Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105964 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vinia Ardiani Permata
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2008
T59078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Terlinda da C. Barros
"[Tesis ini membahas kemampuan alat uji rapid test Hexagon Syphilis menggunakan spesimen whole blood dan serum dibandingkan dengan Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) dalam mendeteksi frambusia pada anak usia 1-14 tahun di distrik Dili dan Manatuto, Timor Leste. Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan rancangan potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan rapid test Hexagon Syphilis
menggunakan spesimen fingerprick whole blood sebagai pemeriksaan penunjang serologis mampu mendeteksi frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan nilai sensitifitas fingerprick whole blood sebesar 95%, spesifisitas 99,17%, Nilai Duga Positif (NDP) sebesar 86,36%, Nilai Duga Negatif (NDN) sebesar 99,72%., The aim of this study was to measure the performance of rapid test Hexagon Syphilis® using whole blood and serum specimens compared to Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) in detecting yaws in children age 1-14 years old. This is a diagnostic study with cross-sectional design. The results of the performance of rapid test Hexagon Syphilis® from fingerprick whole blood was: sensitivity 95%, specificity 99,17%, Positive Predictive Value (PPV) of 86,36, Negative Predictive Value (NPV) of 99,72%.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Evasari
"Sifilis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum subspesies pallidum (T. pallidum), merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik. Sifilis merupakan penyakit yang progresif dengan gambaran klinis aktif (stadium primer, sekunder, dan tersier) serta periode tidak bergejala (sifilis laten). Sifilis masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan 80-90% kasus baru terjadi di negara berkembang dengan sedikit atau tidak ada akses diagnostik. Sejumlah besar sifilis tidak bergejala. Akibatnya, sebagian sifilis tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan tatalaksana yang baik, sehingga berpotensi menimbulkan gejala sisa serius, manifestasi sifilis tersier, kardiovaskular, neurologik, oftalmologik, otologik, dan berlanjutnya rantai penularan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan rapid Test STANDARD Q Syphilis Ab dengan menggunakan spesimen serum dan darah kapiler dibandingkan dengan TPHA dalam mendeteksi sifilis pada populasi risiko tinggi yang terdiri atas waria, lelaki yang berhubungan seksual dengan lelaki, dan wanita penjaja seks di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Penelitian ini adalah uji diagnostik dengan dengan rancangan studi potong lintang. Hasil penelitian menggunakan spesimen serum memberikan hasil sensitivitas 91,30%, spesifisitas 97,53%, nilai duga positif 95,45%, nilai duga negatif 95,18%, dan akurasi 95,28% dibandingkan dengan TPHA sebagai baku emas. Hasil pengujian dengan spesimen darah kapiler memberikan hasil sensitivitas 84,78%, spesifisitas 98,77%, nilai duga positif 97,50%, nilai duga negatif 91,95%, dan akurasi 93,70% dibandingkan dengan TPHA sebagai baku emas. Kesesuaian hasil rapid test STANDARD Q Syphilis Ab antara spesimen serum dan darah kapiler sangat baik (κ = 0,8223). Rapid test STANDARD Q Syphilis Ab dapat dijadikan alternatif uji treponemal dalam menunjang diagnosis sifilis, baik sebagai penapisan rutin maupun konfirmasi hasil uji nontreponemal serta penggunaan spesimen darah kapiler dapat dijadikan alternatif uji treponemal yang lebih cepat dan mudah dilakukan.

