Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138930 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Olivia Purnamasari
"Penggunaan lem dalam produksi sepatu yang mengandung bahan berbahaya (benzena) dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi pekerja bengkel sepatu. Sebagai senyawa yang volatil, benzena merupakan agen karsinogenik untuk manusia (Golongan 1). Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi tingkat risiko kesehatan akibat pajanan benzena pekerja bengkel sepatu di Desa Sukajaya yang dilakukan pada bulan April-Mei tahun 2018 dengan data sekunder dan menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Penelitian ini dilakukan di 10 bengkel dengan 13 titik pengambilan sampel udara dan 80 responden pekerja yang pilih melalui stratified random sampling. Hasil penelitian ini menujukkan Rata-rata tingkat risiko non karsinogenik pada pekerja bengkel sepatu dalam penelitian ini adalah 0,35 untuk pajanan real time dan 1,17 untuk pajanan life span. Selanjutnnya untuk rata-rata tingkat risiko karsinogenik sebesar 8,2521E-06 untuk ECR minimal dan 2,92476E-05 untuk ECR maksimal. Dengan persentase sebagai berikut, RQ real time >1 (11,3%), RQ life span >1 (36,3%), ECR min > 10-4 (0%) dan ECR max > 10-4 (8,8%). Risiko Kesehatan yang ditimbulkan dalam penelitian ini masih rendah dan masih masuk ke dalam kategori aman atau dapat diterima (acceptable).

Adhesive glue containing hazardous compound (benzene) utilization in shoes production can cause health risk to shoe footware workers. As a volatile compound, benzene is classified as carcinogenic agent to humans (Group 1). The objective of this study was to estimate the health risks of benzene exposure among shoe workers in Sukajaya Village conducted in April-May 2018 with secondary data and using the Environmental Health Risk Analysis (EHRA) . The study was conducted in 10 workshops with 13 air sampling points and 80 respondents selected by stratified random sampling. The results of this study showed that the average non-carcinogenic risk level in shoe workers was 0.35 for real time exposure and 1.17 for life span exposure. Furthermore, the average carcinogenic risk level is 8.2521E-06 for ECR minimum and 2,92476E-05 for ECR maximum. Percentages of Health Risk Levels are RQ real time> 1 (11.3%), RQ life span> 1 (36.3%), ECR min> 10-4 (0%), and ECR max> 10-4 (8.8%). Health risks exposure in this study results are still in low level and considered as safe or acceptable."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Norjannah
"Keberadaan benzena dalam lem alas kaki ini membahayakan kesehatan para pekerjadi bengkel alas kaki karena sifatnya yang toksik dan karsinogenik. Dampak yangditimbulkan adalah terganggunya sumsum tulang yang merupakan tempat produksi seldarah merah; darah putih dan trombosit. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisishubungan pajanan benzena melalui pemeriksaan konsentrasi S-phenylmercapturic acid S-PMA di urin terhadap kadar trombosit pada pekerja bengkel alas. Desain daripenelitian adalah cross sectional pada pekerja pabrik alas kaki di Desa Sukajaya denganjumlah sampel 73 pekerja. Sampel yang diambil adalah urin dan darah dari pekerjauntuk mengetahui konsentrasi S-PMA dan kadar trombosit. Konsentrasi S-PMA diukurdengan alat LC-MS/MS dan trombosit dengan Automated Hematology Analyzer.Karakteristik individu dengan wawancara secara langsung. Hasil penelitianmenunjukkan nilai OR=2,28 antara konsentrasi S-PMA terhadap kadar trombosit.Variabel kebiasaan olahraga dengan OR=1,58 antara olahraga tidak rutin terhadaptrombosit dan konsumsi alkohol OR=1,78 antara yang mengkonsumsi terhadap kadartrombosit. Hasil uji regresi logistik multivariabel menunjukkan nilai OR=2,59 pekerjadengan konsentrasi S-PMA >0,67 g/g kreatinin terhadap kadar trombosit setelahdikontrol variabel umur dan konsumsi alkohol.

