Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187451 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Avi Aisyah Ramadini
"Latar Belakang: Perlu dilakukan penelitian untuk melihat perbedaan gambaran jaringan lunak wajah pria dan wanita khususnya ras Deutro-Melayu. Profil wajah lurus dipilih karena profil wajah lurus tidak mengindikasikan adanya disproporsi dental dan fasial sehingga individu dengan profil wajah lurus diindikasikan memiliki oklusi normal serta penampilan wajah dan dental yang dapat diterima. Tujuan: Mengetahui gambaran jaringan lunak wajah pasien pria dan wanita ras Deutro-Melayu dengan profil wajah lurus di RSKGM FKG UI beserta perbedaannya. Metode: Penelitian ini menggunakan 56 rekam medis dan sefalogram lateral pasien pria dan wanita berusia 18-25 tahun ras Deutro-Melayu sebelum perawatan ortodonsia. Analisis dilakukan menggunakan uji T tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney. Hasil: 8 parameter pengukuran menunjukkan perbedaan bermakna antara pria dan wanita (p<0,05) yakni pada kecembungan fasial, kecembungan fasial total, sudut nasofrontal, sudut mentolabial, sudut servikomental, posisi hidung terhadap bidang fasial, posisi bibir atas terhadap bidang fasial, dan posisi bibir bawah terhadap bidang fasial. Pria menunjukkan hasil pengukuran yang lebih besar dibandingkan dengan wanita, kecuali pada sudut nasofrontal yang secara statistik menunjukkan nilai rerata wanita lebih besar dibandingkan pria. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara gambaran jaringan lunak wajah pria dan wanita ras Deutro-Melayu dengan profil wajah lurus.

Background: It is necessary to conduct research to see the difference of facial soft tissue profile in male and female especially Deutro-Malay race. Straight face profile is selected because it does not indicate any dental and facial disproportions, so that individuals with straight facial profiles are indicated to have normal occlusion and acceptable facial and dental appearance. Objective: To compare the difference of facial soft tissue image in Deutro-Malay male and female with straight facial profile. Method: This study used medical records and lateral cephalograms of 56 male and female patients aged 18-25 with Deutro-Malay race before orthodontic treatment. Measurement performed with independent sample T-test and Mann-Whitney test. Result: 8 measurement parameters showed significant difference (p<0,05) those are facial convexity, total facial convexity, nasofrontal angle, mentolabial angle, cervicomental angle, position of nose to facial plane, position of upper lip to facial plane, and position of lower lip to facial plane. Male showed larger measurements than female, except in nasofrontal angle that statistically showed that female's mean score was greater than male. Conclusion: There is a significant difference between facial soft tissue image in Deutro-Malay male and female with straight facial profile.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Prabu Alfarikhi
"Latar Belakang: Profil wajah lurus merupakan profil wajah yang dianggap ideal dan menarik secara estetika. Perlu diketahui gambaran skeletal wajah pria dan wanita yang memiliki profil wajah lurus sebagai acuan dalam perawatan ortodonti. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran skeletal wajah antara pria dan wanita ras Deutro-Melayu yang memiliki profil wajah lurus beserta perbedaanya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang. Penelitian ini menggunakan 58 sefalogram lateral dari rekam medik pasien berusia 18-25 tahun, sebelum dilakukan perawatan ortodontik di RSKGM FKG UI. Dilakukan uji T tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney Hasil: Pria menunjukan nilai rerata sudut Y-axis, FMIA, IMPA, dan sudut interinsisal lebih besar daripada wanita. Nilai rerata sudut SNA, SNB, ANB, sudut fasial, sudut kecembungan, FMA, dan I-SN pada pria lebih kecil daripada wanita. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara gambaran skeletal wajah pria dan wanita ras Deutro-Melayu dengan profil wajah lurus.