Syphilis is a chronic and systemic disease caused by Treponema pallidum subspecies pallidum (T. pallidum). Syphilis is a progressive disease with active clinical features (primary, secondary, and tertiary syphilis) and asymptomatic periods (latent syphilis). Syphilis is still a worldwide health problem with 80-90% of new cases occurring in developing countries with little or no diagnostic access. A large number of syphilis are asymptomatic. As a result, some syphilis is undiagnosed and does not get good management, potentially causing serious sequelae, the manifestation of tertiary syphilis, cardiovascular, neurologic, ophthalmologic, otologic, and continuous chain of transmission. This study aimed to assess STANDARD Q Syphilis Ab's rapid test capability using serum and fingerprick whole blood specimens compared with TPHA in detecting syphilis in high-risk populations comprised of transgenders, men who have sex with men, and female sexual workers in Puskesmas Pasar Rebo. This study is a diagnostic test with a cross sectional study design. The results of this study using serum specimens were sensitivity of 91.30%, specificity of 97.53%, positive predictive value 95.45%, negative predictive value of 95.18%, and accuration 95.28%, compared to TPHA as the gold standard. Test results with fingerprick whole blood specimens gave sensitivity of 84.78%, specificity of 98.77%, positive predictive value of 97.50%, negative predictive value of 91.95%, and accuration 93.70%, compared to TPHA as the gold standard. Compatibility of rapid test STANDARD Q Syphilis Ab results between serum and fingerprick whole blood specimens was very good (κ = 0.8223). Rapid test STANDARD Q Syphilis Ab can be used as an alternative treponemal test in supporting syphilis diagnosis, either as routine screening or confirmation of nontreponemal test result and the use of fingerprick whole blood specimen can be used as treponemal test alternative which is faster and easier to do.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Effendi
"ABSTRAK
Sifilis merupakan penyakit multistadium yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual. Saat ini penggunaan uji polymerase chain reaction (PCR) untuk Treponema pallidum telah banyak digunakan dan diharapkan mampu mengurangi masalah dalam uji diagnostik sifilis. Hasil uji PCR Treponema pallidum dipengaruhi oleh jenis spesimen, metode PCR dan gen target. Penelitian ini ditujukan untuk menilai penggunaan darah dan serum untuk uji multiplex nested PCR dengan gen target 23S rRNA Treponema pallidum. Studi potong lintang dilakukan dari bulan April 2015 - April 2016. Pengambilan sampel secara konsekutif dari pasien dengan gambaran klinis sifilis sekunder yang datang ke poliklinik Infeksi Menular Seksual (IMS) di Jakarta. Uji PCR dilakukan terhadap 122 spesimen klinis (61 darah dan 61 serum). Uji serologi rapid plasma reagin (RPR) dan Treponema pallidum Haemagglutination Assay (TPHA) dilakukan pada semua serum. Hasil positif uji PCR darah sebesar 22,95% dan serum sebesar 6,56%, sedangkan hasil positif uji serologi sebesar 68,85%. Pada hasil uji serologi positif, proporsi hasil positif uji multiplex nested PCR Treponema pallidum darah sebesar 30,95% dibandingkan serum 9,52%. Uji PCR terhadap darah mampu mendeteksi 3,25 kali lebih tinggi daripada serum. Penggunaan darah memberikan nilai kepositivan yang lebih tinggi dibandingkan serum pada uji multiplex nested PCR Treponema pallidum menggunakan gen target 23S rRNA

ABSTRACT
Syphilis is a multistage disease transmitted primarily through sexual intercourse. Nowadays, polymerase chain reaction (PCR) test for Treponema pallidum has been widely used and expected to overcome problems in diagnostic test for syphilis. The PCR Treponema pallidum are influenced by type of specimens, PCR methods and gene targets. This study is aim to assess the use of blood and serum using multiplex nested PCR Treponema pallidum targeting 23S rRNA. Cross-sectional study was conducted from April 2015 - April 2016. Sampling was carried out consecutively from patients with clinical features of secondary syphilis who came to sexual transmitted infection (STI) clinics in Jakarta. PCR test performed on 122 clinical specimen ( 61 blood and 61 serum). All serum were tested with RPR and TPHA assay. The positive results of PCR test on blood was 22,95% and serum was 6,56%, while the positive results of serology was 68,85%. On positive serological test results, the proportion of positive results of multiplex nested PCR Treponema pallidum on blood was 30,95% compared to serum 9,52%. PCR test on blood is able to detect 3,25 times higher than serum. The use of blood give a higher positivity compared to serum in multiplex nested PCR Treponema pallidum using 23S rRNA gene target."