The existence of benzene in the glue of footwear is endangering the health of theworkers in the footwear workshop because of its toxic and carcinogenic nature. Theimpact is the disruption of the bone marrow which is where the production of red bloodcells; white blood and platelets. The purpose of this study was to analyze therelationship of benzene exposure through the examination of S phenylmercapturic acid S PMA concentration in urine on platelet levels in base workshop workers. The designof the study was cross sectional on footwear factory workers in Sukajaya Village with asample of 73 workers. Samples taken are urine and blood from workers to know theconcentration of S PMA and platelet levels. The concentration of S PMA was measuredby LC MS MS and platelets with Automated Hematology Analyzer. Individualcharacteristics with direct interview. The results showed the value of OR 2.28between S PMA concentration to platelet level. Variables of exercise habits with OR 1.58 between non routine exercise on platelets and alcohol consumption OR 1.78among those who consume to platelet levels. Multivariable logistic regression testresults showed OR 2.59 workers with S PMA concentration 0.67 g g creatinine on platelet count after controlled for age and alcohol consumption.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranti Ekasari
"Industri sepatu merupakan salah satu industri informal yang semakin berkembang di Indonesia. Proses pembuatan sandal/sepatu menggunakan bahan kimia yaitu benzena pada proses pengeleman. Pajanan benzena akan mengakibatkan masalah pada sistem hematopoetik yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin.
Penelitian ini bertujuan mengindentifikasi hubungan benzena di dalam tubuh melalui pengukuran biomarker SPhenylmercapturic Acid (S-PMA) terhadap kadar hemoglobin pekerja bengkel sandal/sepatu di Desa Sukajaya. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional yang dilaksanakan pada Maret-Mei 2018. Jumlah sampel sebanyak 73 pekerja dengan metode total sampling.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pekerja dengan umur >29 tahun berisiko 1,76 kali, memiliki riwayat infeksi berisiko 1,51 kali, IMT tidak normal berisiko 1,51 kali, masa kerja >5 tahun berisiko 1,01 kali, dan durasi >11 jam berisiko 1,04 kali memiliki kadar hemoglobin <14 g/dL.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa pekerja dengan konsentrasi S-PMA tinggi (>1,53 µg/g kreatinin) berisiko 1,84 kali lebih besar memiliki kadar hemoglobin <14 g/dL dibandingkan pekerja dengan konsentrasi S-PMA rendah (< 1,53 µg/g kreatinin) setelah dikontrol variabel umur, kebiasaan olahraga, dan jenis pekerjaan. Perlu dilakukan pengendalian risiko di tempat kerja dengan membatasi jam kerja, pengaturan ruang kerja, dan menerapkan pelarangan merokok di ruang kerja.

The shoe industry is one of the growing informal industries in Indonesia. The process of making sandals/shoes used a chemical benzene in the process of sizing. Benzene exposure will caused problems in the hematopoetic system that caused a decrease in hemoglobin levels.
This study aimed to identify benzene relationship in the body through measurement of S Phenylmercapturic Acid (S-PMA) biomarker on hemoglobin level of sandals/shoes workshop workers in Sukajaya Village. This study used crosssectional study conducted in March-May 2018. The number of sample was 73 workers with total sampling method.
The results of the analysis showed that workers with age> 29 years were at risk 1.76 times, had a history of infection at risk 1.51 times, Body Mass Indices (BMI) was not normal at risk 1.51 times, working period > 5 years at risk 1.01 times, and working hours > 11 hours at risk of 1.04 times having hemoglobin <14 g/dL.