Background: Straight facial profile is considered as a profile that ideal and aesthetically attractive. The facial skeletal image of male and female with straight facial profile is used as a reference in orthodontic treatment. Objective: This research’s aim is to understand the facial skeletal image of Deutro-Malay male and female with straight facial profile and its difference. Method: This research is an analytic observational research with cross sectional design. This research used 58 lateral cephalograms from medical records of patients within 18-25 years old, before the orthodontic treatment is applied in RSKGM FKG UI. Independent T test and Mann-Whitney test are conducted. Result: Male’s facial skeletal image shows the average point of Y-axis, FMIA, IMPA dan interincisal angle is bigger than female’s. The angle’s average point of SNA, SNB, ANB, facial angle and convexity angle, FMA and I-SN angle of male’s facial skeletal image are smaller than found in female. Conclusion: There is no significant differences between facial skeletal image of Deutro-Malay male and female race with straight facial profile.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Rosita
"Latar Belakang: Menurut beberapa penelitian gangguan pada masa tumbuh kembang kraniofasial yang menyebabkan gangguan fungsi otot dapat dihubungkan atau disebabkan oleh habit posisi postur kepala. Prevalensi deviasi postur kepala pada anak berusia 6-15 tahun, yaitu sebesar 52,5% dan pada usia 12-16 tahun yaitu sebesar 63%. Adanya ketidakseimbangan otot akibat gangguan fungsi otot dianggap sebagai faktor penyebab posisi dental dan skeletal yang tidak normal. Hal ini dapat memberikan dampak negatif terhadap sistem skeletal dalam hal perubahan morfologi wajah.
Tujuan: Menganalisis hubungan antara sudut craniovertebral postur kepala dengan sudut G-Sn-Pg profil wajah pada anak usia 10-12 tahun secara fotometri untuk mencegah terjadinya masalah perkembangan wajah.
Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan di klinik IKGA RSKGM FKG UI dengan total 33 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Pengukuran postur kepala dan profil wajah menggunakan fotometri lateral dan aplikasi imageJ. Postur kepala: sudut craniovertebral (tragus-C7-garis horizontal), dan Profil wajah: sudut G,Sn dan Pg. Hubungan antara sudut craniovertebral dengan sudut G-Sn-Pg dianalisis menggunakan uji Pearson.
Hasil: Terdapat hubungan bermakna secara statistik antara sudut craniovertebral postur kepala dengan sudut G-Sn-Pg profil wajah (p<0,05), dan kekuatan hubungan lemah (r=0,373)
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara sudut craniovertebral postur kepala dengan sudut G-Sn-Pg profil wajah. Semakin kecil sudut craniovertebral maka semakin kecil sudut G-Sn-Pg yang berarti bahwa postur kepala forward, berhubungan profil wajah yang cembung.

Background: According to several studies, disturbances in the craniofacial growth and development period that cause impaired muscle function can be related to or caused by habitual head posture positions. The prevalence of head posture deviation in children aged 6-15 years is 52.5% and in children aged 12-16 years is 63%. The existence of muscle imbalance due to impaired muscle function is considered as a factor causing abnormal dental and skeletal positions. This can have a negative impact on the skeletal system in terms of changes in facial morphology.
Objective:Analyzing the relationship between craniovertebral angle of the head posture and G-Sn-Pg angle of the facial profile in children aged 10-12 years by photometry to prevent facial development problems.
Methods: This research was conducted at the IKGA RSKGM FKG UI clinic with a total of 33 research subjects that matched with the inclusion criteria. Measurement of head posture and facial profile using lateral photometry and the imageJ application. Head posture: craniovertebral angle (tragus-C7-horizontal line), and facial profile: angles G,Sn and Pg. The relationship between craniovertebral angle and G-Sn-Pg angle was analyzed using Pearson test.
Results: There is a statistically significant relationship between craniovertebral angle of the head posture and G-Sn-Pg angle of the facial profile (p < 0.05) with a weak relationship strength (r = 0.373).