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anthony Handoko
"Human papillomavirus (HPV) adalah sekelompok virus DNA yang bersifat epiteliotropik. Virus ini menginfeksi kulit dan mukosa serta bersifat spesifik hanya pada manusia. Dahulu HPV dianggap hanya merupakan satu tipe virus sebagai penyebab infeksi, tetapi dengan berkembangnya penelitian dalam bidang biomolekular, dengan metode hibridisasi dan polymerise chain reaction (PCR) ternyata ditemukan banyak tipe HPV.2 Hingga saat ini telah diidentifikasi sekitar 200 tipe HPV yang dapat bermanifestasi menjadi berbagai bentuk gambaran klinis dan lokasi, mulai dari Iasi kulit jinak, misalnya warts, kondilomata akuminata, hingga keganasan anogenital, yaitu karsinoma serviks.3 Terdapat 2 kelompok tipe HPV yaitu tipe high-risk HPV dan tipe low-risk HPV, sesuai hubungannya dengan keganasan.4 Sampai saat ini terdapat sekitar 15 tipe high-risk HPV dan tipe ini ditemukan pada 90 - 95% kasus karsinoma serviks, terutama tipe high-risk HPV 16, selain tipe 18, 31, 33, dan 35.3.4.
Infeksi HPV ditularkan melalui kontak langsung dengan partikel virus, antara lain melalui hubungan seksual, sehingga infeksi HPV genital dapat dianggap sebagai salah satu penyakit infeksi menular seksual. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wanita yang aktif seksual, berisiko tinggi terkena infeksi HPV genital, dan risiko ini akan semakin meningkat bila mempunyai banyak pasangan seksual, frekuensi hubungan seksual yang tinggi, serta melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia dini. Karena pekerjaan yang dijalankan, maka para wanita penjaja seks (WPS) dianggap merupakan kelompok berisiko tinggi untuk terkena infeksi high-risk HPV genital dan karsinoma serviks di kemudian hari.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2004 oleh Mak R dkk terhadap WPS di Belgia, terdapat prevalensi infeksi high-risk HPV sebesar 55,9%. Dengan tersedianya fasilitas laboratorium yang mampu melakukan metode hibridisasi untuk mendeteksi kelompok HPV dan metode PCR untuk penentuan tipe HPV, serta terkumpulnya sampel yang cukup, maka diharapkan dapat diperoleh data mengenai proporsi kepositivan high-risk HPV beserta tipenya pada kalangan WPS. Hal ini akan sangat berguna mengingat karsinoma serviks merupakan salah satu jenis keganasan tersering pada wanita, sehingga penting dilakukan deteksi dini terhadap infeksi high-risk HPV genital yang dapat berkembang menjadi keganasan serviks di kemudian hari. Keterbatasan penelitian ini pada metode hibridisasi, yaitu menggunakan probe yang berisi 13 tipe high-risk HPV serta metode PCR yang hanya menggunakan primer untuk menentukan 5 tipe high-risk HPV, yaitu tipe 16, 18, 31, 33, dan 35."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aruan, Rompu Roger
"Latar Belakang : Frambusia adalah infeksi yang disebabkan oleh spirochetes, yaitu Treponema pallidum subspesies pertenue. Penyakit ini merupakan jenis infeksi non venereal kronis dan menular terutama pada anak-anak dengan usia di bawah 15 tahun. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat sebanyak 7.400 kasus frambusia baru dalam periode Oktober 2008 - Oktober 2009 di propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Diagnosis frambusia sangat memerlukan pemeriksaan serologis sehingga diperlukan metode pemeriksaan yang sederhana, cepat, dan akurat. Rapid Plasma Reagin (RPR) merupakan pemeriksaan penunjang serologis akurat, ekonomis, cepat, dan dapat diulang dengan hasil yang sama.
Tujuan : Mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), dan prediksi negatif (NPN) RPR sebagai penunjang serologis untuk diagnosis frambusia dibandingkan dengan TPHA sebgai baku emas diagnostik frambusia pada anak usia 1-5 tahun.
Subyek dan metode : Penelitian ini merupakan uji diagnostik. Subyek penelitian (SP) adalah sebagian dari anak berusia 1 - 5 tahun di kecamatan Kodi dan Kodi Utara, kabupaten Sumba Barat Daya, NTT. Sejumlah 168 SP telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pengambilan spesimen darah. Serum didapatkan melalui proses sentrifugasi pada setiap spesimen yang kemudian disimpan dalam keadaan beku. Pemeriksaan RPR dilakukan di laboratorium poliklinik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Pemeriksaan TPHA dilakukan di Departemen Patologi Klinik RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Hasil : Nilai sentivitas RPR sebesar 77,8%, nilai spesifitas sebesar 94,7%, NPP sebesar 63,6%, NPN sebesar 97,3%, dan nilai akurasi 92,9%. Lokasi lesi yang paling sering didapatkan adalah di tungkai bawah 85,71%. Jenis lesi kulit yang paling sering didapatkan adalah ulkus 42,85%.