The results also showed that workers with high S-PMA concentrations (> 1.53 μg / g creatinine) were 1.84 times more likely to have hemoglobin <14 g/dL than those who had low S-PMA concentrations (<1.53 μg/g creatinine) after controlled by age, exercise, and type of work variables. Risk control in the workplace is required by limiting of working hours, arranging working space, and applying smoking ban in the workplace.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lora Agustina
"Benzena merupakan pelarut yang banyak terkandung di dalam lem yang digunakanindustri alas kaki. Benzena bersifat hematotoksis dan karsinogenik. Salah satu tandahematotoksik benzena adalah penurunan jumlah leukosit. Pajanan benzena dapatdiketahui melalui pengukuran S-phenylmercapturic acid S-PMA urin. Pekerja diindustri alas kaki informal di Desa Sukajaya merupakan populasi yang berisiko. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan konsentrasi S-PMA urin dengan jumlah leukosit pekerja industri alas kaki informal di Desa Sukajaya. Desain penelitianyang digunakan adalah cross sectional. Pengumpulan data melalui wawancara langsung untuk karakteristik individu, pemeriksaan S-PMA urin dengan alat LC-MS/MS dilaboratorium dan darah rutin untuk jumlah leukosit. Analisis bivariat dengan, chisquare, ANOVA dan regresi logistik sederhana. Analisis multivariat dengan regresilogistik ganda. Hasil penelitian mendapatkan tidak ada konsentrasi S-PMA urin yang melebihi nilai BEI le;25 ?g/g kreatinin . Konsentrasi S-PMA yang lebih tinggi lebih berisiko mengalami penurunan jumlah leukosit. Dengan dikontrol usia, masa kerja, durasi kerja, riwayat infeksi, IMT, merokok, jenis pekerjaan dan olahraga, pekerja dengan S-PMA tinggi lebih berisiko mengalami penurunan jumlah leukosit dibandingkan pekerja dengan konsentrasi rendah. Meskipun konsentrasi S-PMA urin masih dibawah nilai BEI akan tetapi konsentrasi S-PMA yang lebih tinggi lebih berisiko mengalami jumlah leukosit menjadi

Benzene is a widely used as solvent in the glue that used in the informal footwear industry. Benzene is hematotoxic and carcinogenic. Decrease in the number of leukocytes is one sign of hematotoxic. Benzene exposure can be measured byS phenylmercapturic acid S PMA urine analysis. The Workers in the informal footwear industry in Sukajaya Village are at risk. This research was conducted to find out the association of S PMA urine with leukocyte count of informal footwear industrial workers. The study design was cross sectional. Data was collected by interview for individual characteristics, S PMA urine with LC MS MS method ini laboratory and blood examination. Chi square ANOVA, simple logistic regression, multiple logistic regression test were used for the analysis. No S PMA concentration of urine exceeding the BEI value le 25 g g creatinine. Higher S PMA concentrations are more at risk of decreasing the leukocytes count. With controlled of age, duration of work, history ofinfection, BMI, smoking, occupation and exercise, workers with high S PMA urin concentration are at higher risk of decreasing the number of leukocytes. Although urinary S PMA concentrations are still below BEI values but higher S PMA concentrations are more at risk of leukocyte counts being
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Fatimah
"Indonesia merupakan pemain besar dalam industri sepatu di dunia, yaitu terbesar kelima setelah Cina, India, Vietnam dan Brasil. Perakitan sepatu menggunakan perekat atau lem yang mengandung senyawa organik volatil (diantaranya benzena, toluen, dan xylen)dengan kandungan benzena di dalam lem diketahui mencapai 2%. Benzena dapat masuk secara tidak sempurna dengan cepat ke tubuh manusia dan hewan melalui pajanan. pernafasanpajanan benzena pada manusia terbukti berhubungan dengan berbagai penyakit akut dan parah termasuk kanker dan anemia aplastik. Selain itu benzena dan metabolitnya juga terbukti dalam peningkatan stres oksidatif yang terlihat dari peningkatan malondialdehid (MDA) dan penurunan antioksidan dalam tubuh.
Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi konsentrasi benzena di udara tempat kerja dan hubungan antara benzena di dalam tubuh melalui pengukuran biomarker SPhenylmercapturic Acid (S-PMA) terhadap stres oksidatif melalui pengukuran kadar plasma MDA pekerja bengkel sandal/sepatu.
Penelitian ini menggunakan studi crosssectional pada sepuluh bengkel sandal/sepatu di Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor pada Maret-Mei 2018. Jumlah sampel sebanyak 64 pekerja diambil dengan metode total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata konsentrasi benzena di udara empat kerja masih dibawah NAB yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 yaitu 0,002066 ppm dan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi S-PMA dalam urin terhadap kadar MDA plasma darah. Sementara itu ada hubungan yang signifikan antara variabel kebiasaan olahraga terhadap kadar MDA plasma darah namun tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel konsentrasi status merokok, konsumsi kopi, dan IMT pekerja dengan kadar MDA plasma darah pekerja. Konsentrasi benzena masih dalam batas aman namun tetap harus diminimalisasi karena benzena merupakan zat karsinogenik yang dapat terakumulasi dalam tubuh sehingga diperlukan pencegahan seperti perbaikan ventilasi,pengaturan jam kerja, dan pelarangan merokok saat bekerja.