Conclusion: There is a relationship between craniovertebral angle of the head posture and G-Sn-Pg angle of the facial profile. The smaller craniovertebral angle, the smaller G-Sn-Pg angle, which means that forward head posture is associated with a convex facial profile.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Gabriella
"Latar Belakang: Penelitian persepsi Ortodontis dan masyarakat awam tentang profil wajah biasanya dilakukan untuk mengevaluasi kesepakatan di antara kelompok tersebut. Namun, masih sedikit penelitian yang menghubungkan persepsi dengan parameter jaringan lunak profil wajah. Tujuan: Mengetahui perbedaan persepsi ortodontis dan masyarakat awam dan korelasinya terhadap parameter jaringan lunak profil wajah menurut Arnett, Schwarz, dan Rickett. Metode: Penelitian ini adalah analitik korelatif dengan desain potong lintang. Foto profil 52 orang dinilai estetikanya oleh 17 ortodontis dan 17 masyarakat awam pada kuesioner. Uji korelasi Spearman dilakukan antara nilai modus persepsi VAS oleh Ortodontis dan masyarakat awam dengan selisih pengukuran parameter jaringan lunak Arnett, Schwarz, Rickett pada foto terhadap nilai normal. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara persepsi ortodontis dan masyarakat awam tentang profil wajah (p=0,001). Uji kappa menunjukkan kesepakatan antara Ortodontis dan masyarakat awam yang rendah (p=0,035 untuk persepsi estetika, p=0,112 untuk persepsi kecembungan). Terdapat korelasi linier negatif sedang yang bermakna secara statistik antara persepsi estetika Ortodontis dan parameter jaringan lunak profil wajah menurut Rickett (Ls/bibir atas) (r=-0,287, p=0,039), tetapi tidak terdapat korelasi linier yang bermakna secara statistik antara persepsi Ortodontis dan masyarakat awam dengan parameter jaringan lunak profil wajah menurut Arnett, Schwarz, dan Rickett (Li/bibir bawah). Kesimpulan: Terdapat korelasi antara persepsi Ortodontis dengan parameter jaringan lunak profil wajah menurut Rickett (Ls/bibir atas).

.Background: Facial profile perception of Orthodontists and Laypeople was usually studied to assess the agreement between them. However, there is still lack of study that correlates the facial profile perception with soft tissue parameters. Objectives: This study was aimed to evaluate the perception of Orthodontists and Laypeople about the facial profile and its possible correlation with soft tissue facial profile parameters according to Arnett, Schwarz, and Rickett. Methods: This study was correlative analytical study with cross-sectional design. The facial profile photographs of 52 people were rated by 17 Orthodontists and 17 Laypeople on the questionnaire. The correlation between the mode value of VAS perception score by Orthodontists and Laypeople with the difference of soft tissue facial profile parameters at photographs from the normal value according to Arnett, Schwarz, and Rickett was tested using Spearman's correlation. Results: Regarding the perception of Orthodontists and Laypeople on facial profile, statistically significant difference was detected (p=0.001). The Kappa statistic test showed poor agreement between Orthodontists and Laypeople in facial profile perception (p=0.035 for pleasantness, p=0.112 for convexity). The correlation test showed that there was statistically significant difference (moderate negative linear correlation) between Orthodontists’ perception with soft tissue facial profile parameters according to Rickett (Ls/upper lip) (r=-0.287, p=0.039), but there was no statistically significant difference (linear correlation) between Orthodontists’ and Laypeople’ perceptions with the soft tissue facial profile parameters according to Arnett, Schwarz, and Rickett (Li/lower lip). Conclusion: It was concluded that there was correlation between Orthodontists’ perception with soft tissue facial profile parameters according to Rickett (Ls/upper lip.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tavri D. Mahyuzir
Jakarta: Elex Media Komputindo, 1991
004.21 TAV p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Natalia Martina Duwiri
"Latar Belakang: Hal dasar dalam penentuan rencana perawatan ortodonti ialah melihat posisi dan inklinasi dari gigi insisif rahang atas dan rahang bawah, akan tetapi penempatan posisi dan inklinasi gigi insisif yang sesuai dengan kriteria parameter sefalometri normal tidak menjamin bahwa jaringan lunak di atasnya akan menghasilkan tampilan wajah yang harmonis. Hal ini disebabkan karena adanya variasi jaringan lunak antar etnis atau ras.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara inklinasi gigi insisif dan posisi bibir berdasarkan analisis sefalometri pada pasien ras Deutro-Melayu di klinik ortodonti RSKGM FKG.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian analitik restropektif cross sectional pada 64 radiograf sefalometri pasien di klinik ortodonti RSKGM FKG UI. Uji korelasi Spearman dilakukan antara nilai parameter inklinasi gigi insisif (UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) dengan nilai parameter posisi bibir berdasarkan E-line.