Kesimpulan : Dengan hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan RPR pada anak usia 1 - 5 tahun sebagai pemeriksaan penunjang serologis dalam menegakkan diagnosis frambusia. Jenis dan lokasi lesi tersering yang ditemukan adalah ulkus dan tungkai bawah.

Background : Yaws is an infection caused by spirochetes, which is Treponema pallidum subspecies pertenue. Yaws is an infectious and chronic non-venereal disease, affecting mostly children between one and five years old. The Indonesian Ministry of Health reported 7,400 new cases of yaws in Nusa Tenggara Province (NTT) between October 2008 and October 2009. Diagnostic of yaws requires serological diagnostic tools. Hence, a simple, accurate and fast was needed. Rapid Plasma Reagin (RPR) was used as a serological diagnostic tool because RPR is considered to be an accurate, fast, cheap, and reliable tool.
Objective : to measure sensitivity, specificity, Positive Prediction Value (PPV), and Negative Prediction Value (NPV) of RPR as a serological diagnostic tool for yaws in children between one and five years old.
Subjects and method : randomized, diagnostic study was conducted among children between one and five years old in Kodi and Kodi Utara sub-districts of Sumba Barat Daya district , NTT province. Anamnesis, physical examination, and blood samples were collected from 168 subjects. Serum was obtained via the centrifugation of each blood sample, after which it was stored in below zero temperature. RPR test was conducted in an outpatient laboratory at the Department of Dermato-venereology while TPHA test was done at the Department of Clinical Pathology at dr. Cipto Mangunkusumo general hospital.
Result : RPR sensitivity result is 77,8%, specificity result is 94,7%, PPV is 63,6%, NPV is 97,3%, accuracy is 92,9%. Lower extremities are the most affected site in 85,71% subjects. Ulcers (42,85%) are the most common skin lesion recorded in this study.
Conclusion : Based from this results, RPR test is a useful serological diagnostic tool for yaws in children between one and five years old. Lower extremities are the most affected site with ulcers as the most common skin lesion recorded.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Rachmawati
"[Latar belakang. Frambusia banyak ditemukan di negara tropis dan 75% kasus baru terdeteksi pada anak kurang dari 15 tahun. Diagnosis klinis sulit karena dapat menyerupai lesi penyakit lain. Namun pada praktiknya, diagnosis lebih sering ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan epidemiologis, karena pemeriksaan serologis dianggap tidak praktis. Tujuan. Mengetahui kesesuaian gambaran klinis frambusia menurut pedoman WHO dengan kepositivan TPHA pada anak usia 1-12 tahun. Metode. Uji deskriptif. Subyek penelitian dilakukan pemeriksaan klinis sesuai lesi frambusia menurut WHO, lalu dikategorikan sebagai terduga frambusia dan bukan frambusia. Seluruh subyek dikonfirmasi dengan pemeriksaan TPHA. Dihitung besar kesesuaian keseluruhan, kesesuaian positif, dan negatif antara dugaan klinis dan TPHA. Hasil. Total subyek penelitian adalah 493 anak. Sebanyak 32 subyek terduga klinis frambusia dan 22 subyek dengan hasil TPHA positif. Proporsi kesesuaian keseluruhan antara gambaran klinis WHO dan TPHA adalah 90,67%, dengan proporsi kesesuaian positif 18,18%, dan proporsi kesesuaian negatif 94,06%. Kesimpulan. Nilai kesesuaian keseluruhan yang tinggi disebabkan karena kepositivan TPHA sangat kecil dibandingkan total subyek. Kepositivan gambaran klinis frambusia menurut WHO hanya memiliki kesesuaian sebesar 18,18% dengan pemeriksaan TPHA, sehingga tidak cukup sebagai sarana penapisan penyakit. Tidak ditemukannya gambaran klinis menurut WHO memiliki kesesuaian sebesar 94,06% dengan TPHA yang negatif., Background. Yaws is most prevalent in tropical countries and 75% of new cases are in children younger than 15 years. Clinical diagnosis can be confused with other skin diseases. However, physician often diagnose the disease based on clinical and epidemiological finding, because serological examination is impractical. Aim. To identify the conformity of yaws’ clinical manifestation based on WHO classification and TPHA in children age 1-12 years. Method. Descriptive study. All subjects were examined based on WHO classification, and then categorized as suspected or nonsuspected cases. TPHA were done to all subjects. Data collected were calculated to identify the proportion of overall agreement, positive percent agreement and negative percent agreement between clinical diagnosis and TPHA. Result. 