Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26768 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khairunnisa Nur Hanabila
"Tingginya tingkat popularitas K-Pop di Indonesia membuat negara ini menjadi rumah bagi banyak fandom KPop. Di antara klub penggemar K-Pop lainnya, penggemar NCT di Indonesia yang disebut NCTzen telah terbukti menjadi salah satu fandom yang paling terlibat (Febriastuti, 2020; Rizaty, 2021; Reditya 2021). Salah satu keterlibatan penggemar yang banyak dipraktikkan adalah konsumsi merchandise K-Pop. Pertumbuhan konsumsi merchandise melibatkan pasar merchandise jenis photocard. Meskipun demikian, peningkatan desain merchandise tertentu telah menjadikan photocard sebagai identitas baru penggemar K-Pop yang sedang naik daun di lanskap K-Pop. Hasil dari penelitian sebelumnya telah memberikan latar belakang perilaku konsumsi dari latar belakang penggemar dan terhadap motivasi mereka. Makalah ini berfokus pada fenomena koleksi photocard penggemar NCT di Indonesia melalui teori identitas sosial yang dikembangkan oleh Jenkins (2004) dan bagaimana identitas anggota fandom dapat menentukan perilaku konsumsi anggota, dan akibatnya jumlah penjualan merchandise jenis photocard. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan melalui metode pengumpulan data sekunder seputar NCTzen Indonesia yang bergerak di bidang praktik pengumpulan photocard. Untuk menyoroti identitas penggemar di dalam fandom khususnya di ruang lingkup media sosial dengan perilaku pembelian photocard. Hasil dari makalah ini, ditemukan bahwa interaksi dan keterbatasan informasi berdampak pada identitas penggemar di dalam fandom.

The high popularity rate of K-Pop in Indonesia has made the country home to many K-Pop fandoms. Among other K-Pop fansclub, NCT fans in Indonesia's so-called NCTzen have proven to be among the most engaged fandoms (Febriastuti, 2020; Rizaty, 2021; Reditya, 2021). One of the widely practised fan engagements is the consumption of K-Pop merchandise. The growing merchandise consumption involves the photocard-type merchandise market. Nonetheless, the increase in specific merchandise design has made photocards the new rising K-Pop fans' identity in the K-Pop landscape. Results from past research have provided the consumption behaviour background from fans' backgrounds and their motivation. This paper focuses on the phenomenon of the photocard collection of NCT fans in Indonesia through the social identity theory developed by Jenkins (2004) and how the identity of fandom members can define the member's consumption behaviour and, consequently, the number of sale photocard type merchandise. It is based on a qualitative study conducted through a secondary data collection method surrounding Indonesia NCTzen engaged in the photocard collection practices. To highlight fans' identity inside the fandom particularly in the social media scope with their purchase behavior. This paper found that interaction and limitation of information impact the fans' identity inside the fandom.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Wahyu Andriani
"Photocard eksklusif menjadi salah satu objek koleksi bagi kelompok penggemar K-Pop, salah satunya adalah bentuk kerjasama eksklusif antara idol dengan brand. Bentuk eksklusifitas dan limited edition yang ditawarkan menjadi daya tarik yang sulit untuk dilewatkan bagi penggemar. Penelitian ini menganalisis perilaku budaya penggemar K-Pop melalui objek photocard eksklusif sebagai perantara penggemar, idol, dan brand. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif pada periode Januari hingga Juni 2022. Tahapan kuantitatif berupa survei kepada 212 responden penggemar K-Pop untuk memetakan budaya penggemar sekaligus menyeleksi calon informan. Pengumpulan data utama dilakukan melalui metode kualitatif berupa etnografi digital dengan wawancara mendalam secara virtual pada enam informan dan observasi digital pada media sosial. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pola aktivitas koleksi photocard eksklusif melibatkan beberapa pihak, seperti penggemar, idol, dan brand. Relasi pertama memfungsikan photocard sebagai objek yang memperlihatkan identitas sosial fandom K-Pop yang memiliki nilai emosional. Relasi kedua memfungsikan photocard sebagai valued product, yakni objek yang memiliki nilai lebih untuk memantik pola konsumerisme kelompok penggemar. Relasi ketiga memfungsikan photocard sebagai objek dan komoditas budaya penggemar. Ketiganya mencerminkan bahwa photocard eksklusif lebih dari sekedar benda material sebab mampu menjadi penghubung relasi antara penggemar, idol, dan brand.

