konsep pemberdayaan Seven E, sehingga transformasi sosial akan berlangsung terutama melalui pendidikan, pendampingan dan evaluasi. Evaluasi program model CIPP sesuai untuk melakukan evaluasi program pemberdayaan, jika pada keempat unsurnya bermuatan pemberdayaan dan dilakukan secara partisipatif (participatory empowerment evaluation). Kelima, keberlanjutan suatu program pemberdayaan akan tercapai jika aspek pengembangan kemandirian dilaksanakan sejak awal dan dengan memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk berinisiatif membuat program sesuai kemampuan sendiri (otonom), dan bukan harus melaksanakan program yang dikembangkan oleh pemerintah (pusat).

Poverty eradication program up to now then carried out with big budget from APBN. Various poverty eradication program, The Kecamatan Development Program (KDP) (now PNPM/National Program of Community Empowerment) being assumed success, so that carried out in all kecamatan or sb-district in Indonesia. But this matter not in line with evaluation result KDP previous that demo: (a) member participant enhanced in development doesn't increase to significant; (b) structure change naturally shaped region ability enhanced and society welfare according and everlasting not yet materialized; (c) aspect CDD that with demand responsive organization doesn't go well; and (d) employment enhanced RTM (poor people) only happen when there construction activity and doesn't go on long-range. Difference existence of KDP goal and evaluation result real condition makes researcher wants to know farther efectifity of KDP, that is with do study evaluation of commnity empowerment program in KDP at Bogor regency, West Java province.
Use to approach mixed methods and data collecting quantitatively (inquiry) and qualitative (interviews), research disign of sintesis CIPP model program evaluation and empowerment aspect seven E, this study wants to answer two main questions. First, how efectifity of community empowerment in KDP at Bogor regency. Second, is strengthening and weakness factor ini KDP.
Result of study: First, program evaluation during the time more in technical aspect and economical and doesn't empowerment. Second, program kind stipulating appropriate context, input program not yet adequate, empowerment process is emphasized in infrastructure development and capital loan for SPP, with happen income increase for SPP member. Third, the weakness factor likes evaluation use non empowerment, limited program socialization, special assistance inexistence for poor people, and not guarantee of program sustainability yet. Fourth, to achieve maximal empowerment result necessary empowerment concept applications seven E, so that social transformation will go especially will pass education, assistance and evaluation. model program evaluation CIPP appropriate to do empowerment program evaluation, if in fourth the element contains empowerment and done participatory (participatory empowerment evaluation). Fifth, sustainaility of a empowerment program reached if self relient development aspect is carried out since beginning and with give authority to local government to make program down alley self (autonomous), and must not carry out program that developed by government."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
D00919
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nawira Shahab
"ABSTRAK
Skripsi ini berangkat dari sebuah isu terkait dengan penguatan dalam sebuah organisasi berbasis komunitas, yaitu Yayasan Srikandi Sejati, yang tak lain adalah komunitas transgender di Jakarta. Fokus skripsi adalah pada pembelajaran bagaimana sebuah program pemberdayaan berlangsung dalam sebuah organisasi komunitas dengan bentuk self-help activity atau lebih dikenal dengan bottom-up development, yaitu sebuah proses pemberdayaan yang berasal dari bawah. Saya mencoba mengungkapkan bagaimana organisasi ini dapat berdiri serta proses pendiriannya.
Saya menggunakan metode kualitatif dalam pengumpulan data guna menjawab pertanyaan penelitian saya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan terlibat ataupun tidak terlibat dan wawancara mendalam terhadap beberapa informan baik sebagai pengurus yayasan ataupun sebagai orang-orang yang dijangkau oleh yayasan ini. Dalam melakukan penelitian ini saya juga terlibat menjadi sukarelawan dalam berbagai kegiatan seperti ikut menghadiri beberapa rapat, pertemuan, penjangkauan dan pelatihan.
Temuan-temuan utama dalam penelitian ini, pertama, terkait dengan peran tokoh-tokoh waria dalam menggagas dan menjalankan yayasan. Dalam skripsi ini saya mengungkapkan bagaimana proses dan pengalaman yang dilakukan dalam mendirikan sebuah yayasan yang sah, mengingat dalam masyarakat, waria dianggap sebagai suatu penyimpangan dan waria pun sangat identik dengan kemiskinan dan minimnya tingkat pendidikan.