Hasil: Terdapat korelasi signifikan positif yang lemah antara UI-Mx dan posisi biibr bawah (r=0,294*). Terdapat korelasi signifikan negatif yang lemah antara Interincisal Angle dan posisi bibir bawah (r=-0,323*). Namun tidak terdapat korelasi antara UI-Mx, IMPA dan Interincisal Angle dengan bibir atas, serta IMPA dengan bibir bawah.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara inklinasi gigi insisif (UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) dan posisi bibir berdasarkan E-line.

Background: The basic thing in an orthodontic treatment plan is to look at the position and inclination of the maxillary and mandibular incisors, but the placement and inclination of the incisors according to the criteria for normal cephalometric parameters does not guarantee that the overlying soft tissues will produce a harmonious facial appearance. This is due to soft tissue variations between ethnicities.
Objective: To determine the relationship between incisor teeth and lip position based on cephalometric analysis in Deutro-Malay patients at the orthodontic clinic of RSKGM FKG.
Method: This study is a quantitative study using a cross-sectional retrospective analytic research method on 64 patients with cephalometric radiographs at the orthodontic clinic of RSKGM FKG UI. Spearman correlation test was performed between the incisor inclination parameter values ​​(UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) and the lip position parameter values ​​based on the E-line.
Results: The correlation test showed that there was weak positive significant between UI-Mx and lower lip position (r=0.294*). There was a weak negative significant correlation between Interincisal Angle and lower lip position (r=-0.323*). However, there was no correlation between UI-Mx, IMPA and Interincisal Angle with the upper lip, and IMPA with the lower lip.
Conclusion: There is no relationship between incisor inclination (UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) and lip position based on E-line.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruthy Yulianti
"Latar Belakang : Sefalometri lateral merupakan pemeriksaan radiograf penunjang yang menjadi standar utama dalam mengetahui kelainan kompleks kraniofasial anak terutama pada kelainan pola skeletal serta menegakkan diagnosis dan penentuan rencana perawatan. Sefalometri memiliki efek paparan radiasi yang kumulatif dan dapat menginduksi kematian sel sehingga dapat merusak fungsi organ. Sekarang ini, terdapat pergeseran paradigma tujuan perawatan ortodontik yang lebih mengutamakan penilaian jaringan lunak. Fotometri lateral telah digunakan sebagai alat diagnostik non-invasif dan dapat memprediksi nilai keselarasan skeletal. Analisis fotometri dinilai lebih efektif, andal, dan ekonomis dalam menilai morfologi kraniofasial profil wajah. Tujuan : Menganalisa perbedaan jarak dan sudut radiografi sefalometri terhadap fotometri lateral pada anak dengan maturasi vertebra servikal tahap dua dan tiga ras Deutro Melayu sebagai landasan dalam penentuan diagnosis dan rencana perawatan. Metode Penelitian: Penelitian potong lintang dengan total subyek 38 anak dengan CVS 2 – CVS 3 ras Deutro Melayu. Pengambilan radiograf sefalometri lateral dan fotometri lateral serta dianalisis menggunakan aplikasi perangkat lunak (Webceph). Hasil : Tidak terdapat perbedaan signifikan antara sudut SNA, jarak NA, dan jarak FHP pada sefalometri lateral dengan sudut TrgNA, jarak N’A’, dan jarak FHP’ pada fotometri lateral. Kesimpulan : Fotometri lateral dapat dipertimbangkan menjadi alternatif dalam mengevaluasi kelainan kraniofasial yang lebih sederhana, eknomis, dapat dilakukan berulang dan bersifat radioproteksi.