Indonesia is the fifth largest country with shoe industri in the world, the biggest after China, India, Vietnam and Brazil. Shoe assembly using adhesives or glue that contain volatile organic compounds (such as benzene, toluene and xylen) with benzene content in the glue is known to reach 2%. Benzene can enter imperfectly rapidly into the human body and animals through inhalation exposure, human benzene exposure is shown to be associated with various acute and severe diseases including cancer and aplastic anemia. In addition, benzene and its metabolites are also proven in increased oxidative stress seen from increased malondialdehyde (MDA) and decreased antioxidants in the body.
This study aims to identify benzene concentrations in the air of the workplace and the relationship between benzene in the body through measurement of S-Phenylmercapturic Acid (S-PMA) biomarkers against oxidative stress through measurement of MDA plasma level of sandal / shoe workers.
This study used cross-sectional study on ten shoe workshops in Desa Sukajaya , Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor from March to May 2018. The number of samples as much as 64 workers taken by total sampling method.
The results showed an average concentration of benzene in the air of the workplace is still under the treshold value which determined by Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Year 2011 (0.002066 ppm) and there are no significant relationship between concentrations of S-PMA in urine against the levels of MDA blood plasma. Meanwhile, there is a significant relationship between exercise habit variables against blood plasma MDA level but no significant relationship between variable length of work, smoking status, coffee consumption, and BMI of workers againist blood plasma MDA levels of workers.The concentration of benzene is still below the treshold limit but should be minimized because benzene is a carcinogenic substance that can accumulate in the body so that the preventive action such as improvement of ventilation, regulation of working hours, and a prohibition on smoking at work should be applied.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fildzah Auliaul Haq
"Benzena merupakan cairan tidak berwarna yang memiliki bau khas dan bersifat toksik yang dapat terkonsentrasi di udara ambien sebagai zat pencemar udara. Salah satu penggunaan Benzena adalah menjadi unsur pokok pada bahan bakar di mana dia berperan sebagai bahan pengikat oktan dan anti-knock dengan konsentrasi 1-5 sehingga Benzena dapat terkonsentrasi udara dari gas buang kendaraan bermotor dan gas uap dari staisun pengisian bahan bakar. Penelitian ini dilakukan guna mengestimasi tingkat risiko kesehatan pajanan Benzena di udara terhadap siswa-siswi di SMPN 16 Bandung yang dekat dengan sumber pencemar Benzena. Penelitian dilakukan pada Mei-Juni 2017 dengan metode yang digunakan adalah Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ARKL. Dari penelitian didapatkan hasil konsentrasi Benzena di udara ambien memiliki rata-rata sebesar <0,316 mg/m3.

Benzene is a toxic colorless liquid which has sweet odor that can be concentrated in ambient air as pollutant. Benzene is used as constituent element in fuels which has function to bind octant and as anti knock with concentration of 1 5 , so that Benzene can be released to ambient air from vehicle exhaust gases and vapor gases from fueling stations. This study was conducted to estimate the health risk of exposure to air Benzene among the student at SMPN 16 Bandung which is located close to the source of pollutants Benzene. The study run during May June 2017 using Environmental Health Risk Analysis EHRA. The result showed that Benzene concentration in ambient air had average of <0,316 mg/m3.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68716
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva M. Budianto
"Dalam rangka menunjang kegiatan pelayanan di rumah sakit, maka dibutuhkan sarana-sarana antara lain penyediaan alat-alat baik untuk pengobatan, menunjang diagnosa ataupun membantu penyembuhan pasien. Biasanya ini menyangkut peralatan yang berteknologi tinggi dan disebut dengan alat kesehatan canggih, dimana ini merupakan bentuk investasi dari rumah sakit. Oleh karena investasi alat canggih tersebut memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit, maka perlu perencanaan anggaran investasi yang cukup hati-hati.
Dengan berbagai macam cara pembelian yang ditawarkan pada rumah sakit, perlu suatu keputusan dari Direksi Rumah sakit dalam menentukan pengadaan alat-alat tersebut.
Penelitian ini dilakukan sejak awal November 1992 sampai akhir Januari 1993 yang merupakan studi kasus yang bersifat kuantitatif dan diskriptif. Alat yang diteliti meliputi 4 alat yang dikategorikan canggih yaitu alat Haemodialisa, alat electric Bed, alat CT Scan dan alat Echo Color Dopler, dimana sistim pengadaannya berbeda-beda mulai dari pinjam pakai, kredit, tunai dan leasing.