Exclusive photocards are a collection object for K-Pop fan groups, one of which is a complete form of collaboration between idols and brands. The form of exclusivity and limited edition offered is an attraction that is hard to miss for fans. This study analyses the cultural behaviour of K-Pop fans through exclusive photocard objects as intermediaries for fans, idols, and brands. The research was conducted using quantitative and qualitative methods from January to June 2022. The quantitative stage was a survey of 212 respondents of K-Pop fans to map fan culture and select potential informants. The primary data collection was carried out through qualitative methods in the form of digital ethnography with in-depth virtual interviews with six informants and digital observations on social media. This study found that the pattern of exclusive photocard collection activities involved several parties, such as fans, idols, and brands. The first relation functions the photocard as an object that shows the social identity of the K-Pop fandom that has emotional value. The second relationship functions as a photocard as a valued product, an object with more value to ignite a pattern of consumerism among fan groups. The third relation functions photocards as objects and commodities of fan culture. All three reflect that exclusive photocards are more than just material objects because they can be a link between fans, idols, and brands."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatihah Adhani Prasetyo
"

Penelitian ini mengkaji bagaimana merchandise menjadi simbol identitas kelas sosial kalangan penggemar K-Pop. Studi-studi terdahulu telah membahas mengenai merchandise dan konsumerisme di kalangan penggemar. Namun, studi sebelumnya cenderung membahas pengoleksian merchandise sebagai bentuk impulsive buying dan konsekuensi dari adanya globalisasi dan modernisasi secara umum. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori modes of consumption untuk menganalisis bagaimana merchandise dapat menjadi simbol identitas kelas melalui sign yang terlihat. Secara umum teori ini membahas mengenai pengonsumsian terhadap barang yang dapat menarik garis hubungan sosial seseorang. Dalam analisisnya, peneliti juga menggunakan konsep Distinction oleh Bourdieu untuk melihat bagaimana perbedaan lapisan kelas berdasarkan kemampuan ekonomi dan taste atau preferensi selera antara satu penggemar dengan yang lainnya dalam mendapatkan merchandise “terbatas”. Hasil temuan menyatakan bahwa merchandise, seperti halnya photocard limited dapat menjadi simbol identitas terhadap kelas sosial para penggemar K-Pop. Hal ini tercermin dari sign eksklusif yang terdapat pada benda tersebut, yang membuat para penggemar dengan preferensi selera yang bagus dan kemampuan ekonomi yang tinggi lah yang dapat memiliki dan mengoleksinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi dan in-depth interview terhadap para kolektor merchandise, penggemar K-Pop non-kolektor, dan pemilik group order jual-beli photocard.