Background: Lateral cephalometry is a supporting radiograph examination that is the main standard in finding out the abnormalities of the pediatric craniofacial complex, especially in skeletal pattern abnormalities and establishing a diagnosis and determining a treatment plan. Cephalometry has the effect of cumulative radiation exposure and can induce cell death that damage organ function. Currently, there is a paradigm shift in orthodontic treatment goals that prioritizes soft tissue assessment. Lateral photometry has been used as a non-invasive diagnostic tool and can predict skeletal alignment. Photometric analysis is considered more effective, reliable, and economical in assessing the craniofacial morphology of the facial profile. Objective: To analyze the difference in distance and angle of cephalometric radiographs to lateral photometry in children with stage two and three cervical vertebra maturation of the Deutro Malay race as a basis for determining the diagnosis and treatment plan. Methods: A cross-sectional study with a total of 38 subjects with CVS 2 - CVS 3 of Deutro Malay race. Lateral cephalometry and lateral photometry radiographs were taken and analyzed using a software application (Webceph). Results: There is no significant difference between SNA angle, NA distance, and FHP distance in lateral cephalometry with TrgNA angle, N'A' distance, and FHP' distance in lateral photometry. Conclusion: Lateral photometry can be considered as an alternative in evaluating craniofacial abnormalities that are simpler, economical, repeatable and radioprotective."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Situs web jaringa perpustakaan APTIK (JAPTIK) adalah salah satu penyedia informasi yg dpt di manfaatkan oleh mahasiswa Inuversitas anggota APTIK tg sedang mengerjakan skripsi. Salah satu cara mengevaluasi situs web JP APTIK adalah melakukam penedtian uji ketergunaan atau usabilyti testing ...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Aryani
"Fiksasi eksternal adalah metode mengatasi fraktur dengan memasukkan
pin ke dalam jaringan kulit, jaringan lunak dan tulang yang dihubungkan
dengan rigid external frame. Akibat pemasangan fiksasi eksternal tersebut,
klien seperti mendapatkan teror yang sangat menakutkan karena penem-
patan yang tidak biasa dan bentuk fiksasi eksternal yang besar sehingga
memengaruhi body image. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan
pengalaman body image klien akibat pemasangan fiksasi eksternal eks-
tremitas bawah. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuali-
tatif fenomenologi deskriptif ini dilakukan pada tujuh partisipan yang dirawat
di RSUP Fatmawati dengan cara purposive sampling pada Oktober ?
November 2012 dengan menggunakan analisis Colaizzi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa klien dapat memiliki body image positif atau negatif
yang dipengaruhi oleh diri, keluarga dan lingkungan sehingga menimbulkan
dampak yang perlu diadaptasi oleh klien. Hasil penelitian ini menjadi acuan
bahwa perawat harus memiliki kemampuan memberikan asuhan kepera-
watan yang komprehensif, termasuk yang terkait dengan masalah psikolo-
gis sehingga pemberian asuhan keperawatan akan lebih optimal dengan
outcome yang lebih memuaskan.
Fiksasi eksternal is a method to overcome the fracture by inserting the pin
into the skin tissue, soft tissue and bone are connected by rigid external
frame. As a result of the installation of a fiksasi eksternal, clients such as
getting a very scary terror due to the unusual placement and shape of a
large fiksasi eksternal that affect body image. The research method is des-
criptive phenomenological qualitative study was conducted in seven partici-
pants who were treated at Fatmawati by purposive sampling in October _
November 2012 with using the Colaizzi analysis. The results show that
clients can have a positive body image or negative-that is influenced by self,
family and environmental impacts that need to be adapted by the client. This
Body Image Klien Akibat Pemasangan Fiksasi Eksternal
Ekstrimitas Bawah
Client?s Body Image Because of Lower Extremities External Fixation
Ratna Aryani, Heni Nurhaeni, Dinarti
research is a reference that the nurses should have the ability to provide
comprehensive nursing care, including psychological issues related to the
provision of nursing care that will be optimized with a more satisfactory out-
come."
Jurusan Keperawatan Polteknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta I, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>