Hasil penelitian yang merupakan analisa ekonomi dengan memakai kriteria investasi yang berdasar konsep cash flow dengan Nilai Uang Sekarang (NPV), dapat menentukan cara pengadaan terbaik untuk pembelian alat-alat tersebut. Dengan melihat perhitungan tadi didapatkan beberapa keputusan Direksi Rumah Sakit pada waktu itu tidak memperhitungkan nilai ekonomis dari pembelian alat tersebut.
Dengan adanya alat yang pemanfaatannya kurang dari kapasitas maksimum, sebaiknya perlu perhitungan ekonomi yang lebih teliti dan bila perlu diadakan kerja sama (cost sharing) dengan rumah sakit lain."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Rizki Sanjaya
"Benzene merupakan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan. Dampak nonkarsinogenik yang diakibatkan diantaranya anemia dan pensitopenia. Pada pajanan benzene ditingkat rendah, menunjukkan adanya perbedaan dampak hematologi. Kadar hemoglobin merupakan salah satu parameter awal yang digunakan untuk mengetahui dampak hematologi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengtahui asosiasi pajanan benzene terhadap kadar hemoglobin. hasil penelitian. Metode penelitian. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pemilihan sampel mengggunakan cluster satu tingkat. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 71 pekerja laki-laki responden. Pengukuran benzene menggunakan metode NIOSH 1501, pemeriksaan kadar hemoglobin menggunakan automated hematlogy analyzer. Lama kerja, usia, status merokok, konsumsi alkohol dan riwayat infeksi diukur menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pajanan benzene adalah 0,34 ppm dan kadar hemoglobin pekerja laki-laki adalah15,34 ± 1,14 g/dL. Berdasarkan analisis statistik, rata-rata kadar hemoglobin pajanan benzene ≤ 0,50 ppm adalah 15.15 g/dL (95% CI : 14.80 - 15.50) dan pada pajanan benzene 0,51 ? 1 ppm adalah g/dL 15.55 (95% CI : 15.19 - 15.91). Pekerja dengan lama kerja lebih dari 6 tahun memiliki kadar hemoglobin lebih rendah 0,7 g/dL (95% CI: -1.32 s.d. -0.13) dibandingkan pekerja dengan lama kerja kurang dari 6 tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa pajanan benzene di bawah 1 ppm tidak ada asosiasi yang signifikan terhadap kadar hemoglobin, namun pekerja terdapat indikasi bahwa durasi pajanan yang diukur dengan lama kerja berasosiasi dengan penurunan hemoglobin.

Benzene is one of the chemical substances which can cause some health effect. Noncarcinogenics effect can caused by benzene is anemia and pancytopenia. Benzene at lower concentrations have is conflicting evidence on potential hematological effects. Hemoglobin is one of hematological paramaters of hematological effects.
The purpose of this study to explain association benzene exposure and effect of hemoglobin. Cross sectional study design was used, and 71 male workers selected by cluster random sampling. Benzene measurement used NIOSH 1501 method and hemoglobin measurement used by automated hematalogy analyzer. Confounding factors such as work duration, age, smoking status, alcohol consumption, and history of infection measurements by questionnares.
The results showed that means of benzene exposure is 0,34 ppm and means of hemoglobin is 15,34 ± 1,14 g/dL. Statistical analysis showed that means of hemoglobin at benzene exposure ≤ 0,50 ppm is 15.15 g/dL (95% CI : 14.80 - 15.50) and means of hemoglobin at benzene exposure 0,51 - 1 ppm is 15.55 g/dL (95% CI : 15.19 - 15.91). Male-workers that work duration more than 6 yearshave decreased of hemoglobin 0,7 g/dL (95% CI: -1.32 s.d. -0.13).