This study examines how merchandise is a symbol of social class identity among K-Pop fans. Previous studies have covered merchandise and consumerism among fans. However, previous studies tended to discuss the collection of merchandise as a form of impulsive buying and the consequences of globalization and modernization in general. In this study, researchers used modes of consumption theory to analyze how merchandise can become a symbol of class identity through visible signs. In general, this theory discusses the consumption of goods that can draw a line of a person's social relationships.  In their analysis, researchers also used Bourdieu's concept of Distinction to see how class layers differ based on economic ability and taste or taste preferences between one fan and another in obtaining "limited" merchandise. The findings state that merchandise, like limited photocards, can be a symbol of identity towards the social class of K-Pop fans. This is reflected in the exclusive signs contained in the object, which makes fans with good taste preferences and high economic abilities who can own and collect it. This study used qualitative methods with observational data collection techniques and in-depth interviews of merchandise collectors, non-collector K-Pop enthusiasts, and group order owners buying and selling photocards.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmata Noorfauziah Maulidania
"Tesis ini menekankan pembentukan realitas sosial penggemar ideal dengan penggunaan simbol merchandise. Konstruksi sosial atas realitas penggemar ideal terbentuk dari penekanan pentingnya makna yang dikonstruksi oleh individu dengan lingkungan sosialnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis dan metode studi kasus. Melalui penggunaan simbol merchandise penggemar NCT (NCTzen), penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi momen dialektika penggemar ideal. Hasil penelitian menemukan bahwa terjadi tiga momen dialektika pada NCTzen. Dalam momen eksternalisasi, terjadi pemahaman dan penyesuaian diri NCTzen dengan melakukan aktivitas penggemar sebagai ciri penggemar ideal. Momen objektivasi terjadi saat proses pemahaman berubah menjadi pengambilan tindakan NCTzen dalam memaknai penggemar ideal. Terakhir, NCTzen memperoleh penanaman nilai kegiatan penggemar melalui momen internalisasi dengan peran agen sosialisasi utama, yaitu keluarga, teman sebaya, dan media. Ciri penggemar ideal NCTzen kemudian mengalami perubahan, diantaranya (1) bertemu dan dapat berinteraksi dengan idola secara langsung, (2) memanfaatkan penuh media dalam seluruh usaha memperoleh informasi tentang idola, (3) menjalin relasi dengan teman sesama NCTzen sebagai cara memperoleh informasi tentang idola, dan (4) memanfaatkan penuh media untuk mempromosikan idola. Perubahan dalam ciri penggemar ideal NCTzen ini akan menuju ke momen eksternalisasi kembali.

This thesis emphasized the formation of the social reality of ideal fans with the use of merchandise symbols. The social construction of the ideal fan reality is formed by emphasizing the importance of meanings constructed by individuals with their social environment. This research used a qualitative approach with a constructivist paradigm and case study method. This research aimed to explore the dialectical moments of ideal fans built through the use of NCT’s fans merchandise symbols (NCTzen). The results found that there were three dialectical moments in NCTzen. At the moment of externalization, NCTzen demonstrated understanding and self-adjustment by engaging in fan activities that reflected ideal fan characteristics. The moment of objectivity occurred when the understanding process led to NCTzen's actions in interpreting the ideal fan. Finally, NCTzen obtained the value of fan activities through the moment of internalization with the role of the main socialization agents, namely family, peers, and the media. The characteristics of NCTzen ideal fans have changed, including (1) meeting, and interacting with idols directly, (2) making full use of the media in all efforts to get information about idols, (3) establishing relationships with fellow NCTzen friends as a way to get information about idols and provide information about idols, and (4) making full use of the media to promote idols. The change in NCTzen's ideal fan characteristics will lead to a moment of re-externalization."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Setyari
"Demam K-pop sedang melanda Indonesia membuat berbagai komunitas fans terbentuk. Komunitas yang akrab disebut dengan kata fandom ini memiliki dinamika dan interaksi antar fandom yang menarik. Studi ini secara umum membahas mengenai identitas serta interaksi antar fandom para penggemar K-pop dalam kajian studi komunitas dengan menggunakan metode kualitatif. Para penggemar K-Pop mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota dari sebuah fandom melalui simbol-simbol yang digunakan oleh fandom tersebut sehingga terbentuk in-group dan out-group yang kemudian mensosialisasikan nilai yang sama kepada anggota-anggota fandom tersebut. Pada akhirnya, identitas yang mereka miliki serta hasil dari sosialisasi tersebut membentuk dinamika dan interaksi yang terjadi di dalam maupun antar fandom. Dengan menggunakan paradigma interaksionisme simbolik, penelitian ini mmemperlihatkan bagaimana identitas terbentuk dan disosialisasikan di dalam in-group, dalam hal ini sebuah fandom, dan membentuk dinamika serta interaksi tertentu di dalam in-group maupun dengan out-group, dalam hal ini fandom lainnya.