Kedua, pemberdayaan ini pun diwujudkan dalam bentuk self-help activity yaitu pemberdayaan dilakukan oleh komunitas itu sendiri. Hal tersebut merupakan nilai lebih dalam pelaksanaan program, meskipun tidak terlepas dengan hambatan lainnya. Adapun YSS menekankan pada persamaan hak waria dan lebih menekankan pada pengembangan kepribadian waria untuk mencapai penerimaan atau mengurangi bentuk penolakan masyarakat terhadap waria.
Ketiga, mengkaji persoalan waria di Jakarta tentu berkaitan erat dengan isu pelacuran. Dalam skripsi ini saya juga mengkaji bagaimana relasi YSS dengan isu prostitusi, khususnya dalam kaitannya dengan isu kesehatan terutama HIV/AIDS. Sebagian besar waria bekerja di bidang prostitusi, hal tersebut merupakan suatu kerentanan tersendiri bagi waria terhadap berbagai penyakit. Dari sisi itu pula saya mencoba melihat peranan YSS menghadapi isu tersebut.
Hal tersebut berkaitan dengan kondisi kesehatan waria yang memang rawan dengan berbagai penyakit dan banyak pula waria yang menjadi ODHA serta membutuhkan perawatan khusus. Pemberdayaan pun tidak terlepas dari peran lembaga donor yang menyokong keberlanjutan yayasan ini, meski demikian keberadaan lembaga donor yang bergerak baik untuk isu kesehatan seperti halnya HIV/AIDS ataupun yang bergerak pada isu gender dan seksualitas.

ABSTRACT
This undergraduate thesis raised issue of empowerment in the transgender community in Jakarta. In this undergraduate thesis I focused on this kind of learning how the community development can work in a community organization that is run with a self help activity form, a bottom-up process in developing community. And I tried to reveal how it was built and how the ongoing process.
In gathering data and conducting this research, I used qualitative methods to reveal the answer to my research question. Therefore I used several research techniques in gathering data such as observation, both participation and non-participation observation. I?ve also had been doing this research by interviewing severals informant whoare part of the foundation and who is a member whose reached by this foundation. In conducting this research i have dedicated most of my time to volunteer in this foundation, followings their meetings, outreach and training.
The main findings of my research are as follow.First of all that is related to the contribution of several figures that built and develop this organization. I revealed the processess and the experiences in establising of thisthis oficial foundation, referring to the transgender is seen as an aberration and the transgender also very synonymous with less of education and wealth.
Second, this community development is embodied in a self help activity which is the community it self who work in the development. This form also provides advantages to the impelementation of theprogram, althought it still has its own constraints.
Many concerns that must bebe faced while implementing this community development, internal and external barriers during the process. These organization and the peoples in organization moves up and down until the latest progres. The contribution of funders and networking its also a major concern in building this foundation. YSS emphasized their work on the equal rights egality of transgender and develop transgender characteristic to achieve acceptance or at least reduce resistance from the surrounding society.
Third, study the transgender issue in Jakarta is always tightly related to the issue of prostitution. In this undergraduate thesis I focused my research on the relevance of this foundation on the issue of prostitution among the transgender which more clodrly related on medical issues especiallyHIV/AIDS and IMS. Most transgender living in trslm of prostitution, which bring vulnerabilityto the transgender especially in health concern.