The conclution is benzene exposure below 1 ppm statistically not association with hemoglobin. However long-time exposure of benzene that measure with work duration statistically significant with decreased of hemoglobin.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Chairi
"Permasalahan dalam penelitian ini adalah terdapatnya ketidaksiapan Unit Gawat Darurat (UGD) untuk mengadakan pemberian pelayanan darurat secara optimal. Salah satunya adalah menyangkut ketersediaan obat-obatan dan bahan-bahan habis pakai. Tujuan penelitian secara umum adalah agar diperoleh informasi mengenai penerapan pengawasan melekat dalam pengendalian penyediaan obat-obatan dan bahan-bahan habis pakai di RSUD Kota Bekasi. Dan secara khusus adalah agar dapat diketahui pelaksanaan unsur-unsur pengendalian intern, baik itu menyangkut pengorganisasian, kebijakan pelaksanaan, perencanaan kebutuhan, prosedur penyediaan, pencatatan hasil kerja, pembinaan personalia, pengawasan intern dan mengetahui tindakan koreksi dari penyimpangan yang terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan analisa tematik atau thematic analysis, dengan menggali data dan informasi dari berbagai informan sebagai data primer, serta dokumen yang terkait dan relevan sebagai data sekunder, sedangkan untuk menilai keabsahan data dilakukan triangulasi sumber data. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan penerapan pengawasan melekat dalam pengendalian penyediaan obat-obatan dan bahan habis pakai ternyata belum optimal, hal ini disebabkan banyaknya kendala dalam berbagai hal yang saling berkaitan. Langkah-langkah pemecahan masalah yang harus diambil adalah memperbaharui struktur dengan merubah kelas rumah sakit menjadi kelas B, hal ini sesuai dengan Kep Mendagri No, 22 tahun 1994, sehingga rumah sakit memiliki pola swadana dalam pembiayaannya atau mengikut sertakan swasta untuk mengembangkan rumah sakit, meningkatkan kemampuan penyediaan obat-obatan dan bahan habis pakai dari Apotik Kopkar, merekap isi resep sehingga dapat digunakan sebagai dasar acuan anggaran pembelian penyediaan obat-obatan dan bahan habis pakai, merekam isi resep didalam komputer sehingga sewaktu-waktu dapat dipergunakan kembali terutama dalam perencanaan anggaran, melengkapi persediaan dengan 2nenambah anggaran untuk Kopkar, perlunya prosedur pengaturan peminjaman alat-alat antar unit rumah sakit dengan UGD, pencatatan dan pelaporan sebaiknya disertakan pencatatan resep sebagai bahan usulan bagi panitia anggaran dan perlu penambahan tenaga administrasi minimal satu orang, menggunakan komputer sebagai sarana pencatatan resep, pembinaan dan pengembangan pengetahuan dan ketrampilan sebaiknya ditingkatkan lagi, demikian juga perlunya meningkatkan kegiatan tindakan koreksi untuk setiap pelanggaran dan penyelewengan yang terjadi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

The main problem of this research is that ER of RSUD Kota Bekasi has not fully prepared to provide best services. One indicator is medicines and other disposable material in stock. In general, this research aims to get significant information regarding monitoring implemented for medicines and disposable material stock control in RSUD Kota Bekasi. Also, this research, in particular, will obtain internal control indicators including control organizing, implementation policy, inventory planning, merchandising procedure, document record, human resource training, and internal monitoring and, at last identify its recovery process for possible problems. This research uses qualitative method with thematic analysis, and explores primary data from informants as well as secondary data from related documents. While, researcher employs triangulation method to validate data. Research indicates that implementation of intensive monitoring for medicines and disposable material stock control is not optimum because of many interrelated problems among systems. Recommended solution for above problems may be reforming hospital structure, such as changing hospital classification to become b class (Kep Mendagri No. 22 Th. 1994 ). So that, RSUD Kota Bekasi becomes self - support hospital (swadana) and more independent to acquire partnership. In addition, RSUD Kota Bekasi can improve the quality of sevices including monitories medicines and disposable material stock control from KOPKAR, recapitulates prescription for purchasing budgeting, data entry for prescription summary, increase KOPKAR budget, implements procedure for lending equipment from ER, records document together with prescription summary, recruits one additional administration staff, computerizes prescription data entry, improves training for human resources, as well as increases frequency of recovered action as it is specified in hospital procedure."
Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Husni
"ABSTRAK
Perencanaan persediaan obat-obatan di Instalasi Gawat Darurat merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan dengan menggunakan cara-cara yang tepat, tujuan dari bagian logistik obat-obatan Instalasi Gawat Darurat adalah mengadakan persediaan perbekalan Farmasi dan menjaganya sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh para pemakainya dengan biaya yang seefisien mungkin.