The K-pop wave that washes over Indonesia sprouts various fans community, or, more commonly called as fandom. Fandom has a very interesting dynamics and interaction in it. This study in general discusses the identity and interaction in and between K-pop fandoms in the scope of community study using qualitative method. The K-pop fans identify themselves through various symbols in their fandom used for socializing fandom values in them, and as such forms in-groups and out-groups, which later affects the dynamics and interaction between fandoms. Using the symbolic interaction paradigm this study shows how the K-pop fans identity is formed through the socialization of various symbols in a fandom as an in-group, and later affects the dynamics and interaction in said in-group as well with their out-group, in this case, the other fandoms."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S53906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsaa Salsabila Syawal
"Penelitian ini mengeksplorasi hubungan parasosial antara K-pop Idol NCT dan penggemar NCTzen melalui aplikasi Lysn Bubble. Penelitian ini menggunakan teori hubungan parasosial milik Horton dan Wohl untuk melihat bagaimana ikatan sosial dan ikatan emosional yang dibentuk oleh NCTzen. Paradigma yang digunakan adalah paradigma post-positivistik dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam. Dengan pendekatan interaksi simbolik, penelitian ini mengungkap bahwa hubungan parasosial antara NCT dan NCTzen melalui Lysn Bubble telah berkembang menjadi interaksi dua arah yang lebih interaktif dan responsif. Penggunaan simbol dan pesan personal di aplikasi ini memperkuat keaslian hubungan, sementara pandemi mendorong keterlibatan online yang lebih dalam. Motivasi penggemar yang beragam menciptakan dimensi baru dalam hubungan parasosial, memenuhi kebutuhan psikologis dan membentuk realitas sosial baru. Penelitian ini menyoroti bagaimana teknologi dan komunikasi memfasilitasi hubungan parasosial yang dinamis dan interaktif di era digital.

This research explores the parasocial relationship between K-pop Idol NCT and fans NCTzen through the Lysn Bubble app. This research uses Horton and Wohl's parasocial relationship theory to see how social bonds and emotional bonds are formed by NCTzen. The paradigm used is the post-positivistic paradigm with data collection techniques in the form of in-depth interviews. Using a symbolic interaction approach, this study reveals that the parasocial relationship between NCT and NCTzen through Lysn Bubble has developed into a more interactive and responsive two-way interaction. The use of symbols and personalized messages on the app reinforces the authenticity of the relationship, while the pandemic encourages deeper online engagement. Fans' diverse motivations create new dimensions in parasocial relationships, fulfilling psychological needs and shaping new social realities. This research highlights how technology and communication facilitate dynamic and interactive parasocial relationships in the digital age."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhealma Nuhasti Avicena Fabian
"Mengoleksi merupakan salah satu budaya penggemar K-Pop. Photo card selama dua tahun terakhir menjadi komoditas koleksi yang paling banyak diminati di dalam fandom K-Pop. Bersamaan dengan tingginya minat koleksi photo card, muncul perubahan perilaku penggemar yang menjadi obsesif dan protektif terhadap photo card. Penelitian ini ditujukan untuk melihat perubahan perilaku konsumsi dan pemaknaan oleh penggemar terhadap photo card serta budaya penggemar mengoleksi photo card. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis keterlibatan emosional pada perubahan perilaku penggemar. Data yang diperoleh menjelaskan mengenai bagaimana perilaku penggemar dalam menjalankan dan memaknai aktivitas budaya penggemar koleksi photo card. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mencakup wawancara mendalam secara daring dan kajian pustaka. Informan yang terlibat merupakan penggemar K-Pop yang turut berpartisipasi menjadi kolektor photo card selama dua tahun terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku konsumsi yang dilakukan penggemar K-Pop dalam budaya penggemar koleksi photo card, dilakukan atas hubungan emosional, seperti hubungan parasosial, yang terbentuk pada penggemar terhadap idola dan sesama penggemar. Keterlibatan emosional dan perilaku konsumsi juga menjadi sesuatu yang saling berhubungan dan berpengaruh dalam pembentukan pola perilaku dan pemaknaan baru oleh penggemar terhadap photo card.