493 subjects included in this study. There were 32 subjects with suspected yaws and 22 with reactive TPHA. The proportion of overall agreement between suspected case and TPHA were 90,67%, with positive percent agreement of 18,18%, and negative percent agreement of 94,06%. Conclusion. The high value of overall agreement can be due to rare case compared to total subjects. The positiveness of yaws’ clinical manifestation based on WHO classification only had the conformity of 18,18% with TPHA result, which means that clinical diagnosis alone is nonreliable as screening tool. The negativeness of the clinical manifestation had the conformity of 94.06% with TPHA result.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadi Rihatmadja
"Sepengetahuan penulis, belum ada data koinfeksi VHS-2 dan T. pailidum pada individu yang terinfeksi HIV di Indonesia. Mengingat tingginya transmisi HIV melalui rute heteroseksual di Indonesia maka kiranya perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi kedua 1MS tersebut. Data yang diperoleh diharapkan dapat berguna bagi program pencegahan transmisi HIV di Indonesia. Diagnosis infeksi kedua IMS pada penelitian ini akan dinyatakan dengan kepositivan pemeriksaan serologik antibodi terhadap VHS-2 serta RPR dan TPHA.
Penelitian ini akan dilakukan di Poliklinik Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo - Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kelompok ini dibentuk sejak ,kasus AIDS ditemukan pertama kali di Indonesia tahun 1986. Pokdisus AIDS mengerjakan berbagai aktivitas yang terkait dengan pengendalian HIVIAIDS, termasuk pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan, Iayanan telepon hotline khusus AIDS, konseling dan pemeriksaan laboratorium, akses ke fasilitas diagnostik dan pengobatan, dan juga berfungsi sebagai pusat rujukan. Dalam kegiatannya tersebut Pokdisus AIDS telah membantu Iebih dari 1000 orang penderita infeksi HIVIAIDS memperoleh ()bat antivirus sejak tahun 1999. Dalam dua tahun terakhir, Pokdisus AIDS menangani kira-kira 700-800 kasus infeksi HIV baru. Selain kegiatan medis, Pokdisus AIDS juga melakukan berbagai penelitian pada populasi penderita HIVIAIDS khususnya di Jakarta. Dari penelitian yang pemah dilakukan, dapat dikemukakan di sini bahwa herpes simpleks merupakan salah satu infeksi oportunistik yang sering dijumpai, dan infeksi HIV di kalangan IDU amat tinggi, hingga mencapai 80%.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
5
1. Berapakah proporsi kepositivan pemeriksaan antibodi (IgG) terhadap VHS-2 pada pasien HIV/AIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
2. Berapakah proporsi kepositivan pemeriksaan serologik terhadap Treponema pallidum (RPR dan TPHA) pada pasien HIVIAIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
3. Faktor sosiodemografi dan perilaku seksual apakah yang berhubungan dengan kepositivan pemeriksaan IgG VHS-2, RPR dan TPHA pada pasien HIVIAIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niode, Nurdjanah Jane
"Hepatitis B merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual, sehingga kelompok risiko tinggi seperti WPS rentan terhadap kemungkinan terinfeksi penyakit ini dan juga menularkannya kepada orang lain.
Di Sulawesi Utara belum ada penelitian tentang prevalensi hepatitis 8 di kalangan risiko tinggi termasuk WPS.Jumlah WPS di Bitung, Sulawesi Utara cukup tinggi, sehingga perlu diketahui seberapa besar masalah hepatitis B dan hubungannya dengan -pengetahuan, sikap, Berta perilaku mereka terhadap penya kit tersebut.
RUMUSAN MASALAH
a. Berapakah prevalensi kepositivan serologik HBsAg pada WPS di Bitung ?
b. Bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku WPS di Bitung terhadap hepatitis B?
c. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap hepatitis B pada WPS di Bitung dengan kepositivan serologik HBsAg?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>