Dengan adanya perencanaan diharapkan dapat dihasilkan suatu jumlah dan jenis persediaan perbekalan Farmasi yang ada di Instalasi Gawat Darurat, dalam hal ini khusus untuk obat-obatan dan bahan habis pakai. Persediaan obat-obatan dan bahan habis pakai dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan nilai investasi dengan memakai analisis ABC, yaitu Kelompok A dengan nilai investasi tinggi, Kelompok B dengan nilai investasi sedang dan Kelompok C dengan nilai investasi rendah. Pengelompokkan ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan persediaan, dengan demikian dapat diketahui jenis obat yang mana yang perlu diperhatikan oleh karena memerlukan investasi yang tinggi.
Selain itu akan ditentukan pula nilai indeks kritis setiap obat, untuk tujuan membuat skala prioritas pada sistem persediaan yang akan dilakukan.
Pentingnya penentuan nilai indeks kritis dari suatu jenis obat oleh karena tidak semua obat yang nilai investasinya tinggi dengan otomatis mempunyai nilai kritis yang tinggi pula, begitu pula sebaliknya. Indeks kritis ini dapat diketahui melalui pendapat dari para dokter yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat yang memakai obat tersebut dalam rangka pelayanan terhadap pasien. Dengan adanya indeks kritis ini, terdapat pengelompokkan baru, yaitu kelompok A dengan indeks kritis tinggi, kelompok B dengan indeks kritis sedang dan kelompok C dengan indeks kritis rendah.
Pengelompokkan secara analisis nilai indeks kritis ABC lebih tepat untuk Rumah Sakit dari pada menggunakan analisis ABC biasa khsususnya untuk mengendalikan obat-obatan dan bahan habis pakai di Instalasi Gawat Darurat.
Dalam analisis indeks kritis ABC telah dimasukkan faktor kritis suatu obat yang berkaitan dengan pelayanan pada pasien, yang tertinggi diperuntukkan bagi upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit.
Dari analisis indeks kritis ABC didapatkan hasil bahwa kelompok A yang memerlukan investasi paling tinggi (69,26% dari seluruh biaya) terdiri 21 item obat (13,12%), kelompok B menelan biaya 29,64% terdiri dari 120 item obat dan kelompok C hanya membutuhkan 1,10% biaya investasi 10,10% dari seluruh biaya. Dalam pengendalian persediaan selain menggunakan analisis ABC dan analisis indeks kritis ABC juga digunakan metode kuantitatif : EOQIROP (Reorder Point I Economic Order Quantity) untuk mengetahui berapa banyak barang dipesan dan kapan barang harus dipesan dengan pengelompokkan ini perencanaan persediaan obat selanjutnya dapat lebih tepat dan lebih efesiens, serta diharapkan dapat mengurangi peristiwa kehabisan persediaan.

ABSTRACT
Controlling the Inventory of Medical Supplies in Emergency Room, RSUD Pasar Rebo, East JakartaEfficient in cost of procurement of Medical Supplies and their inventory control, is the objective of Logistic Department in Emergency Room. This study was conducted to organize the logistic more efficient.
The stocks of medicines and disposable goods were classified in 3 groups, based on its investment value using ABC analysis. Group A, was the high investment value, group B was the medium investment value and group C was the low investment value. This grouping were used to determine which medical supplies needed most attention.
Subsequently, the control index value of each medical supplies was also determined.
This was important because not all medical supplies which were high investment value, were also have high critical index value and vice versa. The Critical Index Value were attained by asking doctors in ER, who used that medicine. Using the Critical Index Value, medical supplies were classification into group A, B, and C.
Classification based on the Critical Index Value was more suitable for Hospital that using ABC analysis, especially for controlling medicines and disposable goods in ER, because Critical factor of medicines which is related to patient's service, was included in this analysis.
The Study found that group A need highest investment (69,26 % from whole cost) and is consist of 21 items (13,12 %), group B cost 29,64% and is consist of 120 items, and group C only cost 1,10% of cost investment and 10,10% whole consist of 19 items.
To further control the logistic of medical supplies, the economic order quantity method was used. This was necessary to obtain how many goods should be ordered and when they should be reordered.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>