One aspect of K-Pop fan culture is collecting. Photo cards for the last two years have become the most sought-after collections in the K-Pop fandom. Along with becoming a collection of interests, comes a shift in obsessive fan behavior and protective photo cards. This study is aimed at looking at changes in consumption behavior and meaning among photo card fans and the culture of collecting photo cards. This research was conducted by analyzing the emotional interactions of changes in fan behavior. The data obtained explains the behavior of fans in carrying out and interpreting the cultural activities of photo card collections. This study uses a qualitative method, which includes in-depth interviews and literature reviews. Informants involved are K-Pop fans who participated as photo card collectors for the last two years. The results show that the consumption behavior of K-Pop fans in the fan culture of photo card collections is based on emotional relationships, such as parasocial relationships, which are formed by fans towards idols and fellow fans. Involvement and consumption behavior are also interconnected and influential in the formation of new behavior patterns and meanings by fans of photo cards."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fadilah
"ABSTRAK
Artikel ini membahas penggemar laki-laki fanboy K-pop mengonstruksikan identitas gendernya ketika ia menyukai budaya populer yakni musik K-pop yang secara umum dilihat memiliki banyak penggemar perempuan. Artikel ini juga melihat bagaimana fanboy K-pop mendefinisikan identitas gender mereka baik ketika mereka menjadi fanboy K-pop maupun identitas seksual mereka sebagai laki-laki. Fanboy K-pop mendefinisikan identitas gender mereka dengan meakukan negosiasi dengan konstruksi gender yang ada di institusi sosial tempat mereka berinteraksi meskipun terdapat berbagai stereotip terhadap mereka sebagai fanboy K-pop.Studi sebelumnya mengemukakan bahwa buaya populer seperti musik, film, olahraga, dan video games bisa mengekspresikan dan menguatkan identitas gender individu yang melakukan atau menikmatinya. Mereka bernegosiasi baik dengan meyembunyikan hal yang mereka sukai atau mempertahankan hal yang mereka sukai dan menunjukkan identitas gender mereka dengan cara lain. Argumen penulis dalam artikel ini penggemar laki-laki K-pop bisa mengonstruksikan dan menegosiasikan identitas gender mereka. Hal tersebut karena fanboy K-Pop memiliki power dalam pembentukan identitas gender mereka. Pengetahuan yang dimiliki oleh fanboy K-pop baik dari institusi pendidikan maupun media membuat mereka memiliki kekuatan atau daya tawar untuk mengonstruksi identitas gender mereka. Ketika melakukan konstruksi identitas gender, mereka menggunakan pengetahuan mereka sebagai kekuatan untuk menegosiasikan identitas gender mereka dengan masyarakat dan institusi sosial mereka.Pendekatan penelitian kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dengan fanboy K-pop digunakan untuk memahami bagaimana mereka mengonstruksi atau menegosiasikan identitas gender mereka.

ABSTRACT
This article focuses on gender identity construction inmale K pop fans K pop fanboys as they interested in K pop music which in generalconsidered as popular culture that primarily cater towards female audience. This article also aims to pinpoint how K pop fanboy defines their gender identityboth as K pop fanboy and as a male. K pop fanboy defines their gender identity by negotiating with existing gender constructs at the social institution in which they interacts even though there are some steoreotypes toward them being a K pop fanboy.Previous studies showed popular culturesuch as music, film, sports, and video games express and strengthen gender identity of its participants.They either negotiate by concealing things that they like, or by continue defending what they like and project their gender identity through other ways. In this article, it is argued that K pop fanboys construct and negotiate their gender identity because they have power in their gender identity construction. Knowledges that they get both from their educational institution and media make them have bargaining power to construct their gender identity. During gender identity construction, their knowledge used as their power to negotiating their gender identitywith their society and social institution.Qualitative research approach using in depth interview with K pop fanboys to understandhow they construct or negotiate their gender identity."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fannisa Shafira Ridfinanda
"Skripsi ini membahas tentang praktik-praktik yang dilakukan oleh Kpopers antar generasi dalam menjalani aktivitas fangirling/fanboying dunia K-Pop di media sosial. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah wawancara mendalam bersama dengan enam subjek dan observasi media sosial. Kpopers yang masih aktif menjalani aktivitas fangirling/fanboying di media sosial terbagi menjadi Kpopers generasi 2, generasi 3, dan generasi 4. Pembagian generasi antara Kpopers kerap menimbulkan perbedaan pemahaman dan gesekan ketika menjalani aktivitias fangirling/fanboying yang akhirnya menimbulkan stigma tersendiri untuk Kpopers di setiap generasinya. Hasil penelitian menunjukkan memang terdapat stigma karena perbedaan media teknologi dan budaya yang diterima oleh masing-masing Kpopers saat aktif mengemari dunia K-Pop, tetapi mereka tetap memiliki motivasinya masing-masing yang tertanam dalam diri yang terkadang tidak mencerminkan stigma dari setiap generasinya.