This development must be not separated by the the funding organization or foundation who support the program and bring the ongoing progress with in the community. Most funders based on health issues, genderand sexuality.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8270
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nursyamsu
"Model pembangunan ekonomi yang berpusat pertumbuhan, menempatkan pendapatan perkapita sebagai indikator keberhasilan, tanpa melihat apakah pendapatan tersebut terdistribusikan kepada masyarakat secara seimbang, telah melahirkan banyak permasalahan sosial, seperti kesenjangan sosial, pengangguran, gelandangan dan pengemis, anak jalanan dan lain-lain tennasuk permasalahan kemiskinan. Berbagai fakta empirik menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin terciptanya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Pembangunan ekonomi lebih bersifat sentralistik, dimana masyarakat dijadikan obyek dari program-program pembangunan. Konsep trickle down effect yang cenderung top-down pun tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Berangkat dari kebijakan otonomi yang memberikan keleluasaan daerah untuk melaksanakan program pembangunannya, Pemerintah DKI Jakarta mencoba pendekatan pembangunan yang cukup inovatif di kelurahan-kelurahan yang ada di wilayahnya. Proyek ini bernama Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK). Program ini merupakan produk pemikiran yang merupakan hasil pengalaman cukup panjang dari pelaksanaan berbagai Program Jaring Pengaman Sosial dan program pengentasan kemiskinan yang telah lalu.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan tujuan untuk menghasilkan data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan PPMK di Kelurahan Bintaro, kendala yang ada dalam pelaksanaan PPMK, kemudian upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi kendala tersebut. Pemilihan informan bersifat purposive sampling yang meliputi, ketua BPM Kodya, Camat, Lurah, Ketua Dekel, UPKMK, TPK-RW, RT, LSM Pendamping, tokoh masyarakat, warga dan pemanfaat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan PPMK di Kelurahan Bintaro, mencakup proses perencanaan, persiapan, pelaksanaan, serta pengawasan. Dalam pelaksanaan PPMK terdapat peningkatan kondisi masyarakat, dilihat dari elemen-elemen pemberdayaan yang dilakukan tidak hanya untuk ekonomi, tetapi juga pemberdayaan terhadap lembaga kemasyarakatan (RT/RW). Institusi RT/RW telah melaksanakan peran pembimbing, pendamping dan pengawas. Peningkatan kondisi masyarakat setelah memperoleh bantuan PPMK ditunjukkan dengan beberapa perubahan, yaitu: omset usaha meningkat, pengetahuan pemanfaat terhadap usahanya bertambah, adanya tabungan, mengenal sistem sumber. SeIain perubahan dari sisi ekonomi, terdapat perubahan dari sisi sosial, berupa meningkatnya keakraban antar warga, yang mengakibatkan tumbuhnya kepedulian dan kegotongroyongan pada komunitas RW. Kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan PPMK berkaitan dengan adanya dana macet/tunggakan dana bergulir, keberadaan kantor TPK-RW yang tidak memadai, lemahnya sanksi yang diberikan kepada penunggak.
Berdasarkan temuan lapangan, penulis mengajukan saran, yaitu adanya penguatan institusi lokal (RTIRW) melalui pembinaan dan pelatihan secara berkala pada komunitas RT/RW, untuk memberdayakan komunitas tersebut, yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas yang merata pada seluruh level RT/RW di Kelurahan Bintaro. Kondisi ini ditopang oleh pengadaan atau pembenahan sekretariat di level RW, sebagai tempat pelaksanaan proses pemberdayaan. Hal ini untuk lebih menunjang pelaksanaan pemberdayaan di level komunitas RT/RW tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrurozi
"Pesantren merupakan institusi pendidikan yang berbasis agama, yang umumnya melayani masyarakat golongan menengah ke bawah yang ada di daerah pedesaan. Pesantren secara umum adalah organisasi lokal yang secara fungsional memiliki peran yang sangat berarti dalam pembangunan desa. Pondok pesantren memiliki kemampuan untuk terlibat dalam berbagai bidang pembangunan masyarakat dan pondok pesantren juga memiliki kepedulian terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar pondok pesantren, melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa pesantren telah memasuki wilayah sosial secara lebih luas. Selain mengandung kekuatan resistensi terhadap modernisasi sebagaimana pada awal berdirinya dulu, pesantren telah melakukan peran aktif membangun masyarakat pada berbagai bidang pembangunan di pedesaan. Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren. Program tersebut adalah program pemberdayaan pengusaha kerupuk pasir oleh pondok pesantren Maslakul Huda, Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan tujuan dari penelitian ini yaitu menggambarkan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Maslakul Huda dan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan tersebut. Untuk memperoleh
informasi yang akurat mengenai pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Maslakul Huda tersebut, maka digunakan teknik wawancara mendalam kepada informan. Informan dalam penelitian ini antara lain pimpinan pondok pesantren, pengurus BPPM, Tenaga Pemberdayaan Masyarakat, Camat Kecamatan Margoyoso, serta anggota kelompok pengusaha kerupuk pasir desa Kajen yang menerima bantuan modal usaha dari pondok pesantren. Dari hasil wawancara dan pembahasan diketahui bahwa kegiatan pondok pesantren Maslakul Huda dalam pemberdayaan pengusaha kerupuk pasir desa Kajen dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan tersebut antara lain tahap persiapan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Tahap persiapan yang dilakukan antara lain terdiri dari pembentukan BPPM dan TPM dari unsur pondok pesantren, melakukan kegiatan FGD dan survey lapangan. Tahap perencanaan terdiri dari sosialisasi program dan pembentukan kelompok-kelompok. Tahap pelaksanaan terdiri dari penyusunan laporan simpanan pokok kelompok, menghitung besaran bantuan yang akan diberikan kepada masing-masing kelompok, menyalurkan bantuan kepada kelompok, memberikan penyuluhan dan konsultasi kepada kelompok-kelompok, melakukan pelatihan administrasi, serta mengadakan workshop mengenai usaha kelompok. Serta tahap evaluasi yang terdiri dari pengawasan lapangan dan penilaian kelompok yang dilakukan oleh TPM. Selain itu diketahui pula adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat tersebut yaitu berupa faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung terdiri dari kedekatan hubungan antara pondok pesantren dan masyarakat yang menciptakan rasa kepercayaan yang tinggi antara pondok pesantren dengan pengusaha kerupuk pasir, pengaruh ketokohan dari Kyai, serta adanya dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan yang bersifat moril maupun materiil. Faktor penghambat terdiri dari penolakan dari masyarakat dan pemerintah atas kegiatan sosial yang dilakukan oleh pondok pesantren, penolakan atas kebijakan yang diambil pondok pesantren untuk menerima bantuan dana kegiatan dari pihak asing, serta adanya kendala di dalam kelompok peminjam dalam mengembalikan pinjaman modal kepada pondok pesantren. Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa rekomendasi yang antara lain: 1. Memaksimalkan faktor ketokohan kyai untuk menciptakan kepercayaan dan kepatuhan masyarakat. Di samping itu, perlu ditingkatkan peranan TPM dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap segala kebijakan dan program pemberdayaan yang disampaikan Kyai. 2. Memperketat pengawasan kelompok dengan melibatkan pengawasan internal di dalam kelompok usaha. 3. Meningkatkan pengetahuan kelompok tentang pemasaran dan pengemasan yang lebih menarik sehingga bernilai jual lebih tinggi dan lebih luas, yang dilakukan dengan cara bekerja sama dengan lembaga lain yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan.

Pesantren is an education institution based on religion; it is serving middle groups in rural community. Functionally, this local organization plays an important role in the rural development. It is capable of taking some role in community development program and be aware of increasing the local community welfare through the empowerment activities. Pesantren expanded their role to the wider social sphere. Beside containing the resistant power of modernization formerly, pesantren also has contribution in rural development level. This research tries to describe the implementation of community empowerment program by pesantren, that is Small Entrepreneur Empowerment Program by Pondok Pesantren Maslakul Huda at Kajen Village, Margoyoso District, The regency of Pati, Central Java. This research uses the qualitative methods to describe the research goals that are to describe the implementation of community empowerment program by pesantren Maslakul Huda and to find the significant factors that affect the implementation. The need of accurate information were fully filled with depth interview technique to the informants. These informants are head of pondok pesantren, BPPM?s activist, TPM?s activist, the district head of Margoyoso, and member of small entrepreneur group at Kajen village. By result of depth interview and analysis, it?s found that there are some stages in the implementation. The stages are preparation stage, planning stage, implementation stage, and evaluation stage. The preparation stage includes establishing the BPPM institution and TPM, FGD activities, and field surveys. The planning stage includes the socialization of the program and creating groups in community. The implementation stage includes formatting group?s assets, planning the donation for each group, distributing the donation for each groups, supervising and consultation, administration training, and conduct a workshop. The evaluation stage consists of field control and field analyses. Then the significant factors are mentioned in supporting factors and the obstacles. Supporting factors include the relationship between pondok pesantren and community, Kyai?s determination, and external support. The obstacles include the community and local government resistances to pesantren?s social activities, and groups? financial factors. The final results of this research defined some recommendations, which are: 1. To maximize the Kyai?s determination to establish good relationship with the community. Then, concerning TPM?s role in community to back up Kyai?s determination. 2. To tighten the group control by involving group internal supervisor. 3. To increase group?s capacity in marketing issues and packaging technique for highest and wider market, through the collaboration with other institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>