This paper discusses the practices carried out by intergenerational Kpopers in carrying out fangirling/fanboying activities in the K-Pop world on social media. The method used for this research is in-depth interviews with six subjects and social media observations. Kpopers who are still actively carrying out fangirling/fanboying activities on social media are divided into 2nd generation, 3rd generation, and 4th generation. The generational division between Kpopers often creates differences in understanding and friction when undergoing fangirling/fanboying activities, which ultimately creates a stigma for Kpopers based on their generation. The results of the study show that there is indeed a stigma due to the differences in technology and cultural media received by each Kpopers when they are actively involved in the K-Pop world, but they still have their motivations that are embedded in themselves which sometimes do not reflect the stigma of each generation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Syukriya Maharani
"Penelitian ini bertujuan melihat kontribusi relasi parasosial terhadap tingkat well-being remaja penggemar idola K-Pop di Indonesia. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat kontribusi yang signifikan dari relasi parasosial terhadap well-being. Penelitian dilakukan menggunakan metode korelasional regresi dengan teknik analisis simple regression pada 566 partisipan WNI berusia 15–19 tahun yang merupakan penggemar K-Pop. Alat ukur yang digunakan adalah Parasocial Interaction Scale Short Version untuk relasi parasosial dan EPOCH (Engagement, Perseverance, Optimism, Connectedness, dan Happiness) untuk well-being. Penyebaran kuesioner dilakukan secara daring menggunakan Google Form. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi parasosial (M =2.90, SD = 0.39) berkontribusi secara positif dan signifikan sebesar 3.4% terhadap well-being (M = 3.04, SD = 0.47), F(1, 566) = 20.09, p < 0.001, R2 = 0.034. Kesimpulannya, hasil penelitian mendukung hipotesis, yaitu relasi parasosial berkontribusi terhadap tingkat well-being remaja penggemar idola K-Pop di Indonesia. Implikasi penelitian ini adalah penambahan pengetahuan terkait kontribusi yang dapat diberikan oleh relasi parasosial terhadap well-being.

This study aims to examine the contribution of parasocial relationship to Indonesian adolescence K-Pop idol fans’ well-being. The hypothesis stated that there is a significant contribution of parasocial relationship to well-being. This study was conducted using correlational regression method on 566 Indonesia citizens aged 15–19 years old who are K-Pop fans. The measuring instrument used is Parasocial Interaction Scale Short Version for parasocial relationship and EPOCH (Engagement, Perseverance, Optimism, Connectedness, and Happiness) for well-being. The questionnaire was distributed online using Google Form. Result showed that parasocial relationship (M = 2.90, SD = 0.39) positively contributed as significant as 3.4% to one’s well-being (M = 3.04, SD = 0.47), F(1, 566) = 20.09, p < 0.001, R2 = 0.034. In conclusion, the result of this study supports the hypothesis that parasocial relationship contributed to Indonesian adolescence K-Pop idol fans’ well-being. The implication of this study is to gain more knowledge related to the contribution of parasocial relationship to well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>